LP Paronikia - Nurul e P [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

LAPORAN ANALISA TINDAKAN KEPERAWATAN MANAJEMEN NYERI AKUT DENGAN RELAKSASI NAFAS DALAM

Dosen Pembimbing : Ns. Noor Fitriyani, M.Kep

Disusun oleh : Nurul Endah Pratiwi SN211105

PROGRA STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2021/2022

A. Konsep Penyakit 1. Definisi Paronikia adalah suatu reaksi peradangan mengenai lipatan kulit dan jaringan di sekitar kuku. Biasanya disebabkan oleh trauma karena maserasi pada tangan yang sering terkena air. Paronikia akut paling sering diakibatkan oleh infeksi

bakteri,

umumnya

Staphylococcus

aureus

 atau

 Pseudomonas

aeruginosa,  sedangkan, paronikia kronis disebabkan oleh jamur Candida albicans (Perry & Potter, 2016). Paronychia adalah infeksi pada kulit di sekitar kuku jari tangan atau kuku jari kaki. Paronychia biasanya akut, tetapi kasus kronis bisa terjadi. Pada paronychia akut, bakteri (biasanya Staphylococcus aureus atau streptococci) masuk melalui robekan pada kulit diakibatkan dari trauma pada lapisan kuku (lapisan pada kulit keras yang tumpang tindih disisi kuku), hilangnya kutikula, atau iritasi kronis (seperti dari air dan detergent). Paronychia lebih umum pada orang yang menggigit atau menghisap jari-jari mereka. Pada kaki, infeksi seringkali mulai pada jari kaki yang tumbuh ke dalam (Mubarak et al., 2015). Jadi, paronikia adalah peradangan mengenai lipatan kulit dan jaringan di sekitar kuku. Penyakit paronikia disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus atau streptococci. 2. Etiologi Paronychia akut kerupakan keluhan yang sering terjadi dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma langsung ataupun tidak langsung, misalnya kuku pecah, menggigit kuku, menghisap kuku, kuku yang tumbuh ke dalam, akibat manikur, pemakaian kuku palsu atau dapat pula terjadi tanpa trauma terlebih dahulu. Juga sering terjadi sebagai komplikasi paronychia kronik. Bakteri patogen yang sering menyebabkan paronikia

akut

antara

lain,

Streptococcus

pyogenes

,

Pseudomonas

pyocyaneaceae, Organisme koliform dan Proteus Vulgaris, flora normal yang berasal dari mulut, bakteri anaerob gram negative. Penyakit ini sering terjadi pada orang yang tangannya banyak terkena air, pada orang yang diabetik. Lebih sering pada wanita daripada pria. Dapat timbul pada umur berapa saja,tetapi kasus tersering adalah antara 30 sampai 60 tahun. Kadang-kadang terlihat pada anak-anak, terutama akibat pengisapan jari atau jempol. Merupakan penyakit yang dominan pada ibu-ibu rumah tangga

2

dan orang yang mempunyai pekerjaan tertentu seperti juru masak, pelayan bar, pedagang ikan, Gejala dimulai sebagai pembengkakan ringan, jauh lebih ringan daripada paronychia akut.5 Kutikula dapat hilang dan pus dapat terbentuk di bawah lipat kuku. Paronychia kronis dapat disebabkan oleh infeksi Candida albicans, eksaserbasi akut dapat terjadi dan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. Berbagai organisme dapat ditemukan, termasuk Stafilokokus aureus

atau

albus, Proteus  vulgaris,

Escherichia

coli dan Pseudomonas

pyocyanea.  Penggunaan obat sistemik, seperti retinoid dan proteasem inhibitor, seperti indinavir, lamivudin dapat menyebabka paronychia kronis. Indinavir paling sering menyebabkan paronychia kronis atau rekuren pada jari kaki atau tangan pada orang yang terinfeksi HIV. Mekanisme indinavir dan retinoid menyebabkana paronychia kronis belum jelas. Paronychia dilaporkan juga terjadi pada pasien yang mengonsumsi cetuximab, antibodi reseptor faktor pertumbuhan anti epidermal yang digunakan untuk mengobati tumor

3. Manifestasi Klinik Pada paronikia biasanya hanya satu jari kuku yang terkena, Kondisi ini ditandai oleh eritema, edema, rasa nyeri pada lipat kuku lateral dan proximal. Biasanya terjadi dua sampai lima hari serelah trauma. Tanda awal berupa infeksi superfisial dan akumulasi pus dibawah lipatan kuku yang diindikasikan mengalirnya pus ketika lipatan kuku ditekan. Infeksi yang tidak diobati dapat berubah menjadi abses subungual dengan adanya peradangan dan nyeri pada matriks kuku. Manifestasi lanjut, dapat terjadi distrofi sementara atau permanen pada lempeng kuku. Paronikia akut rekuren dapat berkembang menjadi paronikia kronis.

4. Komplikasi Paronikia yang dibiarkan tanpa penanganan bisa memicu berbagai masalah lainnya. Misalnya : 

Perubahan permanen pada bentuk kuku



Abses



Hingga menyebarnya infeksi pada tendon, tulang, atau aliran darah.

3

5. Patofisiologi Paronikia merupakan infeksi yang sering terjadi pada tangan, memiliki angka kejadian sekitar 35% dari seluruh infeksi yang ada. Infeksi ini terjadi khususnya pada orang-orang yang memiliki pekerjaan kontak langsung dengan air dalam jangka waktu yang lama seperti pada pekerja bar, tukang kebun dan ibu rumah tangga. Individu dengan keadaan imunitas yang menurun seperti pada infeksi HIV, penderita diabetes dan kekurangan gizi berpotensi mengalami paronikia. Infeksi ini lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dengan perbandingan 3:1 dan dapat dialami oleh semua golongan umur serta semua ras. Faktor predisposisi utama yang dapat diidentifikasi adalah pemisahan dari eponikium terhadap lempeng kuku. Pemisahan ini biasanya disebabkan oleh trauma sebagai dampak dari kelembaban maserasi pada lipatan-lipatan kulit terhadap keseringan tangan dalam keadaan basah. Alur yang lembab pada kuku dan lipatan kuku menjadi daerah serbuan oleh coccus pyogenic dan ragi. Bakteri kausatif biasanya berupa Staphylococcus Aureus, Streptococcus pyogenes, Pseudomonas sp., Proteus sp., atau bakteri anaerob lainnya. Dapat juga disebabkan oleh Candida Albicans.5 Sebagaimana yang diketahui, faktor risiko yang paling banyak pada paronikia akut adalah trauma ringan pada kutikula atau lipatan kuku seperti pada saat cuci piring, onycopagia (menggigit kuku), memotong kuku, keadaan kuku yang mengalami pertumbuhan kedalam, dan proses manicure. Dengan adanya trauma dapat menyebabkan inokulasi bakteri sehingga terjadi infeksi.6 Hal ini sesuai dengan laporan kasus Riesbeck Christian yang menunjukkan bahwa paronikia disebabkan oleh bakteri Prevotellabivia yang merupakan bakteri anaerob gram negatif, dimana infeksi oleh bakteri ini dihubungkan dengan infeksi pada saluran genital wanita dan khususnya pada infeksi oral. Sedangkan pada kronik disebabkan oleh bakteri patogen dan jamur yaitu Candida albicans. Paronikia akut sering terjadi pada pekerja laundry, pekerja rumah tangga, cleaning service dan perenang. Beberapa kasus menunjukkan adanya kolonisasi Candida albicans atau bakteri lainnya pada lesi. Paronikia kronik juga merupakan suatu komplikasi dari paronikia akut pada pasien yang tidak mendapatkan pengobtan yang adekuat.7 Proses patologis inflamasi di daerah kuku terutama mempengaruhi matriks, dasar kuku, hyponychium, dan lipatan kuku. Perubahan lempeng kuku terjadi setelah inflamasi di daerah kuku tersebut. Karena anatomi yang unik dari kuku, ada sejumlah pola reaksi yang memungkinkan untuk terjadinya proses inflamasi. Pola-pola reaksi mungkin memiliki fitur yang berbeda dari yang terlihat di kulit, karena kuku menghasilkan produk berupa lempeng kuku. Beberapa proses 4

inflamasi dari matriks kuku dapat menyebabkan kerusakan irreversible. Di sisi lain, proses yang mempengaruhi dasar kuku dan hyponychium yang tidak mempengaruhi pembentukan plat, dapat mempengaruhi bentuk atau kelengketan pada kuku. Bantalan kuku yang mengalami cedera sehingga terjadi metaplastik, yaitu dengan beralih dari keratinisasi onycholemmal (tanpa butiran keratohyalin) untuk keratinisasi epidermoid. Kemudian menjadi hiperplastik, hiperkeratosis, parakeratosis, hipergranulosis, spongiosis, dan pembentukan krusta eksudat. Proses ini mengarah pada berubahnya bentuk dan pola lempeng kuku yang umum untuk beberapa penyakit yang mempengaruhi dasar kuku, seperti psoriasis, onikomikosis dan paronikia. 6. Pathway

Candida Albicans Irreversible Metaplastik Paronikia Insisi Jaringan Terputusnya Inkontinuitas Jaringan

Nyeri Akut

Post operasi Kelemahan fisik

Intoleransi aktivitas

Sumber : (Budimulja U. 2017. Paronikia, Kelainan Kuku, in: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin 5th Edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Jakarta.)

5

7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan a. Medis Paronikia akut Pada kondisi ini dapat digambarkan sebagai kondisi lipatan kuku yang menebal dan juga nyeri. Penatalaksanaan dari paronikia akut adalah tergantung pada derajat peradangan yang terjadi, jika tidak terjadi abses, cukup kompres dengan menggunakan air panas kemudian olesi dengan Burrow’s solution (aluminium asetat). Acetaminophen atau obat anti inflamasi non-steroid harus dipertimbangkan untuk digunakan bila keadaan sudah menunjukkan gejala yang nyata. Pada kasus yang ringan cukup diberikan antibiotik topikal, contohnya salep mupirocin (bactroban) 2-4 kali sehari selama 5-10 hari, salep gentamicin 3-4 kali sehari selama 5-10 hari, bacitracin/neomycin/polymicin B (Neosporin) 3 kali sehari selama 5-10 hari, atau dapat juga dikombinasikan dengan kortikosteroid seperti betamethason 0,05% 2 kali sehari selama 1-2 minggu merupakan pengobatan yang aman dan efektif untuk paronikia akut. Untuk lesi yang parah, pemberian antibiotik oral yang digunakan setelah dikompres pada lesi. Pasien yang memiliki kebiasaan menghisap jari atau menggigit kuku harus ditangani dengan antibiotik oral spectrum seperti amoxicillin 500 mg 3x1 selama 7 hari atau clavulanate 125 mg 2x1 selama 7 hari, clindamysin 150-450 mg 3-4x1 selama 7 hari, karena tidak menutup kemungkinan bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri lainnya resisten terhadap penicillin dan ampicillin. Paronikia kronik Paronikia kronik dapat ditangani dengan perlindungan yang ekstra pada bagian lesi. pengobatan anti jamur topikal yang berspektrum luas bisa digunakan untuk mengatasi kondisi ini dan mencegah rekurensi. Aplikasi dari emollient lotion yang diolesi pada daerah kutikel di tangan yang terhadi peradangan, biasanya sangat berguna. Suatu percobaan pada orang dewasa umur 45 tahun dengan paronikia kronik yang dialaminya, melakukan pengobatan dengan kelompok antifungal sistemik seperti Itraconazole (Sporanox) 200 mg 2x1 selama 7 hari atau terbinafen (Lamisin) atau krim topikal steroid seperti metylprednisolon dalam 3 minggu, setelah 9 minggu dampak dari pengobatan topikal steroid baru mulai terlihat. Kortikosteroid sistemik dapat digunakan pada paronikia yang sudah terjadi inflamasi pada beberapa kuku jari. Pengobatan steroid pada paronikia kronik yang disebabkan oleh jamur (Candida) sangat tidak efektif, sedangkan dengan topikal steroid menjadi

6

pilihan utama pada infeksi paronikia akut mengingat risiko dan harga yang murah dibandingkan dengan pengobatan antifungal sistemik, atau pengobatan kombinasi topikal steroid dengan kelompok antijamur dapat juga digunakan pada pasien dengan paronikia kronis yang sederhana walaupun belum ada data yang akurat tentang ini. Penggunaan kortikosteroid dapat juga digunakan pada kasus-kasus intralesi. Apabila tindakan terapi yang diberikan tidak responsif, maka alternatid terakhir dapat dilakukan dengan pembedahan. b. Keperawatan 1.Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077). Manajemen nyeri I.08238 Observasi 

identifikasi lokasi karakteristik durasi frekuensi kualitas intensitas nyeri



 identifikasi skala nyeri

 Terapeutik  berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Edukasi   ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi  kolabor pemberian analgesik,  jika perlu 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056) Managemen energi (I.05178)

Observasi  Monitor lokas da ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas  Identifikasi gangguan yang menyebabkan kelemahan Terapiutik 

Berikan aktivitas ditraksi yang menenangkan



Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpinda dan jalan

Edukasi 7



Anjurkan tirah barinh



Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

 Kolaborasi 

Kolaborasi dengan keluarga untuk memnuhi kebutuhan pasien

8. Evaluasi Evaluasi merupakan tahpa akhir dari proses keperawatan, evaluasi pada dasarnya membandingkan status keadaan pasiendengan kriteria hasil yang telah ditetapkan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai (Tarwanto & Wartonah, 2015).

8

Daftar Pustaka Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing. Mosby: ELSIVER Potter PA & Perry AG. 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,. Proses dan Praktik Edisi 4, Jakarta: EGC Paronychia. (online). 2009. [cities 2013 02 14]. [screens]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1106062-overview Mubarak, I.W., et al., (2015). Buku Ajar Ilmu Medikal Bedah (Buku 2). Salemba Medika : Jakarta. Budimulja U. 2017. Paronikia, Kelainan Kuku, in: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin 5th Edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Jakarta. Murphy-lavoie H. Paronychia in emergency.[internet] 2012 [updated 2012 May 31]. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/785158. overview. Accessed on July 28,2012 Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi ke-2. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC. Bab 2. Penyakit jamur. Hal 32 Tarwoto, Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 5. Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Medika Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

9