LP Ileostomy [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

BAB 1 KONSEP DASAR MEDIK A. Pengertian Ileus adalah sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam dunia kedokteran untuk penyumbatan usus. Dalam penyumbatan ini, isi usus tidak dapat bergerak karena usus tertutup. (Wikipedia Bahasa Indonesia) Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran gastrointestinal tanpa disertai adanya Asuhan Keperawatan Pada obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan Ileus paralitik (Mansjoer, 2011). Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran gastrointestinal tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan ileus paralitik. Perawat sangat perlu melakukan pemantauan pada pasien pascabedah abdominal dari kondisi ileus. Setelah 2-3 hari pasca-pembedahan abdomen, ileus merupakan suatu kondisi fisiologis yang normal sekunder dari anestesia dan efek intervensi bedah. Namun, istilah ileus kondisi kelumpuhan intestinal dapat bertahan lebih dari 3 hari pascabedah. Sebagaian besar kasus ileus terjadi setelah operasi intra-abdomen. Kembali normalnya aktivitas usus setelah pembedahan abdominal mengikutipola yang yang dapat diprediksi. Usus kecil biasanya mendapatkan kembali funsi dalam beberapa jam. Aktivitas regains lambung dalam 1-2 hari dan usus besar aktivitas regains 3-5 hari Ileus Paralitik adalah hilangnya peristaltic usus sementara. Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson. Ileus Paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang air besar. Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif adalah penyumbatan yang terjadi secara parsial atau komplit, mekanik atau fungsional, yang terjadi bisa diusus halus ataupun diusus besar, dapat mengakibatkan terhambatnya pasase cairan, flatus, dan makanan

B. Proses terjadinya masalah 1.

Presipitasi dan predisposisi a. Presipitasi 1) Infeksi

yang

menyebabkan

patologi

usus

halus

(

kolitis

ulseratif,enteritis regional 2) Keganasan pada daerah usus halus. 3) Trauma abdomen ( ruptura yeyunum atau illeum ) b. Predisposisi Walaupun predisiposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko terjadinya ileus, di antaranya (Behm, 2003) sebagai berikut. 1)

Sepsis

2) Obat-obatan

(misalnya:

opioid,

antasid,coumarin,

amitriptyline,

chlorpromazine). 3) Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagnesemia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas). 4)

Infark miokard

5)

Pneumonia

6)

Trauma (misalnya: patah tulang iga, cedera spina).

7)

Bilier dan ginjal kolik.

8)

Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.

9)

Inflamasi intraabdomen dan peritonitis.

10)

Hematoma retroperitonel.

2.

Patofiologi Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan antiperistaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah hilang oleh karena dinding usus kehilangan daya kontraksinya. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syokhipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi. Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan

usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang. 3.

Manifestasi klinik

4.

Pemeriksaan diagnostik

5.

Komplikasi 1.

Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.

2.

Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.

3.

Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.

4. G.

Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

Pemeriksaan Dignostik 1. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen. 2. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, 3.

hernia). Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam

4.

usus. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan

5.

infeksi. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.

H.

Penatalaksanaan Medis

1. Konservatif Sebagian besar kasus ileus pascabedah mendapat intervensi konservatif.Pasien harus menerima hidrasi intervena. Untuk pasien dengan muntah dan distens, penggunaan selang nasogastrik diberikan untuk menurunkan gejala, namun belum ada penelitian dalam literatur yang mendukung penggunaan selang nasogastrik untuk memfasilitasi resolusi ileus. Panjang selang ke saluran gastrointestinal tidak memiliki manfaat atas perbaikan ileus. Untuk pasien dengan ileus berlarut-larut, obstruksi mekanis harus diperiksa dengan studi kontras.Sepsis dan gangguan elektrolit yang mendasari, terauma hipokalemia, hiponatremia, dan hipomagnesmia, dapat memperburuk ileus.Kondisi ini didiagnosis dan diperbaiki (Mukherjee, 2008). Cara lainnya adalah menghentikan obat yang memproduksi ileus (misalnya: opiat). Dalam suatu stud, jumlah morfin yang diberikan secara langsung akan berhubungan dengan terjadinya ileus. Penggunaan narkotika pascaoperasi dapat dikurangi dengan suplemen dengan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS).OAINS dapat menurunkan ileus dengan menurunkan peradangan lokal dan dengan mengurangi jumlah narkotika yang digunakan.Studi mioelektrik dari elektroda ditempatkan pada usus besar, di mana studi ini telah mengungkapkan resolusi lebih cepat dari yang diberikan pada pasien ileus versus yang diberikan ketorolac morfin, namun kelemahan OAINS digunakan mencangkup disfungsi trombosit dan ulserasi mukosa lambung.Kondisi ini dapat dipertimbangkan dengan penggunaan agen cyclooxygenase-2, untuk menurunkan efek samping ini Samping saat ini belum ada suatu variabel yang secara akurat memprediksi resolusi ileus. Pemeriksaan kondisi klinis masih menjadi parameter penting untuk mengevaluasi asupan oral dan fungsi usus yang baik.Laporan dari pasien bahwa sudah terjadi flatus, harus dinilai ulang dengan saksama secara pemeriksaan fisik dan diagnostik yang akurat, serta tidak boleh hanya mengandalkan dari laporan pasien (Mukherjee, 2008). 3. Terapi diet Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus berakhir.Namun, kondisi ileus tidak mengalangi pemberian nutrisi enteral. Pemberian enteral secara hatihati dan dilakukan secara bertahap. Pada suatu studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa mengunyah perman karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu pada fase pemulihan awal dari ileus pascabedah setelah laparoskopi colectomy.Sembilan belas pasien yang menjalani elektif laparoskopi colectomy secara acak.Sepuluh pasien yang ditetapkan kegrub permen karet dan sembilan untuk kelompok kontrol. Kelompok permen karet yang digunakan tiga kali sehari dari pascaoperasi pertama pagi sampai

intake oral. Terjadinya flatus lebih cepat dalam kelompok permen karet dari pada di kelompok kontrol buang air besar pertama tercatat pada 3.1 hari dalam kelompok permen 3

karet versus 5,8 hari pada kelompok kontrol. Terapi aktivitas Kebijakan konvensional pada praktik klinik memberikan pemahaman bahwa ambulasi dini merangsang fungsi usus dan meningkatkan ileus pascabedah, meskipun hal ini belum ditunjukkan dalam literatur. Dalam sebuah studi nonrandomized mengevaluasi 34 pasien, elektroda bipolar seromuscular ditempatkan disegmen saluran gastrointestinal setelah laporotomi.Sepuluh pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascaoperasi hari pertama, dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascabedah hari keempat.Hasil yang didapat, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil mioelektrik dalam pemulihan dilambung, jejunum, atau usus antara

2 kelompok tersebut 4 Terapi farmakologis Sampai saat ini belum terdapat studi yang menilai manfaat supositoria dan enema untuk pengobatan ileus.Eritromisin, suatu agnosis resptor motilin, telah digunakan untuk paresis pasca-operasi lambung namun belum terbukti bermanfaat bagi ileus.Metoklopramid, sebuah antagonis dopaminergik, sebagai obat antimuntah dan prokinetik.Data telah menunjukkan bahwa pemberian obat ini dapat benar-benar memperburuk ileus (Mukherjee, 2008). Terapi farmakologis yang dianjurkan adalah golongan Opioid antagonis selektif, misalnya alvimopan.Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus postoperative reseksi a.

usus (Maron, 2008). Dekompresi dengan pipa lambung Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. Juga keseimbangan asam-basa. Koreksi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan sesuai dengan kelainan patologinya. Antibiotika profilaksis atau terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya. Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki

kelangsungan dan fungsi usus kembali normal. 1) Obstruksi Usus Halus Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium). Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.

2)

Obstruksi Usus Besar Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen

b.

mungkin diperlukan. Tindakan Operatif Tindakan operatif untuk membebaskan obstruksi dibutuhkan bila dekompresi dengan NGT tidak memberikan perbaikan atau diduga adanya kematian jaringan. Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu perhatikan : · Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung. · Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit. · Apakah ada risiko strangulasi. Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus: · Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan. · Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya. · Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut. · Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. C. Diagnosa keperawatan 1.

Nyeri b/d distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi usus.

2.

Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual muntah

3.

Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d absorpsi nutrisi.

4.

Risiko tinggi infeksi b/d kemungkinan nekrosis dan ruptur usus

5.

Ansietas b/d perubahan status kesehatan.

D. Intervensi 1.

Nyeri b/d distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi usus Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol. Intervensi : a.

Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10 R/ Memudahkan perawat dalam menentukan tingkat nyeri dan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.

b.

Pertahankan tirah baring sesuai program. R/ Tirah baring mengurangi penggunaan energi dan membantu mengontrol nyeri dan mengurangi kontraksi otot.

c.

Pasang selang gastrointestinal yang disambungkan pada penghisap intermitten. R/ Penghisapan membantu dalam dekompensasi saluran gastrointestinal, irigasi saluran gastrointestinal membantu mempertahankan ketepatan.

d.

Pertahankan posisi semi fowler. R/

Membantu

gerakan

gralisasi

terhadap

selang

gastrointestinal

dan

meningkatkan ekspansi paru. e.

Pertahankan puasa sampai bising usus kembali, distensi abdomen berkurang dan flatus keluar. R/ Memungkinkan makanan peroral dengan tidak ada bising usus akan meningkatkan distensi dan ketidaknyamanan.

f.

Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi. R/ Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

2.

Risiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual muntah. Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.

Intervensi : a. Kaji perubahan tanda vital, contoh: peningkatan suhu/demam memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik. b. R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik, TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik c. Kaji

turgor

kulit,

kelembaban

membran

mukosa

(bibir,

lidah).

R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan. d. Pantau masukan dan haluaran. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian. e. Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adakan darah samar R/ Diet tidak adekuat dan penurunan absorpsi dapat menimbulkan defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi potensial risiko perdarahan. f.

Kolaborasi

pemberian

cairan

parenteral,

transfusi

sesuai

indikasi.

R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi. 3. Nutrisi Tujuan

kurang :

dari

Menunjukkan

kebutuhan

peningkatan

masukan

b/d

absorpsi

makanan,

nutrisi.

mempertahankan/

meningkatkan berat badan. Intervensi : a. Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase akut. R/ Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi. b. Anjurkan istirahat sebelum makan. R/ Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan. c. Berikan perawatan oral.

R/ Rasa tak enak, bau dan penampilan dapat menurunkan nafsu makan dan merangsang mual dan muntah. d. Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen. R/ Mencegah serangan akut. e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, mis: antikolinergik 15-30 menit sebelum makan. R/ Menghilangkan kram dan diare, menurunkan motilitas gaster dan meningkatkan waktu untuk absorpsi nutrisi. 4. Risiko Tujuan

tinggi :

infeksi

b/d

kemungkinan

nekrosis

dan

Fungsi

usus

kembali

normal

dan

tidak

kualitas

dan

intensitas

nyeri,

TTV

dan

ruptur terjadi

usus. infeksi.

Intervensi : a. Pantau

status

abdomen.

R/ Deteksi dini terhadap potensial masalah. b. Beritahu dokter segera bila nyeri abdomen, suhu, lingkaran abdomen terus meningkat

disertai

dengan

penghentian

bising

usus

tiba-tiba.

R/ Temuan ini menunjukkan potensial ruptur dan peritonitis sehingga intervensi bedah daperuntukkan untuk mencegah akibat yang serius. c. Siapkan

pasien

untuk

pembedahan

usus

bila

direncanakan.

R/ Obstruksi vaskuler atau mekanis umumnya memerlukan intervensi bedah. d. Ikuti kewaspadaan umum, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan perawatan dan menggunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah atau cairan tubuh yang mungkin terjadi. R/ Penyakit meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi. Petugas pelayanan kesehatan paling umum sebagai sumber infeksi nosokomial. 5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan Tujuan : Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat ditangani. Intervensi : a.

b.

Motivasi klien menyatakan perasaannya. R/ Membantu pasien/orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang tindakan yang akan dilakukan. R/ Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan dapat memberikan rasa

kontrol dan membantu menurunkan ansietas. c. Berikan lingkungan yang tenang untuk istirahat, ajarkan teknik relaksasi.

R/ Relaksasi mengurangi stress dan ansietas serta membantu klien untuk d.

mengatasi ketidakmampuannya. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku koping yang digunakan pada masa lalu. R/ Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah/ stress saat ini, meningkatkan rasa kontrol dari pasien.