LP Hiperbilirubin [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

ii

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii DAFTAR ISI..............................................................................................................iii A. PENGERTIAN/DEFINISI.................................................................................2 B. ETIOLOGI...........................................................................................................2 C. MANIFESTASI KLINIS....................................................................................4 D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS.............................................................5 E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK......................................................................9 F. PENATALAKSANAAN MEDIS.....................................................................11 G. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN...................................................13 H. DIAGNOSA KEPERAWATAN......................................................................15 I.

PERENCANAAN..............................................................................................16

J.

EVALUASI........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23

iii

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG BAYI BERISIKO TINGGI ( HIPERBILIRUBIN )

A. PENGERTIAN/DEFINISI Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus. Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus. (Mathindas, Wilar and Wahani, 2013). Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi & Yuliani, 2015). Ikterus fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke-2 sampai ke-3 setelah lahir yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke-10. (Susilaningrum dkk, 2016). Icterus, jaundice, atau “sakit kuning” adalah warna kuning pada sclera mata, mukosa, dan kulit oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hyperbilirubinemia) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan bilirubin dalam cairan luar sel (extracellular fluid). (Widagdo, 2012). Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh. Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl, sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10 mg/dl. Jika kemudian kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut, maka ia dikategorikan hiperbilirubin. B. ETIOLOGI Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut; 1.

Polychetemia

2.

Isoimmun Hemolytic Disease

3.

Kelainan struktur dan enzim sel darah merah

2

3

4.

Keracunan

obat

(hemolisis

kimia;

salisilat,

kortikosteroid,

kloramfenikol) 5.

Hemolisis ekstravaskuler

6.

Cephalhematoma

7.

Ecchymosis

8.

Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi

empedu (atresia biliary), infeksi, masalah metabolic galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI 9.

Adanya komplikasi asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya

ikatan albumin; lahir premature, asidosis. 1. Peningkatan produksi: a.

Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang terjadi bila

terdapat ketidaksesuain golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. b.

Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.

c.

Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan

metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis. d.

Defisiensi G6PD/Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

e.

Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3

(alfa), 20 (beta), diol (steroid). f. Kurangnya enzim Glukoronil Transferase, sehingga kadar Bilirubin indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah. g. Kelainan

kongenital

(Rotor

Sindrome)

dan

Dubin

Hiperbilirubinemia. 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. 3. Gangguan

fungsi

hati

yang

disebabkan

oleh

beberapa

mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplamosis, syphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik. 5. Peningkatan obstruktif.

sirkulasi

enterohepatik

misalnya

pada

ileus

4

C. MANIFESTASI KLINIS Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi baru lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL atau lebih. Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin indirek pada kulit sehingga menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada hiperbilirubinemia direk bisanya dapat menimbulkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah, 2012). Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul pada 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari kelima sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis (Suriadi dan Yuliani 2010). Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe obstruksi (bilirubin direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat. Selain itu manifestasi klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia atau ikterus yaitu muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna tinja pucat (Suriadi dan Yuliani 2016). Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut : a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat penumpukan bilirubin. b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam. d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan. e. Ikterik yang disertai proses hemolisis. f.

Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

5

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS a. PATOFISIOLOGI 1) Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial. 2) Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein. 3) Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk). 4) Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membrane kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik. 5) Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek). 6) Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari difisiensi atau tidak aktifmya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatic sejalan dengan penurunan aliran darah hepatic. 7) Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25-30 mg/dl selama minggu ke 2-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1-2 hari dan penggantian ASI dengan formula memgakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumnya.

6

8) Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis muncul antara 3-5 hari sesudah lahir.

7 PATHWAY HIPERBILIRUBIN

Hiperbilirubin adalah tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah ditandai icterus atau jaundice

Bilirubin indirek akan diabsorpsi kembali oleh darah dan diangkat kembali ke hati terikat oleh albumin ke hati Pemecahan sel darah merah (sirkulasi enterhepatik)

Metabolisme bilirubin neonatus

Heme

Dioksidasi oleh enzim hem oksigenase

Globin (protein)

Dibentuk kembali oleh tubuh

Peningkatan aktifitas β glukoronidase, Puasa, pengeluaran meconium yang terlambat

Incomptabilitias darah fetomaternal (Rh, ABO)

Biliveridin Proses degradasi biliveridin

↑Produksi bilirubin dalam darah

Bilirubin indirek tidak larut dalam air terikat albumin dalam sirkulasi darah

Diangkut dan dimetabolisme di hati

Perubahan fungsi dan perfusi hati ( konjugasi bilirubin oleh hati)

↑ Sirkulasi enterohepatik

Bilirubin inderek (bilirubin tidak terkonjugasi)

Hipoksia, hipotermia, hipoglikemia, sepsis

Bilirubin indirek meningkat

Hiperbilirubinemia Ikteus/Jaudice

Mudah melewati sawar darah otak

Kernikterus

MK : risiko injuri

8

Bilirubin itirek

Dieksekresikan oleh Hati disimpan dalam kantong empedu menjadi empedu

Sebagian kecil bilirubin direk didekonjugasi oleh enzim β gluconidase

Tanning, rashes, burns, bronzen baby syndrome

MK : kerusakan integritas kulit

MK : ketidakefektifan termoregulasi

Pemberian makan merangsang pengeluaran empedu ke duodenum

Dikeluarkan melalui tinja

Peningkatan suhu lingungan dan tubuh

Urobilinogen Dikeluarkan melalui urin

Ensolophati bilirubin

Risiko peningkatan IWL

Kurang nafsu makan

MK : ketidakseimbangan volume cairan tubuh

Infeksi intrakranial

Diusus, bilirubin direk dipecahkan

Stekorbilin

Fototerapi

Letargi, kejang, iritabilitas

Asidosis metabolik

Curah jantung Perfusi ke organ vital

Rendah albumin serum

MK : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Vasokontriksi Ginjal : GFR Oliguria

Sumber: Oktiawati, A. dan Julianti, E. (2019).

9

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Visual a. Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang kurang. b. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna dibawah kulit dan jaringan subkutan. c. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan, dan kaki pada hari kedua, maka di golongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar. 2. Laboratorium (pemeriksaan Darah) a. Test Coomb pada tali pusat BBL Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus. b. Golongan

darah

bayi

dan

ibu

:

mengidentifikasi

incompatibilitas ABO. c. Bilirubin total. Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tergantung pada beray badan. d. Protein serum total Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm. e. Hitung darah lengkap Hb mungkin rendah (65%) pada polisitemia, penurunan ( 3 detik.

5. Akral hangat

4.

6. Pengisian kapiler < 3 detik

Konservasi Energi 1.

Pantau adanya hipertemi. Minimalkan

kehilangan

kalor

melalui

proses konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi. 2.

Pantau

suhu

inkubator

dan

lampu

fototerapi. 3.

Tutup kepala bayi dengan topi untuk menghindari

kehilangan

panas

akibat

17

radiasi. 4.

Lakukan perawatan bayi dalam inkubator bukan radian warmer karena radian warmer terjadi kehilangan panas karena radiasi, konveksi, peningkatan IWL pada bayi serta menimbulkan dehidrasi.

5. 2.

Tingkatkan pemberian cairan.

6. Tingkatkan pemberian ASI. Resiko ketidakseimbangan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x Konservasi integritas struktural cairan tubuh berhubungan dengan 24 jam, menunjukkan keseimbangan cairan

1.

Monitor berat badan

peningkatan IWL (insensible water dan elektrolit dengan kriteria hasil :

2.

Monitor intake dan output

loss) akibat fototerapi dan kelemahan

1. Turgor kulit elastis

3.

Monitor pemberian ASI.

menyusui.

2. Membran mukosa lembab

4.

Monitor serum elektrolit

3. Intake cairan normal

5.

Monitor serum albumin dan protein total.

4. Perfusi jaringan baik

6.

Monitor tekanan darah, frekuensi nadi, dan

5. Urien tidak pekat 6. Tekana darah dalam batas normal (80/45 mmHg) 7. Nadi dalam batas normal (120160x/menit)

status respirasi. 7.

Monitor membran mukosa, turgor kulit.

8.

Catat dan hitung balance cairan.

9.

Monitor warna dan jumlah urin

10. Monitor ketat cairan dan elektrolit jika bayi

18

8. Suhu dalam batas normal (36,5-

menjalani terapi yang meningkatkan IWL

37,5ºC)

seperti

9. Mata tidak cekung.

fototerapi,

pemakaian

radiant

warmer. Konservasi Energi 1.

Lakukan upaya untuk meminimalkan IWL seperti penutup plastik atau meningkatkan kelembaban.

3.

2.

Monitor dan hitung kebutuhan cairan.

3.

Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan

parenteral. Resiko injury berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Konservasi integritas struktural masuknya bilirubin dalam jaringan selama otak.

3

x

24

jam

bayi

tidak

1.

memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial atau perdarahan intraventrikuler

Kaji kulit akan adanya tanda-tanda ikterik yang menandai peningkatan bilirubin

2.

dengan kriteia hasil:

Pantau kadar bilirubin total, direk dan indirek

1. Suhu aksila 36,5-37,5 C

3.

Lakukan penutupan mata pada bayi

2. Tidak kejang

4.

Kaji status umum bayi: hipoksia, hipotermi,

3. Bilirubin normal < 8 mg/dl

hipoglikemia dan asidosis metabolik untuk

4. Tidak ikterus, kulit merah normal

meningkatkan resiko kerusakan otak karena

5. Toleransi minum baik

hiperbilirubinemia

19

5.

Tempatkan bayi dibawah sinar dengan jarak antara lampu dengan bayi 35-40 cm

6.

Pantau suhu tubuh

7.

Ubah posisi bayi dengan sering terutama selama beberapa jam pertama pengobatan untuk meningkatkan pemajanan permukaan tubuh.

Konservasi Energi 1. Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi sinar blue green 2. Pastikan masukan cairan adekuat untuk mencegah dehidrasi 3. Monitor pemberian ASI. 4. Berikan makanan awal untuk meningkatkan eksresi bilirubin dalam feses Konservasi integritas sosial dan personal Jelaskan kepada orang tua untuk pemberian terapi sinar kepada bayinya.

20

21

4.

Kerusakan

integritas

kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pressure Management

berhubungan dengan jaundice atau selama 3 x 24 jam diharapkan integritas radiasi

kulit kembali baik/normal dengan kriteia hasil:

1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar 2. Hindari kerutan pada tempat tidur

1. Integritas

kulit

yang

baik

bisa

dipertahankan

3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

2. Tidak ada luka/lesi pada kulit

4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali

3. Perfusi jaringan baik

5. Monitor kulit akan adanya kemerahan

4. Menunjukkan

pemahaman

dalam

proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang 5. Mampu

melindungi

kulit

7. Oleskan lotion/ minyak/ baby oil pada daerah yang tertekan

dan

mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.

6. Monitor pemberian ASI secara adekuat

8. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

22

J. EVALUASI Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2011). Evaluasi keperawatan ada dua macam yaitu: 1. Evaluasi formatif Evaluasi

formatif

berfokus

pada

aktivitas

proses

keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawaatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan dan observasi), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan perencanaan. 2. Evaluasi sumatif Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan keperawatan,

mengadakan

pertemuan

pada

akhir

layanan.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan. a.

Tujuan tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

b.

Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

c.

Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajauan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek,Gloria M,Howard K. Butcher. dkk. 2016.Nursing Classification (NIC) (6th ed).Amerika:Mosby Elseiver.

Interventions

Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R, Sarosa, G.I., & Usman, A. (2014), Buku ajar neonatologi. IDAI: Jakarta Mathindas, S., Wilar, R. and Wahani, A. (2013) ‘Hiperbilirubinemia Pada Neonatus’, Jurnal Biomedik (Jbm), 5(1). doi: 10.35790/jbm.5.1.2013.2599. Marcdante, K.J., Kliegman, R,M., Jenson, H.B & Behrman, R.E, (2014). Ilmu Kesehatan Anak Esensial, Philadelphia:Sauders Company. Muslihatum, Wafi Nur. 2016. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya. Moorshead,Sue.dkk.2016.Nursing Outcomes Classification Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi 5 (NOC).Singapore : Elsevier Global Right. NandaInternational.2018.Diagnosa Keperawatan:definisi dan klasifikasi 20182020(11th ed.).Jakarta:EGC Ngastiyah. (2014). Buku Perawatan Anak Sakit/Ngastiyah;Editor, Monica Ester. Ed.2, Jakarta: EGC Potts, N.L., & Mandleco, B.L., (2012). Pediatric nursing care for children and their families, Amerika : Delmar.

23