LP Meningitis TB [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH dengan : MENINGITIS TUBERKULOSA

Oleh : ARINI NURUL AUFIYA 1301100029

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG TAHUN 2015

MENINGITIS TUBERKULOSA A.

PENGERTIAN Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999). Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001). Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001). Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).

B.

PATOFISIOLOGI Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu : durameter, arachnoid,dan piameter.cairan otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan subarchnoid. Organisme ( virus/ bakteri ) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melalui aliran darah didalam pembuluh darah otak. Cairan hidung ( secret hidung ) atau secret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan kecairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik kecranial maupun kesaraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.

C.

KLASIFIKASI Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu : 1. Meningitis purulenta adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa. Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain. Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella. Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap

2.

D.

rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma. Meningitis serosa ( tuberculosa ) Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid. Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental. Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.

ETIOLOGI Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Dikarenakan infeksi bakteri adalah yang paling serius dan dapat mengancam jiwa, identifikasi sumber infeksi adalah bagian penting dari perencanaan pengobatan. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS. a. Bacterial meningitis (meningitis karena bakteri) Acute bacterial meningitis biasanya terjadi ketika bakteri masuk ke dalam aliran darah dan berpindah ke otak dan tulang belakang. Tetapi juga dapat terjadi ketika bakteri secara langsung menyerang membran, akibat dari infeksi telinga atau sinus atau kerusakan tengkorak. Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan acute bacterial meningitis secara umum antara lain: · Streptococcus pneumonia (pneumococcus). Bakteri ini paling umum menyebabkan meningitis pada bayi, anak-anak dan orang dewasa. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus). · Neisseria meningitis (meningococcus). Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae. Meningitis ini umumnya terjadi ketika bakteri dari infeksi saluran pernapasan atas masuk ke dalam peredaran darah. Infeksi ini sangat menular. · Haemophilus influenzae (haemophilus). Sebelum tahun 1990an, bakteri haemophilus influenzae tipe b (Hib) menjadi penyebab utama meningitis akibat bakteri pada anak-anak. Pemberian vaksin Hib telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini. Meningitis jenis ini terjadi cenderung berasal dari infeksi saluran pernapasan atas, infeksi telinga atau sinusitis. · Listeria monocytogenes (listeria). Bakteri ini dapat ditemukan hampir di manapun diantaranya tanah, debu atau makanan yang terkontaminasi. Banyak hewan liar dan ternak juga membawa bakteri ini.

b.

c.

d.

e.

Klien yang mempunyai kondisi seperti : otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, seperti : AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk diruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark. Viral meningitis (meningitis akibat virus) Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Viral meningitis biasanya ringan dan sering hilang dengan sendirinya dalam dua minggu. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti : campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat. Chronic meningitis Bentuk meningitis kronis terjadi ketika organisme menyerang membran dan cairan disekitar otak. Meskipun meningitis akut menyerang secara tiba-tiba, meningitis kronis berkembang dalam dua minggu atau lebih. Tanda dan gejala meningitis kronis serupa dengan meningitis akut. Meningitis jenis ini langka. Fungal meningitis (meningitis akibat jamur) Meningitis jenis ini relatif tidak biasa dan menyebabkan meningitis kronis. Dapat menyerupai acute bacterial meningitis. Cryptococcal meningitis adalah bentuk umum dari infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mereka yang mengalami penurunan sistem imun, seperti AIDS. Dapat mengancam jiwa jika tidak segera diobati. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental. Penyebab lain meningitis : Meningitis juga dapat disebabkan oleh noninfeksi, seperti alergi obat, beberapa jenis kanker dan peradangan seperti lupus.

Selain itu ada pula factor – factor yang meningkatkan resiko meningitis, antara lain : a. Faktor risiko Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko meningitis, antara lain:  Usia. Banyak kasus meningitis terjadi pada usia dibawah 5 tahun.  Berada pada lingkungan sosial dimana kontak sosial banyak berlangsung sehingga mempermudah penyebaran faktor penyebab meningitis, contohnya sekolah, kamp militer, kampus, dsb  Kehamilan. Jika anda sedang hamil maka anda mengalami peningkatan listeriosis yaitu infeksi yang disebabkan oleh bakteri listeria, yang juga menyebabkan meningitis. Jika anda memiliki listeriosis, janin dalam kandungan anda juga memiliki risiko yang sama.  Bekerja dengan hewan ternak dimana dapat meningkatkan risiko listeria, yang juga dapat menyebabkan meningitis.

b. c. d. e.

 Memiliki sistem imun yang lemah. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki - laki lebih sering dibandingkan dengan wanita Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan

E.

MANIFESTASI KLINIS 1. Pada meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala : a. Gejala infeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu, mudah terkena rangsang, demam, muntah penurunan nafsu makan, nyeri kepala. b. Gejala peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri kepala, penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata juling, paresis atau paralisis. c. Gejala rangsang meningeal yang ditandai dengan :  rasa nyeri pada leher dan punggung,  Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.  Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.  Tanda brudzinki positif : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan. 2. Pada meningitis tuberkulosas didapatkan gejala dalam stadium-stadium yaitu : a. Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi perlahan-lahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam, nafsu makan menurun, nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3 minggu, bila tuberkulosis pecah langsung ke ruang subaraknoid, maka stadium prodomal berlangsung cepat dan langsung masuk ke stadium terminal. b. Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu kaku kuduk, tanda brudzinky I dan II positif, mata juling, kelumpuhan dan gangguan kesadaran. c. Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran menurun sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi dan akhirnya meninggal. 3. Pada viral meningitis (meningitis akibat virus) ditemukan tanda dan gejala : ruam, radang tenggorokan, diare, nyeri sendi dan sakit kepala. 4. Pada fungal meningitis (meningitis akibat jamur) ditemukan tanda dan gejala yang bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi. Gejala klinisnya bisa disertai demam atau tidak, tetapi hampir semua penderita ditemukan sakit kepala, nausea, muntah, penurunan status mental, dan adanya ruam yang merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.

F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi tidak dapat dikerjakan pada pasien dengan peningkatan TIK. 1. Analisa CSS dari fungsi lumbal  Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri  Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negative, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus

2. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas. 3. Pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah. 4. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal.Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. 5. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal. 6. Glukosa serum : meningkat 7. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri 8. Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi bakteri) 9. Elektrolit darah : abnormal 10. LED : meningkat 11. Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine : dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi atau mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi 12. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel ; hematom daerah serebral, hemoragik maupun tumor 13. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial. 14. Arteriografi karotis : Letak abses G.

KOMPLIKASI Komplikasi yang bisa terjadi adalah ;  Gangguan pembekuan darah  Syok septic  Demam yang memanjang  Meningococcal Septicemia ( mengingocemia )  Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)  SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )  Efusi subdural, emfisema subdural  Kejang  Edema dan herniasi serebral  Cerebral palsy  Attention deficit disorder  Ketidaksesuaian sekresi ADH  Pengumpulan cairan subdural  Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan  Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II (optikus)  Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut, konjungtivitis.  Epilepsi  Pneumonia karena aspirasi  Keterlambatan bicara  Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ), nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.

H. PENATALAKSANAAN Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya penderita dibawa kerumah sakit untuk mendapatkan pelayan kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap), dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam mendiagnosa

penyakit. Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah diduga meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput otak). Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone. Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya. LANDASAN TEORI ASKEP A.

PENGKAJIAN 1. Biodata Klien 2. Keluhan utama Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran. 3. Riwayat penyakit sekarang Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic). 5. Pengkajian psikososial Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. 6. Pemeiksaan fisik

a. Aktivitas / istirahat Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya. Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak. b. Sirkulasi Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung Conginetal ( abses otak ). Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor). Takikardi, distritmia (pada fase akut) seperti distrimia sinus (pada meningitis). c. Eliminasi Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi. d. Makanan dan Cairan Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut) Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering. e. Hygiene Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut) f. Neurosensori Gejala : sakit kepala (mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat). Pareslisia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf cranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas (minimitis) . Timbul kejang (minimitis bakteri atau abses otak) gangguan dalam penglihatan, seperti Diplopia (fase awal dari beberapa infeksi). Fotopobia (pada minimitis). Ketulian (pada minimitis / encephalitis) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan, adanya halusinasi penciuman / sentuhan. Tanda :  status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic (encephalitis).  Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan (dapat merupakan gejala Berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial)  Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.  Mata (ukuran / reaksi pupil) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK), nistagmus (bola mata bergerak terus menerus).  Ptosis (kelopak mata atas jatuh) . Karakteristik fasial (wajah) ; perubahan pada Fungsi motorik da nsensorik (saraf cranial V dan VII terkena)  Kejang umum atau lokal (pada abses otak). Kejang lobus temporal. Otot Mengalami hipotonia /flaksid paralisis (pada fase akut meningitis). Spastik ( encephalitis).  Hemiparese hemiplegic (meningitis / encephalitis)  Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya Iritasi meningeal (fase akut)  Regiditas muka (iritasi meningeal)  Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif  Refleks abdominal menurun. g. Nyeri / Kenyamanan Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis / mengeluh. h. Pernapasan Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal), perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah i. Keamanan Gejala :  Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis Telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, Fraktur pada tengkorak / cedera kepala.  Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh Campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.  Gangguan penglihatan atau pendengaran Tanda :  suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil  Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic  Gangguan sensoris B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi terhadap (penyebaran infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena. 3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kelemahan umum. 4. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi. 5. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung (hospitalisasi).

C.

INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi terhadap ( penyebaran ) infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh. Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak ; mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain Intervensi : a. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan baik pasien, pengunjung, maupun staf. Rasional ; menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi ( mis : individu yang mengalami infeksi saluran napas atas ) b. Pantau dan catat secara teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi. Rasional : Terapi obat akan diberikan terus menerus selama lebih 5 hari setelah suhu turun ( kembali normal ) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai berminggu minggu / berbulan bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen / sepsis. c. Ubah posisi pasien dengan teratur tiap 2 jam. Rasionalisasi ; Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan. d. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau Rasionalisasi ; Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis. e. Kolaborasi tim medis Rasional : Obat yang dipilih tergantung pada infeksi dan sensitifitas individu. Catatan ; obat cranial mungkin diindikasikan untuk basilus gram negative, jamur, amoeba. 2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena.

Hasil yang diharapkan / kriteria pasien anak : mempertahankan tingkat kesadaran , mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil, melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala, mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK. Intervensi a. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal. Rasional : perubahan tekanan CSS mungkin merupakan adanya resiko herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera. b. Pantau / catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS. Rasional : pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menntukan lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral. c. Pantau masukan dan keluaran . catat karakteristik urine, turgor kulit, dan keadaan membrane mukosa. Rasional : hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun / munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral. d. Berikan tindakan yang memberikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut. Rasional : meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi sensori yang berlebihan. e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan. Rasional : terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memperburuk / meningkatkan iskemia serebral. f. Berikan obat sesuai indikasi. 3.

Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kelemahan umum. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : tidak mengalami kejang atau penyerta atau cedera lain. Intervensi a. Pantau adanya kejang / kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain. Rasional : mencerminkan pada iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi. b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur dan pertahankan tetap terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik atau gulungan lunak dan alat penghisap. Rasional : melindungi pasien jika kejang. Catatan ; masukan jalan napas bantuan / gulungan lunak jika hanya rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak. c. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan .gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya keadaan. Rasional : menurunkan resiko terjatuh / trauma jika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia. d. Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin (dilantin), diazepam, fenobarbital. Rasional : merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang. Catatan : fenobarbital dapat menyebabkan defresi pernapasan dan sedative serta menutupi tanda / gejala dari peningkatan TIK. 4. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan poster rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat. Intervensi :

a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi. Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi. b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan yang penting . Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri. c. Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara aktif dan massage otot daerah leher/bahu. Rasional : dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang menimbulkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut. d. Berikan analgetik, seperti asetaminofen dan kodein Rasional : mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat. Catatan : narkotik merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan ketidak akuratan dalam pemeriksaan neurologis. 5. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung (hospitalisasi). Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak : mengikuti dan mendiskusikan rasa takut, mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang situasi, tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi. Intervensi a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien / keluarga. Catat adanya tandatanda verbal atau non verbal. Rasional : gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu. b. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala. Rasional : meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu dan menurunkan ansietas. c. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang prognosa penyakit. Rasional : penting untuk menciptakan kepercayan karena diagnosa meningitis mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan pada pasien dan juga keluarga d. Libatkan pasien / keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin. Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian. e. Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang. Rasional : memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan akan harga diri pasien dan melindungi pasien dri rasa malu.

PATHWAY

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn. E., et al, 1999. Rencana asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC. Arief Mansjoer. 2000. Asuhan Keperawatan Pada System Saraf. Jakarta. EGC Suriadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak Ed 2 Jakarta : Percetakan Penebar Swadaya Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.Ed 2. Jakarta : EGC Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20. Jakarta : EGC FKUI, 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Ed 3. Jakarta : FKUI Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol 2, Edisi 8, Jakarta : EGC Price & Wilson. 2006. Patofiisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. ED.6. Jakarta : EGC