LAPORAN PENDAHULUAN Ikterik [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK TENTANG IKTERUS NEONATUS DI RUANG PERINATOLOGI RSUD ABDUL AZIZ

Disusun Oleh: ANITA VEBIANI NIM. 211133001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK PROFESI NERS 2021/2022

VISI DAN MISI PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK VISI "Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI 1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis  Kompetensi. 2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis Penelitian. 3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis IPTEK dan Teknologi Tepat Guna. 4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri, Transparan dan Akuntabel. 5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK TENTANG IKTERUS NEONATUS DI RUANG PERINATOLOGI RSUD ABDUL AZIZ Telah disetujui pada tanggal,

November 2021

Mahasiswa,

Anita Vebiani NIM. 211133001

Mengetahui, Clinical Teacher

Clinical Instructur

Ns. Mubin Barid,S.Kep NIP. 198102192007012001

Ns. Astuti Lestari, S.ST NIP. 198104132005022004

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikterus neonatorum adalah kondisi perubahan warna kuning pada kulit, mukosa dan sklera karena kadar serum bilirubin dalam darah mengalami peningkatan > 85 µmol/L atau > 5mg/dl, Bilirubin terbentuk ketika komponen heme sel darah merah dipecah dilimpa menjadi biliverdin dengan istilah lain adalah bilirubin tak terkojugasi, kondisi terjadinya peningkatan tersebut menyebabkan muncul tanda dan gejala kuning pada bayi Kejadian ikterus fisiologis terjadi pada 40 - 60% bayi cukup bulan sedangkan ikterus patologis terjadi sekitar 80% pada bayi dengan diagnosa sekunder seperti berat bayi lahir rendah dan lain-lain (Brits et al, 2017). Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang usia 0 - 28 hari, yang lahir pada usia kehamilan 37 - 42 minggu. Tanda bayi lahir sehat dengan berat lahir 2500 – 4000 gram, menangis kencang, reflek rooting, sucking, morro, grasping baik, kulit merah muda dan tanpa kelainan kongenital. Masalah gangguan kesehatan yang sering terjadi pada bayi lahir seperti asfiksia neonatorum, sindrom gangguan pernafasan idiopatik, kejang, trauma pasca kelahiran, dan ikterus neonatorum. Menurut WHO (2015) terdapat 50% bayi baru lahir normal mengalami ikterus neonatorum, pada umumnya akan ditemukan beberapa tanda meliputi, timbul pada hari ke tiga, kadar bilirubin ≥ 5mg/dl. Menurut Brits et al (2017), dalam jurnal yang berjudul The Prevalence Of Neonatal Jaundice and Risk Faktor In Healthy Term Neonates At National District Hospital menyatakan insiden ikterus sebanyak 96 responden, ikterus terjadi karena ibu merokok pada saat hamil yaitu 81,8% dan cara persalinan seksio caesaria sebanyak 29 responden (46,85), bayi berusia 24 sampai 48 jam terdapat 25 responden (29%). Penelitian Kassa et al (2018) kejadian ikterus dari total 160 responden bayi baru lahir disebabkan oleh

bayi prematur 8,1%, cara menyusui ibu yang belum benar 18,8%, golongan darah ABO 35,6%, dan produksi ASI yang kurang 6,3%. Ikterus neonatorum bila tidak ditangani secara cepat akan menimbulkan masalah kesehatan serius yaitu kern ikterus yang timbul akibat akumulasi bilirubin indirek di susunan saraf pusat yang melebihi batas toksisitas bilirubin pada ganglia basalis dan hipocampus. Ikterus neonatorum perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik sehingga menurunkan bayi yang menderita kern ikterus, bayi yang mengalami hal tersebut akan mengalami gangguan proses pertumbuhan dan perkembangan seperti retadrasi mental, serebral palsy dan gangguan pendengaran. Oleh karena itu perlunya pencegahan dimulai dari faktor resiko terjadinya hiperbilirubin hingga penatalaksanaan pada neonatus ikterus (Lia Dewi,2016). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan studi kasus asuhan keperawatan tentang Ikterus Neonatus . B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui “ Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada Ikterus Neonatus?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien Ikterus neonatus berdasarkan data dan keluhan-keluhan yang didapat dari pasien. 2. Tujuan khusus Agar pembaca mengetahui tentang : a. Konsep dasar pada pasien Ikterus Neonatus b. Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, rasional tindakan, implementasi dan evaluasi tentang pasien Ikterus Neonatus

BAB II KONSEP DASAR A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFENISI Ikterik Neonatus adalah kondisi kulit dan membran mukosa neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit dan sklera yang terjadi akibat peningkatan kadar bilirubin di dalam darah (Fraser & Cooper, 2016). Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pada kulit konjungtiva dan mukosaakibat penumpukan bilirubin. Gejala ini seringkali ditemukan terutama pada bayi kurangbulan atau yang menderita suatu penyakit yang bersifat sismetik (Ridha ,2016). 2. ETIOLOGI Penyebab ikterik neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor, secara garis besar etiologi ikterik neonatus (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) : a. Penurunan berat badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan) b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin d. Usia kurang dari 7 hari e. Keterlambatan pengeluaran feses (mekonium) 3. KLASIFIKASI Menurut Ridha (2016) ikterik neonatus dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu ikterik fisiologis dan ikterik patologis: a. Ikterik fisiologis Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul pada hari kedua atau ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh. Ikterik fisiologis tidak mempunyai dasar patologis potensi kern ikterus. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa, kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih

dari 12 mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat belas, kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari. b. Ikterik patologis Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik timbul dalam 24 jam pertama kehidupan: serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan, ikterik yang 10 disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-jam atau lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR. Adapun beberapa keadaan yang menimbulkan ikterik patologis: 1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO dan sebagainya. 2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD (Glukosa-6 Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain. 3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir. 4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit,karena toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan sebagainya. 4. TANDA DAN GEJALA Menurut PPNI (2017) adapun gejala dan tanda mayor pada ikterik neonatus yaitu: a. Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >2mg/dL, bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik waktu) b. Membran mukosa kuning c. Kulit kuning d. Sklera kuning

5. PATOFISIOLOGI Ikterus pada neonatus disebabkan oleh stadium maturase fungsional (fisiologis) atau manifestasi dari suatu penyakit (patologik). Tujuh puluh lima persen dari bilirubin yang ada pada neonatus berasal dari penghancuran hemoglobin dan dari myoglobin sitokorm, katalase dan triptofan pirolase. Satu gram hemoglobin yang hancur akan menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gram /hari dalam bentuk bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg Bilirubin). Bilirubin indirek dalam lemak dan bila sawar otak terbuka , bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi Kern Ikterus. Yang memudahkan terjadinya hal tersebut adalah imaturitas, asfiksia/ hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2000 g), Infeksi , hipoglikemia, hiperkarbia, dan lain- lain, di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi ke system empedu selanjutnya masuk ke dalam usus dan menjadi sterkobilin. Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urine urobilinogen. Pada Neonatus bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek 11 di dalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali ke hati yang disebut siklus Intrahepatik . Dalam memahami tanda dan gejala hyperbilirubinemia yaitu adanya ikerus neonatus yang timbul, dan ikterus itu mempunyai dua macam yaitu icterus fisiologis dan ikterus patologis, ikterus fisiologis apabila timbul pada hari kedua dan hari ketiga dan menghilang pada minggu pertama selambat -lambatan adalah 10 hari pertama setelah lahir, kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5mg% untuk neonatus kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubinemia tidak melebihi 5mg% setiap hari, kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%. kemudian jenis ikterus yang kedua adalah ikterus patologis dimana ikterus ini terjadi pada 24 jam pertama, kadar bilirubin serum melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari, ikterusnya

menetap sesudah 2 minggu pertama dan kadar bilirubin direk melebihi 1 mg %.. (Madri,2018) 6. KOMPLIKASI a. Athetoid cerebral palsy, yaitu gangguan bergerak akibat kerusakan otak b. Gangguan pergerakan mata, misalnya mata tidak bisa melirik ke atas c. Noda pada gigi bayi d. Gangguan pendengaran hingga tuli e. Keterbelakangan mental f. Sulit bicara g. Kelemahan otot h. Gangguan dalam mengendalikan gerakan 7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa, bila dijumpai bayi kuning dengan usia kurang lebih dari 10 hari dan tau dicurigai adanya suatu kolestatis. b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi eritrosit dan hitumg retikulosit c. Penentuan golongan darah dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi yang berasal dari ibu dengan Rh negative harus dilakukan pemeriksaan golongan darah, faktor Rh uji coombs pada saat bayi dilahirkan, kadar hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga diperiksa (Normal bila Hb >14mg/dl dan bilirubin Tali Pusat , < 4 mg/dl ). d. Pemeriksaan enzim G-6-PD (glukuronil transferase ). e. Pada Ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati (dapat dilanjutkan dengan USG hati, sintigrafi system hepatobiliary, uji fungsi tiroid, uji urine terhadap galaktosemia. f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

8. PENATALAKSAAN Penatalaksanaan medis pada ikterik neonatus menurut (Lia dewi,2016): a. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin 1) Menyusui bayi denga ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti yang diketahui ASi memiliki zat zat terbaik yang dapat memperlancar BAB dan BAK. 2) Pemberian fenobarbital, fenobarbital berfungsi untuk mengadakan induksi enzim mikrosoma, sehingga konjungsi bilirubin berlangsung dengan cepat. b. Fototerapi Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun. 1) Cara kerja fototerapi Foto terapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan keluar dalam feses. 2) Komplikasi fototerapi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada fototerapi adalah: a) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar. b) Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltic usus. c) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika fototerapi selesai. d) Gangguan pada retina jika mata tidak ditutup.

e) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi sebagian lampu dimatikan, tetapi diteruskan dan jika suhu terus naik, lampu semua dimatikan sementara, dan berikan ekstra minum kepada bayi.

BAB II WEB OF COUTION (WOC) A. WOC (Web of caution)

Masalah keperawatan : ikterik neonatus

Masalah keperawatan : Resiko cedera

Masalah keperawatan : Hipertermi Masalah keperawatan : resiko ketidakseimbangan cairan

Sumber : Ridha (2016)

BAB IV PROSES KEPERAWATAN A. Pengkajian Biodata pasien 1. Mengkaji secara umum dari status keadaan klien 2. Mengkaji riwayat kehamilan dan kelahiran seperti prenatal , natal , dan post natal 3. Mengkaji riwayat keluarga, riwayat social, keadaab kesehatan saat ini dan pemerikasaan fisik 4. Mengidentifikasi penyebab masalah keperawatan 5. Merencanakan

cara

mengatasi

permasalahan

yang

ada,

serta

menghindari masalah yang mungkin akan terjadi Fokus pengkajian pada pasien ikterik neonatus adalah: a. Keluhan Utama Secara umum, bayi dengan ikterik akan terlihat kuning pada kulit, sklera dan membran mukosa, letargi, refleks hisap kurang, tampak lemah, dan bab berwarna pucat. b. Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan juga dapat mempengaruhi terjadinya ikterik neonatus, seperti ibu dengan riwayat hemolisis, antenalat care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan lahir rendah, neonatus dengan APGAR skor rendah yang dapat memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin. c. Pemeriksaan fisik Pengkajian fisik meliputi mengobservasi adanya bukti ikterik dengan interval. Ikterik dapat dikaji secara reliable dengan mengobservasi kulit bayi dari kepala ke kaki dan warna sklera dan membran mukosa. Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan pencahayaan yang baik. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang. Salah satu cara memeriksa derajat ikterik pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari telunjuk

ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masingmasing tempat tersebut disesuaikan dengan angka rata-rata.

Sumber : Prawirohardjo, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,2017. d. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total), normalnya < 2 mg/dl. B. Diagnosa Keperawatan 1. Ikterik Neonatus ( D.0024) Penyebab a. Penurunan berat badan abnormal ( >7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan) b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik c. Kesulitan transisi ditetapkan dengan baik d. Usia kurang dari 7 hari e. Keterlambatan pengeluaran feses

Gejala dan Tanda Mayor Subjektif : Objektif : - Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >2mg/dL, bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik waktu) - Membran mukosa kuning - Kulit kuning - Sklera kuning 2. Hipertermi (D.0130) Penyebab a.

Dehidrasi

b.

Terpapar lingkungan panas

c.

Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)

d.

Ketidaksesuaian pakaian dengan tubuh

e.

Peningkatan laju metabolisme

f.

Respon trauma

g.

Aktivitas berlebihan

h.

Penggunaan incubator

Gejala dan Tanda Mayor Subjektif : Objektif : - suhu tubuh diatas nilai normal Gejala dan tanda minor Subjektif : Objektif : - kulit merah -

Kejang

-

Takikkardi

-

Takipnea

-

Kulit terasa hangat

3. Resiko cedera (D.0136) Eksternal a. Terpapar patogen b. Terpapar zat kimia toksik c. Terpapar agen nosokomial d. Ketidaknyamanan Transportasi

Internal

a. Ketidaknormalan profil darah b. Perubahan orientasi afektif c. Perubahan sensasi d. Disfungsi autoimun e. Disfungsi biokimia f. Hipoksia jaringan g. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh h. Malnutrisi i. Perubahan fungsi psikomotor j. Perubahan fungsi kognitif 4. Resiko ketidakseimbangan cairan(D.0036) Faktor resiko a.

Prosedur pembedahan mayor

b.

Trauma/perdarahan

c.

Luka bakar

d.

Apheresis

e.

Asites

f.

Obstruksi intestinal

g.

Peradangan pankreas

h.

Penyakit ginjal dan kelenjar

i.

Disfungsi intestinal

C. Rencana Keperawatan NO

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1

Ikterik Neonatus ( D.0024)

TUJUAN KRITERIA

Adaptasi neonatus (L.10095) Setelah dilakukan Etiologi : tindakan 1. Penurunan berat keperawatan 3x24 badan abnormal ( jam diharapkan >7-8% pada bayi fungsional neonatus membaik dengan baru lahir yang kriteria hasil: menyusui ASI, >15% pada bayi 1. membrane mukosa menurun(5) cukup bulan) 2. Pola makan tidak 2. kulit kuning menurun (5) ditetapkan 3. sklera menurun dengan baik 3. Kesulitan transisi (5) ditetapkan dengan baik 4. Usia kurang dari 7 hari 5. Keterlambatan pengeluaran feses

INTERVENSI

RASIONAL

Fototerapi Neonatus (1.03091) Observasi 1. Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi 2. Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali 3. Monitor efek samping dari fototerapi

1. mengetahui ikterik pada sklera dan kulit bayi

Teraupetik 4. Siapkan lampu fototerapi dan incubator 5. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok 6. Berikan penutup mata 7. Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung spesifikasi lampu terapi) 8. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan 9. Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK 10. Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin

3. mengetahui tanda- tanda dan gejala efek samping pada fototerapi

Edukasi 11. ajarkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit

2. mengetahui suhu tubuh normal atau abnormal pada bayi

4. agar dapat cahaya dari lampu fototerapi 5. agar semua kulit pada tubuh bisa terkena cahaya fototerapi 6. agar cahaya tidak terkena mata bayi 7. memudahkan dalam melakukan tindakan fototerapi 8. mempercepat

12. ajarkan ibu menyusui sesering mungkin

hilang nya ikterik

Kolaborasi 13. Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek

9. memberikan kenyamanan pada bayi 10.memudahkan dalam pantulan cahaya 11. memudahkan bayi dalam fototerapi dalam cukup lama 12. memberikan asupan cairan pada bayi 13. mengetahui bilirubin total

2

Hipertermi (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Etiologi: Setelah dilakukan 1. Dehidrasi tindakan keperawatan 2. Terpapar lingkungan panas selama 3x24 jam diharapkan 3. Proses penyakit termoregulasi (mis. infeksi, membaik dengan kanker) kriteria hasil: 4. Ketidaksesuaian pakaian dengan tubuh 5. Peningkatan laju metabolisme 6. Respon trauma 7. Penggunaan incubator

1. suhu tubuh membaik (5) 2. suhu kulit membaik (5) 3. kulit merah menurun (5)

Manajemen hipertermia (I.15506) Observasi 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan panas penggunaan incubator) 2. Monitor suhu tubuh Terapeutik 3. Sediakan lingkungan yang dingin 4.Longgarkan atau lepaskan pakaian 5. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila) Edukasi 6. Anjurkan tirah baring

1. mengetahui terjadinya hipertermi 2. mengetahui suhu normal dan abnormal pada bayi 3. agar bisa menurunkan panas tubuh 4. membantu menurunkan panas 5.membantu menurunkan panas 6. memberikan posisi yang nyaman pada bayi 7. memberi asupan cairan pada bayi.

Kolaborasi 7. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

3

4

Resiko cedera (D.0136) Etiologi : Eksternal 1. Terpapar patogen 2. Terpapar zat kimia toksik 3. Terpapar agen nosocomial Internal 4. Ketidaknormalan profil darah 5. Disfungsi autoimun 6. Disfungsi biokimia 7. Hipoksia jaringan 8. Pertahanan tubuh 9. Malnutrisi

Tingkat cedera (L.14136) Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24jam diharapkan cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil: 1. kejadian lecet menurun (5) 2.frekuensi napas membaik (5) 3.denyut janting apical membaik (5)

Resiko ketidakseimbangan cairan (D.0036) Etiologi: 1. Prosedur pembedahan mayor 2. Apheresis 3. Obstruktif intestinal 4. Penyakit ginjal dan kelenjar 5. Disfungsi intestinal

Keseimbangan cairan (L.03020) Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24jam diharapkan ketidakseimbangan cairan tidak terjadi dengan kriteria hasil: 1. asupan cairan meningkat(5) 2. haluaran urin meningkat (5) 3. kelembapan membran mukosa meningkat (5)

pencegahan Cedera (I.14537) Observasi 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera 2. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah Teraupetik 3. sediakan pencahayaan yang memadai 4. gunakan pengamanan tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan. Edukasi 5. jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh kepasien dan keluarga.

1. mengetahui area lingkungan yang bahaya pada bayi 2. mengetahui kesesuaian dalam memilih alas kaki yang nyaman 3. memudahkan pada saat tidur 4. memberikan rasa aman pada bayi 5. agar keluarga pasien tahu alasan diebrikan keamanan

Manajemen cairan (I.03098) 1. mengetahui status hidrasi Observasi pada bayi 1. Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan 2. mengetahui nadi, akral, pengisian BB per hari kapiler, kelembapan pada bayi mukosa, turgor kulit, adanya tekanan darah) peningkatan 2.Monitor berat badan atau penurunan harian 3.Monitor hasil 3. mengetahui pemeriksaan laboratorium abnormal pada (mis. Hematokrit, Na, K, hasil Cl, berat jenis urin , BUN) pemerikasaaan laboratorim Terapeutik 4.Catat intake output dan 4.mengetahui

hitung balans cairan dalam 24 jam 5.Berikan  asupan cairan sesuai kebutuhan Kolaborasi 6.Kolaborasi pemberian diuretik,  jika perlu

balance cairan pada bayi 5. membantu keseimbangan cairan pada tubuh 6. membantu menambah kecepatan pada pembentukan urine

BAB V EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE (EBNP) PENGARUH ALIH BARING SELAMA FOTOTERAPI TERHADAP PERUBAHAN KADAR BILIRUBIN PADA IKTERUS NEONATORUM DI RUANG HCU NEONATUS RSUD Dr. MOEWARDI peneliti : Nur Widya Wikanthiningtyas tahun

: 2016 Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh alih baring selama

fototerapi terhadap kadar bilirubin pada ikterus neonatorum diruang HCU Neonatus

RSUD

Dr.

Moewardi.

Peneliti

menggunakan

desain

quasy

eksperimental pre- post test one group. Peneliti menggunakan sampel 25 neonatus. Analisis perbedaan kadar bilirubin sebelum dan sesudah fototerapi yang dilakukan alih baring dengan Uji Paired T Test. Hasil penelitian diperoleh dari 25 responden diketahui rata- rata umur pasien adalah 4 hari sebanyak 28,6% dan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan prosentase 52%. Ada pengaruh alih baring selama fototerapi terhadap kadar bilirubin pada ikterus neonatorum di ruang HCU Neonatus RSUD Dr. Moewardi dengan P = 0.00. . Alih posisi atau alih baring pasien dilakukan dengan cara terlentang, miring kanan, miring kiri, tengkurap (Potter and Perry, 2005). Alih baring dilakukan setiap 3 jam yakni dengan terlentang, miring kanan, terlentang, miring kiri, terlentang, tengkurap, terlentang, miring kanan. Alih baring atau alih posisi ini bertujuan untuk meningkatkan proses pemerataan kadar bilirubin indirek menjadi bilirubin yang larut dalam air (direk), sehingga dapat diekskresikan melalui urin (Kosim, 2010) Berdasarkan penelitian ada beberapa kesimpulan yaitu nilai ratarata bilirubin sebelum difototerapi yaitu 18,39 mg/dl dengan standar deviasi 3,96,

sedangkan rata – rata nilai bilirubin sesudah difototerapi yaitu 15,22 mg/dl dengan standar deviasi 3,57. Penurunan rata- rata sebelum dan sesudah fototerapi yaitu 3,17 mg/dl dengan nilai signifikansi 0,00 (p< 0.05) artinya ada pengaruh alih baring selama fototerapi terhadap nilai bilirubin pada neonatus ikterus di HCU Neonatus RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

PENGARUH FOTOTERAPI TERHADAP PENURUNAN TANDA IKTERUS NEONATORUM PATOLOGIS DI RUMAH SAKIT GRANDMED LUBUK PAKAM Peneliti : Dian anggri yanti Tahun : 2019 Penelitian ini dilakukan pada neonatus yang dirawat di Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam sebanyak 54 neonatus dan pada penelitian yang dilakukan pada 54 neonatus mengenai pengaruh fototerapi terhadap penurunan tanda inkterus neonatorum patologis di RS Grandmed Lubuk Pakam berdasarkan sosio demografi yang meliputi jenis kelamin dan berat badan,didapat bahwa karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki 31bayi (57,4%) dan perempuan 23bayi (42,6%). Karakteristik berdasarkan berat badan 2000-3000 gram 19 bayi (35,2%) dan yang berat badannya 3001-4000 35 bayi (64,8%). Hasil

penelitian menunjukkan derajat

ikterik

sebelum dilakukan

fototerapi sebagian besar 5 (60%), derajat ikterik setelah dilakukan tindakan fototerapi pada jam ke 24 sejumlah 20 responden semuanya mengalami penurunan derajat ikterik dan sebagian besar memiliki derajat ikterik 3 (55%), derajat ikterik setelah dilakukan tindakan fototerapi pada jam ke 36 sejumlah 15 responden semua mengalami penurunan derajat ikterik dan sebagian besar memiliki derajat ikterik 3 (86,7%).Maka terdapat pengaruh fototerapi terhadap derajat ikterik pada bayi baru lahir. Dari dua jurnal diatas dapat penulis rekomendasikan sebagai EBNP intervensi keperawatan pada masalah keperawatan Ikterus Neonatorum tentang pengaruh fototerapi terhadap derajat ikterik pada bayi.

DAFTAR PUSTAKA Brits et al( 2017) Ilmu Kesehatan Anak Tanda & Gejala. Jakarta: Binarupa Aksrara. Dian anggri yanti(2019). Pengaruh fototerapi terhadap penurunan tanda ikterus neonatorum patologis di rumah sakit grandmed lubuk pakam. Fakultas keperawatan dan fisioterapi institut kesehatan medistra lubuk pakam. Fraser & Cooper(2016) Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta: CV. Sagung Seto Kassa et al (2018) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka. Lia Dewi(2016). Faktor Risiko Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Madri(2018) Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak prasekolah.yogyakarta : pustaka belajar Nur Widya Wikanthiningtyas(2016). Pengaruh alih baring selama fototerapi terhadap perubahan kadar bilirubin pada ikterus neonatorum di ruang hcu neonatus rsud dr. Moewardi. Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan. Prawirohardjo (2017). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ridha(2016).Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikretus Pada Neonatus. Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Semarang Jurusan Keperawatan Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.