LAPORAN PENDAHULUAN FIX TBC IGD GINA Minggu Ke-2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS TBC (TUBERCULOSIS) DI RUANG IGD RUMAH SAKIT TK. III 03.06.01 CIREMAI KOTA CIREBON

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat Program Profesi Ners STIKes Kuningan Dosen pengampu : TIM

Disusun Oleh: GINA FADILA SARI JNR0200106

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN TAHUN 2021

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS TBC (TUBERCULOSIS) A. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi Paru Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu diagfrahma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam dan mengembangkan paru. Ketika dinding

dada dan diagfrahma

kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi: fase ekspirasi normalnya positif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya. a. Pleura. Bagian terluar dari paru-paru, dikelilingi oleh membran halus, licin yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diagfrahma. Pleura parietalis melapisi tiraks dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduannya bergeser dengan bebas selama ventilasi b. Mediastinum. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura. c. Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobu-lobus. Paru kiri atas lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura.

d. Bronkus dan bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf e. Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapang tenis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (misal : lendir, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting. (Brunner & Suddarth, EGC : 2002)

Gambar 1. Anatomi Paru-paru

2. Fisiologi a. Transpor Oksigen Oksigen dipasok ke sel dan karbon dioksida dibuang dari sel melalui sirkulasi darah. Sel-sel berhubungan dekat dengan kapiler, yang berdinding tipis sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran atau lewatnya oksigen dan karbon dioksida dengan mudah. Oksigen berdifusi dari kapiler, menembus dinding kapiler ke cairan interstisial dan kemudian melalui membran sel-sel ke jaringan, tempat dimana oksigen dapat digunakan oleh mitokondria untuk pernafasan selular. Gerakan karbon dioksida juga terjadi melalui difusi dan berlanjut dengan arah yang berlawanan dari sel ke dalam darah. b. Pertukaran Gas Setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena sistemik (dimana disebut darah vena) dan mengalir ke sirkulasi pulmonal. Konsentrasi oksigen dalam darah di dalam kapiler paru-paru lebih rendah dibanding dengan konsentrasi dalam kantung udara paru, yang disebut alveoli. Sebagai akibat gradien konsentrasi ini, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah. Karbon dioksida yang

mempunyai konsentrasi

dalam darah lebih tinggi dari dalam alveoli, berdifusi dari dalam alveoli. Gerakan udara ke dan keluar jalan nafas (ventilasi) secara kontinue memurnikan oksigen dan membuang karbon dioksida dari jalan dalam paru. Keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah dan antara darah dengan sel-sel tubuh ini disebut respirasi. B. Konsep Tuberkulosis 1. Definisi Tuberculosis

adalah

penyakit

infeksi

menular

yang

disebabkan

Mycobacterium Tuberculosi yang menyerang paru-parudan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut (Sylvia A.price dalam Hardi Kusuma, dan amin Huda, 2015).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksimenular langsung yang disebabkan

oleh

Mycobacteriumtuberculosis.Kuman

ini paling

sering

menyerangorgan paru dengan sumber penularan adalah pasienTB BTA positif. (Bagiada &Putri, dalam Puspitarini 2018). 2. Klasifikasi a. Pembagian secara patologis 1) Tuberculosis primer 2) Tuberculosis post primer b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang menyembuh) c. Pembagian secara radiologis (luas lesi) 1) Tuberculosis minimal 2) Moderately advanced tuberculosis 3) Far advanced tubercolusis Klasifikasi menurut American Thoracic Society: 1) Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terifeksi, riwayat kontak negative, tes tubercullin negative. 2) Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak positif, tes tubercullin negative 3) Kategori 2: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan sputum negative. 4) Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit Klasifikasi

diIndonesia

dipakai

berdasarkan

kelainan

klinis,

radiologis, biologis: 1) Tuberkulosis paru 2) Bekas tuberkulosis paru 3) Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam: a) TB tersangka yang diobati: sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain positif. b) TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA negative dan tandatanda lain juga meragukan.

Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu: (Sudoyo dalam Hardi Kusuma, dan amin Huda, 2015) 1) Kategori 1, ditunjukan terhadap kasus batu dengan sputum positif dan kasus baru dengan bentuk TB berat 2) Kategori 2, ditunjukan terhadap: kasus kambuh, kasus gagal dengan sputum BTA positif. 3) Kategori , ditunjukan terhadap kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori. 4) Kategori 4 ditunjukan terhadap TB kronik. 3. Etiologi Penyebab tuberculosis adalah Myobakterium tuberkulosa, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dengan tebal 0,3-0,6/Um dan tahan asam . Spesies lain kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah M.bovis, M.kansasii, M.intracellulare, sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid) lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dam lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intrasellular, yakni dalam sito plasma magrofak. Sifat lain kuman ini adalah aerop. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya ( Mansjoer dalam Zither, 2016) 4. Manifestasi Klinis a. Demam 40-410C, serta ada batuk/batuk darah b. Sesak napas dan nyeri dada c. Malaise, keringat malam d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit f. Pada anak:

1) Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh. 2) Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu. 3) Batuk kronik >3minggu, dengan atau tanpa wheeze 4) Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa. 5. Patofisiologi Infeksi diawali karena seseorang menghirupbasil M. tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat tertumpuk. Perkembangan M. tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke arah lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem

kekebalan tubuh memberikan respons dengan

melakukan reaksi inflamasi.Neurotrofl dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal.Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia.Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Soemantri, dalam Puspitarini 2018). Bila bakteri Tuberkulosis terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagaian terminal saluran pernapasan. Jika pada proses ini, bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancur bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfoksin yang dihasilkan limfosit T. Bakteri Tuberkulosis menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma.Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler terhadap bakteri Tuberkulosis. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes

tuberkulin. Hipersensitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan makrofag.(Muttaqin, dalam Puspitarini 2018). Peradangan terjadi di dalam alveoli (parenkim) paru, dan pertahanan tubuh alami berusaha melawan infeksi itu. Makrofag menangkap organism itu, lalu dibawa ke sel T. proses radang dan reaksi sel menghasilkan sebuah nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Dibagian tengah nodul terdapat basil tuberkel.Bagian luarnya mengalami fibrosis, bagian tengahnya kekurangan makanan, mengalami nekrosis. Proses terakhir ini dikenal sebagai perkijuan. Bagian nekrotik tengah ini dapat mengapur atau mencair.(Puspitarini 2018). Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif.Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.Paruparu yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

6. Pathway

Gambar 2.pathway TBC Sumber: Ngana, 2014

7. Komplikasi Beberapa komplikasi yang sering ditemukan pada pasien TBC atau TB antara lain sebagai berikut, seperti dikutip dari Mayo Clinic dan Everydayhealth dalam indec diagnostic. a. Kerusakan tulang dan sendi Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi kuman TB menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak kasus, tulang iga juga bisa terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut. b. Kerusakan otak Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis atau

peradangan

pada

selaput

otak.

Radang

tersebut

memicu

pembengkakan pada membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau mematikan. c. Kerusakan hati dan ginjal Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah. Fungsi ini akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman TB. d. Kerusakan jantung Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya bisa terjadi cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan yang membuat jantung jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal. e. Gangguan mata Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan, mengalami iritasi dan membengkak di retina atau bagian lain. f. Resistensi kuman Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin, bahkan ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti dengan obat lain yang lebih kuat dengan efek

samping yang tentunya lebih berat. (Sources : Detik Health dalam indiac diagnostic) 8. Pemeriksaan Penunjang a. Kultur sputum Positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit b. Ziehl – Nelsons Pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk asupan cairan dalaqm darah, positif untuk basil asam c. Test kulit ( PPD, Mantoux, potongan volmel) Reaksi positif ( area indurasi 10 mm / lebih besar terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) d. Foto thorak Dapat menunjukkkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer. Perubahan menunjukkkan lebih luas TB dapat termasuk ronggga, area fibrosa. e. Histologi / kultur jaringan Termasuk pembersihan gaster, urine, cairan serebrospinal, biopsi kulit. Positip untuk mycobacterium tuberkulosis. f. Biopsi jarum pada jaringan paru Positip untuk granuloma TB, adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis. g. Elektrosit Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi. h. GDA Dapat norma tergantung pada lokasi dan beratnya kerusakan ruang mati i. Pemeriksaaan fugsi paru Penurunan kapasitas vital, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleura ( TB paru kronis paru luas). 9. Penatalaksanaan a. Panduan OAT dan peruntukannya 1)

Kategori -1(2 HRZE / 4H3R3) Diberikan untuk pasien baru

2)

a)

pasien baru TB paru BTA positif

b)

Pasien TB paru BTA negatif thorak positif

c)

Pasien TB ekstra paru

Kategori – 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3) Diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnyaq a)

Pasien kambuh

b) Pasien gagal c) 3)

Pasien dengan pengobatan 3 tahun terputus ( Default)

OAT sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk taha kategori -1 yang diberikan selama sebulan ( 28 hari)

b. Jenis dan dosis obat OAT 1)

Isoniasid (H) Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X semingggu diberikan dengan dosis 10 mg / kg BB.

2)

Rifamisin (R) Dapat m,embnunuh kuman semi dormanf yang tidak dapat dibunuh isoniasid. Dosis 10 mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 X seminggu.

3)

Pirasinamid (Z) Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian dianjurkan 25 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu

4)

Streptomisin (S) Dosis harian dianjurkan 15 mg / kg BB, sedeangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu diberikan dengaqn dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/ hari. Sedangkan untuk berumur 60 th atau lebih diberikan 0,50 gr/ hari.

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Zither, 2016) C. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas pasien Nama: Jenis kelamin: Umur: Alamat: Tanggal masuk RS: Tanggal pengkajian: Diagnosa medis: No.Medrek: b. Identitas penanggung jawab Nama: Jenis Kelamin: Umur: Alamat: Hub. Dengan klien: c. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama Keluhan yang paling dirasakan pasien pada saat pengkajian biasanya mengalami batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise. (Muttaqin dalam Puspitarini, 2018). 2) Riwayat kesehatan sekarang Mengutip dari Muttaqin (2008)keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan, mula- mula nonproduktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah terjadi kerusakan jaringan. Jika keluhan utama adalah sesak napas, maka pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST 3) Riwayat kesehatan masa lalu

Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketegantungan terhadap makanan atau minuman, zat dan obatobatan. 4) Riwayat kesehatan keluarga Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah. (Muttaqin dalam Puspitasari, 2018) 5) Riwayat alergi Tanyakan apakah klien memiliki riwayat alergi obat misal antibiotik. Antibiotik jenis apa ditulis. Misal punya alergi terhadap makanan tulis. d. Aktivitas dasar 1) Aktivitas dasar Aktivitas Dasar Makan/minum Toileting Personal hyegiene Berpakaian Mobilisasi dari tempat tidur Berpindah Ambulasi

Tabel. 1 Aktivitas Dasar 0 1 2

3

4

√ √ √ √ √ √ √

2) Aktivitas/Istirahat a) Nutrisi: nutrisi terganggu kaena adanya mual dan muntah, penurunan BB b) Istirahat: tidur tidak bisa karena nyeri, sesak, batuk c) Aktivitas: badan terasa lemah dan biasanya pasien dianjurkan untuk tirah baring sehingga terjadi keterbatasan aktivitas. d) Psikologis: pasien gelisah dan cemas dengan penyakitnya. e. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Pasien tampak lemah, takikardi/takipneu/dispneu

2) TTV TD 130/90 mmHg, nadi meningkat 110x/mnt, suhu meningkat (390 C), Respirasi meningkat 24x/mnt. 3) Pemeriksaan fisik No

Jenis

Tabel. 2 Pemeriksaan Fisik Palpasi Auskultasi

Inspeksi

Perkusi

. 1 Kepala

a. Tampak simetris b. Sebaran

volume

rambut merata c. Kulit

kepala

bersih a. Tampak simetris

2 Wajah

b. Tampak meringis c. Tampak

a. Tidak

ada

-

-

ada

-

-

a. Tidak ada nyeri

-

-

-

-

benjolan b. Tidak ada nyeri tekan a. Tidak benjolan

pucat,

bibir kering Hidung

d. Tampak lemas a. Tampak simeris b. Tampak bersih c. Terpasang O2 d. Adanya

cuping

hidung Mata a. tampak simetris

tekan b. tIdak

ada

benjola a. tidak ada nyeri

b. sklera ikterik

tekan

c. konjungtiva anemis d. pupil isokor(+/+) Telinga a. tampak simetris b. tampak

bersih

a. tidak ada nyeri -

-

tekan

pendengaran baik c. cairan/darah/sekr 3

et (-) Leher a. tampak simetris

a. pembesaran

-

-

b. tidak ada lesi

vena jugularis (+) b. tidak ada nyeri tekan pembesaran kelenjar tiroid (-)

4

Dada a. tampak simetris b. adanya ototbantu pernapasan c. rongga

a. tidak ada nyeri

-

tekan b. tidak

dada

-

ada

benjolan

asimetris (cembung

pada

sisi yang sakit) d. tidak 5

ada

jejas

clavikula Paru-paru a. perkembangan paru

tampak

asimetris b. adanya retrakasi/otot bantu napas

a. adanya pleura

efusi a. suara massif

dan pneumohoraks

tambahan ronkhi

a. bunyi redup atau pekak

Jantung tidak

ada Denyut nadi perifer a. suara jantung Batas jantung

pembesaran jantung

melemah

vesikule b. tidak

mengalami ada pergeseran

suara

pada TB paru

tambahan

dengan

c. irama

pleura

efusi massif

jantung

mendorong

reguler

kesisi sehat.-

d. tekanan darah 120/80 mmHg, e. BJ I dan BJ II

terdengar

normal 6

Abdomen

a. tampak bulat

a. Tidak Ada nyeri

b. tidak tampak streacmark

tekan

a. peristaltik

a. hyperthm

menurun/m

b.

pani

eningkat

c. BB menurun 7 Atas

a. tampak

Ekstremitas -

-

-

-

-

-

-

-

-

kulit

-

-

sismetris b. teraba hangat c. terpasang Bawah

selang infus a. tampak simsetris

8 Genetalia

b. teraba hangat a. Pasien biasanya erpasang

9 Integumen

kateter urine a. Tampak

a. Turgor

kering

menurun

b. Tidak ada lesi

b. Tidak

ada

benjolan

c. Tidak ada sianosis Sumber: modifikasi Puspitarini (2018) 2. Analisa Data Tabel 3. Analisa Data Etiologi Hipersekresi jalan napas

Data Fokus DS: -

Batuk

-

Sulit

Problem Bersihan jalan napas tidak efektif

mengeluarkan

dahak/sekret -

Sesak

DO: -

Tampak meringis

-

Gelisah

-

Adanya

rettrakasi

dada -

Suara

tambahan

ronkhi -

RR

28x/mnt,

120/80,

TD Nadi

78x/mnt, suhu 38,5 -

Adanya

cuping

hidung DS:

Hambatan upaya napas

-

Batuk

-

Sulit

mengeluarkan

dahak/sekret DO:

Sesak

Pola napas tidakefektif

-

Tampak meringis

-

Gelisah

-

Adanya

rettrakasi

dada -

RR

28x/mnt,

TD

120/80, -

Nadi 78x/mnt, suhu 38,5

-

Suara

tambahan

ronkhi -

Adanya

cuping

hidung DS:

Ketidakseimbangan

-

Batuk

-

Sulit

ventilasi-perfusi mengeluarkan

dahak/sekret -

Sesak

DO: -

Tampak meringis

-

Gelisah

-

Adanya

rettrakasi

dada -

RR

28x/mnt,

120/80,

TD Nadi

78x/mnt, suhu 38,5 -

Suara

tambahan

ronkhi -

Adanya

cuping

hidung -

Takipneu, dipsneu

-

Kesadaran menurun

Gangguan pertukaran gas

DS:

Ketidak

mampuan Defisit Nutrisi

a. mual muntah

mengabsorpsi nutrien

b. BB menurun c. Tidak nafsu makan DO: a. Peristaltik menurun/meningkat b. Membran

mukosa

pucat 3. Diagnosa Keperawatan a. (0001) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d Batuk, Sulit mengeluarkan dahak/sekret, Sesak, Tampak meringis, Gelisah, Adanya rettrakasi dada,Suara, tambahan ronkhi, RR 28x/mnt, TD 120/80, Nadi 78x/mnt, suhu 38,5, Adanya cuping hidung b. (0005) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d Batuk, Sulit mengeluarkan dahak/sekret, Sesak, Tampak meringis, Gelisah, Adanya rettrakasi dada,Suara, tambahan ronkhi, RR 28x/mnt, TD 120/80, Nadi 78x/mnt, suhu 38,5, Adanya cuping hidung c. (0003) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d Batuk, Sulit mengeluarkan dahak/sekret, Sesak, Tampak meringis, Gelisah, Adanya rettrakasi dada,Suara, tambahan ronkhi, RR 28x/mnt, TD 120/80, Nadi 78x/mnt, suhu 38,5, Adanya cuping hidung, takikardi, akipneu, dipsneu. d. (0009) Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan mengabsorpsi nutrien d.d mual muntah, tidak nafsu makan, peristaltik menurun/meningkat, membran mukosa pucat, BB menurun

4. Intervensi Keperawatan Tabel 4. Intervensi Tujuan (SLKI) 1. Setelah dilakukan

No Diagnosa Keperawatan 1 (0001)

Intervensi (SIKI) tindakan Latihan Batuk Efektif (01006)

Bersihan jalan napas tidak efektif b.d

keperawatan diharapkan bersihan jalan 1. Observasi

hipersekresi jalan napas d.d Batuk, Sulit

napas meningkat dengan kriteria hasil

a. Idetifikasi kemampuan batuk

mengeluarkan

(01001)

b. Monitur adanya retensi sputum

Tampak meringis, Gelisah, Adanya

a. Batuk efektif meningkat

c. Monitor tanda dan gejala infeksi

rettrakasi dada,Suara, tambahan ronkhi,

b. Produksi sputum menurun

RR 28x/mnt, TD 120/80, Nadi 78x/mnt,

c. Mengi menurun

suhu 38,5, Adanya cuping hidung

d. Wheezing menurun

a. Atuur posisi semifowler

e. Mekonium menurun

b. Pasang perlak an bengkok dipangkuan

dahak/sekret,

Sesak,

f. Dipsnea membaik g. Ortopnea membaik h. Sianosis membaik i. Gelisah membaik j. Frekuensi napas membaik k. Pola napas membaik

saluran napas 2. Terapeutik

pasien c. Buang sekret pada tempat sputum 3. Edukasi a. Jelaskan ujuan dan prosedur batuk efektif b. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari

mulut dengan bibir mencucu selama 8 detik. c. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke 3 4. Kolaborasi Kolaborasi 2

(0003)

1. Setelah

Gangguan

pertukaran

gas

b.d

dilakukan

pemberian

mukolitik

atau

ekspektoran tindakan Pemantauan Respirasi

keperawatan diharapkan pertukaran gas 1. Observasi

ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d

meningkat dengan kriteria hasil (01003)

Batuk, Sulit mengeluarkan dahak/sekret,

a. Dipsneu menurun

Sesak,

b. Bunyi napas tambahan menurun

b. Monitor pola napas

Adanya rettrakasi dada,Suara, tambahan

c. Gelisah menurun

c. Monitor kemampuan batuk efektif

ronkhi, RR 28x/mnt, TD 120/80, Nadi

d. Napas cuping hidung menurun

d. Monitor adanya produksi sputum

78x/mnt, suhu 38,5, Adanya cuping

e. PCO2 menurun

e. Auskultasi bunyi napas

Tampak

meringis,

Gelisah,

hidung, takikardi, akipneu, dipsneu.

Sianosis menurun

a. Monitor

frekuensi,

irama,

kedalaman, dan upaya napas

f. Monitor aanya sumbatan jalan napas g. Monitor saturasi oksigen

2. Terapeutik a. Atur interval pemantauan resirasi sesuai kondisi pasien b. Dokumentasikan hasil pemantauan 3. Edukasi a. Jelaskan

tujuan

dan

prosedur

pemantauan b. Informasikan hasil pemantauan Terapi oksigen 1. Observasi a. Monitor kecepatan aliran oksigen b. Monitor posisi alata oksigen c. Monitor tana0anda hipoventilasi d. Moior efektivitas terapi oksigen e. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen 2. Terapeutik a. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea,

b. Pertahankan kepatenan jalan napas c. Berikan oksigen tambahan 3. Edukasi a. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah 4. Kolaborasi 3

(0005) Pola napas tidak efektif b.d 1. Setelah

a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen tindakan Manajemen jalan napas (01012)

dilakukan

hambatan upaya napas d.d Batuk, Sulit

keperawatan diharapkan pola napas 1. Observasi

mengeluarkan

membaik dengan kriteria hasil (01004)

dahak/sekret,

Sesak,

a. Monitor

posisi

selang

edotrakeal

Tampak meringis, Gelisah, Adanya

a. Ventilasi semenit menungkat

(ETT), terutama setelah mengubah

rettrakasi dada,Suara, tambahan ronkhi,

b. Kapasitas vital meningkat

posisi

RR 28x/mnt, TD 120/80, Nadi 78x/mnt,

c. Tekaann ekspirasi meningkat

suhu 38,5, Adanya cuping hidung

d. Tekanan inspirasi meingkat

b. Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam

e. Dipsnea menurun f. Oenggunaan

otot

c. Monitor kulit area stoma trakeotomi bantu

napas 2. Terapeutik

menurun g. Ortopnea menurun h. Pernapasan cuping hidug menurun

a. Kurangi tekana balon secara perlodik tiap shift b. Pasang OPA untuk mencegah ETT

i. Frekuensi napas membaik

tergigit

j. Kedalam napas membaik

c. Cegah ET terlipat

k. Eksursi dada membaik.

d. Berikan pre oksigenasi 100% selama 30 detik (3 -6 kaliventilasi) sebelum dan setelah penghisapan e. Berikan volume pre oksigenasi 1,5 kali volume tidal f. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik jika diperlukan g. Gnti fiksasi ETT setiap 24 jam h. Ubah posisi ETT setiap 24 jam i. Lakukan perawatan mulu 3. Edukasi a. Jelaskan pasien atau keluarga tujuan dan prosedur pemasangan jalan napas 4. Kolaborasi Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang tidak terdapat dilakukan penghisapan

4

(0019)

2. Setelah

dilakukan

tindakan Manajemen Nutrisi (03119)

Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan

keperawatan diharapkan status nutrisi 5. Observasi

mengabsorpsi nutrien d.d mual muntah,

membaik (03030)

d. Identifikasi status nutrisi

bising usus hiperaktif, membran mukosa

a. Porsi makanan yang dihabiskan

e. Identifikasi

pucat

meningkat

alergi

makanan

dan

intoleransi makanan

b. Nyeri abdomen menurun

f. Identifikasi makanan yang disukai

c. Berat badan membaik

g. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis

d. Indeks masa tubuh membaik e. Frekuensi makan membaik

nutrien h. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis

f. Nafsu makan membaik

nutrien

g. Bisisng usus membaik

i. Identifikasi

h. Membran mukosa membaik 3. Setelah

dilakukan

tindakan

perlunya

selang nasogastrik j. Monitor asupan makana

keperawatan diharapkan nafsu makan

k. Monitor berat badan

membaik (03024)

l. Monitor

a. Keinginan makan membaik b. Asupan makanan membaik c. Asupan cairan membaik d. Energi untuk makan membaik

penggunaan

hasil

pemeriksaan

laboratorium 6. Terapeutik j. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

e. Kemampuan merasakan makanan membaik

(mis. Piramida makanan)

f. Kemampuan menikmati makanan membaik

l. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

g. Asupan nutrisi membaik

m. Berikan makanan tinggi serat untuk

h. Stimulus untuk makan membaik i. Kelaparan membaik 4. Setelah

k. Fasilitasi menentukan pedoman diet

dilakukan

mencegah konstipasi n. Berikan makanan tinggi kalori dan

tindakan

tinggi protein

keperawatan diharapkan tingkat nyeri

o. Berikan suplemen makanan, jika perlu

menurun (08066)

p. Hentikan pemberian makan melalui

a. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat b. Keluhan nyeri menurun

selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi 7. Edukasi

c. Meringis menurun

b. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

d. Sikap protektif menurun

c. Ajarkan diet yang diprogramkan

e. Gelisah menurun f. Kesulitan tidur menurun

8. Kolaborasi a. Kolaborasi

pemberian

medikasi

g. Anoreksia menurun

sebelum makan (mis. Pereda nyeri,

h. Muntah menurun

antiemetik), jika perlu

i. Mual menurun

b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

j. Frekuensi nadi membaik

menentukan jumlah kalori dan jenis

k. Pola napas membaik

nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

l. Tekanan darah membaik

Promosi Berat Badan (03136)

m. Nafsu makan membaik

1. Observasi

n. Pola tidur membaik 5. Setelah

a. Identifikasi kemungkinan penyebab

dilakukan

keperawatan

tindakan

diharapkan

fungsi

membaik

dengan

gastrointestinal

kriteria hasil (03019) l. Toleransi

terhadap

makanan

c. Monitor

jumlah

kalori

yang

d. Monitor BB e. Monitor

m. Nafsu makan meningkat

albumin,

limfosit,

dan

elektrolit serum

n. Mual menurun

2. Terepeutik

o. Muntah menurun

a. Berikan perawatan mulut sebelum

p. Dispepsia menurun

pemberian makan, jika perlu

q. Nyeri abdomen menurun

b. Sediakan

r. Distensi abdomen menurun cairan

b. Monitor adanya mual muntah dikonsumsi sehari-hari

meningkat

s. Jumlah

berat badan kurang

lambung

makanan

tepat

sesuai

dengan kondisi pasien (mis. Makanan saat

dengan teksturhalus, makanan yang

aspirasi menurun

diblender,

makanan

cair

yang

t. Frekuensi BAB membaik

diberikan

melalui

u. Konsistensi feses membaik

gastrostomi, total parienteral nutrition

v. Peristaltik usus membaik

sesaui indikasi)

NGT,atau

w. Jumlah feses membaik

c. Hidangkan makan secara menarik

x. Warna feses membaik

d. Berikan suplemen, jika perlu e. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang di capai 3. Edukasi a. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau b. Jelaskan peningkatan asupan kalori yng dibutuhkan

Sumber: SDKI,SLKI, SIKI (2017)

5. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012) 6. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. (Sumirah dan Budiono, 2016).

DAFTAR PUSTAKA Andri, dkk. 2019. Standar Operasional ProsedurFisioterapi Dada. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Poltekkes kemenkes Bengkulu Prodi Keperawatan

Curup.

Publikasi.

Dalam

https://www.scribd.com/document/440691446/KMB-I-Kelompok-4Standar-Operasional-Prosedur-Fisioterapi-Dada-docx

(diakses

pada

tanggal 24 Februari 2021) Hardhi Kusuma dan Amin Huda Nuralif. Jogjakarta. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda nic-noc. Edisi revisi jilid 1. Mediaction Jogja. 2016. http://indec-diagnostics.co.id/?q=id/tech/komplikasi-akibat-penyakit-tbc (diakses pada tanggal 23 januari 2021) https://www.scribd.com/doc/234081717/WOC-TB-PARU-docx

(diakses

pada

tanggal 23 januari 2021) Pratiwi,

Rahayu.

2018.

SOP

Pemeriksaan

BTA.

(internet).

https://www.scribd.com/document/385095339/1-Sop-Pemeriksaan-Bta Puspitarini,

Diah.

2018.

Tinjauan

Teoritis

TBC.

Dalam

(internet).

http://repository.ump.ac.id/8177/3/DIAH%20PUTRI%20PUSPITARINI %20BAB%20II.pdf (diakses pada tanggal 23 Januari 2021) Putri H dan Soemarno S. 2013. Perbedaan Postural Drainage dan Latihan Batuk Efektif pada Intervensi Nebulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk 11Pada Asma Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi. Volume 13 Nomor 1, April 2013. Hal:7. Sumirah dan Budiono. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Bumi Medika Jakarta. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta. Zither, Poetra. 2016. Askep Tuberkolosis aplikasi nanda Nic-Noc. (internet) https://www.scribd.com/doc/295885581/Askep-Tuberkolosis-AplikasiNanda-Nic-Noc. (diakses pada tanggal 23 januari 2021)