PPK TINDAKAN Di ICU [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN SMF ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI RSUD TN. RONDAHAIM KABUPATEN SIMALUNGUN 2017 – 2019 INITIAL AIRWAY MANAGEMENT : INSERSI OROPHARYNGEAL AIRWAY (ICD 9 : 96.02) ATAU NASOPHARYNGEAL AIRWAY (ICD 9 : 96.01) 1. Pengertian (Definisi)

Tindakan pembebasan jalan napas awal untuk menjamin pertukaran gas pernapasan yang adekuat pada pasien dengan gangguan patensi jalan napas

2. Indikasi

1. Proteksi jalan napas 2. Pembebasan obstruksi jalan napas 3. Gagal nafas

3. Kontra Indikasi

1. Tidak ada

4. Persiapan

1. Pasien : -

Pastikan menderita gangguan patensi jalan napas

2. Alat, Bahan, dan Obat -

Oropharyngeal airway (1 buah) atau nasopharyngeal airway sesuai ukuran pasien

-

Jackson Rees (1 buah) atau Ambu Bag (Bag Valve Mask)

-

Anesthesia Respiratory Face Mask (1 buah) sesuai ukuran

3.

-

Handschoen steril 2 pasang

-

Masker

Dokter : -

Memberikan informasi kepada keluarga mengenai rencana tindakan manajemen jalan napas dan kemungkinan serta resiko yang dapat terjadi serta kemungkin penanganan jalan napas tingkat lanjut

-

Mencuci tangan, memakai handschoen steril dan

16

masker sebelum tindakan 5. Prosedur Tindakan

1.

Lakukan pemeriksaan look listen and feel untuk memastikan masalah patensi jalan napas

2.

Obervasi tingkat kesadaran pasien dan tentukan apakah pasien apneau atau tidak. Jika tidak ada usaha napas, lakukan tunjangan napas manual dan assist ventilasi dengan Ambu Bag atau Jackson Rees sambil mempersiapkan penanganan airway management tingkat lanjut (intubasi) dan ventilator

3.

Intervensi awal untuk menjain patensi awal pasien dengan napas spontan serta tanpa cedera servikal mencakup intervensi tanpa alat triple airway maneuver 1) Ekstensi kepala 2) Elevasi mandibula (jaw thrust maneuver) 3) Buka Mulut

4.

Bila jalan napas belum bebas, insersi oropharyngeal airway (ICD 9 : 96.02) atau nasopharyngeal airway (ICD 9 : 96.01)

5.

Bila cara nomor 1 dan 2 tidak berhasil, persipakan prosedur penanganan tingkat lanjut

6.

Pasca Prosedur

Observasi ketat saturasi oksigen dan hemodinamik

Tindakan 7.

Tingkat Evidens

IV

8.

Tingkat Rekomendasi

C

9.

Penelaah Kritis

10.

Indikator Prosedur

Tindakan 11. Kepustakaan

dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes, SpAn 90 % pasien yang dilakukan airway management berhasil tertangani tanpa komplikasi. a. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange Medical Books; 2013. p.1452-96. b. McLean

B,

Zimmerman

JL,

Airway

Management. In: Fundamental Critical Care

17

Support. 4th Edition. USA: Society of Critical Care Medicine; 2012. p.2-1 -2-17 c. Kacmareck

RM,

Hess

DR.

Mechanical

Ventilation For The Surgical Patient. In: Longnecker DE, Brown DDL, Newman MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York: Mc Graw Hill; 2008. p.2072-91.

18

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN SMF ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI RSUD TN. RONDAHAIM KABUPATEN SIMALUNGUN 2017 – 2019 AIRWAY MANAGEMENT : LARINGOSKOPIK (ICD 9 : 31.42) DAN INTUBASI ENDOTRAHEAL (ICD 9 : 96.04) 1. Pengertian (Definisi)

Tindakan pembebasan jalan napas untuk menjamin pertukaran gas pernapasan yang adekuat atau memerlukan sokongan ventilator

2. Indikasi

1.

Fasilitasi ventilasi mekanik

2.

Memelihara jalan napas 1). Obstruksi jalan napas bagian atas a. Potensial : seperti trauma inhalasi pada luka bakar b. Pasti : seperti trauma laring, benda asing. 2). Transportasi pasien

3.

Proteksi jalan napas a. Pasien dengan risiko aspirasi b. Gangguan kesadaran c. Kehilangan reflex glottis

4.

Tracheal toilet

5.

Gagal nafas

6.

Hemodinamik tidak stabil (syok)

7.

Hiperventilasi pada kasus peningkatan tekanan intrakraial (TIK)

8. 3. Kontra Indikasi

Fasilitasi Anestesi Umum

1. Keluarga pasien menolak 2. Pasien DNR (Do Not Resuscitate)

4. Persiapan

1. Pasien : -

Pastikan terdapat akses vena yang lancar

2. Alat dan Obat -

Sumber Oksigen 100% dengan flowmeter hingga

19

15 liter per menit (Lpm) -

Monitor standar

-

Mesin suction/aspirator (1 buah)

-

Selang suction sesuai ukuran pasien (2 buah)

-

Oropharyngeal airway (1 buah) atau nasopharyngeal airway sesuai ukuran pasien

-

Laringoskop 2 buah (standar dan panjang) sesuai ukuran pasien

-

ETT/Endo Tracheal Tube (Pipa endotrakheal) 2 buah sesuai umur pasien (1 ukuran normal + 1 ukuran lebih kecil)

-

Jackson Rees (1 buah) atau Ambu Bag (Bag Valve Mask)

-

Anesthesia Respiratory Face Mask sesuai ukuran pasien

-

Sulfast atropin 0,25 mg (4 ampul)

-

Handschoen steril 2 pasang.

-

Lidokain 2 % (2 ampul)

-

Analgesik kuat, obat sedasi/anestesi, dan pelumpuh otot (sesuai status pasien)

-

Stylet atau bougie untuk guide ETT

-

Spoit untuk inflasi cuff ETT

-

Magill Forceps untuk intubas via nasal

-

Ventilator

3. Dokter : -

Memberikan informasi kepada keluarga mengenai rencana tindakan laringoskopik dan intubasi endotracheal dan kemungkinan pemasangan ventilator serta resiko yang dapat terjadi

-

Mencuci tangan, memakai handschoen steril dan masker sebelum tindakan

5. Prosedur Tindakan

1.

Intubasi merupakan prosedur yang memerlukan 3-4

20

orang. Asisten terlatih mutlak untuk prosedur ini. Seorang koordinator yang merupakan intubator. Satu orang yang memberikan obat. Satu orang melakukan cricoid pressure atau Sellick Maneuver. Dan 1 orang melakukan in line position (pada suspek atau trauma servikal saja) 2.

Lakukan preoksigenasi dengan oksigen 100% melalui Ambu Bag atau Jackson Rees dan Anesthesia Respiratory Face Mask selama 1 menit dengan atau tanpa oro-/nasopharyngeal airway sambil asisten melakukan cricoid pressure

3.

Pada pasien dengan mask CPAP/NIV, pre-O2 dilakukan dengan NIV mask

4.

Preload dengan 250-500ml kristaloid IV

5.

Inotropik atau vasopressor kadang diperlukan setelah induksi/intubasi

6.

Prosedur intubasi dilakukan dengan teknik RSI (Rapid sequence induction) dan MILS (manual in line stabilisatition).

7.

Pasien diposisikan dengan sedikit fleksi kepala

8.

Ekstensi kepala penuh dan buka mulut pasien dengan hati-hati (konsep sniffing position)

9.

Bila posisi tepat tidak tercapai, gunakan bantal (ketebalan 7cm) di kepala pasien

10. Insersi laringoskop dilakukan melalui mulut bagian kanan di sebelah kanan lidah secara hati-hati hingga epiglottis terlihat 11. Suction lendir dalam cavum oral atau daerah laring secara intensif (ICD 10 : Z99.0) 12. Saat visualisasi laring terlihat dengan jelas (plica vocalis, aryepiglottic folds dan posterior cartilages), dapat diidentifikasi, maka ETT (dengan atau tanpa stylet/bougie kemudian diinsersi hingga 1 cm dalam laring.

21

13. Cek pengembangan dada dengan stetoskop, kembangkan cuff ETT, lalu fiksasi ETT dengan plester 14. Intubasi ETT juga bisa dilakukan melalui nasal, dengan bantuan forcep Magill 15. Bila intubasi sulit atau gagal, lanjut ke prosedur penanganan Difficult Intubation atau Failed Intubation (lihat PPK Difficult Intubation dan Failed Intubation) 7.

Bila pasien tidak kooperatif, otot-otot kaku atau ada masalah jantung dan intrakranial intubasi harus difasilitasi dengan: -

Analgesik kuat : fentanyl 1-4 mcg/kgBB

-

Sedasi kuat : propofol 1-2 mg/kgBB

-

Pelumpuh otot : rocuronium 0.6 – 1 mg/kgBB

12. Bila terjadi vagal reflex (bradikardi), injeksi Sulfas atropine 0,5 mg iv 6. Pasca Prosedur

1.

Tindakan

Pada pasien yang tidak dapat bernapas spontan, ETT dihubungkan dengan ventilator

2.

Observasi ketat saturasi oksigen dan hemodinamik

3.

Pemeriksaan photo thoraks untuk evaluasi pasca tindakan (jika memungkinkan).

7. Tingkat Evidens

IV

8. Tingkat Rekomendasi

C

9.

Penelaah Kritis

10. Indikator Prosedur Tindakan 11. Kepustakaan

1. dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes, SpAn 90 % pasien yang dilakukan airway management berhasil tertangani tanpa komplikasi. 1.

Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange Medical Books; 2013. p.1452-96.

2.

McLean B, Zimmerman JL, Airway Management. In: Fundamental Critical Care Support. 4th Edition. USA: Society of Critical Care Medicine; 2012. p.2-1 -2-17

3.

Kacmareck RM, Hess DR. Mechanical Ventilation For The Surgical Patient. In: Longnecker DE, Brown DDL,

22

Newman MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York: Mc Graw Hill; 2008. p.2072-91.

23

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN SMF ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI RSUD TN. RONDAHAIM KABUPATEN SIMALUNGUN 2017 – 2019 PROSEDUR : AIRWAY MANAGEMENT : DIFFICULT AND FAILED INTUBATION : INTUBASI LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA) 1. Pengertian (Definisi)

Tindakan pembebasan jalan napas dengan menggunakan LMA pada pasien dengan masalah intubasi endotracheal yang sulit yang sulit atau gagal dilakukan

2. Indikasi

1. Intubasi Endotracheal Tube (ETT) sulit atau gagal dilakukan

3.

Kontra Indikasi

1. Ketika pada saat percobaan intubasi laringoskopik tampak massa atau obstruksi pada supraglotik.

4. Persiapan

1. Alat dan Obat -

Sumber Oksigen (Sentral atau Tabung)

-

Mesin suction/aspirator (1 buah)

-

Monitor standar

-

Selang suction sesuai ukuran pasien (2 buah)

-

Laringoskop (1 buah) sesuai ukuran pasien

-

Jackson Rees (1 buah) atau Ambu Bag (Bag Valve Mask)

-

Anesthesia Respiratory Face Mask Sesuai Ukuran Pasien

-

Handschoen steril 2 pasang

-

Lidokain 2 % (2 ampul)

-

Analgesik kuat, obat sedasi/anestesi, dan pelumpuh otot (sesuai status pasien)

-

Spoit untuk inflasi cuff LMA

-

Masker

2. Dokter : - Memberikan informasi kepada keluarga mengenai

24

rencana tindakan manajemen jalan napas dan kemungkinan pemasangan ventilator serta resiko yang dapat terjadi - Mencuci tangan, memakai handschoen steril dan masker sebelum tindakan 5. Prosedur Tindakan

1. Lakukan ventilasi positif dengan Ambu Bag atau Jackson Rees dan Anesthesia Respiratory Face Mask selama 1 menit dengan atau tanpa oro-/nasopharyngeal airway sambil asisten melakukan Sheellick Maneuver pada artilago krikoid 2. Prosedur pemasangan LMA dilakukan dengan kepala dan leher posisi netral 3. LMA diinsersi dengan handle parallel dengan dada 4. LMA kemudian diinsersi menyusuri pallatum durum sambil memutar arcus airway LMA. 5. LMA diinsersi hingga ujungnya mencapai otot cricopharyngeus dan terasa ada resistensi 6. Inflasi cuff LMA 7. Handle LMA kemudian di fiksasi dengan plester 8. Suction lendir di cavum oral dan intratube LMA secara intensif (ICD 10 : Z99.0) 9. Bila pasien tidak kooperatif atau ada masalah jantung dan intrakranial insersi LMA dilakukan dengan fasilitasi :

6. Pasca Prosedur

1.

Tindakan

-

Analgesik kuat : fentanyl 1-4 mcg/kgBB

-

Sedasi kuat : propofol 1-2 mg/kgBB

-

Pelumpuh otot : rocuronium 0.6 – 1 mg/kgBB

-

Anestesi lokal Intrakrikoid : Lidokain 2% 20-40 mg

Pada pasien yang tidak dapat bernapas spontan, LMA dihubungkan dengan ventilator

2.

Observasi ketat saturasi oksigen dan hemodinamik

3.

Pemeriksaan photo thoraks untuk evaluasi pasca tindakan (jika memungkinkan)

7. Tingkat Evidens

IV

25

8.

Tingkat Rekomendasi

9.

Penelaah Kritis

10. Indikator Prosedur Tindakan 11. Kepustakaan

C 1. dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes, SpAn 90 % pasien yang dilakukan airway management berhasil tertangani tanpa komplikasi. 1.

Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange Medical Books; 2013. p.1452-96.

2.

McLean B, Zimmerman JL, Airway Management. In: Fundamental Critical Care Support. 4th Edition. USA: Society of Critical Care Medicine; 2012. p.2-1 -2-17

3.

Kacmareck RM, Hess DR. Mechanical Ventilation For The Surgical Patient. In: Longnecker DE, Brown DDL, Newman MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York: Mc Graw Hill; 2008. p.2072-91.

26

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN SMF ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI RSUD TN. RONDAHAIM KABUPATEN SIMALUNGUN 2017 – 2019 PROSEDUR : AIRWAY MANAGEMENT : DIFFICULT AND FAILED INTUBATION : CRICOTHYROTOMY (ICD 9 : 31.1) 1. Pengertian (Definisi)

Tindakan pembebasan jalan napas dengan prosedur cricothyrotomy pada pasien dengan masalah intubasi endotracheal yang sulit yang sulit atau gagal dilakukan

2.

Indikasi

1. Intubasi Endotracheal Tube (ETT) sulit atau gagal dilakukan

3.

Kontra Indikasi

1. Massa pada daerah insersi 3. Keluarga pasien menolak 2. Pasien DNR (Do Not Resuscitate)

4. Persiapan

1. Alat dan Obat -

Sumber Oksigen (Sentral atau Tabung)

-

Mesin suction/aspirator (1 buah)

-

Monitor standar

-

Selang suction sesuai ukuran pasien (2 buah)

-

Oropharyngeal airway (1 buah) atau nasopharyngeal airway sesuai ukuran pasien

-

Laringoskop (1 buah) sesuai ukuran pasien

-

Jackson Rees (1 buah) atau Ambu Bag (Bag Valve Mask)

-

Kanul vena 16 GA (1 bh) untuk persiapan krikotiroidektomi

-

Anesthesia Respiratory Face Mask

-

Sulfast atropin 0,25 mg (4 ampul)

-

Handschoen steril 2 pasang.

-

Lidokain 2 % (2 ampul)

27

-

Analgesik kuat, obat sedasi/anestesi

-

Larutan kloretil

2. Dokter : -

Memberikan informasi kepada keluarga mengenai rencana tindakan manajemen jalan napas dan kemungkinan pemasangan ventilator serta resiko yang dapat terjadi.

-

Mencuci tangan, memakai handschoen steril dan memakai masker sebelum tindakan

5. Prosedur Tindakan

1. Lakukan ventilasi positif dengan Ambu Bag atau Jackson Rees dan Anesthesia Respiratory Face Mask selama 1 menit dengan atau tanpa oro-/nasopharyngeal airway sambil asisten melakukan Sellick Maneuver pada artilago krikoid 2. Identifikasi membrane krikoid, lalu desinfeksi dengan larutan yang mengandung kloretil 3. Punksi membran krikoid dengan spoit dan kanul vena 16 GA, lalu aspirasi. Adanya udara berarti intratrakea. Bila pasien dalam keadaan sadar ditandai juga dengan respon reflex batuk 4. Bila pasien tidak kooperatif atau ada masalah jantung dan intrakranial intubasi harus difasilitasi dengan: -

Analgesik kuat : fentanyl 1-4 mcg/kgBB

-

Sedasi kuat : propofol 1-2 mg/kgBB

-

Anestesi lokal Intrakrikoid : Lidokain 2% 20-40 mg

6. Pasca Prosedur Tindakan

1.

Sambungkan jarum cricothyrotomy

2.

Bila pasien memerlukan ventilator dan intubasi endotracheal tindak mungkin dilakukan, konsultasi ke Dokter Spesialis Bedah untuk tindakan tracheostomy

3.

Observasi ketat saturasi oksigen dan hemodinamik

4.

Pemeriksaan photo thoraks untuk evaluasi pasca

28

tindakan (jika memungkinkan). 7. Tingkat Evidens

IV

8.

Tingkat Rekomendasi

C

9.

Penelaah Kritis

10. Indikator Prosedur Tindakan 11. Kepustakaan

1. dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes, SpAn 90 % pasien yang dilakukan airway management berhasil tertangani tanpa komplikasi. 1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange Medical Books; 2013. p.1452-96. 2. McLean B, Zimmerman JL, Airway Management. In: Fundamental Critical Care Support. 4th Edition. USA: Society of Critical Care Medicine; 2012. p.2-1 -2-17 3. Kacmareck RM, Hess DR. Mechanical Ventilation For The Surgical Patient. In: Longnecker DE, Brown DDL, Newman MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York: Mc Graw Hill; 2008. p.2072-91.

29

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN SMF ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI RSUD TN. RONDAHAIM KABUPATEN SIMALUNGUN 2017 – 2019 MECHANICAL VENTILATION (VENTILASI MEKANIK) ICD 9 : 93 : 90; 96.70; 96.71; 96.72 1. Pengertian (Definisi)

Tindakan pemberian tunjangan ventilasi mekanik pada pasien yang mengalami gagal nafas atau memerlukan sokongan ventilator hingga penyapihan (weaning) sambil mencegah ventilator-induced lung injury (VILI) dan toksisitas oksigen

2. Indikasi

1.

Gangguan ventilasi 



Disfungsi otot pernapasan -

Kelelahan otot pernapasan

-

Abnormalitas dinding dada

-

Penyakit neuromuskuler

Penurunan respiratory drive (pada pasien dengan masalah otak)



Peningkatan resistensi jalan napas/dan atau obstruksi (termasuk akibat lidah jatuh ke belakang)

2.

3.

Gangguan Oksigenasi 

Hipoksia refrakter



Kebutuhan akan positive end-expiratory pressure



Work of breathing yang berlebihan

Perlu sedasi dan/atau pelumpuh otot untuk mempertahankan pasien dalam keadaan terventilator dalam kurun waktu tertentu, demi mencegah masalah jantung dan otak akibat stress pembedahan

4.

Fasilitasi penurunan konsumsi oksigen miokardium atau sistemik. Seperti pada pasien dengan

30

hemodinamik tidak stabil atau menggunakan vasopressor dosis tinggi : (Dopamin < 5 mcg/kg, Dobutamin > 7,5 mcg/Kg atau Norepinefrin < 0,25 mcg/kg. 5.

Hiperventilasi pada kasus peningkatan tekanan intrakraial (TIK)

6.

Fasilitasi ventilasi pasien dengan anestesi umum yang menerima pelumpuh otot atau anestesi dalam

7.

Tunjangan ventilasi pasien pasca bedah dengan napas yang tidak adekuat

3. Kontra Indikasi

4. Persiapan

1.

Keluarga pasien menolak

2.

Pasien DNR (do not resuscitate)

1. Pasien : - Pastikan terdapat akses vena yang lancar 2. Atau jika pasien dengan hemodinamik tidak stabil 3. Alat : -

Peralatan intubasi intubasi (lihat PPK Intubasi Endotracheal)

-

Selang suction (1 buah) dan mesin suction/aspirator

-

Handschoen steril 2 pasang

-

Ventilator breathing circuits (corrugate tubing) sesuai ukuran pasien

-

Ventilator

-

Aquades humidifier ventilator

-

Oksigen

-

NGT 1 buah sesuai ukuran pasien

4. Dokter : -

Memberikan informasi kepada keluarga mengenai rencana aplikasi ventilator dan resiko yang dapat terjadi

-

Mencuci tangan, memakai handschoen, dan masker sebelum melakukan tindakan

31

5. Prosedur Tindakan

1.

Ventilai mekanik terdiri dari non-invasif dan invasif. Non-nvasif menghubungkan ventilasi mekanik dengan pasien melalui fasilitasi anesthesia respiratory face mask dan mencakup mode : PSV (pressure support ventilation), CPAP (Continuous Positive Airway Pressure). Invasif menghubungkan pasien dengan ventilasi mekanik melalui intubasi ETT (endotracheal tube),LMA (laryngeal mask airway), atau tracheostomy tube. Metode invasif mencakup beberapa mode, antara lain : CMV (Continuous Mandatory Ventilation), PSV (Pressure Support Ventilation), SiMV (Synchronized intermittent mandatory ventilation ), Pressure control atau Pressure support.

2.

Sambungkan ventilator dengan sumber oksigen 100 % (ICD 9 : 3:96)

3.

Sambungkan face mask NIV atau ETT/LMA/tracheostomy tube yang telah terpasang dengan ventilator (lakukan prosedur intubasi ETT/LMA atau konsul ke Ahli Bedah untuk tracheostomy bila perlu)

4.

Tentukan mode awal beserta komponen setiap mode ventilator

5.

Jalankan sedasi melalui syringe pump (lihat PPK Sedasi dan Analgesia). Sesuaikan derajat sedasi dengan mode ventilator. Kadang-kadang diperlukan pelumpuh otot pada mode kontrol.

6.

Lakukan evaluasi kesiapan pasien untuk weaning dari ventilator etiap hari

7.

Pasang Naso Gastric Tube/NGT (ICD 9 : 96.34) untuk fasilitasi penilaian status lambung dan nutrisi enteral

8.

Pasang kateter urine (ICD 9 : 57.94) untuk penilaian perfusi ginjal dan balance cairan

9.

Ekstubasi ETT atau LMA di rencanakan dilakukan ekstubasi ketika RSBI < 100 dan hemodinamik stabil.

32

Bila setelah ekstubasi, terjadi gangguan napas atau hemodinamik, maka harus dilakulan reintubasi. 10. Lakukan suctioning jalan nafas, pastikan bebas dari sekret dan lendir secara intensif (ICD 10 : Z99.0) 6. Pasca Prosedur

1.

Tindakan

Observasi ketat hemodinamik, saturasi oksigen, dan pernapasan

2.

Pemeriksaan thoraks untuk evaluasi pasca tindakan (jika memungkinkan).

7. Tingkat Evidens

IV

8.

Tingkat Rekomendasi

C

9.

Penelaah Kritis

10. Indikator Prosedur Tindakan 11. Kepustakaan

1. dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes, SpAn 90 % pasien yang dilakukan ventilasi mekanik berhasil tertangani tanpa komplikasi. 1.

Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange Medical Books; 2013. p.1452-96.

2.

Kacmareck RM, Hess DR. Mechanical Ventilation For The Surgical Patient. In: Longnecker DE, Brown DDL, Newman MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York: Mc Graw Hill; 2008. p.2072-91.

3.

McLean B, Zimmerman JL, Mechanical Ventilation. In: Fundamental Critical Care Support. 4th Edition. USA: Society of Critical Care Medicine; 2012. p.5-1 - 5-26

33

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN SMF ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI RSUD TN. RONDAHAIM KABUPATEN SIMALUNGUN 2017 – 2019 Weaning (Penyapihan) dari Ventilator ICD9CM:93.90 1. Pengertian (Definisi) 2. Indikasi

Tindakan pelepasan bantuan ventilasi mekanik. 1.

Penyebab dasar gagal nafas telah teratasi.

2.

Perbaikan fungsi respirasi dan hemodinamik.

3. Kontra Indikasi

1.

Tidak Ada

4. Persiapan

1.

Pasien : -

Pastikan sedasi telah dihentikan dan tidak ada lagi efek pelumpuh otot

-

Pastikan saturasi > 93%

-

Pastikan adanya perbaikan fungsi nafas

-

Pasien mampu bernafas spontan dan adekuat

-

Kesadaran pasien GCS>13.

-

Pasien telah lepas atau menggunakan dosis rendah vasopressor (Dopamin 180 mmHg atau < 90 mmHg

-

Agitasi, berkeringat, gelisah

-

RR/TV > 105

Menandakan pasien belum dapat weaning dari ventilasi mekanik. Jika tanda ini tidak ada, dan pasien dapat batuk secara efektif, dapat dilakukan ekstubasi. 5.

Lakukan suctioning jalan nafas, pastikan bebas dari sekret dan lendir sebelum dilakukan ekstubasi (ICD 10 : Z99.0)

6. Pasca Prosedur

1.

Tindakan

Observasi ketat hemodinamik, pernapasan, dan sturasi oksigen

2.

Terapi oksigen dengan O2 lewat masker NRM

3.

Tetap siap jika dibutuhkan tindakan intubasi ulang

7. Tingkat Evidens

IV

8.

Tingkat Rekomendasi

C

9.

Penelaah Kritis

10. Indikator Prosedur

dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes, SpAn 90 % dari pasien yang di sapih dari ventilator berhasil tanpa

35

Tindakan 11. Kepustakaan

komplikasi. 1.

Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange Medical Books; 2013. p.1452-96.

2.

Kacmareck RM, Hess DR. Mechanical Ventilation For The Surgical Patient. In: Longnecker DE, Brown DDL, Newman MF, Zapol WM, editors. Anesthesiology. New York: Mc Graw Hill; 2008. p.2072-91.

3.

McLean B, Zimmerman JL, Mechanical Ventilation. In: Fundamental Critical Care Support. 4th Edition. USA: Society of Critical Care Medicine; 2012. p.5-1 5-26

36

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN SMF ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI RSUD TN. RONDAHAIM KABUPATEN SIMALUNGUN 2017 – 2019 TERAPI CHALLENGE TEST CAIRAN DENGAN FASILITASI CENTRAL VENOUS PRESSURE MONITORING (ICD 9 : 38.39; 89.62) 1. Pengertian (Definisi)

Penilaian status volume di intravaskuler

2. Indikasi

Pencegahan hipervolemi & hipovolemi yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas

3. Kontra Indikasi 4. Persiapan

Tidak Ada 1. Pasien : - Pastikan CVC (central venous catheter) telah terpasang 2. Alat dan Bahan -

Monitor CVP (Manual atau Real Time)

-

Cairan Kristaloid

3. Dokter : -

Memberikan informasi kepada keluarga mengenai rencana tindakan challenge test

-

Mencuci tangan, memakai handschoen dan masker sebelum melakukan tindakan

5. Prosedur Tindakan

1.

Bila nilai CVP (Central venous Presssure (ICD 9 : 89.62) < 8 cmH2O → loading cairan 200 cc

2.

Bila nilai CVP diantara 8 – 13 cmH2O → loading cairan kristaloid 100 cc

3.

Bila nilai CVP > 13 cmH2O → loading 50 cc Setelah 10 menit, lakukan penilai ulang nilai CVP < 2 → Hipovolemi 2-5 → Normovolemi > Hipervolemi

37

Challenge test cairan dilakukan untuk menjaga nilai CVP dalam kisaran 8 – 12 mmHg, atau 12 – 15 mmHg jika dengan ventilator (1 cmH2O = 0,7 mmHg; 1 mmHg = 1,3 cmH2O 6. Pasca Prosedur

1.

Tindakan

Observasi ketat hemodinamik (Tekanan Darah, Laju Jantung, CVP)

7. Tingkat Evidens

IV

8.

Tingkat Rekomendasi

C

9.

Penelaah Kritis

10. Indikator Prosedur Tindakan 11. Kepustakaan

dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes, SpAn 90 % pasien yang dilakukan challenge test cairan berhasil tertangani tanpa komplikasi. 1.

Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange Medical Books; 2013. p.1452-96.

38

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN SMF ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI RSUD TN. RONDAHAIM KABUPATEN SIMALUNGUN 2017 – 2019 SEDASI DAN ANALGESIA DI ICU 1. Pengertian (Definisi)

Pemberian obat-obat sedatif atau anestetik dan analgesik kuat yang hanya boleh diberikan di unit perawatan intensif

2. Indikasi

1) Mencapai analgesia dan anxiolysis yang adekuat sebagai salah satu target manajemen primer di ICU 2) Hipertensi dan takikardi 3) Peningkatan konsumsi oksigen miokardium dan serebral 4) Erosi gaster 5) Hipertensi intrakranial 6) Peningkatan katabolisme 7) Delirium 8) Fasilitasi pasien dengan ventilator 9) Fasilitasi prosedur invasif di ICU

3. Kontra Indikasi 4. Persiapan

Shock (untuk pemberian propofol) 1. Pasien : - Pastikan jalur intravena terpasang 2. Alat dan Bahan -

Propofol 2% 50-100 cc atau propofol 1% 6 ampul

-

Midazolam 15 mg 5 ampul atau midazolam 5 mg 15 ampul

-

Fentanyl 500 mcg 2 ampul atau fentanyl 100 mcg 10 ampul

-

Morphine 5 ampul

-

Haloperidol 3 ampul

-

Rocuronium 10 ampul

-

Threeway minimal 4 buah

-

Perfussor Line minimal 4 buah

39

-

Spoit Disposible 50 cc 4 buah

-

Infuse Pump minimal 4 buah

-

NaCl 0,9% dan Dextrosa 5% sebagai larutan pelarut obat

3. Dokter : -

Memberikan informasi kepada keluarga mengenai rencana tindakan challenge test

-

Mencuci tangan, memakai handschoen, dan memakai masker sebelum tindakan

5. Prosedur Tindakan

1.

Pasien yang tersedasi harus menerima oksigen (ICD 9 : 93.96)

2.

Isi spoit 50 cc dan encerkan sesuai dengan obat sedasi/analgesia yang akan diberikan

3.

Sambungkan Spoit 50 cc ke perfussor line dan threeway ke jalur intravena pasien

4.

Jalankan syiringe pump dengan kecepatan sesuai dosis obat sedasi : -

Propofol : bolus awal 1-2 mg/kgBB, rumatan 30-50 mg/jam (pilihan pertama sedasi di ICU, dapat dikombinasi dengan fentanyl/morphine dengan atau tanpa pelumpuh otot)

-

Midazolam : bolus awal 0,08-1 mg/kgBB, rumatan 0,6-6 mg/jam (pilihan kedua sedasi di ICU bila kontraindikasi propofol, dapat dikombinasi dengan fentanyl/morphine dengan atau tanpa pelumpuh otot)

-

Fentanyl : bolus awal 0,5-1 mg/kgBB, rumatan 20 – 200 mcg/jam (pilihan pertama analgesic di ICU, dapat dikombinasi dengan propofol atau midazolam)

-

Morphine : bolus awal 0,5-2 mg, rumatan 0,1-1 mg/kgBB/jam

-

Haloperidol 0,5-2,5

40

5.

Rocuronium 10 ampul

Evaluasi skor sedasi Ramsey setiap jam : -

Ramsey 1 : Sadar, gelisah dan agitasi

-

Ramsey 2 : Sadar, kooperatif, orientasi baik, tenang

-

Ramsey 3 : Sadar, responsif ke perintah saja

-

Ramsey 4 : Tidur, respon cepat terhadap tap glabellar ringan atau stimulus suara keras

-

Ramsey 5 : Tidur, respon cepat terhadap tap glabellar ringan atau stimulus suara keras

-

Ramsey 6 : Tidak ada respon terhadap tap glabellar ringan atau stimulus suara keras

6. Pasca Prosedur

1.

Tindakan

Observasi ketat hemodinamik (Tekanan Darah, Laju Jantung) dan Skor Sedasi

2.

Persiapan penghentian sedasi dan analgesia setiap hari bila tidak perlu lagi

7. Tingkat Evidens

IV

8. Tingkat Rekomendasi

C

9. Penelaah Kritis

1.

10. Indikator Prosedur

90 % pasien yang dilakukan challenge test cairan berhasil

Tindakan 11. Kepustakaan

dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes, SpAn

tertangani tanpa komplikasi. 1.

Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Critical Care. In: Clinical anesthesiology. 5th Edition. New York: Lange Medical Books; 2013. p.1452-96.

41

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PROSEDUR TINDAKAN SMF ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI RSUD TN. RONDAHAIM KABUPATEN SIMALUNGUN 2017 – 2019 TERAPI EARLY GOAL DIRECTED THERAPY (EGDT) 1. Pengertian (Definisi)

Penatalaksanaan dini dalam 6 jam pada pasien yang masuk dengan kriteria SIRS dan SBP < 90 mmHg sejak pasien masuk ke Instalsi Rawat Intensif.

2. Indikasi

3. Kontra Indikasi 4. Persiapan

1.

Pasien SIRS

2.

Pasien Sepsis

Tidak Ada 1. Pasien : - Pastikan CVC (central venous catheter) telah terpasang 2. Alat dan Bahan -

Monitor CVP (Manual atau Real Time)

-

Cairan Kristaloid

3. Dokter : Memberikan informasi kepada keluarga mengenai rencana tindakan EGDT 5. Prosedur Tindakan

1.

Resusitasi cairan dengan kristaloid dan koloid sejak 6 jam pertama jika CVP < 8 mmHg.

2.

Berikan Suplemen O2 dengan NRM 6-8 Lpm

3.

Intubasi dan pemasangan ventilator mekanik dengan menggunakan sedasi, pelumpuh otot atau keduanya (bila perlu)

4.

Pemasangan CVC

5.

Pertahankan MAP antara 65 – 90 mmHg dengan obat vasoaktif (bila perlu) atau inotropik. Vasopressor (ICD 10 : 00.17) dan inotropik dikurangi atau dihentikan bila MAP < 65 mmHg atau HR > 120 x/mnt

6.

Bila Ht< 30%, transfusi PRC sampai Ht ≥ 30% (ICD 9

42

:99.04) 7.

Bila saturasi oksigen