Pedoman Pelayanan Mcu Terbaru [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

PEDOMAN PELAYANAN UNIT MEDICAL CHECK UP

RUMAH SAKIT MITRA MEDIKA PONTIANAK 2017

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pelayanan medical check up adalah salah satu bentuk dari pelayanan kedokteran. Karena tingginya biaya perawatan pasien yang kompleks maka diperlukan suatu fasilitas yang bisa memberikan pengobatan yang adekuat dengan biaya yang lebih sedikit dan lebih sedikit intervensi. Bentuk pelayanan ini akan mengurangi pengeluaran biaya rumah sakit pasien dengan adanya diagnosis awal dan pengobatan dini. Tujuan dari pelayanan medical check up adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien secara berkala melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan.(standart pelayanan Rumah sakit, dirjen yanmed depkes RI thn 1999). Sedangkan Fungsi dari pelayanan medical check up adalah sebagai tempat konsultasi, pemeriksaan fisik maupun penunjang (laboratorium dan radiologi) oleh dokter yang disediakan untuk pasien agar dapat dilakukan pencegahan untuk penyakit atau memutuskan rantai perjalanan penyakit sampai dilakukannya suatu pengobatan. Medical check up juga berfungsi sebagai tempat untuk penemuan diagosis dini, yaitu tempat pemeriksaan pasien pertama dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut dalam tahap pengobatan penyakit. B. Tujuan a. Memberikan pelayanan Medical Check Up yang efektif, dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pemeriksaan. b. Mengetahui sedini mungkin kondisi kesehatan pada pasien serta mencegah berkembangnya suatu kelainan atau penyakit.

C. Ruang Lingkup Ruang lingkup pelayanan Unit Medical Check Up Rumah Sakit Mitra Medika meliputi: 1. Unit laboratorium 2. Unit radiologi

3. Unit rekam medis 4. Pendaftaran 5. Kasir D. Batasan Operasional Untuk lebih mengarahkan pemahaman dibuat batasan istilah penting yang terkait dengan kerangka pelayanan Unit Medical Check Up. 1. Rumah Sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. 2. Rumah sakit Tipe C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. 3. Unit Medical Check Up adalah bagian pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan pencegahan, konseling dan pengobatan terhadap pasien sesuai dengan jam pelayanan medical check dimana dalam pelayanannya terkait dengan kegiatan penunjang lain seperti laboratorium, radiologi dan farmasi.

E. Landasan Hukum Penyelenggaraan pelayanan Rawat Jalan Rumah Sakit Mitra Medika sesuai dengan: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 2. Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten/Kotamadya 4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1091/2004 5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 228/2003

BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia 1. Kualifikasi Tenaga Dokter di Unit Medical Check Up Rumah Sakit Mitra

Medika adalah Dokter Umum, Dokter Gigi Menggunakan jasa pelayanan dokter tetap dan Dokter Spesialis menggunakan jasa Pelayanan dokter di luar Rumah Sakit (konsultan). 2. Kualifikasi Tenaga perawat di Unit Medical Check Up Rumah Sakit Mitra

Medika adalah tenaga perawat di Unit Medical Check Up Rumah Sakit Mitra Medika yang berpengalaman di bidang paramedik.

B. Distribusi Ketenagaan Dalam pelayanan Medical Check Up perlu menyediakan sumber daya manusia yang

kompeten,

cekatan

dan

mempunyai

kemampuan

sesuai

dengan

perkembangan teknologi sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal, efektif, dan efisien. Atas dasar tersebut di atas, maka perlu kiranya menyediakan, mempersiapkan

dan

mendayagunakan

sumber-sumber

yang ada.

Untuk

menunjang pelayanan Rawat Jalan di unit Medical Check Up, maka dibutuhkan tenaga dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan perawat yang mempunyai pengalaman, keterampilan dan pengetahuan yang sesuai. Nama

Pendidikan

Sertifikat

Jumlah

Tenaga

Kebutuhan

Yang Ada

Sertifikat Hiperkes

1

1

Cukup

Sertifikat Hiperkes

2

2

Cukup

Minimal S1 Keperawatan

1

2

Kurang 1

Minimal S1 Akuntansi

1

1

Cukup

Jabatan Koordinator MCu

Dokter

Dokter

Dokter

Pelaksana

Umum

Umum

Keterangan

MCU Perawat

S1

MCU

Keperawatan

Admin MCU

S1 Akuntansi

C. Pengaturan Dinas Pengaturan jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan bagi perawat dan bidan untuk melaksanakan tugas pelayanan di Unit Medical Check Up Rumah Sakit Mitra Medika. Pelayanan hanya 1 shift yaitu pukul 07.00-14.00 WIB.

BAB III STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan

B. Standar Fasilitas Luas Ruangan

Kebutuhan fasilitas

No

Nama Ruangan

Fungsi Ruangan

1.

R.Tunggu

TV, meja, kursi

2.

R. VIP

Ruang dimana keluarga atau pengantar pasien menunggu , dengan jumlah kursi sesuai dengan aktivitas pelayanan Ruang dimana pasien VIP menunggu

3.

R.Nurse Station

Ruang untuk melakukan Sesuai perencanaan, kebutuhan pengorganisasian dan pelayanan keperawatan, pengaturan alur dan evaluasi pasien.

Meja, kursi, telepon/intercom, komputer, tensimeter, stetoskop, timbangan, pengukur tinggi badan, wastafel, printer dll.

4.

R. Makan

Ruang pasien.

tempat

makan

Kursi dan makan

5.

R. Ganti

Ruang tempat berganti pakaian.

pasien

Gantungan baju, Bucket pakaian kotor, kaca, loker pakaian.

6.

R. Konsultasi

Ruang konsultasi pasien

Sesuai kebutuhan

7.

Toilet Petugas/pasien

Kamar mandi/Kloset

Kloset,wastafel, Pria/wanita masing2, luas 2-3m2

TV, sofa, dispenser, wastafel, meja tamu

meja

Lemari atau rak, tempat tidur pasien, EKG, Treadmil, Otoscope, Stetoscope, Snellen Chart, Ishihara Book, Sofa, kursi, Spirometri, Audiometri, dll.

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN

1. Pasien medical check up diharuskan menunjukkan KTP yang masih berlaku di bagian administrasi pendaftaran rawat jalan dan memilih paket medical check up sesuai dengan keinginan pasien. 2. Pasien

yang

menggunakan

jaminan/asuransi

perusahaan

diharuskan

menunjukkan kartu kesertaan / surat jaminan. 3. Setelah pendaftaran di administrasi, pasien membayar ke kasir kemudian melakukan pemeriksaan penunjang medis (laboratorium, radiologi, dll) sesuai dengan paket yang dipilih. 4. Setelah melakukan pemeriksaan penunjang medis, pasien akan diantar ke unit medical check up untuk menunggu hasil dari pemeriksaan penunjang medis yang telah dilakukan. 5. Setelah semua hasil medical check up sudah ada, pasien akan berkonsultasi ke dokter medical check up untuk dilakukan pemeriksaan fisik serta penjelasan tentang hasil dari medical check up. 6. Setelah semua selesai, hasil akan diketik dan diserahkan kepada pasien dalam bentuk laporan medical check up.

ALUR MEDICAL CHECK UP Terlampir

BAB V LOGISTIK

A. PENGERTIAN Logistik adalah suatu ilmu pengetahuan/seni yang disertai dengan sebuah proses mengenai penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan serta penghapusan terhadap barang-barang atau alat-alat tertentu. Logistik pada unit MCU meliputi alat kesehatan, bahan habis pakai, linen, formulir rekam medis dan alat tulis. Dengan adanya logistik ini diharapkan tidak adanya hambatan dalam pelayanan pasien dan pelayanan dapat berkesinambungan secara terus menerus.

B. TUJUAN 1. Terciptanya pelayanan yang berkesinambungan. 2. Meningkatnya efisiensi dan efektifitas pelayanan pasien. 3. Tersedianya logistik yang tertata rapi dan dapat dipertanggungjawabkan.

C. TATA LAKSANA Penatalaksaan logistik sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit berupa : 1. Prosedur pemesanan logistik. 1) Koordinator unit MCU melakukan pemesanan melalui sistem informasi terpadu atau melalui formulir pemesanan barang. 2) Pihak logistik melakukan verifikasi dan menyetujui pemesanan, kemudian menghubungi unit terkait pemesanan (gudang farmasi, logisitik, dan purchasing) 3) Unit terkait pemesanan menghubungi ruang MCU bila barang telah tersedia. 2. Pengambilan logistik. 1) Admin MCU mengambil barang-barang yang telah dipesan pada hari yang telah dijadwalkan oleh RS mitra medika sesuai dengan unit yang terkait.

2) Alat kesehatan yang melewati purchasing akan diantar oleh petugas purchasing ke unit MCU untuk selanjutnya diserah terimakan ke koordinator unit MCU. 3. Penyimpanan logistik. 1) Bahan habis pakai disimpan di lemari yang terletak di gudang unit MCU. 2) Linen diletakkan di lemari. 3) Alat kesehatan diletakkan sesuai dengan tempat yang telah disediakan sesuai dengan kegunannya. 4) Formulir rekam medis diletakkan di rak susun di nurse station.

BAB VI KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan

B. Tujuan 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit 2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat 3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit 4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan. C. Tata Laksana Keselamatan Pasien Program keselamatan pasien (patient safety) dikelola oleh Panitia KPRS (Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sesuai sistematika program yang telah ditetapkan oleh panitia KPRS, maka tatalaksana bidang Keselamatan Pasien mengacu pada hal tersebut dengan metode dan uraian sebagai berikut : 1. 7 Standar Keselamatan Pasien yaitu : 1. Hak pasien; 2. Mendidik pasien dan keluarga; 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan; 4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien; 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien; 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien; 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. 2. 7 Langkah menuju Keselamatan Pasien yaitu : 1. Bangun kesadaran akan Nilai Keselamatan pasien 2. Pimpin dan dukung seluruh Karyawan 3. Integrasikan aktivitas pengelolaan Risisko 4. Kembangkan sistem pelaporan 5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien 7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

Sedangkan aplikasi program ”Patient Safety” pada pelayanan di Unit Hemodialisa meliputi 9 (sembilan) solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yaitu : 1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip ( Look-alike, Sound-alike medication names); 2. Pastikan identifikasi pasien; 3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien; 4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar; 5. Kendalikan cairan elektrolit pekat; 6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan; 7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang; 8. Gunakan alat injeksi sekali pakai; 9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

BAB VII KESELAMATAN KERJA Pengelolaan sistem Keselamatan Kerja di Unit Hemodialisa RS Mitra Medika mengacu pada buku “Pedoman Umum Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana“ yang disusun oleh K3 (Keselamatan Kerja Karyawan) RS Mitra Medika sedangkan uraian hal dimaksud adalah sebagai berikut :

PEDOMAN PELAKSANAAN KESELAMATAN KERJA Di dalam Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja ini dicakup pedoman pelaksanaan tentang Keselamatan Kerja itu sendiri, Keselamatan Kerja dan Keselamatan Rumah Sakit.

A. Keselamatan Kerja Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor lingkungan kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam suatu proses produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana dalam melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja. Faktor-faktor lingkungan kerja di RS Mitra Medika terdiri dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan kerja, gangguan kesehatan bahkan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja. a. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit adalah ; 1) Iklim kerja Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban udara, suhu radiasi, kecepatan gerakan udara dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas dari seseorang. Bila melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor. KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44, maka akan mengakibatkan berbagai kelainan fisik dan fisiologis. Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan sebagai berikut: a) Terhadap lingkungan kerja (1)

Menyempurnakan sistem ventilasi

(2)

Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi memperkecil panas radiasi

(3)

Menyediakan tempat istirahat yang cukup

(4)

Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang memberikan sumber panas

(5)

Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan tenaga kerja

b) Terhadap tenaga kerja (1)

Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi syarat artinya cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja

(2)

Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah dianjurkan dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi tinggi dianjurkan dengan pakaian kerja dengan tertutup seluruh permukaan kulit dan berwarna putih

(3)

Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan panas apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit cardio-vasculer

c) Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin (1)

Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang tidak terlalu besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu dingin

(2)

Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian pelindung

(3)

Memperbesar E req dengan menaikan metabolisme melalui pem-berian makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu meningkatkan aktivitas

2) Kebisingan Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan bising mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan yang tidak menghi-langkan daya dengar, tetapi mengganggu konsentrasi/ketenangan. Biasanya tingkat kebisingan rendah dan suaranya tidak keras. Sedangkan bising yang menyebabkan kehilangan daya dengar, yaitu kebisingan yang menyebabkan ketulian pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB) telah diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44. Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja seperti : a) b) c) d) e)

Gangguan Fisiologis Gangguan Tidur Gangguan Komunikasi Gangguan Psikologis Gangguan Pendengaran

Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengurangi tingkat dan atau lamanya pemaparan, secara garis besar usaha-usaha yang dapat ditempuh dengan cara :

a) Pengendalian secara teknis (1)

Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya memasang peredam pada tempat-tempat sumber bising

(2)

Merawat mesin-mesin secara teratur

(3)

Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada yang goyang

b) Pengendalian secara administratif Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur waktu pemaparan yaitu tidak berada dilingkuan kerja yang mempunyai kebisingan dengan intensitas melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) c) Pengendalian secara medis (1)

Pemeriksaan sebelum bekerja

(2)

Pemeriksaan berkala

d) Penggunaan alat pelindung diri (1) Ear muff (tutup telinga) (2) Ear plug (sumbat telinga) 3) Pencahayaan Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta tidak menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan atau design dari pemasangan lampu ruangan kerja. Intensitas cahaya dinyatakan dalam satuan “Lux” yaitu satuan penerangan atau pencahayaan per m2 nya jatuh arus cahaya sebesar satu lumen. Standart intensitas pencahayaan di tempat kerja diatur dalam Peraturan Menteri Perburuan (PMP No.7 th 1964) tentang syarat-syarat kebersihan di tempat kerja dan intensitas pencahayaan dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44. Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan : a) b) c) d)

Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata Kerusakan indra mata Meningkatnya terjadinya kecelakaan

Pengendalian bahaya fisik akibat Intensitas cahaya a) Membersihkan secara rutin instalasi penerangan termasuk lampunya b) Secepatnya

mengganti lampu-lampu yang rusak

dan

memperbaiki

instalasi

penerangan

dan

c) Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari diupayakan agar jendela

tempat jalannya masuk sinar matahari tidak terhalang atau tertutup d) Penambahan penerangan lokal apabila penerangan umum tidak mencukupi

untuk jenis pekerjaan-pekerjaan tertentu

4) Getaran Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya terjadi karena mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan suatu motor dapat menghasilkan suatu getaran yang akan diteruskan ke tubuh tenaga kerja yang mengoperasikannya. Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51 /MEN/1999, Keputusan Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.64.44 dan menurut Internasional Standar Organisation (ISO,1979) batas aman bagi kesehatan, yaitu getaran paling kecil yang dapat mengganggu kesehatan adalah 14 mm/detik. Pengaruh dari getaran adalah: a) Menggangu kenyamanan kerja b) Mempercepat terjadinya kelelahan c) Membahayakan kesehatan

Pengendalian bahaya fisik akibat Getaran a) Isolasi sumber getaran b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap getaran, diselingi dengan waktu

istirahat yang cukup d) Melengkapi peralatan mekanis yang dapat menahan atau menyerap getaran e) Merawat mesin secara rutin

5) Gelombang Radiasi Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan kemajuan tek-nologi yang sangat pesat sekarang ini. Radiasi gelombang elektromagnetik terdiri dari radiasi yang mengion dan radiasi yang tidak mengion, seperti gelombang-gelombang mikro, sinar laser, sinar tampak (termasuk sinar dari layar monitor), sinar infra red, sinar ultra violet. Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan . Pengaruh dari pada radiasi adalah: a) Menyebabkan kemandulan b) Menyebabkan mutasi gen c) Menyebabkan berbagai penyakit mata d) Menyebabkan iritasi kulit

Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi a) Isolasi sumber radiasi b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol

c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap radiasi, diselingi waktu istirahat yang

cukup d) Menggunakan alat pelindung diri e) Merawat mesin secara rutin dan Pemberian makanan tambahan

b. Faktor Kimia di lingkungan Rumah sakit Pada dasarnya bahan kimia berpotensi untuk menimbulkan kecelakaan atau penyakit. Bahan kimia penyebab kecelakaan pada umumnya bersifat mudah terbakar (flammable); atau mudah meledak (eksplosive); atau cepat bereaksi dengan bahan lain (reaktif); atau berupa senyawa asam yang kuat dan pekat (korosif) atau senyawa basa kuat (kaustik); atau bisa juga berupa “gas asphyxiant” yaitu gas yang sangat banyak memenuhi suatu ruangan membuat kadar oksigen menjadi sangat rendah (kurang dari 9 %) sehingga orang sulit bernapas dan lemas. Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat irritant terhadap kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan radang/ infeksi; atau menimbulkan efek sistemik yaitu tidak menimbulkan efek lansung pada bagian tubuh yang terpapar(kulit,mata atau saluran pernapasan) melainkan memberi efek pada organ-organ yang berada di dalam tubuh, seperti system syaraf pusat (SSP), ginjal, alveoli, darah, janin dll. Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja telah diatur dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Nomor : SE – 01 /MEN/1997 tanggal 16 Oktober 1997. Faktor kimia dilingkungan kerja rumah sakit terdapat banyak diruang ruang seperti : 1) Laboratorium (bahan kimia, gas untuk pemeriksaan) 2) Ruang Operasi (Gas Anastesi,cairan pencuci hama dll) 3) Ruang Intensive Care (Cairan anti septic, Gas dll) 4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan pembersih alat) 5) Bagian Farmasi (bahan kimia, obat dll) 6) Ruang Sterilisasi (Gas, Cairan anti septic dll) 7) Ruang Pencucian (Bahan kimia untuk mencuci) Pengendalian bahaya kimia 1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau bahan. 2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan disimpan dengan baik. Ruang penyimpanan sebaiknya terbuat dari bahan tahan api, mempunyai ventilasi yang cukup baik untuk mencegah terjadinya akumulasi gas-gas yang berbahaya. Suhu ruang penyimpanan juga harus disesuaikan, setiap kali harus diamati apakah kondisi ruang penyimpanan selalu bersih, tidak ada bocoran atau tumpahan zat kimia. 3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan kimia dari suatu tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat menimbulkan bahaya bila sampai terjatuh atau tumpah.

4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup dimana aliran udara masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan suhu ruang kerja juga harus diperhatikan. 5) Pemantauan secara berkala konsentrasi gas di ruangan yang dapat memapar pekerja 6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para pekerja harus diberikan pelatihan yang memadai agar dapat bekerja sesuai dengan Standart Operating Prosedur (SOP) yang berlaku. 7) Penggunaan alat pelindung diri 8) Pemeriksaan pra kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus terhadap pekerja c. Faktor-faktor Biologis di lingkungan Rumah sakit Dalam lingkungan rumah sakit terdapat berbagai macam penyakit yang di sebabkan oleh agent biologi atau Mikro organisme. Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut : 1) Kelompok Bakteri , misalnya: Streptococcus, Salmonella, Staphylococcus 2) Kelompok Virus, misalnya: HIV, HBV 3) Kelompok Jamur, misalnya: Blastomycetes, Actinomycetes 4) Kelompok Parasit, misalnya: Ancylostoma, Ascaris 5) Kelompok Ricketsia dan Chlamydia, misalnya: LGV, Psittacosis Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi dengan berbagai cara, misalnya: 1) Melalui saluran pernapasan 2) Melalui kontak kulit 3) Melalui saluran pencernaan 4) Melalui peredaran darah Bagian-bagian tubuh penderita yang dapat menjadi sumber penularan antara lain adalah : Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum Pengendalian bahaya biologi 1) Peningkatan pengetahuan dan kepedulian petugas kesehatan terhadap penyakit infeksi nosokomial 2) Protap untuk setiap pekerjaan dan tindakan 3) Prosedur pengelolaan spesimen (darah, urine, tinja, sputum, dan lainnya) 4) Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi peralatan medis, meja, lantai dan sebagainya 5) Isolasi pasien (penyakit khusus) 6) Sanitasi lingkungan Rumah Sakit 7) Pemeriksaan kesehatan berkala untuk petugas

8) Melaksanakan pengelolaan limbah rumah sakit 9) Pelatihan pengendalian Infeksi Nosokomial 10) Penggunaan alat pelindung diri 2. Pedoman Praktis Ergonomik Jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terus meningkat diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap masalah ergonomi di lingkungan pekerjaan. Pedoman Praktis Ergonomik dapat digunakan untuk mencari solusi prak-tis bagi peningkatan kondisi kerja dari sudut pandang ergonomi. Hal ini bertujuan untuk menyediakan alat yang tepat untuk meningkatkan kondisi lingkungan kerja, mencapai tingkat efisiensi serta tingkat keselamatan dan kese-hatan Kerja yang lebih baik. Pedoman praktis ergonomik mencakup semua masalah aspek utama dari ergonomi yang diperlukan di tempat kerja yang meliputi : a. Penyimpanan dan Penanganan Material b. Pencahayaan di Tempat Kerja c. Bangunan dan Lingkungannya d. Bahaya-bahaya Lingkungan Kerja e. Fasilitas Umum f. Peralatan Pelindung Diri

Hal-hal tersebut di atas sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah ergonomi sesuai situasi yang ada di lingkungan kerja setempat. a. Penyimpanan dan Penanganan Material 1) Jalur pengangkutan harus bebas hambatan dengan rambu-rambu yang jelas 2) Gang dan Koridor agar cukup lebar sehingga memungkinkan dilakukannya transportasi dua arah. 3) Jalur transportasi agar dalam kondisi yang baik, tidak licin dan bebas rintangan. 4) Buatlah “Jembatan” (turunan/tanjakan) dengan sudut kelandaian antara 5 – 8 % pada batas permukaan lantai yang berbeda pada jalur/jalan di ruang kerja. 5) Sempurnakan tata letak tempat kerja agar mengurangi gerakan material yang dibutuhkan. 6) Gunakan kereta dorong atau alat lain yang beroda untuk mengangkut material. 7) Gunakan rak beroda untuk mengurangi pekerjaan memuat maupun mem-bongkar. 8) Di tempat kerja, gunakan rak bersekat-sekat yang dapat menampung lebih banyak barang, agar mengurangi jumlah barang yang harus di pindah-pindahkan. 9) Gunakan alat bantu mekanis untuk mengangkat, menurunkan maupun memindahkan benda-benda yang berat.

10) Kurangi penanganan barang / material, dengan cara menggunakan alat-alat bantu. 11) Mengangkat / membawa barang yang berat, bagi barang menjadi beberapa bagian yang lebih ringan yang ditempatkan dalam kemasan, kotak, nampan dan lain-lain. 12) Buatkan pegangan khusus pada semua barang dalam kemasan atau kotak, dan lain-lain yang akan diangkat maupun dibawa, atau tentukan bagian yang dapat dijadikan pegangan. 13) Bila memindahkan barang secara manual (tanpa alat), usahakan sesedikit mungkin gerakan meninggikan atau merendahkan dari posisi ketinggian semula 14) Bila memindahkan benda-benda yang berat, lakukan secara mendatar dengan didorong atau ditarik, jangan diangkat maupun diturunkan 15) Sewaktu mengerjakan benda/barang, membawa, mengangkat dan sebagai-nya hindari gerakan membungkuk maupun memutar pinggang 16) Benda yang kita bawa agar selalu dirapatkan pada badan kita 17) Lakukan gerakan mengangkat dan menurunkan barang secara perlahan-lahan, dan hindarkan gerakan memutar pinggang ataupun membungkukkan badan 18) Bila kita mengangkat beban/benda panjang, tumpukan sebagian beban berat di atas bahu (dipikul), agar terjaga keseimbangan tubuh 19) Untuk menghindari kelelahan dan cedera tubuh, bagi mereka yang melaku-kan pekerjaan mengangkat beban berat, seyogyanya diselingi dengan pekerjaan-pekerjaan ringan 20) Sediakan dan tempatkan bak sampah pada posisi yang memudahkan penggu-naannya 21) Jalur-jalur keluar bangunan (untuk keadaan darurat), agar diberi tanda/ga-ris/tulisan yang jelas, serta harus bersih dari benda-benda yang dapat menghambat. b. Pencahayaan di tempat kerja 1) Tingkatkan pemanfaatan cahaya alami di siang hari 2) Jika ruang kerja memerlukan penambahan cahaya, berikan cat berwarna lembut pada dinding dan plafon 3) Penerangan harus selalu dinyalakan di mana para pekerja berada, misalnya di gang-gang, tangga dan lain-lain 4) Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar mereka dapat bakerja lebih efisien dan nyaman setiap saat 5) Sediakan penerangan khusus di tempat kerja untuk maksud pekerjaan pengawasan dan agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya lebih teliti 6) Untuk mengurangi cahaya yang menyilaukan secara langsung, pindahkan sumber cahaya atau pasang pelindung

7) Hilangkan permukaan-permukaan yang memantulkan cahaya dari sekitar tempat kerja untuk menghindarkan sinar pantulan yang menyilaukan 8) Pilihlah sistem pencahayaan yang memadai untuk pekerjaan yang memerlukan pengamatan dari jarak yang dekat serta dilakukan secara berulang-ulang 9) Bersihkan selalu jendela-jendela dan rawat selalu sumber-sumber penerangan c. Bangunan dan Lingkungannya 1)

Lindungi para pekerja dari hawa panas yang berlebihan dalam ruangan

2)

Lindungi tempat kerja dari hawa panas dan dingin yang berlebihan dari luar ruangan

3)

Pasanglah lapis penyekat atau isolasi pada sumber panas dan sumber dingin

4)

Pasanglah sistem pengaturan udara yang memadai sehingga para pekerja dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien

5)

Perbanyak penggunaaan sistem ventilasi kenyamanan udara di dalam ruang kerja

6)

Tingkatkan fungsi dan perawatan sistem ventilasi untuk memastikan tersedianya udara bersih di ruang kerja

alami

untuk

meningkatkan

d. Pengendalian Bahan-Bahan dan Subtansi yang Berbahaya 1)

Pasangkan sekat atau penutup pada bagian-bagian dari mesin-mesin yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi

2)

Untuk mengurangi kebisingan, rawatlah mesin mesin dan peralatannya yang terkait secara teratur

3)

Pastikan bahwa faktor kebisingan ditempat kerja tidak mempengaruhi faktor komunikasi, keselamatan serta efisiensi kerja

4)

Kurangi fakor getaran yang dapat mempengaruhi pekerja dalam usaha meningkatkan keselamatan, kesehatan dan efisiensi kerja

5)

Pilihlah lampu tangan yang sudah terisolasi dengan baik dari bahaya sengatan listrik maupun panas

6)

Pastikan bahwa kabel-kabel yang menghubungkan peralatan dan lampu-lampu berada dalam kondisi aman

7)

Lindungi para pekerja dari bahaya bahan-bahan kimia sedemikian rupa sehingga mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien

e. Fasilitas Umum 1)

Sediakan dan lakukan perawatan yang baik, termasuk mengganti dan mencuci berbagai fasilitas sanitasi yang ada, agar kerapian maupun kebersihan dan kesehatan terjaga

2)

Sediakan fasilitas air minum, ruang makan, dan ruang istirahat dengan kondisi yang baik dan nyaman untuk para pengguna

3)

Tingkatkan fasilitas kesejahteraan dan pelayanan, sejalan dengan usaha peningkatan kinerja para pekerja

4)

Sediakan tempat/ruangan khusus bagi para pekerja untuk mengadakan rapat, pertemuan, dan program pelatihan

5)

Beri tanda-tanda yang jelas pada ruang/area di mana di tempat tersebut diharuskan menggunakan alat pelindung diri

6)

Sediakan alat pelindung diri yang memadai dan mampu melindungi para karyawan sesuai dengan peruntukannya

7)

Jika bahaya di ruang kerja tidak dapat dihilangkan dengan cara lain, maka gunakan dan pilih alat pelindung diri yang cocok dan mudah perawatannya bagi pekerja yang menggunakannya

8)

Pastikan bahwa pekerja yang perlu menggunakan alat pelindung diri secara teratur, harus mengikuti petunjuk penggunaaan yang tepat, proses adaptasi serta pelatihan pemakaian

9)

Pastikan bahwa semua orang dapat menggunakan alat pelindung diri bila diperlukan

10) Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh semua pekerja 11) Sediakan bahan-bahan pembersih dan fasilitas perawatan alat pelindung diri, serta lakukan program perawatan secara teratur 12) Sediakan tempat yang memadai untuk menyimpan alat-alat pelindung diri 13) Berikan tugas dan tanggung jawab kepada petugas untuk melaksanakan perawatan dan kebersihan secara rutin 3. Keamanan Pasien Untuk menjamin keamanan pasien selama menjalani pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng, perlu dilengkapi dengan adanya perlengkapan keamanan bagi pasien, antara lain: a. Pegangan sepanjang tangga dan dinding Perlunya pegangan sepanjang tangga dan dinding dimaksudkan agar pasien, termasuk keluarga dan karyawan dapat berpegangan saat menaiki atau menuruni tangga, dan bagi pasien yang dalam kondisi lemah, apabila tidak menggunakan kursi roda, dapat berjalan dengan berpegangan pada dinding. b. Toilet dilengkapi pegangan dan bel Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya lemah agar tidak terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toiet ditujukan untuk memudah-kan pasien meminta pertolongan apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat berada dalam toilet. c. Pintu dapat dibuka dari luar Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar agar apabila terjadi sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh di depan pintu, petugas dapat segera memberikan pertolongan tanpa terhalang oleh tubuh pasien. d. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya

Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih kecil dari kepala anak +/- 10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh dari tempat tidur dan mencegah terjadinya kecelakaan pada anak-anak. e. Sumber listrik mempunyai penutup/pengaman Untuk mencegah/mengurangi bahaya yang mungkin timbul dari sumber listrik terutama diruangan rawat inap. f. Sumber air panas mempunyai kendali otomatis Untuk mencegah terjadinya luka bakaroleh air panas, seluruh sumber air panas perlu memiliki kendali otomatis. g. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan Bedah harus selalu terjamin. Untuk itu harus dilakukan pengecekan dan pemeliharaan rutin terhadap perlengkapan ini. h. Tersedia emergency suction Disetiap ruang perawatan harus tersedia emergency suction yang selalu siap pakai dan dapat dipergunakan setiap saat. i. Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu darurat Setiap kamar perawatan dilengkapi dengan bel yang letaknya mudah dijangkau serta lampu darurat yang otomatis menyala ketika dibutuhkan. 4. Penanggulangan Kecelakaan Kerja Penanggulangan kecelakaan akibat kerja, merupakan pertolongan pertama yang harus segera diberikan kepada tenaga kerja yang menderita kecelakaan atau penyakit mendadak ditempat kerja. Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya, dengan tujuan: (1) Menyelamatkan nyawa korban; (2) Meringankan penderitaan korban; (3) Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah; (4) Mempertahankan daya tahan korban; (5) Mencarikan pertolongan lebih lanjut. a. Hal-hal pokok yang penting dalam penanggulangan Kecelakaan Kerja Tindakan-tindakan yang penting adalah: (1) Tidak boleh panik; (2) Memperhatikan nafas korban; (3) Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut ke mulut); (4) Memperhatikan perdarahan.

(5) Dilakukan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan tangan, dengan menggunakan sapu tangan atau kain yang bersih (6) Memperhatikan tanda-tanda “Shock”. (7) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi dulu keadaan-keadaan yang membahayakan korban, seperti: perdarahan, patah tulang, nafas hilang, denyut jantung berhenti, dan lain sebagainya. b. Pencegahan Kecelakaan Kerja dengan pemakaian Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan, yang fungsinya mengisolasi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman (work practice) telah maksimum. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut. Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif terhadap bahaya. Kelemahan penggunaan APD Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena: (1) Memakai APD yang tak tepat; (2) Cara pemakaian APD yang salah; (3) APD tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan; Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena itu adalah penting dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD, sehingga fungsi APD tetap baik, misalnya ; (1) APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu; (2) APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan cartridge; (3) APD dapat menularkan penyakit, bila digunakan bergantian; c. Pencatatan dan Pelaporan Kecelakaan Kerja di lingkungan Rumah Sakit Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit memuat komitmen dan tekad dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, dengan kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan secara menyeluruh yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan tersebut dibuat, disosialisasikan kepada semua pekerja agar prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan secara efektif dan menjadi bagian dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Keterkaitan dalam upaya pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit selain pengendalian teknis juga perlu memperhatikan pengendalian administratif, dimana salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja, yaitu:Pencatatan peristiwa kecelakaan kerja

1) Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja 2) Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja ; dan 3) Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang sebenar-benarnya agar tidak terjadi kesalahan dalam upaya penyelidikan dan cara penanggulang-annya. 5. Penanganan Limbah dan Bahan Berbahaya Rumah sakit dengan berbagai kegiatannya yang menggunakan bahan berba-haya dan menghasilkan limbah yang saat ini mulai disadari dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat bahan yang terkandung di dalamnya dan menjadi mata rantai penyebaran penyakit, selain itu juga dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan udara, air dan tanah. Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit penghasil dan jenis pengelolaannya, secara garis besar limbah padat rumah sakit digolongkan menjadi sampah medis dan sampah non medis. (1) Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang Tindakan/

Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk dressing kotor, verband, kateter, swab, plaster, dll. (2) Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang Gizi, Ruang

Diklat, dll. Penggolongan tersebut di atas bertujuan: (1) Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis warna

kantong) (2) Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat medis (3) Memudahkan pengelola sampah dalam mengenali sampah didalamnya tergolong

medis atau bukan (4) Memperkecil biaya operasional pengelolaan limbah padat

a. Limbah Berbahaya dan Sejenisnya 1)

Limbah benda tajam Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau atau menusuk kulit. Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan cidera melalui sobekan atau tusukan. Limbah benda tajam mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun, bahan citotoksik atau radioaktif. Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau perlengkapan lain setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking jarum-jarum untuk membuatnya tidak bisa digunakan sangat disarankan karena akan menyebabkan accidental inoculation. Prosedur tersebut dalam beberapa hal perlu diperhatikan kemungkinan dihasilkannya aerosol. Menutup jarum dengan kap dalam keadaan tertentu barangkali bisa diterima, misalnya dalam penggunaan bahan radioaktif dan untuk pengumpulan gas darah.

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan tusukan dan diberi label dengan benar untuk menghindari kemungkinan cidera saat proses pengumpulan dan pengangkutan limbah tersebut. Dan pada proses akhir dimusnahkan dengan incinerator. 2)

Limbah infeksius Limbah infeksius memiliki pengertian ; a)

Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan insentif)

b)

Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan / isolasi penyakit menular

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir dimusnahkan dengan incinerator. 3)

Limbah jaringan tubuh Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah, bila dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga dapat dibuang ke dalam sistem saluran pengolahan air limbah.

4)

Limbah citotoksik Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontami-nasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik. Untuk menghapus tumpahan yang tidak disengaja, perlu disediakan absorben yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang peracikan terapi citotoksik, bahan yang cocok untuk itu, antara lain: sawdust, granula absorpsi, atau pembersih lainnya. Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir dimusnahkan dengan incenerator. Sedangkan limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti ; tinja , urine dan muntahan, dapat dibuang secara aman ke dalam saluran air kotor. Namun harus hati-hati dalam menangani limbah tersebut dan harus diencer-kan dengan benar.

5)

Limbah farmasi Limbah farmasi berasal dari ; a)

Obat-obatan kadaluarsa

b)

Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi

c)

Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat

d)

Obat-obatan yang tidak diperlukan oleh institusi yang bersangkutan

e)

Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan

Metode pembuangan tergantung pada komposisi kimia limbah. Namun, prinsip – prinsip berikut hendaknya dapat dijadikan pertimbangan. d)

Limbah farmasi hendaknya diwadahi dengan kontainer non reaktif

e) Bilamana memungkinkan, cairan yang tidak mudah terbakar (larutan anti-biotik) hendaknya dierap dengan sawdust dikemas dengan kantong plastik dan dibakar dengan incenerator f) Bila proses penguapan dilakukan untuk membuang limbah farmasi hendaknya dilakukan di tempat terbuka jauh dari api, motor elektrik, atau intake conditioner. Proses penguapan dapat menimbulkan pencemaran udara karena itu metode ini hendaknya hanya digunakan untuk limbah farmasi dengan sifat racun rendah. Bahan ditempatkan dalam wadah non reaktif yang mempunyai bidang permukaan luas. g) Umumnya limbah farmasi harus dibuang melalui incenerator. Secara umum, tidak disarankan untuk membuangnya ke dalam saluran air kotor. 6) Limbah bahan kimia Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, vete-rinari, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah kimia ke dalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi atau berupa ledakan. Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) dapat diupayakan bila secar teknis dan ekonomis memungkinkan. Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut. Mercuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam. Limbah mercuri amalgam tidak boleh dibakar dengan incenerator karena akan menghasilkan emisi yang beracun. Terlepas dari produksi limbah kimia, prosedur pengamanan adalah yang terpenting (good housekeeping). Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut. 7) Limbah radioaktif Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain; tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay & bac-teriologis (baik cair, padat maupun gas). Hal-hal yang harus dipenuhi secara umum dalam penanganan dan pembuangan limbah golongan ini adalah personil harus sesedikit mungkin memperoleh paparan radiasi. Kepala Pengamanan Radiasi harus bertanggung jawab untuk penanganan yang aman, penyimpanan dan pembuangan limbah radioaktif. Pejabat ini harus bertanggung jawab untuk semua urusan pengamanan radioaktif dan mencari petunjuk, bila diperlukan unit yang menghasilkan limbah radioaktif hendaknya menetapkan area khusus untuk penyimpanan limbah radioaktif , yang harus dikemas dengan benar. Tempat khusus tersebut hendaknya diamankan dan hanya digunakan untuk tujuan itu. 8) Limbah plastik Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena jumlah penggunaan yang meningkat secara cepat seiring dengan penggunaan barang medis disposable seperti syringe dan selang. Penggunaan plasik lain seperti pada

tempat makanan, kantong obat, peralatan dll juga memberi kontribusi meningkatnya jumlah limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu dilakukan tindakan tertentu sesuai dengan salah satu golongan limbah di atas jika terkontaminasi bahan berbahaya. Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik terkontaminasi dapat dibuang melalui pelayanan pengangkutan sampah kota/umum. Dalam pembuangan limbah plastik hendaknya memperhatikan aspek berikut: a) Pembakaran beberapa jenis plastik akan menghasilkan emisi udara yang berbahaya. Misalnya pembakaran plastik yang mengandung PVC (Poly Vynil Chlorida) akan menghasilkan hidrogen chlorida, sementara itu pembakaran plastik yang mengandung nitrogen seperti plastik formaldehida urea akan menghasilkan oksida nitrogen. b) Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk pembakaran dengan incinerator akan membantu pencapaian pembakaran sempurna dan mengurangi biaya operasi incenerator c) Pembakaran terbuka sejumlah besar limbah plastik tidak diperbolehkan karena akan menghasilkan pemaparan pada operator dan masyarakat umum. d) Komposisi kimia limbah beracun sesuai dengan kemajuan tehnologi sehingga produk racun potensial dari pembakaran mungkin juga berubah. Karena itu perlu dilakukan updating dan peninjauan kembali strategi penanganan limbah plastik ini e) Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan kesehatan akan meningkat. Volume yang begitu besar memerlukan pertimbangan dalam pemisahan sampah dan untuk sampah plastik setelah aman sebaiknya diupayakan daur ulang. b. Prosedur Penanganan dan Penampungan 1) Pemisahan dan Pengurangan Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus di-identifikasikan dan dipilah-pilah. Reduksi keseluruhan volume limbah, hendak-nya merupakan proses yang kontinue. Pilah-pilah dan reduksi volume limbah klinis dan yang sejenis merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk petugas pembuang sampah, petugas emergency dan masyarakat. Pemilahan dan reduksi volume limbah hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut ; a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan

pemisahan limbah B3 dan non B3 c) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia Non B3 d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk

mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan. Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil adalah kunci pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantong atau

kontainer yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganannya. 2) Penampungan Sarana penampungan harus memadai, letak pada lokasi yang tepat, aman dan hygienis. Standarisasi kantong pada limbah klinis dapat dilakukan dengan pembedaan warna maupun dengan label, hal ini diperlukan agar menghindari kesalahan petugas dalam pengelolaan. Keseragaman standar kantong & kontainer limbah memberikan keuntungan sebagai berikut: Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instasni/unit Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan rumah sakit maupun pada penanganan limbah di luar rumah sakit. Pengurangan biaya produksi kantong & kontainer 3) Pengangkutan Dalam strategi pembuangan limbah rumah sakit hendaknya memasukkan prosedur pengangkutan limbah internal dan eksternal. Pengangkutan internal biasanya berawal dari titik penampungan ke onsite incinerator dengan kereta dorong. Peralatan tersebut harus diberi label dan dibersihkan secara reguler dan hanay digunakan untuk mengangkut sampah . Setiap petugas hendaknya diberi APD (alat pelindung diri) khusus. Pengangkutan sampah klinins dan yang sejenis ke tempat pembuangan di luar memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus diikuti oleh seluruh petugas yang terlibat. Prosedur tersebut harus memenuhi peraturan angkutan lokal. Bila limbah klinis dan yang sejenis diangkut dengan kontainer khusus, kuat dan tidak bocor. Kontainer harus mudah ditangani dan harus mudah dibersihkan. 4) Pemusnahan Incinerator digunakan untuk melakukan proses pembakaran yang dilaksana-kan dalam ruang ganda incinerator yang mempunyai mekanisme pemantauan secara ketat dan pengendalian parameter pembakaran. Limbah yang combustible dapat dibakar bila incinerator yang tepat tersedia, bila tidak justru akan merusak dinding ruang incinerator. Residu dari incinerator/abu bisa dibuang langsung ke landfill, namun tidak untuk residu yang mengandung logam berat. 6. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya Barang berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Yang termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun adalah: a. Memancarkan radiasi

Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau partikel radioaktif yang mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung materi bahan yang dilaluinya, misalnya: Ir192, I131, Tc99, Sa153, sinar X, sinar alfa, sinar beta, sinar gamma, dll b. Mudah meledak Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai pengim-bangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan tekanan meningkat pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah meledak apabila terkena panas, gesekan atau bantingan dapat menimbulkan ledakan. c. Mudah menyala atau terbakar Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan pengim-bangan kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang menimbulkan nyala. Bahan mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala (flash ponit) rendah (210C) d. Oksidator Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi reaksi oksidasi, mengakibatkan reaksi eksothermis (keluar panas) e. Racun Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menye-babkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan kulit atau mulut. f. Korosif Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur uji 550C, mempunyai pH sama atau kurang dari 2 (asam), dan sama atau lebih dari 12,5 (basa) g. Karsinogenik Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak jaringan tubuh. h.

Iritasi Bahan yang dapat

i.

mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir.

Teratogenik Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.

j.

Mutagenik Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika.

k. Arus listrik Faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/tingkat bahaya dipengaruhi oleh: a. Daya racun dinyatakan dengan satuan LD50 atau LC50, dimana makin kecil nilai LD50 atau LC50 B3 menunjukkan makin tinggi daya racunnya b. Cara B3 masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan dan penyerapan melalui kulit. Diantaranya yang sangat berbahaya adalah yang melalui saluran pernapasan karena tanpa disadari B3 akan masuk ke dalam tubuh bersama udara yang dihirup yang diperkirakan sekitar 8,3 M 2 selama 8 jam kerja dan sulit dikeluarkan kembali dari dalam tubuh. c. Konsentrasi dan lama paparan d. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam-macam B3 dengan sifat dan daya racun yang berbeda, menyulitkan tindakan-tindakan pertolongan atau pengobatan e. Kerentanan calon korban paparan B3, karena masing-masing individu mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh bahan kimia. Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3: a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur, dilakukan oleh petugas yang ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label atau kode untuk dapat membedakan satu sama lainnya. Sumber informasi didapatkan dari lembar data keselamatan bahan (MSDS). b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat dan karekteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi resiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi. c. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan meliputi: 1) Pengendalian operasional, seperti eliminasi, substitusi, ventilasi, penggunaan alat perlindungan diri, dan menjaga hygiene perorangan. 2) Pengendalian organisasi administrasi, seperti pemasangan label, penyediaan lembar MSDS, pembuatan prosedur kerja, pengaturan tata ruang, pemantauan rutin dan pendidikan atau latihan. 3) Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang aman 4) Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang d. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya antara lain: 1) Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan berbahaya dengan yang kurang berbahaya 2) Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan berbahaya sedikit mungkin dengan cara memilih proses kontinyu yang menggunakan bahan setiap saat lebih sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan sesuai kebutuhan sehingga resiko dalam penyimpanan kecil.

3) Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang bahan berbahaya yang menyangkut sifat berbahaya, cara penanganan, cara penyimpanan, cara pembuangan dan penanganan sisa atau bocoran/ tumpahan, cara pengobatan bila terjadi kecelakaan dan sebagainya. Informasi tersebut dapat diminta kepada penyalur atau produsen bahan berbahaya yang bersangkutan. 4) Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau mengendalikan kontaminan bahan berbahaya dengan sistem ventilasi dan dipantau secara berkala agar kontaminan tidak melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan. 5) Upayakan agar tenaga kerja tidak mengalami paparan yang terlalu lama dengan mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta mengikuti prosedur kerja yang aman. 6) Upayakan agar tenaga kerja memakai alat pelindung diri yang sesuai atau tepat melalui pengujian, pelatihan dan pengawasan. 7) Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya sesuai prosedur dan petunjuk teknis yang ada dan memberikan tanda-tanda peringatan yang sesuai dan jelas. 8) Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam penanganan bahan-bahan berbahaya 9) Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus dalam keadaan aman, bersih, dan terpelihara dengan baik 10) Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan cara memelihara instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan upaya pemanfaatan kembali atau daur ulang.

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU Peningkatan mutu dapat diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan Rumah Sakit, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu Rumah Sakit akan menjadi lebih baik. Peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumberdaya secara tepat dan efisien, walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih rendah, dan agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu. Dalam membahas konsep dasar ini maka akan dibahas dulu tentang konsep mutu baru kemudian dibahas tentang konsep upaya peningkatan mutu. A. Mutu Rumah Sakit 1. Pengertian Mutu Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu. a) Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa. b) Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan. c) Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan. 2. Definisi Mutu Rumah Sakit Mitra Medika Adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Mitra Medika untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit Mitra Medika secara wajar, efisien, efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit Mitra Medika dan masyarakat konsumen. 3. Pihak Yang Berkepentingan Dengan Mutu Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, pihak-pihak tersebut adalah: a) Konsumen b) Pembayar/ perusahaan/ asuransi c) Manajemen Rumah Sakit Mitra Medika d) Karyawan Rumah Sakit Mitra Medika e) Masyarakat f) Pemerintah g) Ikatan Profesi Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya terhadap mutu, karena itu mutu adalah multi dimensional. 4. Dimensi Mutu Dimensi atau aspeknya adalah:

a) b) c) d) e)

Keprofesian Efisiensi Keamanan pasien Kepuasan pasien Aspek sosial budaya

5. Mutu Terkait Dengan Struktur, Proses dan Outcome Mutu suatu rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai suatu sistem. Aspek tersebut terdiri dari struktur, proses dan outcome. 1) Struktur : Adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya keuangan dan sumber daya lain-lain pada fasilitas pelayanan kesehatan. Baik tidaknya struktur dapat diukur dari kewajaran, kuantitas, biaya dan mutu komponen-komponen struktur itu. 2) Proses : Adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien: evaluasi, diagnosa, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Baik tidaknya proses dapat diukur dari relevansinya bagi pasien, efektifitasnya dan mutu proses itu sendiri. Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan. 3) Outcome : Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya serta kepuasan provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaiknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.

B. Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit 1. Definisi Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan Rumah Sakit Mitra Medika berdaya guna dan berhasil guna. 2. Tujuan a. Tujuan Umum Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu Rumah Sakit Mitra Medika secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal. b. Tujuan Khusus Tercapainya peningkatan mutu Rumah Sakit Mitra Medika melalui:

a. Optimalisasi tenaga, sarana, dan prasarana. b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien. c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan. 3. Rencana kegiatan 1) Survei Kepuasan Survei kepuasan diperlukan untuk mengetahui dan mengevaluasi mutu pelayanan yang telah diberikan. Survei ini diberikan kepada pasien dalam bentuk kertas survei yang diisi setelah mendapatkan pelayanan. 2) Peningkatan Mutu Internal Tujuan pemantapan mutu internal adalah : a. Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan mempertimbangkan diagnosa klinis b. Mempertinggi kesiagaan tenaga sehingga pelayanan MCU optimal dan aman. c. Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, MCU, pencatatan, dan pelaporan MCU dilakukan secara benar. d. Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya e. Membantu perbaikan pelayanan MCU melalui peningkatan mutu pemeriksaan MCU. Cakupan obyek pemantapan mutu internal meliputi indetifikasi pasien, a) Identifikasi pasien Sebelum MCU dilakukan harus memastikan identitas pasien sama dengan rekam medis. b) Kecepatan pelayanan Pelayanan MCU di Rumah Sakit Mitra Medika di ukur berdasarkan kecepatan dalam melayanin pasien MCU sampai pasien mendapatkan hasil dari MCU. C. INDIKATOR MUTU Indikator mutu ini diperlukan untuk mengetahui dan mengevaluasi mutu pelayanan yang telah diberikan. Pelaksanaannya melalui program Indikator Mutu Rumah Sakit yang ada dimasing-masing unit melalui komputer yang berhubungan langsung dengan tim PMKP, adapun pengisiannya oleh semua staf yang ada di unit tersebut dengan cara sensus harian dan pengecekkan oleh seorang yang bertanggung jawab, untuk Unit Medical Check Up ini penanggung jawabnya adalah “ Ajeng Prana Wengrum Wardono “. Adapun indikator mutu ini meliputi :

Ruang lingkup Dimensi mutu Tujuan Definisi operasional

Kriteria inklusi

Hasil pelaporan Medical Check Up Akses Pelayanan Hasil Medical Check Up dapat diambil oleh pasien dalam 2x24 jam Hasil pelaporan medical check up adalah waktu yang diperlukan mulai pasien mendaftar, dilayani oleh dokter medical check up sampai pasien menerima seluruh hasil pemeriksaan medical check up. Semua pasien yang datang ke unit medical check up pasien pribadi pukul 07:00 WIB s/d 14:00 WIB.

Kriteria eksklusi

-

Numerator

Jumlah kumulatif pasien medical check up yang menerima hasil MCU dalam 2x24 jam.

Denominator

Jumlah seluruh pasien medical check up yang disurvey.

Dasar pemikiran

Semakin lama waktu yang digunakan oleh pasien untuk menunggu maka tingkat kepuasan pasien akan semakin menurun.

Tipe Indikator

Proses dan outcome

Sumber Data

Sensus harian pasien medical check up

Wilayah Pengamatan

Unit Medical Check Up Sensus harian 1 bulan ≤ 2 x 24 jam Koordinator Unit Medical Check Up

Pengumpulan Data Jangka waktu laporan Standar Penanggungjawab Frekuensi penilaian data Periode waktu laporan Analisis data Sosialisasi hasil data Nama alat atau sistem audit Target sample

1 Bulan 1 Bulan Selama 3 bulanan Rapat Unit dan laporan Sensus harian Semua pasien unit medical check up

Ruanglingkup Dimensi mutu Tujuan

Kepuasan pelanggan pada unit medical check up Kenyamanan Pasien Terselenggaranya pelayanan medical check up yang mampu memberikan kepuasan pelanggan

Kriteria inklusi

Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan Pasien yang mengisi kuesioner kepuasan pelayanan unit MCU.

Kriteriaeksklusi

-

Numerator

Jumlah kumulatif pasien yang dari pelayanan unit MCU.

Denominator

Jumlah seluruh pasien medical check up Kepuasan pelanggan adalah outcome dari mutu pelayanan yang baik, semakin tinggi kepuasan pasien menjadi bukti mutu pelayanan yang semakin baik.

Definisi operasional

Dasar pemikiran TipeIndikator

Proses dan Outcome

Sumber Data

Survey

Wilayah Pengamatan

Unit Medical Check Up Survey dan sensus harian 1 bulan 100% Koordinator Medical Check Up

Pengumpulan Data Jangkawaktulaporan Standar Penanggungjawab Frekuensi penilaian data Periode waktu laporan Analisis data Sosialisasi hasil data Nama alat atau sistem audit Target sample

1 Bulan 1 Bulan 3bulan Rapat Unit dan laporan evaluasi Sensus harian Semua pasien unit medical check up

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan, maka fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi efektif dan efisien serta memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat. Dengan latar belakang diatas, maka program pengendalian / peningkatan mutu pelayanan merupakan prioritas utama di semua rumah sakit. Unit Medical Check Up RS Mitra Medika, maka program pengendalian / peningkatan mutu pelayanan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut : 1. Penetapan alur pelayanan teknis dan alur pelayanan administratif 2. Penetapan sistem pengadaan logistik dan fasilitas penunjang terkait

3. Penetapan Standar Pelayanan Medis dan Penunjang Medis (Penerapan Standar Pelayanan Minimal, Indikator Mutu, dan penyusunan SPO) 4. Penetapan sistem rekruitmen dan pengembangan ketenagaan 5. Penetapan media monitoring layanan beserta standar layanan, meliputi Rapat Bulanan 6. Pelaksanaan program MONEV (monitoring dan evaluasi) serta perumusan langkah perbaikan / peningkatan mutu Dalam sistem ”Pengendalian Mutu” Unit MCU RS Mitra Medika secara sistematis melalui berbagai tahapan sebagai berikut : a. Pembuatan atau penetapan standar, indikator mutu dan SPO (alur kerja) yang relevan atau terkait b. Sosialisasi standar mutu c. Menetapkan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV) d. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan MONEV dirumuskan ACTION PLAN terkait Sedangkan uraian sistematika program ”Pengendalian Mutu” diatas adalah sebagai berikut : A. Pembuatan atau Penetapan Standar Mutu, meliputi : - Penetapan Standar Asuhan Keperawatan - Pembuatan atau penetapan SPO tindakan medis dan tindakan keperawatan - Pembuatan atau penetapan SPO manajerial dan alur pelayanan B. Sosialisasi Standar Mutu Dalam langkah sosialisasi dimaksud menggunakan media, yaitu : surat, rapat rutin. C. Menetapkan atau melaksanakan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV) Kegiatan ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi sejauh mana standar mutu yang telah ditetapkan diatas terlaksana / dilaksanakan oleh petugas di lapangan. Aplikasi kegiatan MONEV ini meliputi : - Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Koordinator MCU - Rapat manajerial - Rapat rutin bulanan D. Ditetapkan ACTION PLAN terkait tindaklanjut dari kegiatan MONEV. Penetapan dengan ”ACTION PLAN” ditentukan oleh temuan teknis dalam kegiatan Monitoring dan Evaluasi. Dalam penerapan “ACTION PLAN” tersebut diharapkan mampu memfasilitasi percepatan pencapaian standar mutu yang telah ditetapkan

BAB

IX

PENUTUP Buku Pedoman Pelayanan Unit Medical Check Up ini disusun dalam rangka memberikan acuan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan MCU RS Mitra Medika agar dapat menyelenggarakan pelayanan MCU yang bermutu, aman, efektif dan efisien dengan mengutamakan keselamatan pasien. Apabila di kemudian hari diperlukan adanya perubahan, maka Buku Pedoman Pelayanan Unit Medical Check Up ini akan disempurnakan.