55 0 18MB
fu, -rullh* u
lrru
r( Dl[G
lt0sls Hsls
nilnMlfESIS& PEMERIKSRRil TISIS
KOMPREIIE]ISIF Editor: Siti Setiati Nafrialdi Idrus Alwi Ari Fahrial Syam Marcellus Simadibrata
{> dr. Rorq_
"-ffiAilsr$rffi :@,$osrsn$rs
nilnMilESIS& PEMERIKSRRil FISIS
KOMPREIIEilSIF Siti Setiati Nafrialdi Idrus Alwi
Ari Fahrial Syam Marcellus Simadibrata
qllPult sl$ttNls utilr lllrGt0$ls ]lsls
tirnnru$s D[lr pt]ttnlttsmil IEts ttoitPnmmstl Dewan editor
Ketua . Anggota
: :
Siti Setiati
:
Esthika Dewiasty, Purwita W. Laksmi,
ldrus Alwi, Nafrialdi, Ari Fahrial Syam, Marcellus Simadibrata
Editor Pelaksana
Ryan RanitYa
Sekretariat :
Nia Kurniasih, Edy Supriadi, Hari Sugianto, Zikri Anwar,
Sudiariandini Sudarto, Sandi Saputra 14 cm x 22 cm
xxi + 404 halaman
rsBN
:
1?8-E0e-45U7-38-5
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun tanpa seizin penulis dan penerbit
Diterbitkan pertama kali oleh:
lnterna Publishing Pusat Penerbitan llmu Penyakit Dalam Jl. Diponegoro 71 Jakarta Pusat 10430 Telp. : 021 -3 1 93775 Faks.:021-31903776
Email : [email protected]
Cetakan Pertama: Juli 2013
IO]IIRIBUIOR Prof. dr. A. Aziz Rani,Sp.pD.KGEH
.
Divisi Gastroenterologi Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
Dr. dr. Ari Fahrial Syam,MMB,Sp.pD,KGEH Divisi Gastroenterologi, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. Aulia Rizka,Sp.PD Divisi Geriatri, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dn Bambang Setyohadi,Sp.pD,KR Divisi Reumatologi, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
Dr. dr. C. Martin Rumende,Sp.pQfp Divisi Pulmonologi, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono,Sp.p4KGer Divisi Geriatri, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
Prof. Dr. dr. Daldiyono H,Sp.pD.KGEH Divisi Gastroenterologi, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia dr. Dante Saksono H,phD,Sp.pDKEMD Divisi Metabolik Endokrin, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. Dharmika Djojoningrat,Sp.pD, KGEH Bagian Endoskopi RS. Tebet Jakarta
ill
Prof. dr. Djoko Widodo, Sp.PD,KPTI Divisi Tropik lnfeksi, Departemen llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. Dyah Purnamasari, Sp.PD Divisi Metabolik Endokrin, Departemen llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dn Fitri Octaviana, Sp.S, MPend. Ked Departemen Neurologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Prof. dr. H.M.S. Markum, SP.PD,KGH Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
Prof. Dr. dr. ldrus AIwi, Sp.PD, KKV,
FACP,FESC
Divisi Kardiologi, Departemen llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. lin Anugrahini, Sp.PD Departemen llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. lkhwan Rinaldi, Sp.PD Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen llrnu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. Nadia Mulansari, Sp.PD Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. Ni Made Hustrini, SP.PD Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. Noto Dwimartutie, SP.PD Divisi Geriatri, Departemen llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. Riwanti Estiasari, SpS Departemen Neurologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
iv
dr. Ryan Raniera, Sp.pD Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
Prof. Dr. dr. Samsuridja! Djauzi, Sp.pD,KAl Divisi Alergi lmunologi, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
.
Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji, Sp.PD,KEMD Divisi Metabolik Endokrin, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. Simon Salim. Sp.pD Divisi Kardiologi, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
Prof. Dr. dn SitiSetiati,MEpid, Sp.pe KGer Divisi Geriatri, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
dr. Telly Kamelia, Sp.pD Divisi Pulmonologi, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
Dr. dr. Tiara Aninditha, SpS Departemen Neurologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Dr. dr. Parlindungan Sirega4 Sp.pD,KGH Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen llmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr. dr. Ratna Sitompu!, Sp.M (K) Departemen llmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia
IMTA PTIIGI]ITAR Di tengah kemajuan teknologi kedokteran yang sangat pesat saat ini, evaluasi klinik yang baik tetaplah sangat penting dilakukan. Dengan evaluasi klinik yang baik dan benar kesalahan dalam mendiagnosis dan melakukan pemeriksaan penunjang yang tidak diperlukan dapat di hindari. Dengan demikian biaya kesehatan akan menjadi lebih efisien. Oleh karena itu, keterampilan klinik yang prima di dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik merupakan kemampuan yang seharusnya
tetap dimiliki oleh setiap dokter, dimanapun dan kapanpun sepanjang masa. Populasi usia lanjut yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, dan kemajuan llmu kedokteran di dalam penanggulangan berbagai penyakit,
menuntut layanan berkualitas tinggi.
'
Agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dibutuhkan
pengetahuan dan keterampilan sang dokter di dalam melakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis yang baik, yang selanjutnya akan menentukan pemeriksaan penunjang dan pengobatan yang dibutuhkan. Dalam rangka memberikan pengetahuan tentang evaluasi klinik yang komprehensif, kami menghadirkan buku 'Anamnesis dan pemeriksaan Fisis Komprehensif,, ini ke hadapan anda. Buku ini ditulis secara lengkap dan agak mendalam namun tetap menarik untuk di baca karena disertai diagram, gambar dan kotak informasi praktis yang perlu diketahui, agar lebih mudah dipahami. Buku ,Anamnesis
dan Pemeriksaan Fisis Komprehensif" ini akan sangat bermanfaat bukan hanya bagi mahasiswa kedokteran, tetapi juga untuk para dokteri PPDS (Residen), dan dokter spesialis, karena memberikan panduan untuk melaksanakan anamnesis yang rasional, seksama dan komprehensif serta pemeriksaan fisis yang tertib, terarah dan sistematis. pada gilirannya, dengan kemampuan dan anamnesis dan pemeriksaan yang baik dan akurat, akan diperoleh diagnosis yang tepat.
vlt
Buku ini layak dan penting untuk dimiliki dan dibaca oleh mahasiswa,
residen, dan praktisi kedokteran. Selamat membaca dan semoga bermanfaat......
Jakarta, Mei 2013
il i/
{{/ prof.
oi
dr. siti Setiati SppD. KGer. MEpid
Ketua Tim Editor
vilt
l(AmsAilBur[lt Pendidikan kedokteran era globalisaii t"trf' mengalami banyak perubahan di berbagai negara. Perkembangan alat kedokteran canggih dan pemeriksaan penunjang lain memberikan manfaat dalam membantu penegakan diagnosis. Namun, perkembangan tersebut ditengarai mengurangi pentingnya program pendidikan dasar kedokteran yang sejatinya diajarkan dan dikuasai dengan baik oleh setiap dokter dan pendidik, yakni kemampuan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis dan pemeriksaan fisis merupakan langkah awal penting yang mencerminkan cara berpikir analitik seorang dokter. penguasaan anamnesis dan pemeriksaan fisis akan meningkatkan ketepatan diagnosis kerja dan/ atau diagnosis banding hingga 90o/o.Hal itu akan menentukan pemeriksaan penunjang serta tatalaksana selanjutnya yang amat mempengaruhi kualitas
pelayanan kesehatan bagi pasien. Besarnya peranan anamnesis dan pemeriksaan fisis mengakibatkan setiap calon dokter dan dokter spesialis harus melatih keterampilan membina hubungan dokter-pasien sepanjang masa pendidikan untuk kemudian diterapkan secarabaik di masyarakat. Saya menyambut baik terbitnya buku 'Anamnesis dan pemeriksaan Fisis Komprehensif, Panduan Sistematis untuk Diagnosis Fisik". Saya menghargai
upaya dan kerja keras segenap staf pengajar FKUI yang tidakberhenti untuk menghasilkan karya ilmiah bermutu. Besar harapan saya bahwa para staf
pengajar FKUI dan seluruh fakultas kedokteran di lndonesia, dokter spesialis, dokteri dan calon dokter mendalami dan menerapkan materi keilmuan yang terkandung dalam buku ini. Saya yakin bekal tersebut akan bermanfaat bagi pencapaian kompetensi anamnesis dan pemeriksaan fisis rekan Sejawat; yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan kesehatan dokter lndonesia. Jakarta, 15 April 2013
Dekan FKUI
lx
IIATTIR ISI Pengantar sambutan Daftar isi Kata
vii
Kata
ix
BAB
xi
1 Anamnesis
l
Samsuridjal Djauzi, Djoko Widodo, H.M.S. Markum
BAB
2
Pemeriksaan Jasmani
Umum
29
Czeresna Heriawan Soejono, Noto Dwimartutie
BAB
3
Pemeriksaan Kepala dan Dante Saksono
BAB
'
BAB
4
Leher
47
H
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Kardiovaskutar
lg
Ryan Ranitya, Simon Salim, ldrus Alwi
5
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem
Respirasi
127
C. Martin Rumende, Telly Kamelia
BAB
6
Pemeriksaan Fisik
Abdomen
16l
Dharmika Djojoningrat, H.A. Aziz Rani, Daldiyono H, Ari Fahrial Syam
BAB
7 Sistem Muskuloskeletal
185
Bambang Setyohadi, Siti Setiati
BAB
8
Pemeriksaan Sistem
Hematologi
Z1g
lkhwan Rinaldi, Nadia Mulansari
BAB
9 Anamnesis dan Pemeriksan Fisis Sistem Endokrin
24g
Dyah Purnamasari, Sarwono Waspadji
BAB 10 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis pada pasien Usia
Lanjut
27g
Siti Setiatl, Aulia Rizka, tin Anugrahini
BAB 11 Pemeriksaan Sistem
Saraf
313
Tiara Aninditha, Riwanti Estiasari, Fitri Octaviana
xl
BAB 12 Pemeriksaan Fisis SistemTraktus
Urinarius
365
Parlindungan Siregar, Ni Made Hustrini
BAB 13 Pemeriksaan Mata Dasar sebagai Penapis Penyakit Ratna Sitompul
xll
Sistemik 397
DAFIAN TABT1 Tabe! 1.1. Hubungan Dokter-Pasien Sesuai Etii5cm. Lesi Sekunder Krusta: eksudat kulit yang mengering. Bisa berupa serum, pus, atau darah yang mengering, dapat bercampur jaringan epitel atau debris. Erosi: kehilangan epidermis superfisialis, tanpa perdarahan. Misalnya pada
stomatitis apthosa, vesikel yang pecah pada varicela' Ekskoriasi: erosi linear atau punktata disebabkan trauma mekanik, misalnya karena digaruk atau dicakar. Skuama: epidermis yang mengelupas/eksfoliasi epidermis. Misalnya pada psoriasis.
Fisura: celah yang memanjang ke dalam epidermis, dapat diakibatkan kulit yang terlalu kering.
Sikatriks: pembentukan jaringan ikat/jaringan parut baru, sebagai pengganti kerusakan jaringan korium (atau lebih dalam lagi), akibat suatu luka atau penyakit atau bekas operasi.
Keloid: jaringan ikat/jaringan parut yang berlebihan pertumbuhannya, sehingga melewati batas luka awal. Ulkus: luka yang ditandai dengan kehilangan epidermis dan dermis, dapat
disertai perdarahanatau nekrosis. Lesi Kulit Lain
Angioma: tumor yang terjadi sistem pembuluh, bila asalnya pembuluh darah disebut hemangioma; bila asalnya pembuluh limfe disebut limfangioma.
44
Pemeriksaan Jasmani Umum
spider nevi: bercak merah kecir, merupakan pemburuh-pemburuh darah
yang kecil yang mempunyai pusat dengan cabang-cabangnya yang tersebar dari pusat. Biasanya dijumpai pada penyakit hati, misalnya sirosis
hati. Hal ini disebabkan oleh hiperestrinisme karena gangguan faal hati lanjut.
Atrofi: kehilangan atau berkurangnya lapisan kulit sehingga kulit menipis. Kulit nampak pucat dan elastisitas berkurang, serta pada keadaan ekstrim,
kulit teraba seperti kertas.
striae: terlihat sebagai garis putih kemerahan pada daerah yang atrofi, dikelilingi oleh kulit yang normal. strioe diakibatkan rupturnya jaringan elastik kulit sehingga menimbulkan garis putih kemerahan. sfrioe dapat diiumpai pada kondisi kegemukan, wanita hamil, atau pada sindrom Cushing. Dekubitus: pada pasien dengan kondisi imobilisasi, terutama pada pasien usia lanjut ataupun pasien dengan kelainan neurorogik, harus diperiksa
dengan teliti apakah terdapat ruka dekubitus pada bagian tubuh yang tertekan. Bagian tubuh yang biasanya tertekan yaitu pada bagian berakang kepala, leheri punggung, sakrum, bokong, trokhanter mayori maleolus, dan
tumit. Dekubitus yang terjadi dapat hanya kemerahan atau hingga terlihat jaringan otot, fasia dan tulang. Selain imobilisasi, faktor risiko lain yang menimbulkan luka dekubitus
adalah penurunan sensasi kulit, serta penurunan aliran darah akibat hipotensi atau penyakit mikrovaskular seperti diabetes melitus atau aterosklerosis. Pertumbuhan rambut juga diperiksa dengan merihat adakah bagianbagian yang berlebihan atau tidak ada pertumbuhan rambutnya. Edema: pemeriksaan edema dilakukan di daerah pretibial, pergelangan kaki, dan sakral, dengan melakukan penekanan di atas dasar yang keras (di atas tulang, bukan di daerah otot). Disebut sebagai pitting edemo adalah bila terdapat lekukan ke dalam setelah penekanan. pitting edema dapar
ditemukan pada gagal jantung kanan, sirosis hati, dan sindrom nefrotik. Keadaan sebaliknya disebut non-p itting edema, kondlsi ini dapat ditemukan misalnya pada miksedema. Emfisema subkutis: adanya udara pada jaringan subkutan, ditandai dengan adanya krepitasi pada perabaan.
45
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Kuku Perhatikan adakah perubahan warna, bentuk, dan lesi pada kuku' Pada sianosis dan anemia, kuku dapat berwarna biru dan pucat. Pada clubbing
finger ditemukan falang distaljari berbentuk membulat dan lempeng kuku lebih konveks. Ctubbing finger disebabkan hipoksia kronik seperti pada penyakitjantung atau kanker paru. Paronikia: inflamasi di proksimal dan lateral kuku. onikolisis: pemisahan lempeng kuku dari dasar kuku yang tidakterasa nyeri. Terry's
nail
kuku berwarna putih dengan distal kuku berwarna coklat
kemerahan. Dapat ditemukan pada penuaan dan beberapa penyakit kronik.
DAFTAR PUSTAKA
A systematic guide to physical
1.
Talley NJ, O'Connor S. Clinical examination. diagnosis. 6'h edition. Elsevier.201 0.
2.
Bickley LS, szilagyi PG,Bates B. Guide to physical examination and history taking. 1Oth edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2008.
3.
Hendarwanto, Waspadji S, Markum. Pemeriksaan fisis umum. Dalam: Markum' Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pusat lnformasi dan Penerbitan Bagian llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003 The lnternational Association for the Study of Obesity and the lnternational obesity Task Force. The Asia-Pacific perspective: redefining obesity and its treatment. Australia: IASO and IOTF. 2000
4. 5. 6.
Kotler DP Cachexia. Ann lntern Med 2000;133:622-34 Morley JE, Thomas DR, Wilson MM. Cachexia: pathophysiology and clinical relevance. Am J Clin Nutr 2006;83:735-43
.
O,Rourke RA, Braunwauld E. Physical examination of the cardiovascular system. Dalam: Kasper DL, Fauci A, Longo DL, Braunwald E, Hauser S, Jameson JL' Harrison's principles of internal medicine. Mc Graw Hill' 2005. p'1304-11 Meyyazhagan S, Rapport BJ. Hypertension. Dalam: Landefeld CS, Palmer RM, Johnson MA, Honston CB, Lyons WL. Curent geriatric diagnosis & treatment' McGraw-Hill. 2004. P.1 83-90
7
8.
46
BAB
3
PETII
TRII(SAAII IGPIlA IIA]I 1THTR
Dante Saksono Harbuwono
Rambut Mata Telinga Hidung
47 50 50 59 63
Mulut
64
Kepala
Tenggorokan
67
Leher
68
KelenjarGetahBening KelenjarTiroid
70
Tekanan Vena Jugularis
73
72
KEPALA Pemeriksaan kepala dimulai dengan melakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh area kepala (Tabel 3.1). saat inspeksi dilakukan penilaian terhadap
bentuk wajah, kesimetrisannya, dan warna. pada pasien miksedema, wajah biasanya membengkak (tidak melekuk ke dalam pada tekanan
jari pemeriksa), bibir dan lidah tampak menebal dengan kesadaran yang somnolen (Gambar 3.1).1 Pada pasien lepra, terdapat infiltrasi jaringan subkutan pada dahi, dagu, dan pipi dengan hidung yang melebartapi pesek. Keadaaan ini mirip muka seekor singa, karena itu disebut pula sebagai facies leonine (Gambar 3.2). Selain itu pada pasien dengan paresis N.vll biasa ditemukan asimetri bentuk wajah.r,z
Gambar 3.1. Asimetri Bentuk Wajah pada paresis N.VII http://www.au rora healthca re.orglhea lthgate/images/si5 5 5 51g 51jpg
47
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Gambar 3.2. Wajah membengkak Gambar 3.3. lnfiltrasi jaringan Subpada miksedema (http://med.unne. ed u.a
r/revista/revista 1 05/f ig2 h j pg)
kutan pada facies leonina (http:// www.virtual.u nal.ed u.colcursos/medicina/ 20L0828 / I eccio nes/ca p 5/i m g ca p5l cap530j pq)
lnspeksi
Bagaimana bentuk wajah pasien? Simetris/asimetris? Adakah tampilan khas pada wajah? tampak bengkak (Gambar 3.4)/ moon foce/ focies leonine/ butterfly rash? (Gamba13.5) Adakah ptosis/ eksoftalmus/ parese N VII? Adakah penebalan bibir, lidah, parese N XII? Bagaimana kondisi rambut? Warna, ketebalan, distribusi rambut Adakah alopesia? Jika ya, apakah bersifat totalis atau setempat?
Palpasi
Adakah nyeri tekan sinus frontalis dan maksilaris? Nilai adakah pembesaran kelenjar getah bening retroaurikuler?
Perkusi
Nilai refleks chvostek
Ekspresi wajah juga penting untuk dinilai karena dapat menunjukkan
watak dan emosi, serta rasa nyeri pasien pasien. Pasien tirotoksikosis sering tampak seperti orang ketakutan akibat eksoftalmus dan gerakan bola mata yang cepat. Setelah melakukan inspeksi, dilanjutkan dengan palpasi pada wajah. Hal ini dilakukan terutama untuk menilai apakah terdapat nyeri tekan sinus frontalis dan sinus maksilaris (Gambar 3.6). Gejala ini salah satunya dapat
ditemukan pada pasien iinusitis. Pemeriksaan sinus frontalis dilakukan dengan cara menekan sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga
optimal dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan 4a
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Gambar 3.4. Moonface pada Pengquna
Steroid (http://www.passarella.com/
Gambar 3.5. Butterfly Rosh pada Lupus (http://3.bp.blogspot.com/
matt/matt-moonface jpg)
butterfly
rash..1pg)
Gambar 3.6. Pemeriksaan Sinus Frontalis (a) dan Sinus Maksilaris
kanan). Palpasi dinilai bermakna apabila kedua sinus frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit menandakan adanya gangguan. Hindari menekan foramen supraorbitalis karena terdapat
nervus supraorbitalis yang juga menimbulkan rasa sakit pada penekanan. Pemeriksaan sinus maksilaris dilakukan dengan prosedur dan penilaian yang sama seperti palpasi region sinus frontalis. Hindari menekan foramen
infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.
1
49
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
RAMBUT terhadap Pada pemeriksaan rambut, dilakukan penilaian berupa inspeksi
warnarambut,kelebatan,dandistribusinya.Setelahitudinilaiapakahrambut
mudahdicabutatautidak.Adanyarambutrontokdiseluruhkulitkepala dengan ataupun setempat (alopesia areata ) dapat dijumpai pada pasien (diabetes melitus, infeksi berat (demam tifoid) atau penyakit endokrin miksedema), seperti diperlihatkan pada gambar 3'7'12
Gambar 3.7. Tipe Alopecia Areata (http://www'amreliyahomoeopathycom/ www.alopeciaareata.us/app/i
ma
ges/what-types j pg)
MATA
juga dengan Pemeriksaan mata biasanya dengan inspeksi, palpasi' dan alat-alat seperti pen-li9ht, funduskopi dan peta Snellius chart bantuan (Gambar 3.8).1
Pertama-tama dilakukan inspeksi pada alis mata dan dinilai drjumpai kelebatannya. Hilangnya sepertiga lateral alis mata kadang-kadang eksoftalmus terdapat pada miksedema. Setelah itu lakukan penilaian apakah mata menonjol atau enoftalmus. Eksoftalmus adalah keadaan di mana bola
terlihatnya keluar akibat fisura palpebra yang melebar ditandai dengan korneayangtampakseluruh-nyadandikelilingisklera.Halinidapatdijumpai
padapasientirotoksikosis,thrombosissinuskavernosus(Gambar3.9(al). Sebaliknyaenoftalmusadalahkeadaandimanabolamatatertarikkedalam, misalnya pada keadaan dehidrasi, sindrom Horner'1
50
Pemeriksaan Kepala dan Leher Keadaan lain yang juga dapat dinilai seperti adanya strabismus (juling)
di mana kedudukan bola mata abnormar cenderung ke mediar atau
ke
lateral, dan deviasi conjugee. Deviasi conjugee adalah keadaan bola mata yang keduanya selalu melihat ke satu jurusan dan tidak dapat dilirikkan ke arah yang lain, secara pasif ataupun dengan kemauan sendiri. Nistagmus adalah gerakan bola mata yang berjalan secara ritmis, mula-mula dengan
lambat bergerak ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke arah posisi semula, dihubungkan dengan gangguan vestibular.l
Kelopak mata
Skera yang melapisi konjungtiva
Cantus lateral Cantus Medial
Kelopak Mata
Gambar 3.8. Inspeksi pada Mata (http://wwwjen ki nseyeca re.com/i
ma
ges/stories/eye_a natomy_O1.g
if )
Grave's Disease
Penyebab tersering
hipertirojdisme, produksi berlebih hormon tiroid, pembesaran tiroid
ffij'fu
Tiroid Nomal Tiroid yang membesar
Gambar 3.9. (a) Eksoftalmus pada penderita Hipertiroid (b) Mata strabismus (http://2.bp. blogspot.com/_a_DSBqTKI4g/SVSIyo2Bm_t)
51
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Gambar 3.10. (a) Tonometer Schiotz (b) Cara Mengukur Tekanan Bola Mata http://www.lea -test.filen/eyes/images/pict1
3
b.g
if
Penampang bola mata dan arah pemeriksaan otot penggerak bola mata
dapat diliat pada gambar 3.11. Pemeriksaan tekanan bola mata juga dapat membantu penilaian
terhadap penyakit pasien. Tekanan bola mata yang meningkat dapat ditemukan pada pasien glaukoma sedangkan tekanan yang menurun dapat ditemukan pada keadaan dehidrasi . Pemeriksaan tekanan bola mata menggunakan alat tonometer Schiotz (Gambar 3.10). Pemeriksaan gerakan bola mata perlu dilakukan untuk menilai apakah terdapat gangguan pada
otot-otot penggerak bola mata. Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien duduk tegap, pemeriksa memegang pulpen sebagai objek fiksasi sejajar mata dengan jarak 25 cm, kemudian menggerakkan pulpen ke beberapa arah. Mata pasien mengikuti gerakan objek tanpa menggerakkan kepala.2 Pemeriksaan terhadap bagian-bagian mata seperti:
a.
Palpebra Pada pemeriksaan terhadap palpebra, dinilai apakah terdapat ptosis atau
lagoftalmus (Gambar 3.12 (at dan (u)). Ptosis merupakan keadaan di mana kelopak mata tampakjatuh dan fissure polpebroe menyempit. Hal
52
Pemeriksaan Kepala dan Leher
I r
Gambar 3.1 1. (a) Penampang Bola Mata (b) Arah pemeriksaan Otot penggerak Bola Mata (http://l.bp.blogspot.com/_ChFkrUFrbOs/Glaucoma_2jpg)
initerjadi karena kelumpuhan m.levator palpebrae yang dipersarafi oleh N.lll. sedangkan lagoftalmus adalah keadaan di mana kelopak mata sulit
menutup akibat adanya kelumpuhan N.Vll. Hal lain yang dapat dinilai adalah ditemukannya edema palpebra, yaitu keadaan di mana kelopak mata membengkak, kadang mata hampir menutup.r,3 Edema palpebra didapatkan pada penyakit ginjar, perdarahan akibat trauma, atau tandatanda radang yang menunjukkan adanya blefaritis. Ditemukannya bercak kekuningan pada kulit kelopak mata (xantelasma) dihubungkan dengan peninggian kadar lemak dalam darah (Gambar 3.12 tct dan (a)).
53
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
ft 1 ffi Gambar 3.12. (a) Mata Ptosis (b) Mata Lagoftalmus (c) Edema Palpebra (d) Xantelasma di sekitar mata (http://img513.imagesha ck.us/img513/1962/ xantelasma
jpg)
Konjungtiva Untuk pemeriksaan konjungtiva terutama perlu dinilai apakah tampak pucat. Hal ini dapat ditemukan pada pasien yang mengalami anemia. Adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva hiperemis produksi air
mata yang meningkat, atau adanya sekret mukopurulen. Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakkan ibu jari di palpebra inferior kemudian melakukan gerakan menarik ke arah inferior. Temuan lain yang dapat
dinilai seperti adanya pterigium pinguekula, flikten , dan bercak Bitot. Pinguekula dalah bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat, berjalan pada kedua sisi kornea, akibat hiperlipidemia. Bercak bitot adalah bercak segitiga pada kedua sisi kornea warna pucat keabu-abuan,
berisi epitel yang kasar dan kering. Didapatkan pada avitaminosis A.
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular di konjungtiva, flikten adalah tonjolan kecil yang diakibatkan oleh reaksi alergi (Gambar 3.13)
54
Pemeriksaan Kepala dan Leher
m$
Gambar. 3.13. (a) Flikten (b) Bercak Bitot (c) pterigium (d) pinguekula. (http:// ra li2008.files.word press.com/2009/03/slide 141 j pg)
a
Bercak bitot, ada bercak putih seperti sabun Penumpukan keratin dan sel epitel Sebagai penentuan prevalensi KVA pada masyarakat
. .
Sklera
Pada pemeriksaan sklera, dilakukan dengan membuka mata pasien dengan tangan lalu dinilai apakah terdapat tanda-tanda ikterik atau tidak. Tanda-tanda ikterik bila sklera pasien terlihat kekuningan, tampak pada penyakit hati seperti hepatitis. Hal ini dapat ditemukan terutama pada pasien yang mengalami gangguan metabolisme bilirubin (Gambar
3.14).
1
ffi*# (a)
(b)
Gambar 3. 14. (a) Cara Pemeriksaan Sklera (b) Sklera Ikterk http://fatchu rr. blogdeti k.com/f iles/201 0 / 1 O / mata - ku ning -300 x21 4 jpg
55
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
d.
Kornea
Untuk pemeriksaan kornea dinilai apakah terdapat abnormalitas seperti tanda-tanda peradangan, ulkus, atau kekeruhan' Pada ulkus kornea,
terdapat perselubungan seperti awan disertai tanda-tanda radang. Pasien biasanya mengeluh silau (fotofobia) bila melihat cahaya terang.
Pada pasien dengan avitaminosis A dapqt ditemukan xeroftalmia di mana kornea menjadi kering sehingga terkesan lunak. Sedangkan pada
pasien berusia tua dapat ditemukan arkus senilis yaitu garis lengkung
putih keabu-abuan yang melingkari kornea.r
Gambar. 3.15. (a) Ulkus Kornea (b) Xeroftalmia (c) Arkus Senilis (http://bascompa mer.orglsite/i I
ma ges/Cornea
I
U
lcerj pg)
Pupil
Pemeriksaan pupil dilakukan untuk menilai bentuk dan ukurannya. Apabila kedua pupil memiliki bentuk dan ukuran sama besan maka disebut isokor. Pupil yang mengecil (miosis) atau terkadang amat kecil (pinpoint) dapat dijumpai misalnya pada keadaan intoksikasi morfin' Sebaliknya pupil yang mengalami dilatasi (midriasis) misalnya ditemukan pada kerusakan N.lll. Pupil anisokor ditemukan pada Horner's syndrome Refleks pupil terhadap cahaya diperiksa dengan meminta pasien
melihat obyek yang jauh, kemudian diberi rangsangan cahaya. Pemeriksaan refleks cahaya langsung dengan cara memberi rangsangan cahaya pada mata dan menilai refleks pupil pada mata yang diperiksa. Pemeriksaan cahayatidak langsung dengan cara memberi rangsangan
cahaya pada mata dan menilai refleks pupil pada mata yang tidak diperiksa (mata sebelahnya). Pada pemeriksaan ini perlu dinilai refleks cahaya langsung pada mata yang diperiksa dan refleks cahaya tidak
langsung pada mata sebelahnya. Hal ini dapat membantu untuk menentukan apakah terdapat paresis pada N.ll dan N.lll'
f.
1
Lensa Pada pemeriksaan lensa
dilihat bagian tengah lensa dan dinilai apakah
terdapat tanda-tanda kekeruhan atau tidak. Hal ini dapat dijumpai pada pasien usia lanjut akibat katarak, diabetes melitus.l 56
'
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Lensa yang tertutupi oleh katarak
Lensa Normal
(a)
Gambar 3.16. (a) Lensa Normal (b) Lensa Keruh pada Katarak (http://med ia.tanyadoktera nda .com limages / /2008/10/kata rak jpg) Pemeriksaan mata lainnya yang memerlukan alat bantu seperti:
a.
Funduskopi Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai fundus dan melihat apakah terdapat edema papil atau hemoragi. Selain itu mungkin pula dapat ditemukan adanya retinopati seperti pada pasien diabetes, hipertensi.3
b.
Pemeriksaan visus Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai ketajaman penglihatan pasien. Alat bantu yang digunakan adalah snelliuschart. Melalui pemeriksaan ini
FP
roz LPED
PECTD EDrczD rtLolzD ta trotEG
m
-
attaatat tatitaaa
20/200
2
?0/ 100
3
20t70
I
20/t0
tc
zolto
7 c
2012, zOl20
rflt
20t10
Gambar 3.17. Snellius Chart
57
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
dapat ditentukan apakah pasien dapa melihat secara normal (emetrop) atau memiliki gangguan ketajaman penglihatan seperti miopi (rabun
jauh akibat bayangan jatuh didepan retina), hipermetropi (rabun dekat akibat bayangan jatuh dibelakang retina), ataupun presbiopi (menurunnya daya akomodasi.3
c.
Tes lshihara
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan pasien dalam melihat warna sehingga dapat menentukan apakah pasien tersebut buta warna atau tidak (Gambar 3.18).3
Gambar 3.18.
Tes lshihara (http://rarwwroledo-bend.com/colorblind/ColorSjpg)
lnspeksi Umum
. . .
Perhatikan alis mata, nilai kelebatan dan distribusinya Adakah eksoftalmus, enoftalmus? Adakah deviasi coniugee, nistagmus?
Palpebra
. .
Adakah ptosis, lagoftalmus? Adakah edema palpebra, tanda radang, xantelasma?
Konjungtiva
. .
Apakah tampak Pucat, hiPeremis? Apakah terlihat berair, tampak kering, atau terdapat sekret mukopurulen? Apakah terdapat pterigium, pinguekula, flikten, bercak bitot? Sklera Apakah tampak ikterik?
.
.
Kornea
. .
58
Apakah terdapat peradangan, ulkus, kekeruhan, xeroftalmia? Apakah terdapat arkus senilis?
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pupil
. .
Bagaimana bentuk dan ukuran pupil? Bagaimana refleks pupil terhadap cahaya?
Lensa
. Palpasi
Pemeriksaan menggunakan alat bantu
.
Apakah terdapat kekeruhan lensa? Periksalah tekanan bola mata secara manual (bila tidak terdapat tonometer) Pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan Tonometer Schiotz Pemeriksaan gerakan bola mata menggunakan alat bantu seperti pulpen Pemeriksaan refleks langsung dan tidak langsung pupil terhadap cahaya menggunakan senter Pemeriksaan dengan funduskopi: . Adakah papil edema, perdarahan? . Adakah retinopati, ablasio retina? Pemeriksaan visus menggun akan Snellius chart Pemeriksaan buta warna menggunakan lshihara Pemeriksaan lapang pandang menggunakan kampimetri
Pemeriksaan Lapang Pandang Pada pemeriksaan ini dinilai apakah pasien mengalami penyempitan lapang
pandang (hemianopsia) atau tidak. pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan menutup salah satu mata dengan tangan, dan mata yang terbuka
memperhatikan tangan pemeriksa. Pasien kemudian menebak jari yang ditunjukkan pemeriksa di keempat kuadran. Keadaan yang mengganggu lapang pandang adalah hemianopia (setengah lapang pandang menyempit), bitemporal hemianopia (setengah lapang pandang menyempit pada kedua mata).3
Pemeriksaan mata dasar sebagai penapis penyakit mata secara lengkap
dapat dilihat pada bab13 hat 397.
TELINGA Pemeriksaan telinga dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan menggunakan bantuan alat (Tabel 3.3). Pada inspeksi, pertama-tama dinilai
bentuk dan ukuran daun telinga. Setelah itu ditentukan apakah terdapat tanda-tanda radang, atau tofi. Tofi merupakan benjolan keras, soliter ataupun multipel yang berasal dari timbunan Na-biurat pada rawan telinga. Hal ini
dapat dijumpai pada pasien Gout. Pada palpasi, dinilai apakah terdapat nyeri tekan pada prosesus mastoideus yang merupakan tanda terjadinya mastoiditis.l,2Anatomi telinga luar dapat dilihat pada gambar 3.19.
59
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Gambar. 3.19. Daun Telinga (http://www.mccullagh.orgldb9/1ds2-2/earcloseu pj pg)
Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai liang telinga apakah terdapat sekret, serumen, atau deskuamasi. Selain itu juga dinilai keutuhan selaput/
gendang telinga. Pemeriksaan ini memerlukan alat yang dinamakan otoskop untuk membantu pemeriksa agar dapat melihat bagian lebih dalam dari
liang telinga. Jika tidak ada otoskop, dapat digunakan penlight, namun hanya sampai melihat liang telinga, tidak dapat menilai gendang telinga (Gambar 3.20)'Z
Gambar 3.20. Cara Melakukan Pemeriksaan dengan Otoskop
Untuk uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan berbisik, dengan garpu penala, detak arloji, atau audiometer.Normalnya detak jam masih terdengar baik pada jarak kira-kira 12,5-3-/,5 cm..Apabila terdapat
50
Pemeriksaan Kepala dan Leher keluhan gangguan pendengaran (tuli) pada pasien, perlu dibedakan apakah hal tersebut akibat adanya gangguan hantaran atau akibat gangguan saraf. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan garpu tala (uji penala) dengan frekuensi 512 Hz atau 1024 Hz]
1.
Tes Rinne
ini bertujuan untuk mengetahui adanya keturian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran suara tulang dengan membandingkan hantaran suara melalui tulang (Gambar 3.21). Tes
Gambar.3.21. Tes Rinne
Prosedur: Setelah garpu penala dibunyikan secara ringan, tempatkan alat tersebut di prosesus mastoideus sampai pasien tidak dapat lagi mendengarsuaranya. Kemudian dengan cepat pindahkan garpu penala tersebut dekat dengan liang telinga pasien. pastikan apakah pasien masih dapat mendengarnya atau tidak.2 Dalam keadaan normal dan ketulian akibat gangguan saraf, bunyi
melalui udara terdengar lebih lama dibandingkan melalui tulang (Gambar 3.22).2
2.
Tes
Weber
ini bertujuan untuk mengetahui adanya ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran tulang dengan prinsip hantaran suara yang ditimbulkan tepat di tengah-tengah dahi atau ubun kepala akan disalurkan sama kuatnya ke kedua telinga (lateralisasi) (Gambar 3.23). Tes
Prosedur: Setelah garpu penala dibunyikan secara ringan, tempatkan alat tersebut pada puncak kepala atau tengah_tengah dahi pasien. Tanyakan apakah pasien dapat mendengar pada kedua sisi telinganya.2
51
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
",,
,r l1 rLI
'l i
I
---./-+-:-
--
--
rt 'I I ,l
Fase konduksi Konduksuudara
Kmduksihtlils Fmseco.neurat
+ -.r) +
Gambar 3.22. Fase Konduksi dan Sensorineural http://wwwjohnnysilva.com/physical-examination/images/1912-91'-96ipg
Gambar 3. 23. Tes Weber
Dalam keadaan normal, suara akan terdengar sama kuat di kedua telinga. Pada ketulian karena gangguan konduksi, suara akan di-'lateralisasi'-kan (terdengar) di telinga yang tuli saja' Pada ketulian karena gangguan saraf, suara akan terdengar di telinga yang sehat'2 Secara garis besar pemeriksaan telinga dapat dilihat pada tabel 3'3'
62
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Inspeksi
Daun telinga dan sekitarnya: Nilai bentuk dan ukuran daun telinga Apakah terdapat tanda-tanda radang, tofi? Liang telinga: Apakah terdapat sekret, serumen, deskuamasi?
. .
. .
Nilai keutuhan selaput/ gendang telinga (dengan
bantuan penlight atau otoskop) Apakah terdapat nyeri tekan pada prosesus mastoideus? Adakah pembesaran kelenjar getah bening retroaurikular? Dengan menggunakan suara keras atau berbisik Dengan menggunakan detak arloji, audiometer Dengan menggunakan garpu tala (tes Rinne, Weber)
Palpasi Tes
.
pendengaran
HIDUNG
Pemeriksaan hidung dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan menggunakan bantuan alat. Pertama-tama perlu dinilai bentuk hidung apakah normal atau tidak. Pada pasien kusta dapat terjadisaddle nose akibat kerusakan tulang hidung. setelah itu dilakukan palpasi untuk menilai adanya
nyeri tekan atau krepitasi pada tulang hidung.l Untuk pemeriksaan rongga hidung dilakukan dengan menggunakan
bantuan alat (Tabel 3.4.) berupa spekulum hidung untuk menilai pakah
terdapat sekret, perdarahan, penyumbatan, ataupun deviasi septum (Gambar 3.241.t,:
Gambar 3.24. (a) Hidung (b) Pemeriksaan Rongga Hidung
http://www.ncbi. objectonly
nl
m.nih.9ov/books/N
BK2 23
/figure / A3642/? reporl
53
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Apakah bentuk hidung normal? (simetris/ asimetris,
lnspeksi Palpasi
Pemeriksaan. menggunakan
alat
.
bantu (spekulum)
bentuk soddle nose) Nilai adakah nyeri tekan, krepitasi pada tulang hidung Nilai adakah sekret, perdarahan, penyumbatan Adakah deviasi septum? Adakah benda asing?
MULUT Pemeriksaan rongga mulut dimulai dengan menilai higienitas oral serta bau napas pasien. Gambar 3.26 menjelaskan anatomi rongga mulut.
Terdapat beberapa macam bau pernapasan yang mengindikasikan adanya penyakit tertentu seperti bau napas aseton pada pasien diabetes melitus ketoasidosis atau kelaparan, bau napas amoniak pada pasien koma uremikum, bau napas gangren pada pasien abses paru, serta foetor hepatik pada pasien koma hepatik.l'a
Gusr (gingrva)
f
Palatum durum Uvula
Grgr seri
Gambar 3.26. Rongga Mulut http://u pload.wi kimed ia.orglwi
ki ped
ialcom
m ons /f / f 6 /lllu -mouth
jpg
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara inspeksi dan menggunakan bantuan alat (spatula lidah), minta pasien untuk mengucapkan "ah" sehingga dapat melihat orofaring. Lakukan pemeriksaan secara sistematis (Tabel 3.5).1
64
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pemeriksaan Bau napas
lnspeksi (dapat dengan bantuan spatula)
. . . . . . .
Adakah Adakah Adakah Adakah
bau aseton? bau amoniak? bau nafas gangrene? foetor hepotic? Nilai bagaimana higienitas oral?
Bibir:
Nilai kesimetrisan bentuk bibir Adakah labioskisis, fisura? Adakah tanda-tanda bibir pucat, sianosis? Adakah lesi sekitar bibir? (vesikel, krusta) Mukosa Pipi: Adakah lesi pada mukosa pipi? ldentifikasi duktus parotid dan nilai aliran saliva Selaput lendir: Adakah stomatitis, leukoplakia? Gigi-geligi: Adakah karies, abses alveoli, missing teeth, karang gigi? Adakah gigi palsu? Lidah (periksa dalamkeadaan diam dan terjulur): Apakah berselaput, terlihat kering/ basah? Adakah tremor? Adakah atrofi papil, fissura, leukoplakia, glositis, kanula?
. . .
.
. .
.
.
.
. .
.
. . .
.
Palatum:
.
. Palpasi
. .
. .
Perkusi
Apakah terdapat palatoskisis, tonus palatine
Dasar mulut (pasien diminta mengangkat lidah): Periksa frenulum di garis tengah Periksa duktus submandibula pada kedua sisi
.
Palpasi perlahan daerah bibir dan sekitarnya untuk merasakan adakah massa submukosa yang tidak terlihat Minta pasien membuka mulut dan mengangkat lidah, tekan daerah submandibula, akan terlihat aliran dari kedua duktus
submandibular Ketuk gigi geligi secara perlahan untuk mencari adakah rasa nyeri atau infeksi
a.
Bibir Pada inspeksi dinilai mulai dari kesimetrisan bentuk bibir, ada atau tidaknya labioskisis maupun fisura, serta tanda-tanda pucat dan sianosis. Pada pasien herpes dapat ditemukan lesi di sekitar mulut berupa vesikula sebesarjarum pentul, yang akan kering dalam beberapajam
dan meninggalkan krusta. Palpasi dengan jari-jari apakah terdapat massa submukosa yang tidak terlihat.l.2
b.
Mukosa pipi
Menggunakan 2 spatula lidah atau sarung tangan dan 1 spatula lidah, dilihat mukosa pipi pada satu sisi, kemudian sisi lainnya.
65
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Mengidentifikasi duktus parotid dan aliran saliva saat mengamati duktus
(Gambar 3.25).t2
p
Gambar 3.25. Inspeksi Mukosa PiPi http://www.g horayeb.co m/files/bu cca lM u cosa2 j pg
Selaput lendir. Dinilai apakah terdapat stomatitis akibat infeksi, ataupun
C.
leukoplakia (Gambar 3.27).r
Gambar 3.27. (a) Stomatitis (b) Leukoplakia http://d e ntistryfo rstu d e nts.co m/wp- co nte nt/u p load s/2 010 /12/haiy -leuko plakia
d.
jpg
Gigi geligi. Dinilai apakah terdapat karies atau abses alveoli serta dihitung jumlahnya. Jika gigi mudah terjadi perdarahan saat dipalpasi, perlu dicurigai kemungkinan infeksi kronik. Ketuk gigi secara perlahan
untuk melihat apakah ada nyeri atau infeksi.
1
Lidah. Dinilai apakah berselaput (demam tifoid), tremor, basah atau kering (dehidrasi), papiljelas atrofi. Selain itu dinilai pula apakah terdapat
fisura, deviasi leukoplakia, glositis, kanula (kista kelenjar ludah atau kelenjar mukosa yang tertutup, terjadi di dasar mulut, dekat frenulum lidah). Lidah harus diperiksa dalam keadaam diam dan terjulur.r2 66
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Palatum. Dinilai apakah terdapat palatoskisis (celah pada garis tengah
akibat kegagalan prosesus palatum untuk saling bersatu), tonus palatines (benjolan pada garis tengah palatum).
1
Dasar Mulut
Minta pasien untuk mengangkat ridah, lihat area dibawah mulut. periksa
frenulum di midline, duktus submandibular pada kedua sisi. Tekan daerah submandibula, akan terlihat aliran dari duktus tersebut.l
TENGGOROKAN Pada pemeriksaan
tenggorokan dirakukan inspeksi dengan menggunakan bantuan alat spatula lidah untuk menilai keadaan faring apakah hiperemis atau tidak, posisi uvula ditengah atau tidak, letak tonsil, serta apakah terdapat detritus atau tidak (Gambar 3.29).1i
Pilar posteriot
Palalum durum
Pilar
anteflor Palatum mole Tonsil kanan
Uvula Faring
Lidah
Gambar 3.28. Tenggorokan http://www.hea lth hype.com/wp- content/u proads/norma r_hea rthy_th roat_
tonsilsjpg
Pemeriksaan tenggorokan dilakukan dengan cara meminta pasien membuka mulut, kemudian menekan bagian tengah lidah dengan spatula lidah hingga mendapat visualisasi yang baik. Jangan meletakkan spatula terlalu poster.ior karena akan memicu refleks muntah. periksa ukuran dan letak tonsil. Jika tonsil membesar secara asimetris, mungkin limfoma. Tonsil hiperplastik dan memenuhi orofaring pada pasien muda tetapi cenderung
atrofi pada pasien lanjut usia. Kriptus pada tonsir sering terisi debris, dan sering diinterpretasikan infeksi membran. Dinding faring posterior perlu 67
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
dievaluasi menggunakan spatula lidah untuk melihat postnasal drip'1'4 Secara garis besar pemeriksaan tenggorokan dapat dilihat pada tabel 3.6.
Cara Pemeriksaan
Minta pasien membuka mulut Tekan bagian tengah li{ah dengan spatula (jangan meletakkan spatula terlalu posterior)
Inspeksi
Lihat letak dan ukuran tonsil Apakah terdapat detritus pada tonsil? Bagaimana posisi uvula? Adakah post nasal drip pada dinding faring posterior?
LEHER Pemeriksaan leher dilakukan untuk menilai apakah terdapat:
.
Asimetri akibat pembengkakan oleh aneurisma arteri karotis' Pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat diraba pulsasi arteri pada daerah tersebut.
.
Pulsasi yang abnormal. Apabila terdapat bendungan aliran darah ke
vena torakalis; vena-vena jugularis akan tampak menonjol. Hal ini tampak misalnya pada tumor intratorakal (sindrom vena jugularis), gagal jantung kanan.
.
Terbatasnya gerakan leher akibat adanya pembengkakan leher. Selain
itu dapat juga ditemukan kekakuan pada leher; misalnya kaku kuduk pada meningitis, tetanus.
.
Tumor misalnya pada limfoma (biasanya unilateral), tumor kista brakialis,
pembesaran kelenjar tiroid.
Otot Sternomastoid
Olot rapezius Segitiga Posterior
Segiliga
anterior
Otot omohyoid
Klavikula
Manubrium sternum
Gambar 3.29. Otot Pada Leher http://neckmuscles.net/wp-content/u ploads/201 1/08/neck- muscles-2 9 if
68
Pemeriksaan Kepala dan Leher
'
Tortikolis. Pada keadaan,ini reher miring pada arah yang sakit dan sukar digerakkan karena rasa nyeri. Terlihat misalnya pada infeksi m.sternokleidomastoideus/m.trapezius, tubercu losis vertebra servikalis.l
Selain itu pada palpasi juga dapat dinilai posisi trakea apakah terdorong atau tertarik ke sarah satu sisi. pemeriksaan dirakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk diantara trakeadan sternomastoid, kemudian membandingkan jarak antara sisi kanan dan sisi kiri.l pemeriksaan posisi trakea yang lebih rinci dapat dilihat pada halaman l5g pemeriksaan leher secara keseluruhan diringkas pada tabel 3.7.
Pemeriksaan
Inspeksi Lihat bentuk dan warna leher (simetris/asimetris, tampak
.
Umum
. . .
kemerahan) Apakah terdapat penonjolan vena-venajuglaris?
Apakah terlihat adanya tumor (soliterfmultipel, unilateral/ bilateral, konfluens/ diseminata) Adakah tortikolis?
Palpasi Bagaimana pulsasi arteri karotis? (Normal/ abnormal) Adakah kaku kuduk? Adakah pembesaran tiroid? Bagaimana posisi trakea? (di tengah, terdorong kesatu sisi)
. . . .
Auskultasi
.
Adakah bruit pada arteri karotis atau tiroid?
Pemeriksaan Inspeksi: kelenjar getah . Adakah pembesaran kelenjar getah bening
bening
unilateral/bilateral, jumlah
KG"B
leher? (Jika ya:
yang membesar, tentukan
lokasi)
Palpasi (menggunakan jari telunjuk dan jari tengah): Tentukan ukuran KGB yang membesar Nilai konsistensi, mobilitas, permukaan Adakah nyeri tekan? Lakukan palpasi pada daerah:
. . . .
Kelenjar
Tiroid
. .
. . .
' iff i:x
l.[i'
5l,ii ; i 1il Hi l! l,?,1;, ",t i]SJill; I posterior; deep cervical choin, supraklavikula
!l,ij Jiii
Pasien berada di posisi depan dari pemeriksa Kedua tangan pemeriksa meraba kelenjar tiroid dari arah belakang Hal yang perlu dinilai: Ukuran Bentuk (normal, nodular; difusa)
. . .
Soliter/ multiple Solitermultipel
.
Minta pasien menelan ludah, apakah kelenjartersebut ikut bergerak sesuai dengan gerakan menelan?
69
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
. . .
Konsistensi (kenyal, keras, kistik)
Permukaan(rata,berbenjol-benjol)
Adakah nyeri tekan? Adakah bruit pada auskultasi? Dilakukan pada vena jugularis eksterna kanan Pemeriksaan secara langsung menggunakan manometer Pemeriksaan tidak langsung menggunakan metode Lewis
Tekanan Vena
Jugularis
Borst: Pasien berbaring dengan sudut 450 dengan leher Tentukan venajugularis eksterna kanan
. . .
Vena ditekan menggunakan 1 jari
di sebelah proksimal
(dekat klavikula), kemudian di sebelah distal (dengan
. .
jari lain) jari pertama dilepaskan Nilai sampai di mana vena terisi waktu inspirasi biasa dan mengukurnya dari tinggi titik acuan
Tekanan oleh
Kelenjar submandibula
Kelenjar Liur
. .
Palpasi bimanual menggunakan 1 jari pada mulut dan jari lain di leher
Kelenjar Parotis PalPasi daerah Periaurikuler
.
.
l1l::i,*!us
parotid pada mukosa pipi di sekitar sisi
di
leher, harus diketahui asal massa nya, apakah dari pembuluh limfa, kalau bukan apakah massa tersebut berasal dari struktur anatomis sekitarnya seperti saraf, pembuluh darah, otot.
Jika ditemukan massa
Mungkinkah berasal dari struktur anatomis yang abnormal seperti laringokel, faringokel. Setelah menentukan asal massa, dipikirkan penyebabnya apakah kongenital, inflamasi, trauma, neoplasma, degeneratif atau idiopatik.l'4
KELENJAR GETAH BENING Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk menentukan apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Hal ini dapat dijumpai pada tuberkulosis kelenjar, leukemia, limfoma malignum Apabila terdapat
pembesaran, perlu dideskripsikan letak, ukuran, jumlah, unilateral/bilateral, konsistensi, mobilitas, dan ada tidaknya nyeri tekan. Kelainan pada kelenjar
getah bening dapat disebabkan metastasis kanker, limfoma maligna, atau melanoma.l'2
Pemeriksaan dilakukan dengan cara palpasi menggunakan ujung
telunjuk dan jari tengah pada area-area berikut ini (Gambar 3.30):1'2
70
Pemeriksaan Kepala dan Leher
1. Preaurikula (belakang telinga) 2. Aurikula posterior 3. Oksipital 4. Tonsilar 5. Submandibular 6. Submental 7. Servikalsuperfisial 8. Servikal posterior 9. Deep cervicoL choin 10. Supraklavikula
Prururikular
Parotid
RctroL?hgcal
(lon3ilrr) Subm.ndlhrl.r (3ubmd(sal.ris)
r***
Submantal
ScrYlkel antcrio,
-
Lodus supravanfilular
(t .rb.iakr.drpGnyrkitl
.{, . ,s: .:y
..
.
{d
Gambar 3.30. Kelenjar Getah Bening Leher http://www.lym phedemapeople.com/ima ges/9554jpg
KETENJAR TIROID Pada pemeriksaan kelenjar tiroid dinirai besar dan bentuknya (normar, difusa, nodular), ukuran, konsistensi (kenyal, keras, kista), permukaan (ratal berbenjol-benjol), ikut bergerak saat menelan /tidak, nyeri/tidak, dan ada
71
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
tidaknya bising auskultasi. Jika nodular; perlu ditentukan apakah multinodul atau soliter. Kalau teraba nodul yang soliter dan kelenjar lain membesan
mungkin menandakan nodul dominan pada goiter multinodular.l'a Pada pemeriksaan pasien dengan kelainan tiroid, pasien berada dalam posisi membelakangi pemeriksa. Kemudian dengan kedua tangan pemeriksa
dari arah belakang meraba kelenjartiroid pasiep. Setelah itu, pasien diminta menelan ludahnya, agar dapat dinilai apakah kelenjar tersebut ikut bergerak sesuai dengan gerakan menelan. Untuk kelenjar tiroid yang membesar perlu dilakukan auskultasi untuk mengetahui apakah terdengar bruit. Hal
ini cenderung mengarah pada keadaan peningkatan vaskularisasi seperti pada keganasan, tirotoksikosis. Auskultasi dilakukan pada tiroid yang membesar; untuk mengetahui adanya bruit pada kelenjar tiroid tersebut. Pada keganasan dan tirotoksikosis sering ditemukan bruit dari arah depan.l'3
Pemeriksaan kelenjar tiroid yang lebih rinci dapat dilihat pada pada bab 9
halaman 256.
TEKANAN VENA JUGULARIS Pemeriksaan tekanan vena jugularis dilakukan pada vena jugularis eksterna
kanan karena berhubungan langsung dengan vena kava superior. Pada gagal jantung kanan, bendungan di ventrikel kanan diteruskan ke atrium kanan dan vena kava superior sehingga tekanan vena jugularis meninggi. 1
Pengukuran tekanan vena jugularis dilakukan dengan menggunakan alat manometer. Namun menurut Lewis Borst dapat dilakukan pemeriksaan secara tidak langsung melalui vena jugularis itu sendiri. Pertama-tama pasien berbaring dengan sudut 450 dengan leher dalam keadaan lemas' Tentukan posisi venajugularis eksterna kanan. Vena tidak boleh dikosongkan dengan mengurutnya. Vena ditekan 1 jari mula-mula di sebelah bawah (proksimal) dekat klavikula, lalu di sebelah atas (distal) dekat mandibula dengan jari lain, kemudian tekanan oleh jari pertama dilepaskan. Dinilai sampai di mana vena 3 terisi waktu inspirasi biasa dengan mengukurnya dari tinggi titik acuan.1 Misalnya pada pemeriksaan tekanan vena 2 cm lebih tinggi dari titik
acuan. Karena jarak titik acuan-titik nol sama dengan R (atau 5 cm), maka tekanan vena adalah R+2 cm H2O. Lebih baik tidak ditulis 7 cm H2O, untuk memperlihatkan jarak R adalah 5 cm H2O.1 Teknik pemeriksaan vena jugularis secara lebih rinci dapat dilihat pada
bab 4 halaman 102.
72
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pengukuran tekanan vena di leher (cara tidak langsung) tidak dapat dipercaya pada anak-anak karena reher terraru pendek atau pada pasien dengan struma karena struma mungkin menekan vena jugularis. Tekanan vena meninggi pada gagaljantung kanan, perikarditis eksudativa dengan tamponade jantung, atau perikarditis konstriktiva.l
Bendungan di vena pulmonalis (gagal"jantung kiri) menggunakan penyadapan jantung kanan (kateter Swan-Ganz).1
Kelenjar Liur Kelenjar submandibula. Mudah teraba pada area submandibura, namun pada pasien usia lanjut kelenjar tersebut cenderung bergeser kebawah dan
sering dikira tumor. Cara pemeriksaan yang baik adalah dengan palpasi bimanual menggunakan satu jari pada murut dan jari rain di reher. rnspeksi intraoral dan palpasi duktus submandibula penting dilakukan untuk menilai konsistensi.a
Kelenjar Parotis. Mudah diparpasi pada area periauricurar; tapi robus daram terletak di parafaring dan tumor dapat tumbuh tanpa terdeteksi hingga menjadi besar. Jangan lupa untuk memeriksa duktus parotid pada mukosa pipi disekitar gigi molar atas 2 (Gambar 3.31).a
Xeleniar liur parotas Dukrus parotis
,dr :il)
\[f
Otot Masseter
Mukosa Ouktus sublinguat
DuItus submandibular Kclenrar liur sublingual Otot myohyoid Xeleniar liur subrnandibula (a) Kelenjar liur
Gambar 3.31. Kelenjar parotis http://u pload.wikimed ia.orglwikiped ialcommons/thu png/250px-G ra y 1 024.png
m b/7 /7
d/Gray1024.
73
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Nervus Kranialis Nervus kranialis terdiri atas 12 nervus yaitu (Gambar 3.35):La
N.I.
-
Olfaktorius
menghidu
-
komponen sensori; melalui lempeng
cribiform Cara pemerlksaan: Meletakkan sesuatu yang berbau di hidung pasien
seperti kopi
.
N.tr. Optikus -penglihatan-komponen
sensori; melalui kanalis optikus
Memeriksa ketajaman penglihatan, warna, lapang pandang, refleks, dan funduskopi Cara memeriksa ketajaman penglihatan: Menggunakan Snellen Chart
Warna: Menggunakan Tes Ishihara Lapang pandang: Jari pemeriksa digerakkan keempat kuadran Refleks: Melihat refleks PuPil Funduskopi: Menggunakan alat funduskopi pada kedua mata pasien
N.III. Okulomotorius - gerakan mata, konstriksi pupil, akomodasi, gerak kelopak mata - motorik. Cara pemeriksaan: Pemeriksa duduk di depan pasien dan menggambar huruf H dengan jari, dan mata pasien mengikuti gerakan jari
N.N. Troklearis-
gerakan mata
- motorik;
melalui superiororbital Fissuro (soF).
Cara pemeriksaan: Sama seperti pemeriksaan N.3.
mastikasi, sensasi wajah (V1 melalui SOF, V2 melalui foramen rotundum, V3 melalui foramen ovale)' Memiliki komponen
N.V. Trigeminus
-
sensorik dan motorik. Cara pemeriksaan sensori: Menggunakan kapas pada kornea, dilihat refleks kornea, pasien akan berespon dengan menutup mata (Gambar 3.32 (a)).
Motorik: meminta pasien mengatup gigi dan rasakan kontraksi otot masseter (Gambar 3.32 (b))
Gambar 3.32. (a) Pemeriksaan Sensorik, (b) Motorik
74
Pemeriksaan Kepala dan Leher
N.Vl. Abdusen
- gerakan
mata (pandangan lateral); motorik. melalui
SOF.
Cara pemeriksaan: Sama dengan memeriksa N. 3.
- gerakan wajah, 2/3 anterior lidah, Iakrimasi, salivasi (submandibular, submaxilla) ; Komponen sensorik dan motorik. Melalui lnternaL Acoustic Meotus (IAM)
N.Vll.Fasialis
Cara pemeriksaan: Meminta pasien mengangkat alis dinilai kesimetrisan
lipatan dahi, menutup mata dinilai kekuatan melawan resistensi, menggembungkan pipi dinilai kesimetrisan pipi kiri dan kanan, dan mennyeringai dinilai kesimetrisan kanan dan kiri (Gambar 3.33).
Gambar 3.33. (a-d) pemeriksaan n. Vll http://www.osceskills.com/e-learning/subjects/cranial nerve_ examination/
N.vlll.vestibulokoklearis- pendengaran dan keseimbangan; sensori. melalui lAM. Cara pemeriksaan: Menggunakan tes Rinne dan tes Weber
N.lX. Glosofaringeusl
-
1/3 lidah posterior, menelan, salivasi (parotid),
badan karotid
Mengandung komponen sensori dan motorik. melalui foramen jugularis Cara Pemeriksaan: Merangsang refleks muntah dengan spatula lidah
di 1/3 lidah posterior
N.X. Vagus -
Pengecap, menelan, elevasi palatum, berbicara, komponen sensori dan motorik. melalui Foramen Jugularis.
75
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Cara pemeriksaan: meminta pasien membuka mulut, dinilai uvula
terletak ditengah N.XI. Asesorius
-
menoleh kepala, mengangkat bahu. Motorik. melalui
foramen Jugularis Cara pemeriksaan: Meminta pasien mengangkat kedua bahu, dan menoleh melawan tahanan (Gambar 3.34).
Gambar 3.34. (a-b) Pemeriksaan n. XI
Gambar 3.35. Nervus Kranialis http://www med icalook.com/systems-i mages/Cra nial-nerves j pg
76
Pemeriksaan Kepala dan Leher
N.xll
Hipoglosus
-
Gerakan ridah. Komponen Motorik. merarui kanaris
hipoglosus. Cara pemeriksaan: Melihat lidah pasien dalam keadaan diam dan
terjuluI dinilai posisi lidah. Pemeriksaan Nervus Kranialis dirangkum pada tabel 3.g
Nervus
I
(Olfaktori) Nervus ll (Optikus)
Nervus
lll
(Okulomotor)
Nervus lV (Troklearis) Nervus V (Trigeminus)
Letakkan sesuatu yang memiliki bau tajam dan khas di depan
hidung pasien, misal: kopi Ketajaman penglihatan: Menggunakan Snellen Chart
lapang.
pandang: Menggunakan
jari pemeriksa
yang
digerakkan di keempat quadran Reflex pupil: dengan bantuan senter Pemeriksaan Fundus: menggunakan funduskopi Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien. Pemeriksa menggerakan jarinya dan membentuk huruf H, minta agar mata pasien mengikuti gerakan jari pemeriksa. Lihat gerakan bola mata ke arah medial, medial atas, lateral bawah, lateral atas Sama seperti pemeriksaan Nervus lll Lihat gerakan bola mata ke arah medial bawah Pemeriksaan sensori:
.
Menyentuh kornea dengan lembut menggunakan ujung
.
kapas Lihat refleks kornea pasien: pasien akan berespon dengan
menutup mata Pemeriksaan Motorik: Minta pasien untuk mengatupkan gigi Letakkan tangan pemeriksa di kedua pipi dan rasakan kontraksi pada otot masseter Sama seperti pemeriksaan Nervus lll Lihat gerakan bola mata pasien ke arah lateral Minta pasien mengangkat alis: Nilai kesimetrisan lipatan dahi
. .
Nervus Vl (Abdusen) Nervus Vll (Fasialis)
Minta pasien menutup mata: Nilai kekuatan melawan
resistensi yang diberikan pemeriksa Minta pasien menggembungkan pipi: Nilai kesimetrisan pipi kanan dan kiri Minta pasien menyeringai: Nilai kesimetrisan sisi kanan dan
kiri
Nervus Vlll (Vestibulokoklearis)
Nervus lX (Glossofaringeal) Nervus X (Vagus)
Menggunakan tes Rinne dan tes Weber
Rangsang refleks muntah pasien dengan menggunakan spatula lidah yang disentuhkan secara lembut pada daerah 1/3 posterior lidah Minta pasien untuk membuka mulut, dan perhatikan apakah uvula terletak di tengah
77
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
NervusXlLetakkankeduatanganpemeriksadiataskeduabahupasien
(Asesorlus)
dan berikan tekanan, minta pasien untuk mengangkat bahu dan melawan tekanan itu Letakkan tangan pemeriksa di samping wajah pasien dan berikan tekanin, minta pasien untuk menoleh ke sisi tangan itu Pemeriksa dan melawan tekanan
NervusXllLihatlidahpasiendalamkeadaandiamdanterjulur
iivp"gG*l
Nilai posisi iidah pasien (di tengah atau miring ke salah 1 sisi)
DAFTAR PUSTAKA
l.MarkumHMS.PenuntunAnamnesisdanPemeriksaanFisis.Jakarta:Pusat Penerbit llmu Penyakit Dalam FKUI;2005'
2.GonzalesTS.PhysicalExaminationofTheHeadandNeck.Hawaii:TriplerArmy Medical Center.
3.
lnforma Burton NL, Birdi K. clinical Skills for oscEs 2nd Ed. United Kingdom: Healthcare; 2006.
4,
Ed. USA: P. Core Clinical Skills for oSCEs in Medicine. 2md 2005. Elsevier; Livingstone. Churchill
Dorman T, o,Neill
78
BAB 4
[lt[th lt tsls ltfft ptt[ ER I l(sAAlt HSIS tmnlllouAsl(ulAn Ryan Ranitya, Simon Salim, ldrus Alwi Anamnesis Kardiovaskular Nyeri dada
81
Sesak napas
85
Edema
87
Sinkop Klaudikasio intermiten dan penyakit vaskular perifer Fatique
Palpitasi
87
Pemeriksaan
79
fi
sis kardiovaskular
88 89 91 91
ANAMNESIS KARDIOVASKU LAR Anamnesis sangat penting dalam mendiagnosis penyakit kardiovaskular (KV)' Banyak gejala dapat bersumber dari kerainan kardiovaskular
tetapi
gejala yang umumnya berkaitan dengan KV adalah nyeri dada, sesak napas
yang dipicu oleh aktivitas fisik, ortopnu , poroxysmal nocturnol dyspneu (PND), kaki bengkak, palpitasi, sinkop, klaudikasio intermiten dan fotigue (kelelahan) (Tabel 4.1).
Riwayat penyakit KV dahulu Faktor risiko Riwayat penyakit keluarga Riwayat pekerjaan Keluhan nyeri dada Sesak
Batuk Palpitasi
Sinkop dan riwayat jatuh Fofigue (kelelahan) Bengkak pada tungkai
Pertanyaan sebaiknya membantu mengarahkan pada diagnosis tertentu,
sehingga gejala yang ditanyakan juga yang spesifik. Contoh pertanyaan yang dapat digunakan untuk sistem kardiovaskular adalah:
79
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
. . .
Adakah rasa nyeri/tertekan/tertindih di daerah dada? (infark miokard)
. . . .
Apakah dapat tidur terlentang tanpa merasa sesak ? (ortopnu)
Adakah terbangun malam hari karena sesak ? (gagaljantung) Adakah sesak saat aktivitas? Seberapa berat aktivitas yang menimbulkan rasa sesak ? (kelas fungsional gagaljantung)
Apakah ada bengkak di pergelangan kaki ? (gagal jantung) Apakah ada rasa berdebar atau berdegup tidak teratur ? (aritmia)
Apakah pernah mengalami pingsan/gelap mata tanpa ada gejala pendahulu (tiba-tiba)? (serangan stokes adam)
.
Apakah pernah mengalami serangan pingsan/9elap mata saat aktivitas? (stenosis aorta berat/kard iomiopati hipertropi)
. . .
Adakah nyeri di daerah tungkai bawah saat aktivitas? (klaudikasio) Pernahkah tangan atau kaki terasa dingin atau biru? (sianosis)
Pernah dikatakan demam rematik, serangan jantung, tekanan darah
tinggi?
Riwayat penyakit dahulu yang penting untuk diketahui adalah riwayat infark miokard, operasi by poss atau pemasangan stent koroner, kardiomiopati, kelainan kongenital, kelainan katup, sindrom. Marfan, demam reumatik, choreo, penyakit menular seksual, tindakan pada gigi, penyakit
tiroid, riwayat kelainan jantung pada pemeriksaan rutin sekolah/asuransi, obat-obatan yang dikonsumsi. Riwayat sosial mencakup riwayat pekerjaan dan kebiasan merokok dan
minum alkohol. Faktor risiko untuk penyakit jantung koroner (PiK) harus ditelusuri seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, obesitas, kurang latihan
fisik, riwayat sakit jantung pada keluarga dan merokok. Untuk setiap keluhan dan gejala yang ditemukan selalu ditanyakan informasi dasar:
. . .
Bagaimana timbulnya gejala Beratnya gejala Lama gejala, termasuk kapan mulai timbul gejala, kapan gejala berakhir
dan seberapa sering gejala itu muncul
.
Faktor apa saja yang dapat memicu timbulnya gejala dan faktor apa yang dapat menguranginya
. .
80
Adakah keluhan atau gejala yang sama sebelumnya Berapa besar pengaruh gejala terhadap aktivitas sehari-hari
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
NYERI DADA Keluhan dan gejala nyeri dada dapat bersumber dijantung (kardiak) maupun selain jantung (non kardiak). Gejara nyeri dada yang disebut dengan istirah "angina" sebenarnya rebih tepat disebut rasa tidak nyaman di dada (chest
discomfort), karena tidak seraru dipersepsikan sebagai nyeri oreh pasien. Keluhan ini biasanya dihubungkan dengan penyakitjantung koroner (pJK), namun bisa disebabkan oleh berbagai hal selain pJK seperti pneumonia, perikarditis, refruks gastroesofagear, atau nyeri otot dada. Anamnesis yang
teliti dapat membantu memilah pasien dengan keluhan nyeri dada untuk diagnosis yang lebih spesifik (Tabel 4.2).
Kardiak Angina
Rasa berat/nyeri dada Nyeridipicu olehaktivitasfisik,
retrosternal yang menjalarke udara dingin, stres/emosi
leher, rahang, epigastrium,
bahu atau lengan kiri Sama dengan angina
Angina tak stabil/ lebih berat
tetapi
infark miokard akut
Perikarditis
Biasanya > 20 menit, timbul tiba-tiba disertai mual, muntah dan sesak
N.yeri dada lebih tajam, Adanyapericordiolftiabn rub pleuritik dan diperberat Gambaran EKG elevasi ST dengan perubahan posisi. tanpa ada perubahan resiprokal depresi ST
Vaskular Diseksi aorta
Emboli paru
Hipertensi pulmonal
Nyeri yang tajam menyayat,
Nyeri yang hebat, adanya
timbul tiba-tiba pada dada hipertlnsl atau penyakit depan dan sering menjalar sindrom Marfan
ke punggung Timbulsesakdan nyeritiba- Sesak, takikardia dan tanda tiba, nyeri pleuritik gagaljantung kanan
Nyeri substernal yang
Nyeridisertaisesakdantanda
menekan dinding dada, hipertensi pulmonal dipicu aktivitas
Paru-paru Pleuritis/ Pneumonia
Nyeri pleuritik, biasanya Nyeri pleuritik dan lokasi di singkat dan di daerah yang laieral dada disertai sesak
terkena Trakeobronkitis
Rasa.tidak nyaman seperti Lokasi di tengah dan disertai
terbakardi garistengah
Pneumotorak spontan
dada batuk
Nyeri pleuritik uni-lateral Nyeri tiba_tiba dan sesak
tiba-tiba disertai
sesak
napas
81
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Gastrointestinal
Refluks gastro esofageal (GERD)
Rasa panas/terbakar Dipicu oleh makanan
dan
substernal dan di nyeri berkurang setelah
epigastrium selama 10-60 minumantasida menit
Ulkus peptikum
Rasa panas/terbakar
di Nyeri berkurang
serelah
epigastrium/substernal yang- minum antasida atau makanan berlangsung lama
Penyakit
Rasa nyeri pada kuadran Faktor pemicu tidak jelas,
kandung
kanan atas
empedu
epigastrium
kadang sesuai pola/jenis makanan
Pankreatitis
Nyeri yang intens pada Faktorrisikotermasukalkohol, epigastrium dan substernal dislipidemia
Muskuloskeletal Nyeri yang tiba-tiba dan Dapat ditimbulkan oleh
tajam
Kostokondritis
penekanan pada sendi yang
terkena, kadang disertai bengkak/radang
Nyeri ydng ditimbulkan
ffi'olf"iil
Posisi/eerak
Nyeri yang tiba-tiba dan Nyeri dapat dipicu dengan Penyakit pergerakan leher servikal tajam
diskus
Trauma atau
otot
kram
Nyeri yang
konstan
Dapat dipicu dengan palpasi atau Pergerakan dinding dada atau lengan
lnfeksi
Herpes zoster
Rasa nyeri seperti
terbakar Adanya ruam, distribusi sesuai
pada daerah distribusi
dermatom
dermatom.
Parestesia lokal sebelum timbul ruam. Tidak ada Perubahan
EKG.
Psikologis/depresi Nyeri dada disertai rasa Adanya riwayat gangguan tercekik, sesak selama emosional.
> 30 menit yang tidak Perasaanbebanberatdidada berhubungan dengan yang kontinyu dan konstan. aktivitas atau pergerakan Nyeri tidak berhubungan dengan aktivitas fisik. Tidak ada perubahan EKG.
Nyeri dada kardiak tipikal timbul akibat iskemia atau infark miokard akut yang disebabkan ruptur plak aterosklerosis pada pembuluh darah koroner dan menyebabkan sumbatan baik total maupun subtotal. Manifestasi klinis
nyeri dada yang tipikal
82
;
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
.
Kualitas
-
Nyeri seperti diremas, menahan beban berat, mencekik atau adanya rasa tidak nyaman di dada. Angina biasanya tidak bersifat tajam seperti ditusuk dan tidak berubah kualitasnya bila ada perubahan posisi atau respirasi.
. .
Durasi - Episode angina biasanya hilang timbul, berlangsung selama beberapa menit. Nyeri yang konstan da-n berlangsung terus-menerus selama beberapa jam biasanya bukan angina
Lokasi
-
biasanya substernal, namun sering disertai penjalaran ke
leheri rahang, epigastrium, atau lengan. Nyeri yang berlokasi di atas mandibula, bawah epigastrium atau pada daerah lateral dinding dada biasanya bukan angina (Gambar 4.1)
Ierlokasir (tepat Kombinast umum: dibawah lulang dada) tengah dada, leher dan atau rahano daerah yang l6bih ,uas pada bagran tflgah dada. alau pada rclunlh dada bagian alas
Daorah yang lebih luas Bagian bawah tengah pada dada, leh€t rahang leh€r hingga kedua sisi dan longan bagaan dalam leher bagian atas; dan rahang, nlular dari telinga yang satu ke telingan yang larnnya.
dan dalam.
Iengah dada
lsgan
bagran
Lengan kii dan bahu lebjh sering lerkena danpada sisr kanan
Bagian dalam lengan kanan. mulai dari ketiak hingga ke bawah s,kui bagian dalam lengan kifl hrngga pinggang. Sisr kiri lengan dan bahu lebih serng terkena dariDada sisi kanan
bagian alas abdomef,. dmana seflngkali salah duga *bagar gangguan pen@maan
Diantara dua ujung tulang belikal
Gambar 4.1. Lokasi-lokasi yang biasa dikeluhkan pada angina
.
Pemicu
-
angina biasanya dicetuskan oleh aktivitas fisik atau stres
emosional dan nyeri akan berkurang dengan istirahat. Nitrat sublingual
juga akan mengurangi nyeri pada angina dalam 30 detik sampai beberapa menit.
83
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Beberapa keluhan pasien sangat mendukung kemungkinan infark miokard akut (lMA), dan beberapa keluhan lainjustru semakin menurunkan kemungkinan suatu infark miokard akut (Tabel 4.3.)
Nyeri dada akibat PJK atau angina mempunyai kekhususan karena merupakan salah satu kondisi darurat yang harus mendapat penanganan segera. Berdasarkan hal ini angina diklasifikasikan menjadi angina tipikal, atipikal dan angina nonkardiak (Tabel 4.4). Respons pemberian terapi nitrat terhadap gejala nyeri dada, angina maupun sesak dapat memberikan petunjuk mengenai penyebabnya. Angina akibat
PJK
biasanya membaik dengan nitrat dalam
1
- 5 menit.
lebih dari 5 menit maka kemungkinan penyebabnya bukan
Bila responsnya
PJK,
tapi hal yang
Kemungkinan IMA meningkat Penjalaran ke lengan atau bahu kanan
4,7 (1,9
- 12)
Penjalaran ke kedua lengan atau bahu
4,1 (2,s 2,4 (1,5
-
6,5)
*
3,8)
-
3,1)
Berhubungan dengan aktivitas Penjalaran ke lengan kiri Berkeringat (diaphoresis) Berhubungan dengan mual atau muntah Lebih buruk dari angina/serangan jantung sebelumnya Seperti tertindih
Kemungkinan IMA menurun Bersifat pleuritik Bersifat posisional Bersifat tajam Timbul ulang dengan palpasi Lokasi di bawah - mammae Tidak berhubungan dengan aktivitas
2,3 (1,7 2,0 (1,9
- 2,2) - 2,3) 1,8 (1,6 - 2,0) 1,3 (1,2 - 1,5)
1,9 (1,7
0,2 (0,1 0,3 (0,2 0,3 (0,2
- 0,3) - 0,s) - 0,5) 0,3 (0,2 - 0,4) 0,8 (0,7 - 0,9) 0,8 (0,6 - 0,9)
Angina tipikal
. .
Angina yang. khas yaitu nyeri dada retrosternal, kualitas dan durasinya Timbulnya angina dipicu oleh aktivitas fisik dan atau emosi Angina berkurang bila istirahat atau dengan pemberian Nitrat
Angina atipikal
.
Bila angina hanya memenuhi 2 karakteristik di atas
Angina nonkardiak
.
84
Bila hanya memenuhi 1 atau tidak ada satu pun
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular lain. Nitrat juga dapat mengurangi gejala sesak akibat gagaljantung karena dapat mengurangi aliran darah balik vena, dan juga dapat mengurangi nyeri spasme otot polos terutama pada esofagus dan kolik batu empedu.
SESAK NAPAS Sesak napas dapat disebabkan oleh
penyakitjintung atau penyakit lainnya.
Gejala sesak napas yang berkaitan dengan
penyakitjantung bisasanya dipicu oleh aktivitas fisik karena kegagalan pompa jantung untuk mengkompensasi kebutuhan yang meningkat dan dikenal dengan istilah dyspneu d?ffort. Gejala sesak napas yang timbul
jika pasien tidur telentang disebut
ortopnu, hal ini karena edema paru interstisial yang tersebar ke paru bagian atas dan bawah pada posisi terlentang sehingga oksigenasi darah terganggu.
Pada anamnesis pasien menyatakan .1ika tidur perlu dua atau tiga bantal untuk mengurangi sesak napas. Selain itu, ortopnu juga sering ditemukan pada keadaan penyakit apikal paru. Ventilasi apikal paru yang berkurang pada beberapa penyakit
menyebabkan pasien mengalami deoksigenasi saat berbaring, ketika aliran darah ke apikal paru meningkat. Saat pasien beralih ke posisi duduk, aliran darah paru terutama berada pada bagian basal paru, sehingga rasio ventilasi/ perfusi membaik.Penyebab ortopnu lainnya: asites masif, kehamilan, paralisis otot diafragma, pneumonia berat, dan efusi pleura bilateral. Gejala poroxysmoL
nocturnol dyspneo (pND) adalah sesak napas berat yang membangunkan pasien dari tidurnya di malam hari. Hal ini terjadiakibat kegagalan mendadak ventrikeljantung untuk memompa darah karena ada kenaikan tekanan baji pulmonal mendadak yang menyebabkan transudasi cairan ke daerah interstisial paru sehingga menyebabkan sesak. Gejala sesak akibat gagal jantung seringkali sulit dibedakan dengan sesak akibat penyakit paru. oleh karena itu riwayat penyakit sebelumnya
sangat penting untuk diketahui. Misalnya pada pasien dengan riwayat infark miokard dan hipertensi gejala sesak lebih mungkin disebabkan oleh gagaljantung. Berikut adalah tanda dan gejala menyertai sesak yang lebih mengarah pada kelainan jantung yaitu;
. . . .
Adanya riwayat kelainan atau sakit jantung seperti infark miokard Adanya gejala ortopnu ataupun PND Tidak ada mengi Denyut apeksjantung yang abnormal
85
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
. . . .
Adanya bunyijantung gallop 53 Adanya murmur jantung Adanya ronkhi basah halus pada awal dan pertengahan inspirasi Batuk yang timbul bila berbaring telentang
Saat ini dikenal kriteria klinis yang mengkombinasikan temuan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang gederhana dalam menegakkan
diagnosis gagal jantung (Tabel 4.5). Kriteria ini menyatakan kemungkinan gagaljantung apabila terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor; dengan sensitivitas 100 % dan spesifisitas 78 %. Kriteria minor dapat dijumpai pada keadaan lain seperti hipertensi paru, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), sirosis, asites, sindrom nefrotik.
Sedangkan hal-hal berikut lebih mengarahkan gejala sesak akibat penyakit paru-paru:
. . . . . . .
Riwayat merokok Adanya mengi Tidak ada gejala ortopnu atau PND
Dinding dada terlihat mengembang Bernapas dengan mulut Ronki halus pada akhir ekspirasi Adanya batuk yang produktif atau berdahak
Gejala sesak dapat juga disebabkan oleh kondisi psikologis seperti kecemasan dan kadang-kadang digambarkan sebagai ketidakmampuan untuk bernapas secara lega dan sering disertai helaan napas di akhir respirasi. Anamnesis psikosomatis dapat membantu mengarahkan diagnosis dari awal perjumpaan.
Pa
roxysmo I noctu rn o I dyspneo
Distensi vena leher Ronki basah kasar (rales) Kardiomegali secara radiografi Edema paru akut Gallop 53 Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cmH2O) Refluks Hepatojugular Penurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari
akibat terapi
86
Edema tungkai bilateral
Batuk nokturnal Sesak pada aktivitas sehari - hari Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital sebanyak 1/3 dari kapasitas maksimal sebelumnya Takikardia (> 120 x/menit)
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
EDEMA Edema tungkai bilateral bisa disebabkan oleh gagaljantung kongestif atau gagal jantung kanan sekunder akibat penyakit lain seperti penyakit paru kronis. Bila gagal jantung makin berat, maka edema akan semakin berat
dan menyebar ke paha, genitalia, dan perut. Pada anamnesis perlu diketahui
jenis obat yang dikonsumsi sebelumnya terutama golongan vasodilator seperti antagonis kalsium yang mempunyai efek samping edema perifer. Edema yang tersebar ke seluruh tubuh termasuk diwajah biasanya berkaitan dengan kelainan sindrom nefrotik. Berikut adalah petunjuk gejala dan tanda penyerta edema:
a.
Edema yang berkaitan dengan gagaljantung
b.
JVP normal
Edema non-pitting atau berbalik dengan cepat bila ditekan
Edema yang berkaitan dengan trombosis vena dalam atau selulitis
d.
Peningkalan Jugular Venous Pressure QVP)
Edema yang berkaitan dengan hipoproteinemia
c.
Adanya riwayat kelainan atau penyakit jantung Adanya gejala gagaljantung
Edema unilateral
Adanya eritema pada kulit Nyeri pada tungkai
Edema yang berkaitan dengan obat (drug-induced edemo)
-
Adanya riwayat pemakaian obat antagonis kalsium seperti amlodipin
e.
Edema yang berkaitan dengan sistem limfatik (limfedema)
f.
Edema non-pitting Edema tidak memberat pada sore atau malam hari setelah aktivitas
Edema yang berkaitan dengan deposisi lemak (lipoedema)
-
Edema non-pitting Kaki bengkak
Obesitas/kegemukan
PATPITASI Palpitasi atau perasaan berdebar merupakan gejala yang umum. penting ditanyakan pada pasien tentang deskripsi palpitasi apakah cepat atau lambat,
87
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
teratur atau tidak teratur, serta onsetnya mendadak atau perlahan-lahan. Aritmia .jantung biasanya timbul mendadak, sedangkan sinus takikardia timbulnya bertahap. Bila palpitasi tidak teratur menunjukka.n fibrilasi atrial. Bila palpitasi diikuti oleh penurunan kesadaran kemungkinan adalah suatu
takikardia ventrikel. Serangan takikardia supraventrikular dapat diobati dengan meningkatkan tonus vagal dengan c.ara manuver valsava, pijatan karotis, batuk, minum air dingin atau menelan es batu'
SINKOP Sinkop adalah penurunan kesadaran sementara akibat anoksia serebral, biasanya karena aliran darah ke otak yang tidak cukup. Sinkop bisa merupakan suatu gejala neurologi atau kardiak. Harus dijelaskan kapan sinkop muncul apakah setelah berdiri lama, timbul mendadak dari posisi duduk ke berdiri (posturol syncope), saat buang air kecil (micturition syncope), saat batuk (tussive syncope), atau saat emosi mendadak (vosovagal syncope).
Timbulnya bradikardia yang mendadak sampai terjadinya blok biasanya berulang disebut Stokes-Adom's attock. Perlu anamnesis mengenai obatobatan yang dapat menyebabkan bradikardia seperti digoksin, penyekat
beta atau antagonis kalsium. Beberapa hal yang dapat membantu menentukan penyebab sinkop yang terjadi:
a.
Sinkop vasovagal
b.
Kehilangan kesadaran yang sangat singkat Tidak ada gejala sisa neurologis ketika tersadar dari sinkop
Timbul saat mendadak berdiri dari posisi duduk atau berbaring Durasi sinkop sangat singkat Biasa
timbul pada pasien yang sedang puasa atau dehidrasi
Tekanan darah rendah
Riwayat minum obat anti hipertensi
Sinkop situasional
88
Berhubungan dengan gejala muntah
Sinkop ortostatik
c.
Onset pada usia remaja atau sekitar usla 20 tahun
Timbul sebagai reaksi stres emosional
Timbul pada kondisi tertentu sepertu berkemih atau batuk-batuk
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
d.
sinkop yang berkaitan dengan ejeksi ventrikel kiri yang rendah misalnya pada stenosis aorta atau kardiomiopati obstruktif
e.
Sinkop berkaitan dengan aritmia
f.
h.
Adanya riwayat keluarga meninggal mendadak Konsumsi obat-obat anti aritmia Adanya riwayat sakit jantung terutama aritmia ventrikel Adanya riwayat palpitasi Kejadian sinkop tanpa gejala pendahuluan sebelumnya
Sinkop yang berkaitan dengan vertigo
S.
Timbul pada saat aktivitas yang memberat
Biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran
Sinkop makin parah bila kepala berputar Pusing berputar
Sinkop yang berkaitan dengan kejang Ada gejala prodromal atau aura
-
Adanya gejala lidah tergigit Gejala kejang Kepala bergerak pada waktu sinkop
Dipicu oleh stres emosi Sianosis
Nyeri otot setelah kejadian sinkop
Sinkop yang berkaitan dengan gangguan metabolik - Kadar gula rendah
-
Riwayat konsumsi obat anti hipoglikemik
KLAUDIKASIO INTERMTTEN DAN PENYAKIT VASKULAR PERIFER Klaudikasio adalah gejala nyeri pada tungkai bawah yang timbuljika berjalan melebihi jarak tertentu dan jarak ini disebut Jarak klaudikasio". Jarak klaudikasio dapat berubah dan menjadi lebih pendek bira menaiki tangga
atau bukit. Gejala klaudikasio menunjukkan adanya penyakit vaskular perifer yang menyebabkan kurangnya suplai darah ke otot yang bersangkutan. Faktor-faktor risiko penyakit vaskular perifer yang penting adalah merokok, diabetes, hipertensi dan adanya riwayat penyakit vaskular di organ tubuh yang lain seperti strok atau penyakitjantung koroner (pJK). pada penyakit vaskular
89
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
periferyang lanjut dapat ditemukan gejala ekstremitas dingin, kebas, dan nyeri bahkan pada saat tidak bergerak atau keadaan diam. Gejala penyakit vaskular periferyang perlu dievaluasi adalah nyeri, pucat, denyutyang berkurang atau
tidak ada, parastesia, dingin, dan lemah' Beberapa hal yang penting untuk dianamnesis pada pasien dengan kecurigaan penyakit vaskular perifer:
. . . . . . . . .
Apakah ada rasa nyeri pada tungkai yanglimbul saat berjalan Lokasi nyeri Berapa jauh dapat berjalan sebelum timbul nyeri
Apakah nyeri berkurang bila berhenti berjalan Apakah nyeri pernah timbul dalam keadaan diam Apakah ada perubahan warna kulit pada tungkai Apakah pernah timbul luka atau ulkus pada tungkaiyang sukar sembuh Apakah ada riwayat strok atau penyakitjantung koroner Kebiasaan merokok
Faktor risiko penyakit jantung koroner sangat penting untuk dievaluasi pada anamnesis dan pemeriksaan fisis kardiovaskular. selain riwayat angina dan atau riwayat infark miokard akut sebelumnya, perlu ditanyakan mengenai adanya DM, kadar kolestrol tinggi, hipertensi, kebiasaan merokok, riwayat penyakit ginjal kronik, riwayat keluarga dengan PJK, Untuk masing-masing faktor risiko PJK tersebut dapat ditanyakan secara lebih rinci hal-hal yang berkaitan sebagai berikut:
a.
Hipertensi
b.
Kadar kolesterol bila telah diperiksa atau diketahui sebelumnya
Adanya obesitas Kebiasaan minum alkohol
Obat-obatantihiperlipidemia yang dikonsumsi
Diabetes
90
Obat-obatan anti hipertensi apa saja yang dikonsumsi Keteraturan minum obat
Hiperlipidemia
c.
Kapan pertama kali didiagnosis hipertensi
Diabetes sudah dikenal sebagai faktor risiko ekuivalen dengan Sudah berapa lama mengidap diabetes Obat-obatan untuk diabetes Bagaimana kontrol gula darah selama pengobatan diabetes
PJK
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
d.
Penyakit ginjal kronik (PGK)
e.
Berapa lama riwayat merokok Berapa lama sudah berhenti merokok
Riwayat keluarga
g.
Obat-obat apa saja yang telah dikonsumsi Terapi dialisis dan efektivitasnya
Kebiasaan merokok
f.
Mortalitas kardiovaskular tinggi pada pasien pGK Sejak berapa lama mengidap pGK
Adakah keluarga yang meninggal mendadak Adakah keluarga yang mengalami serangan jantung dan di usia berapa
Gigimulut
-
Kebersihan gigi dan mulut berpengaruh pada kelainan jantung terutama dengan kelainan katup yaitu penyakit jantung reumatik Apakah ada masalah dengan kebersihan gigi dan mulut Adakah riwayat infeksi gigi atau gusi
FATIQUE
Fotique atau kelelahan adalah gejala yang sangat umum. Fotique dapat disebabkan berkurangnya curah jantung seperti pada gagal jantung dan berkurangnya suplai aliran darah ke otot skeletal yang menyebabkan gejala lemah.
PEMERI KSAAN FTSIS KARDTOVASKU LAR
Pada saat melakukan pemeriksaan fisis kardiovaskular, pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologijantung dan sistem pembuluh darah sangat
penting (Gambar 4.2). Bagian-bagian jantung beserta posisi semua katup jantung harus diingat dengan benar. setiap siklusjantung akan menghasilkan gerakan kontraksi dan relaksasi jantung. Katup jantung merupakan pintu pembatas antara atrium dan ventrikel atau pembuluh darah besar dengan ventrikel. Adanya aliran darah yang tidak normalyang melalui katup jantung dapat menghasilkan bunyi jantung yang abnormal. peningkatan tekanan
di ventrikel kanan yang disebabkan oleh gagal jantung atau peningkatan tekanan baji vena pulmonalis akan mengakibatkan peningkatan JVp
91
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
i,s tt
Arteri Pulmonalis .
Atrium kiri
Katup pulmonal Katup Aorta
Katup mitral Ventrikel kiri
Venkikel kanan Struktur penunjang Bunyi jantung pertama "Lub" terjadi saat
penutupankatupatrioventrikular
katup atrioventrikular
Bunyi Jantung kedua "Dub" terjadi saat
penutupankatupsemilunar
katup semilunar
Gambar 4.2. Gambar Skematis Anatomi Jantung
Posisi Pasien Pada saat melakukan pemeriksaan fisis kardiovaskular, posisi pasien yang
benar sangat penting. Pasien berbaring di tempat tidur dengan sudut 45 derajat dari garis sejajar dengan lantai. Posisi ini terutama untuk pengukuran JVP.
Keadaan Umum . Setelah pasien berbaring dengan posisi 45 derajat, mulai dilakukan observasi dengan menilai keadaan umum misalnya apakah tampak sesak, lemah atau pucat. Setelah melihat secara keseluruhan, lanjutkan
dengan pemeriksaan tanda vital. Beberapa penampilan umum yang berhubungan dengan kelainan kardiovaskular meliputi: 92
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
. . . .
Edema anasarka pada gagaljantung kongestif Sesak berat seperti bergumul saat bernapas pada edema paru akut. Penampilan jangkung, ekstremitas panjang, lemak subkutan yang tipis
pada sindrom Marfan
Postur tubuh tinggi, dengan ekstremitas panjang pada sindrom
klinefelter berhubungan dengan kerainan defek septum arriar/
.
ventrikular, PDA dan tetralogi Fallot Postur pendek, leher lebar; garis rambut yang rendah, dahi kecil, puting
yang terpisah jauh dan infantilisme seksual pada sindrom Turner
' ' .
berhubungan dengan koartasio aorta dan stenosis katup purmonar Dwarfisme dan polidaktili pada sindrom Ellis-van-Creveld berhubungan dengan defek septum atrial dan atrial komunis obesitas dan somnolen berhubungan dengan obstrudive sleep opneu Obesitas trunkal, ekstremitas kurus, moon foce, buffolo hump pada
sindrom Cushing berhubungan dengan hipertensi
' . '
Hammer toes dan pes covus pada otoxio Friedreichberhubungan dengan kardiomiopati hipertrofi, angina dan srck sinus syndrome Pinggang bawah yang lurus pada spondilitis ankilosing berhubungan dengan regurgitasi aorta dan blok AV total. Tanda Levine berupa mengeparkan tangan dan meretakkannya di depan dada tipikal pada pasien infark miokard akut
Tekanan Darah Pengukuran
tekanan darah adarah bagian penting pemeriksaan fisis kardiovaskular. Pemeriksaan tidak rangsung yang biasa digunakan adarah dengan sphygmomonometer. Tekanan darah sistorik adarah tekanan puncak tertinggi yang timbul pada pemburuh darah arteri segera seterah ventriker berkontraksi atau mengalami fase sistolik. Tekanan darah diastolik adalah
tekanan darah terendah saat tekanan menurun selama fase diastolik ventrikel. Tekanan darah normal menurut Joint Nationol Comittee (JNC) Vll: sistolik < 140 dan diastolik < 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan manset alau cuffyanq dilingkarkan pada lengan atas dengan pusatnya pada arteri brakialis (Gambar 4.3). pada pengukuran tekanan darah cuff dikembangkan sampai penuh dan denyut arteri menghilang lalu dikempiskan perlahan-lahan 3-4 mmHg per detik
sampai denyut arteri kembali.
93
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Gambar 4.3. Posisi Manset dalam Pengukuran Tekanan Darah
Lima bunyi yang berbeda akan terdengar pada saat cuff dikempiskan
pada tiap yang disebut bunyi Korotkoff. Berikut adalah bunyi Korotkoff fasenya:
1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
Fase
Fase
5
Suara detak
(Athuil
Suara meniup (A blowing noise)
Detak lemah (A softer thud) Suara mulal menghilang (A disoppeoring blowing noise) Sering tidak ada, biasanya 20 mmHg di atas fase 5
Suara/bunyi menghilang (Nothing)
(Korotkoff l)' Tekanan sistolik adalah bunyi pertama yang terdengar Penurunantekanansecaraperlahanterusdilanjutkan.Tekanandiastolik adalah saat bunyi hilang (Korotkoff V)'
Di samping identifikasi setiap fase tersebut' ada yang dinamakan "ouscultotory gop"/celah suara. Celah suara ini terdapat di bawah tekanan Pada fibrilasi sistolik, kemudian suara akan timbul kembali saat akan diastolik.
atrial,untukpengukurantekanandarah,tekanansistolikadalahpadawaktu sebagianbesarsikluskontraksijantungataufasesistolikberada.Sedangkan menghilang' untuk diastolik yaitu pada waktu sebagian besar bunyijantung
Bilapemompaankurangtinggi,tekanandarahsistolikakandinilai pustaka' tekanan terlalu rendah akibat adanya celah suara ini' Pada beberapa
94
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
diastolik dibagi menjadi dua bagian, pertama adalah saat awal fase 4, dan kedua adalah saat awal fase 5, hal ini biasanya pada anak
-
anak, atau apabila
suara terdengar sampai mendekati 0 mmHg.
Americon Heort Associotion (AHA) mengeluarkan petunjuk melakukan pemeriksaan tekanan darah yang baik. Naskah lengkap dapat dilihat dari rujukan referensi, secara singkat tercantum pada tabet 4.G.
Pasien harus dalam keadaan tenang, sudah istirahat 5 menit. pastikan lengan yang digunakan untuk pengukuran bebas dari pakaian sempit, tidak ada fisiula
arteriovenosa untuk dialisis atau tanda limfedema (terlihat setelah diseksi kelenjar getah bening aksila atau radiasi aksila) Pasien duduk di kursi dengan sandaran, kaki menapak lantai, lengan beristirahat
di meja atau topangan lain, posisikan lengan sehingga arteri brakialis sejajar
3
4
dengan jantung dan sedikit fleksi pada siku. Palpasi arteri brakialis untuk mengkonfirmasi adanya pulsasi. Balon di dalam manset harus melingkupi paling tidak 80 % lingkar lengan pada orang dewasa, bila manset terlalu kecil harus dicatat. Bagian tengah balon diposisikan pada arteri brakialis, ikatan manset jangan terlalu kencang, dan batas bawah manset berada 2 cm di atas fossa-cubtti, untuk memberi ruangan peletakan stetoskop.
Manometer diletakkan sedemikian, sehingga kolom pem-bacaan berada sejajar garis pandangan mata, dan selang manset ke manometer tidak terlipat.
Manset dikembangkan secepatnya sampai 70 mmHg, lalu naik pelan - pelan 10 mmHg sampai denyut nadi radialis hilang, untuk menghindari kesalahan menganggap celah suara sebagai sistolik.
Stetosko! menggunakan frekuensi rendah (bel1), kanula kuping diposisikan agak miring sedikit ke anterior sedemikian sehingga pas di tempatnya. Kepala stetoskop diletakkan di atas fossa cubiti, daerah medial, di atas arteri brakialis, di bawah batas bawah manset, kepala stetoskop sebaiknya tidak
diselipkan di manset karena dapat mengacaukan bunyr, terutama pada penggunaan
be11.
10
Manset dikembangkan lagi secara cepat sampai 20 - 30 mmHg di atas tekanan yang diperoleh dengan cara palpasi, kemudian turunkan perlahan (2 mmHg/ detik) sampai terdengar bunyi korotkoff.
11
Saat bunyi korotkoff terdengar, penurunan tekanan tidak boleh melebihi 2 mmHg/detik, dan mengidentifikasi fase 1 , f ase 4, dan fase 5.
tz. Setelah bunyi Korotkoff menghilang, manset dikempiskan perlahan-lahan untuk 10 mmHg lagi, untuk mendeteksi kemungkinan kesalahan pendengaran, kemudian baru dikempiskan secara cepat. pasien kemudian dipersilihkan isirahat selama 30 detik. 13. Data yang perlu dicatat adalah nama pasien, tanggal dan jam, sisi lengan, posisi pasien, ukuran manset bila tidak standar, dan tekanan darah. Tekanan darah dapat ditulis fase 1/fase 4/fase 5 (missal: 120/50/44 mmHg) bila suara terdengar sampai mendekati 0 mmHg. 14. Pengukuran diulang setelah minimal 30 detik, dan dua pembacaan di rata-ratakan.
95
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Pada saat inspirasi, tekanan darah sistolik dan
diastolik akan menurun
karena tekanan intratorasik yang rendah dan darah berkumpul di pembuluh paru dan akan mengurangi pengisian ventrikel kirijantung. Pulsus porodoxus '10 mmHg saat inspirasi adalah penurunan tekanan darah yang berlebihan >
(bukan sebaliknya). Hal ini dapat ditemukan pada perikarditis konstriktif, efusi perikardial dan asma berat. Pulsus paradoksus dapat dideteksi dengan
-
lahan, awalnya hanya akan terdengar pulsasi pada saat ekspirasi, kemudian setelah diturunkan lebih lanjut akan menurunkan tekanan perlahan
sampai tekanan ketika pulsasi terdengar pada saat inspirasi dan ekspirasi Variasi tekanan darah dapat berbeda tiap waktu pada seseorang. Deviasi
standard untuk perubahan tekanan darah antara visit adalah 12 mmHg untuk sistolik dan 8 mmHg untuk diastolik.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
> 140/90 mmHg.
Pemeriksaan tekanan darah seharusnya dilakukan pada saat pasien berdiri
dan berbaring. Bila TD berbaring lebih tinggi
>
15 mmHg untuk sistolik dan
>10 mmHg untuk diastolik dibandingkan saat berdiri maka hal ini disebut hipotensi postural. Penyebab hipotensi postural antara lain hipovolemia, hipopituitarisme, penyakit Addison, neuropati autonomik, obat-obatan
antihipertensi, idiopatik.
Karakteristik Denyut Nadi Evaluasi denyut nadi dilakukan dengan meraba denyut arteri radialis pada
pergelangan tangan. Dokter dapat menilai beberapa hal dari denyut nadi yaitu frekuensinya dan iramanya. Untuk karaketristik dan isi denyut nadi biasanya dengan menilai denyut arteri karotis atau brakialis. Menghitung
frekuensi denyut nadi selama 30 detik dengan meraba denyut arteri radialis cukup akurat untuk menentukan frekuensi per menit. Pada saat yang bersamaan dapat sambil mendengarkan denyutjantung pada apeks jantung atau denyut nadi arteri femoralis yang terletak pada bagian bawah ligamentum femoralis. Setiap pulsasi denyutjantung seharusnya bersamaan dengan denyut arteri radialis. Begitu pula bersamaan dengan denyut arteri femoralis. Frekuensi denyut jantung normal saat istirahat adalah 60-100 kali per menit. Bila frekuensi denyut jantung 100 kali per menit disebut takikardia. Adanya keterlambatan alau deloy pada denyut arteri femoralis dibandingkan dengan
96
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular radialis menun.,jukkan adanya penyempitan atau coorctotio oorto baik didapat
maupun kongenital. Hal ini penting terutama pada pasien hipertensi usia muda, atau pasien dengan kelainan pembuluh darah perifer. Dianjurkan
juga menilai denyut arteri pada kedua arteri radialis untuk menilai patensi pembuluh darah di keduanya. Bila terdapat perbedaan antara denyut di kedua arteri, maka kemungkinan terdapat penyempitan pembuluh darah subklavia unilateral yang disebabkan plak atau kemungkinan suatu aneurisma dan juga dapat merupakan tanda diseksi aorta. Karakteristik dan irama denyut nadi paling baik dengan evaluasi denyut nadi arteri karotis atau brakialis. Dapat dinilai isinya, kuat lemahnya maupun
iramanya. Denyut yang seperti pantulan menunjukkan gejala regurgitasi
aorta, sedangkan denyut yang bervariasi antara kuat dan lemah atau pulsus alternans menunjukkan berkurangnya fungsi ventrikel kiri seperti pada gagaljantung.
lrama denyut arteri terbagi menjadi teratur (regular) dan tidak teratur (iregular), irama iregular dibagi lagi menjadi iregular yang regular
(regulorly irregular) dan iregular yang iregula r (irregulorly irregulor). lrama yang teratur dapat lebih cepat pada saat inspirasi dibandingkan dengan ekspirasi yang disebut sinus aritmia. Hal ini merupakan kondisi normal dan berkaitan dengan perubahan aliran balik vena ke .,jantung saat inspirasi dan ekspirasi. lregularitas irama juga didapatkan pada fibrilasi atrial berupa irama tidak teratur begitu pula dengan amplitudonya. Pada fibrilasi atrial, atrium bergetar dengan cepat dan tidak setiap kontraksi atrium menghasilkan kontraksi ventrikel, dan tidak semua kontraksi ventrikel pada fibrilasi atrial bisa menghasilkan arah jantung (cardioc output) yang cukup untuk memompa darah ke sirkulasi perifer. Dapat ditemukan puLse deficit pada fibrilasi atrial yaitu frekuensi denyut jantung yang lebih banyak daripada frekuensi denyut arteri radialis. Pada kondisi yang lain dapat ditemukan irama denyut yang iregular tapi teratur. Misalnya denyut ektopik pada ekstrasistol ventrikel bigemini atau trigemini. Bigemini berarti ada denyut ektopik yang muncul setiap satu denyut yang normal, sedangkan trigemini berarti denyut ektopik
timbul setelah dua denyut normal. Beberapa jenis pulsus dapat dilihat pada tabel 4.7.
97
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Pulsus
paradoksus
Merupakan eksagerasi respons Dikatakan positif bila penurunan normal penurunan tekanan darah tekanan darah >12 mmHg saat
sistolik saat inspirasi tenang. inspirasi. Pulsus paradoksus Deteksi optimal pulsus ini biasanya 16-21 mmHg dapat ditemukan membutuhkan sfigmomanometer, 'i:ada emboli paru, infark meskipun dapat pula hanya ventrikel kanan, gagal jantung menggunakan palpasi (denyut kanan, gagal jantung kongestif menguat saat ekspirasi, dan berat, tamponade, serta pada
melemah atau hilang saat inspirasi). perikarditis konstriktif dan status Paling baik dideteksi pada arteri asmatikus perifer. Pulsus a
lternans
Denyut yang teraba kuat dan Menunjukkan disfungsi ventrikel lemah bergantian, dengan irama berat, berkaitan dengan fraksi yang reguler ejeksi yang buruk dan tekanan Kadang bersamaan dengan kapiler paru yang tinggi. auskultasi alternans, dan gallop 53.
Pulsus
bigemini
Denyut yang teraba dalam bentuk Penyebabnya pasangan, dengan kekuatan yang bigemini.
ekstrasistol
berbeda, berhubungan dengan ekstrasistol sehingga iramanya iregular. Pulsus
Termasuk dalam pulsus dengan Bisa dijumpai pada regurgitasi
bisferiens
dua puncak per siklus. Puncak aorta berat, atau regurgitasi pulsus pada sistolik teraba dua aorta sedang dengan aorta buah dengan kekuatan yang stenosis ringan, pada kondisi serupa, amplitudo yang tinggi dan high output.
kecepatan naik/turun yang cepat Pulsus
Pulsus dengan dua puncak,
dikrotik
komponen kedua terdapat pada diastolik (setelah S2), merupakan gelombang refleksi diastolik. Termasuk dalam pulsus dengan Pulsus klasik yang ditemukan dua puncak, namun biasanya tidak pada Hypertrophy Obstructive teraba pada pemeriksaan fisis Cardio Myopothy (HOCM). bedside, kecuali terdapat obstruksi outflow berat. Biasanya hanya terdeteksi dengan menggunakan
Pulsus
bifid
tracing. Pulsus
hipokinetik
Pulsus dengan amplitudo yang Penyebab melingkupi obstruksi menghilang, meliputi pulsus tardus outflow ventrikel kiri (stenosis dan parvus. aorta), penurunan kontraksi
ventrikel (kardiomiopati), penurunan pengisian ventrikel kiri (stenosis mitral). Pulsus
Pulsus dengan peningkatan Prediktor lebih baik pada
tardus
(upstroke) puncak yang lambat. stenosis aorta. Termasuk dalam pulsus hipokinetik.
98
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
Pulsus parvus
Pulsus dengan amplitudo yang pulsus dengan amplitudo rendah rendah. Termasuk dalam pulsus tanpa disertai perlambatan
hipokinetik.
peningkatan puncak -
["r:Jl: :1:,';:;;ix : : Putsus putsus densan ampritudo 0.r., f;;llflo u.ru, menunjukkan
l.jp.i: . dan kinetik/cerer
peningkatan yang
cepat.
. stroke volume yrng
t"r.r,
l:i'J;.f;:l-.'"'l::"';?;i kontraksi.
Pulsus
Pulsusyang "melompat" (bounding)
Ditemukan pada regurgitasi dankolapssecaracepaldinamakan aorta. Berhubrngurid.-ngun
Corrigan
juga "woter hommer", cannonboll, tanda De Musset alau Lincoln.
colla psing, pistol- shot.
Pulsus durus
Pulsusyangsangatkerassehingga Ditemukan padaaterosklerosis sulit
dikompresi.
-
dan dapat berhubungan dengan
tanda Osler. Berikut adalah berbagai penyebab irama denyut yang abnormal
a.
Bradikardia
-
lrama regular
-
Hipotiroidisme: akibat menurunnya aktivitas saraf simpatis Hipotermia
Peningkatantekananintrakranial lnfark miokard Bradikardia paroksismal. Sinkop vasovagal
lkterus: pada kasus yang berat di mana terdapat deposisi bilirubin pada sistim konduksi jantung
lrama iregular
b.
Fisiologis: misalnya pada atlit atau sedang tidur Obat misalnya obat penyekat beta, digitalis, amiodaron
Sinus aritmia
Fibrilasi atrial Block AV derajat 2 PuLse
deficit pada fibrilasi atrial, bigemini ventrikel
Takikardia
-
lrama regular
-
Sirkulasi hiperdinamik: misalnya pada syok, demam, olahraga, tirotoksikosis, ansietas, anemia, kehamilan, fistula arterivenosa,
beri-beri 99
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
.
-
Gagal jantung
Perikarditiskonstriktif Obat-obatan: misalnya salbutamol (obat asma), atropine Varian normal Takikardia atrial multifokal Takikardia ventrikel
TakikardiasuPraventrikel
lnfark miokard Miokarditis Fluter atrial
lrama iregular
-
Fibrilasi atrial dapat disebabkan: infark miokard, tirotoksikosis,
emboli paru, miokarditis, ketidakseimbangan elektrolit misalnya hipokalemia
-
Takikardia atrial dengan variasi blok
Takikardia atrial multifokal
Pemeriksaan Kepala Pada kepala/wajah dapat ditemukan petunjuk kemungkinan kelainan jantung. Pada pasien gagaljantung, adanya tanda ikterus dapat timbul akibat gagaljantung berat yang menyebabkan kongesti dan gangguan fungsi hati Pemakaian katup jantung protesa dapat menyebabkan hemolisis darah dan
juga menyebabkan hiperbilirubinemia. Xanthelasma adalah deposit lemak berewarna kuning pada sekeliling mata dan berhubungan dengan hiperlipidemia tipe lll. Arcus senilis adalah garis lengkung kelabu yang berada di sekitar mata dan berkaitan dengan risiko kard iovaskular. 81ue sc lero pada osteogenesis imperfecta berhubunga n dengan regurgitasi aorla. Ptechie pada konjungtiva dapat ditemukan pada endokarditis. Konjungtivitis dapat merupakan bagian dari penyakit Reiter,
sedangkan penyakit Reiter dapat menyebabkan perikarditis, regurgitasi aorta, dan pemanjangan interval P-R. Pada cuping telinga, dapat ditemukan lipatan diagonal ("diogonal creose")yang merupakan tanda risiko PJK, demikian pula keberadaan rambut telinga sering dihubungkan dengan risiko PJK meskipun tidak terlalu kuat.
Beberapa facies dikenal memiliki korelasi kuat dengan kelainan kardiovaskular; seperti tercantum pada tabel 4.8.
100
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisrs Kardiovaskular
Muka yang pucat dan "sollow" pada kondisi regurgitasr aorta dinr
De Musset's Gerakan berdenyut darr kepala, Dapat ditemukan pada
sinkron dengan setiap denyut nahi, regurgitasi aorta dan sindrom biasanya ditemukan pada stroke jantung hiperkinetik. Varian volu me y angtinggi. Gerakan berdenyut lateral De Musset's karena ke lateral dapat disebabkan pada TR ke arah vena kava superior regurgitasi trikuspid. Corvisort's foce Muka yang puffy, sianosis, kelopak Karakteristik regurgitasi aorta foce/sign
mata bengkak, dan mata mengkilap.
lanjut atau gagal jantung kongestif full blown
Mitral foce
Muka akrosianotik, disebabkan Berhubungan karena desaturasi perifer akibat mitral.
dengan stenosis
curahjantung yang menetap rendah, Pada keadaan gagal jantung tipikal mempengaruhr bagian distal kanan dan TR,.1uga ditemuan tubuh: ujung hrdung, daun telinga, kolit yang sollow dan ikterik. dagu, tangan dan kaki.
Pemeriksaan Mulut sianosis dapat dilihat pada bibir dan lidah (yang dikenal sebagai sianosis sentral). Perhatikan bila ada lengkungan arkus palatinum yang tinggi yang merupakan tanda dari sidrom Marfan yaitu kondisi yang berkaitan dengan adanya dilatasi dan regurgitasi aorta serta regurgitasi mitral. lnfeksi gigidan gusi bisa menjadi sumber infeksi pada endokarditis. ptechiae pada mukosa
mulut juga dapat merupakan tanda endokarditis.
Gambar 4.4. Arkus Palatinum yang Tinggi pada Srndrom Marfan
101
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Tekanan Vena Jugularis Tekanan vena jugularis (JVP/Jugular Vein Pressure ) memberikan informasi
mengenai tekanan di atrium dan ventrikel kanan
1.
Visualisasi Vena Jugularis Interna
Posisi pasien pada saat pemeriksaan sangat penting untuk dapat melakukan pengukuran JVP yang akurat. Pasien diposisikan berbaring
45 derajat dari garis horizontal dengan kepala berada di atas bantal, sedemikian sehingga dapat memvisualisasikan vena jugularis interna dan pulsasinya. Pada posisi ini, sudut sternum sejajar dengan dasar leher sehingga dapat dipakai sebagai acuan titik nol untuk mengukur tinggi vertikal JVP (Gambar 4.5).
(!'
Tinggr lekanan vena
darl litik acuan
\
b Gambar 4.5. Pengukuran Tekanan Vena Jugularis (JVP). (a) skematis (b) cara pengukuran. (c) JVP yang meningkat
Letak kepala atau posisi leher pasien harus sedemikian rupa sehingga vena terisi sampai kira-kira di pertengahan antara mandibula dan klavikula. Jika pasien mengalami gagal jantung kanan hebat dengan vena jugularis yang terisi penuh sampai mandibula, pasien harus ditinggikan letak kepalanya. Harus dlingat pula bahwa kepala dan leher pasien selalu dalam keadaan lemas.
LO2
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular Pada keadaan normal dengan tekanan vena normal, kadang-kadang
kepala harus diturunkan agar vena dapat terisi sampai kira-kira di pertengahan leher. Peninggian dan penurunan letak kepala pasien tidak akan mengubah tekanan vena oleh karena jarak R merupakan jari-jari konstan suatu bola dengan pusat atrium kanan sebagai titik pusatnya. Sudut yang digunakan dapat berbeda,yang penting adalah visualisasi venajugularis interna yang baik, namun pada beberapa keadaan vena
jugularis eksterna juga dapat digunakan bila vena jugularis interna tidak tervisualisasi.
2.
Mengidentifikasi titik kolaps tertinggi Pulsasi vena berbeda dengan arteri karena pulsasi vena biasanya bisa
terlihat tapi tidak dapat diraba atau berdenyut dan berubah dengan pola pernapasan. Puncak denyutan/"meniscus" biasanya terlihat saat ekspirasi, merupakan gelombang a dan v. JVp menurun dengan inspirasi dan meningkat dengan ekspirasi. Tingginya JVp yang tampak nyata pada inspirasi disebut Kusmaul's sign yang merupakan kondisi sebaliknya dari normal.
Pada beberapa keadaan, visualisasi ini dapat dibantu dengan membendung bagian bawah vena jugularis interna sehingga vena terisi penuh, kemudian dilanjutkan dengan membendung bagian atas vena
jugularis interna (di bawah mandibula), lalu melepaskan bendungan
di bagian bawah. Vena akan kolaps setelah dilepaskan bendungan di bagian bawah, dan biasanya titik kolaps teratas akan lebih mudah tervisualisasi. Pemberian sorotan sinar secara tangensial juga dapat membantu visualisasi.
3.
Mencari angulus Ludovici
Angulus Ludovici merupakan hubungan antara manubrium sterni dengan sternum, di sisi kanan dan kiri nya merupakan tempat menempelnya iga kedua. Sudut ini yang akan dipakai untuk menjadi titik nol tekanan vena jugularis. Dari titik ini, kita dapat,,memperkirakan,,
titik tengah atrium kanan, dan menjadi titik nol untuk tekanan vena sentral. larak dari angulus ini ke titik tengah atrium pada manusia dengan ukuran dan bentuk dada normal selalu 5 cm tidak dipengaruhi posisi tubuhnya. Mengukur tingginya JVP Dimulai dengan meletakkan sebuah penggaris sejajar bidang datar
103
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
melewati argulusludovic, dan sebuah penggaris sejajar bidang vertikal sedemikian sehingga menyentuh angulus Ludovici (Gambar 4.5 (b)).
Tinggi JVP dinyatakan berdasarkan jarak dari angulus Ludovici ke bidang horizontal tersebut. Pada pelaporan, nilai tinggi ini dikonversi untuk menggambarkan tekanan vena sentral (CYP / centrol vein pressure) dengan menambahkan "5 cm". (misal 5 +"1 cm H20,5- 1 cm H20) JVP dievaluasi
tinggi dan karakternya, tinggiJVP lebih dari 3 cm H20
(5 + 3) merupakan tanda peningkatan tekanan atrium kanan (Gambar
4.5 tcl). Normalnya berkisar sekitar 5 +/- 2 cm H2O. Refluks Abdominojugular Tes refluks abdominojugular merupakan tes untuk mendeteksi adanya gagaljantung ventrikel kanan subklinis, regurgitasi trikuspid, atau gagal
jantung kiri simtomatik. Penekanan dilakukan pada perut bagian tengah selama 15 detik ke arah dalam, sebesar tekanan 8 kilogram. Penekanan dapat dibantu dengan meletakkan manset sphygmomanometer yang dikembangkan sebagian antara tangan pemeriksa dan abdomen pasien. Penekanan yang memberikan tekanan sebesar 35 mmHg setara dengan beban 8 kilogram tersebut. Hundari penekanan pada hati, karena dapat memberikan rasa tidak nyaman pada kondisi hepatomegali' Penekanan pada bagian lain dari perut juga dapat menimbulkan refluk ini, karena alasan inilah istilah hepatojugular refluks mulai ditinggalkan dan digunakan istilah abdominojugular refluks. Ketika manuver pemeriksaan hepatojugular refluks maka disebut"auscultatory equivalent" dengan JVP
yang>3cm>15detik. refluks abdominojugular yang positif mengarahkan kepada kondisi gagal kedua ventrikel, dan berhubungan dengan tekanan baji kapiler paru Tes
(PCWP/Pulmonary copillary wedge pressure) > 15 mmHg, tekanan atrium kanan > 9 mmHg, dan tekanan akhir diastolik ventrikel kanan > 12 mmHg. Pada prinsipnya tes yang positif menunjukkan kurangnya kemampuan ventrikel kanan untuk beradaptasi untuk peningkatan venous return.Tesini
juga dapat membantu meningkatkan murmur yang disebabkan regurgitasi trikuspid, deteksi regurgitasi trikuspid dengan cara ini memiliki sensitivitas 66
o/o
dan spesifisitas 100 %.
Penyebab peningkatan JVP dan refluks abdominojugular positif dapat
dilihat pada tabel 4.9.
104
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
Penyebab meningkatnya JVp . Gagaljantung . Stenosis atau regurgitasi trikuspid
. . . .
Efusi perikard atau perikarditis konstriktif
Penyebab ref luks abdominojugular
. .
Obstruksi vena kava superior
.
Hipervolemik Sirkulasihiperdinamik
.
positif Prelood ventrikel kanan tinggi
Complionce ventrikel kanan
. menurun
Fungsi sistolik ventrikel kanan menurun Peningkatan afterLood ventrikel kanan
Karakteristik denyut atau pulsasi vena jugularis cukup sulit bahkan bagi yang sudah berpengalaman sekalipun. Terdapat 2 gelombang positif pada JVP normal. Gelombang pertama disebut gelombang a yang bersamaan
dengan kontraktilitas atrium. Gelombang a juga bersamaan dengan bunyi jantung 1 dan mendahului denyut arteri karotis. Denyut yang kedua disebut gelombang v yang menunjukkan pengisian atrium. Gelombang c menunjukkan kontraksi ventrikel dan penonjolan katup trikuspid ke atrium kanan selama kontraksi ventrikel isovolumik. Antara a dan v adalah relaksasi
atrium yaitu turunan x dan setelah gelombang v ada turunan y yang merupakan pengisian ventrikel. Berikut adalah gambaran karakter normal pulsasi denyut vena jugularis (JVp) (Gambar 4.6):
Gambar 4.6. Pola Pulsasi Tekanan Vena Jugular Keterangan: a= kontraksi atrium; c=kontraksi ventrikel; x=relaksasi atrium;y= pengosongan atrium/pengisian ventrikel; v= pengisian vena atrium
Bila terdapat pola lain berarti ada kelainan anatomi atau fungsi kardiovaskular seperti hilangnya gelombang a pada pasien dengan fibrilasi atrial, atau justru gelombang a yang besar pada pasien hipertensi pulmonal atau stenosis trikuspid.
105
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Prekordial lnspeksi. Inspeksi untuk kelainan kulit atau tanda bekas operasi jantung. Bentuk tulang punggung yang tidak normal seperti kifoskoliosis dapat mengubah posisi jantung seperti yang terdapat pada sindrom Marfan.
Deformitas tulang yang berat dapat mengganggu fungsi paru dan menyebabkan hipertensi pulmonal. Tanda lain yang harus diperhatikan adalah benjolan alat pacu jantung yang biasanya terletak di bawah muskulus pectoris kanan atau kiri. Cari iktus kordis dengan memerhatikan lokasi apeks
jantung. Posisi apeks normal adalah sekitar 1 cm medial garis midklavikula pada garis interkostal V kiri. Palpasi. Denyut apeksjantung harus dipalpasi dan ditentukan letak posisinya (Gambar 4.7). Bila posisi denyut apeks jantung bergeser dari normal, maka
dapat disebabkan pembesaran jantung atau penyakit paru, kelainan tulang. Luas daerah iktus kordis bisanya adalah sebesar koin. Karakteristik denyut
jantung harus diobservasi. Pada kondisi hipervolemik, denyut jantung bergeser posisinya, difus dan tidak menetap, sedangkan pada peningkatan tekanan ventrikel jantung, denyut apeks akan lebih jelas dan bertenaga. Pada beberapa pasien dengan kondisi khusus seperti emfisema, obesitas,
efusi perikard, atau otot dinding dada yang tebal palpasi akan lebih sulit. Posisi terbaik untuk melakukan palpasi dan mendeteksi karakteristik
denyutnya adalah posisi berbaring ke sebelah kiri di mana apeks paling dekat dengan dinding dada. Palpasi apeks menggunakan telapak tangan bagian tengah, untuk mendeteksi impuls apeks dan thrill, dan menggunakan telapak tangan bagian dekat pergelangan tangan untuk lebih baik meraba
heave. Palpasi menggunakan ujung jari pada daerah katup pulmonal dapat mendeteksi perabaan katup pulmonal. Katup pulmonal yang teraba denyutnya ditemukan pada hipertensi paru'
Gambar 4.7. Palpasi Apikal Jantung
105
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular Aliran darah yang turbulen atau murmur kadang-kadang dapat diparpasi dan disebut thrill murmur. rhril/ sistolik merupakan thriil yang bersamaan dengan denyutan apeks jantung, thrirl diastorik merupakan thril/ yang tidak bersamaan dengan denyutan apeksjantung . Heoving adalah denyut apeks
jantung yang penuh tenaga dan menetap biasa ditemukan pada pasien dengan stenosis aorta dan hipertensi. Denyut yang tidak beraturan dapat
disebabkan oleh disfungsi ventrikel akibat infark miokard. Lebih mudah untuk melakukan palpasi dengan posisi bersandar ke depan, miring ke kiri, dalam ekspirasi, karena membantu membawa jantung lebih menempel dinding dada. Perkusi. Perkusi dapat membantu menentukan batasjantung kanan dan kiri. Jika dari garis aksilaris anterior kiri pada sela iga 5 dilakukan perkusi ke arah sternum sampai terdengar suara redup itu akan menunjukkan batasjantung kiri. Jika jaraknya dari tengah sternum > 10,5 cm maka terdapat kardiomegali.
Auskultasi. Pemeriksaan auskultasi jantung dimulai dengan daerah mitral. Pemeriksaan auskultasi ini membutuhkan stetoskop bel yang berfungsi
untuk amplifikasi gelombang suara dan efektif untuk mendengarkan suara yang bernada rendah seperti murmur diastolik jantung atau goLlop. stetoskop harus diletakkan pada dinding dada tanpa penekanan
Gambar 4.8. Skema Lokasi Katup Jantung Keterangan: Lokasi katup jantung: A= aorta, p = pulmonal, T trikuspid, M = = mitral
107
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
yang berlebihan. Bagian diafragma dari stetoskop lebih cocok untuk mendengarkan bunyi yang bernada tinggi seperti murmur sistolik atau bunyi
jantung 4. Selanjutnya stetoskop diletakkan pada daerah trikuspid yaitu sela iga kelima kiri untuk mendengarkan bila ada murmur atau bunyi jantung lain. Berikutnya, stetoskop diletakkan pada sela iga kedua kiri untuk katup pulmonal dan sela iga kedua kanan untuk katup aorta. Auskultasi jantung dilakukan pada keempat posisi katup jantung. Untuk hasil pemeriksaan yang akurat, pengalaman mendengarkan bunyijantung yang normal sangat penting untuk menentukan ada kelainan pada auskultasi.
BUNYI JANTUNG
Siklus jantung normal Sistol
ll
51
52
llll Diastol
51 32
51
52
Gambar 4.9. Bunyi Jantung dan Siklus Jantung Keterangan: 51= bunyijantung 1; 52= bunyijantung
2
Bunyi Jantung Pertama (S1) Bunyi jantung Pertama (S1) mempunyai 2 komponen yaitu penutupan katup mitral dan trikuspid, paling baik didengar menggunakan diafragma stetoskop. Katup mitral mendahului trikuspid, namun biasanya hanya bisa terdengar satu bunyi jantung yang menandakan dimulainya fase sistolik ventrikel jantung. splitting 51 kadang dapat terdengar di batas kiri bawah sternum, ketika penutupan katup trikuspid tertunda karena RBBB. Bunyi S1 terhadap 52 dibedakan dengan meraba pulsasi arteri karotis bersamaan dengan auskultasi, bunyi yang timbul bersamaan dengan denyutan arteri karotis adalah SJ. Cara lain adalah dengan membedakan fase sistolik dan
diastolik, biasanya sistolik lebih pendek dibandingkan dengan diastolik.
Bunyi Jantung Dua (S2) Bunyi jantung dua (S2) yang lebih pendek dan lemah dan bernada sedikit
108
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
lebih tinggi dari bunyi jantung satu, paling baik didengar menggunakan diafragma stetoskop. Bunyijantung 2 adalah bunyi penutupan katup aorta dan pulmonal yang menandakan akhir fase sistolik. Katup aorta menutup mendahului katup pulmonar karena pada akhir sistolik, karena tekanan sirkulasi pulmonal rendah sehingga terjadi keterlambatan tutupnya katup pulmonal dibanding-kan dengan aorta. Bias"anya pemisahan bunyi jantung 2 alau splittinq ini cukup jelas dapat didengar terutama pada saat inspirasi karena pada saat itu aliran darah balik vena ke jantung kanan meningkat. 2 merupakan awal dari fase diastolik yang biasanya lebih
Bunyi jantung
lama dari fase sistolik.
Splitting 52 ada 4 macam, dan spritting 52 merupakan pemeriksaan auskultasi terpenting, karena dari jenis splitting ini, dapat membantu diagnosis banding kelainan auskultasijantung. Jenis jenis sptitting SZ ada empat macam:
1.
SpLittingFisiologis Splitting jenis ini ditemukan pada saat inspirasi dan menghilang saat ekspirasi. splitting ini disebabkan karena pada saat inspirasi, venous
return ke ventrikel kanan bertambah sehingga penutupan katup pulmonal melambat. pada saat inspirasi juga menyebabkan venous return ke jantung kiri menurun, sehingga penutupan katup aorta bertambah cepat.
II
II S,1
A2 P2
A2
S1
P2
[-h..pi'"d I Gambar 4.10. Splitting Fisiologis
Splitting ini dapat di1'umpai pada 60/o orang berusia di bawah 30 tahun, dan 30 % orang berusia di atas 60 tahun. Splitting Porodoxicol SpLitting jenis ini ditemukan pada saat ekspirasi dan menghilang saat
inspirasi. Splitting ini disebabkan karena pada awalnya, penutupan
109
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
katup pulmonal mendahului penutupan katup aorta. Pada saat inspirasi katup pulmonal melambat sehingga lebih menyatu dengan aorta, sedangkan pada saat ekspirasi penutupan katup pulmonal bertambah cepat sehingga semakin menjauh dari aorta.
llll
P2 A2
51
P2 A2
51
fGG.i
l--Ek"pi'*i_l Gambar
I
4 -1
1. Splitting
Po ro d oxico
I
L
Splittingjenis ini disebabkan karena penutupan katup pulmonal yang terlalu cepat (penurunan kontraksi ventrikel kanan, regurgitasi trikuspid, stenosis pulmonal berat, hipertensi paru berat), atau karena penutupan katup aorta yang terlalu lambat (LBBB, stenosis aorta ringan, dilatasi ventrikel kiri, koartasio aorta, hipertensi)
3.
Splitting Wide Persisten Sptitting jenis ini ditemukan lebih melebar pada saat inspirasi dan lebih menyempit saat ekspirasi, namun tetap terdeteksi di kedua siklus pernapasan. Sptitting ini disebabkan karena penutupan katup aorta yang
jauh lebih cepat dari seharusnya' Pada saat inspirasi jarak penutupan katup aorta dan pulmonal semakin nyata karena pulmonal semakin melambat dan aorta bertambah cepat. Pada saat ekspirasi jarak ini menyempit, namun masih terdeteksi.
llllll
S1 I
A2 P2
Ekspirasi
I
A2
51
f
h.,"
Gambar 4.12. SPlitting Wide Persisten
110
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
SpLitting ini dapat dijumpai pada keadaan penutupan katup pulmonal yang terlalu lambat (RBBB, stenosis pulmonal ringan-sedang, kor pulmonal, emboli paru masif), atau penutupan katup aorta yang
terlalu cepat (penurunan sistolik ventrikel kiri berat, aorta stenosis berat, regurgitasi mitral, tamponade
-
karena penekanan ventrikel
kanan ke kiri).
4.
Splitting Wide Fixed SpLitting jenis ini ditemukan pada saat inspirasi dan menghilang saat
ekspirasi. Splitting ini disebabkan karena pada saat inspirasi, venous
return ke ventrikel kanan bertambah sehingga penutupan katup pulmonal melambat. Pada saat inspirasi juga menyebabkan venous return ke jantung kiri menurun, sehingga penutupan katup aorta bertambah cepat.
llffil
51
A2 P2
[Ek.ffi--]
II A2
S1
P2
[
Gambar 4.13. SpLitting Wide Fixed
SpLitting jenis ini disebabkan karena adanya hubungan antara ruang
jantung kiri dan kanan, sehingga sptitting yang terjadi tidak lagi dipengaruhi oleh pernapasan, seperti pada ASD, VSD, pDA.
1
Pada beberapa kondisi tertentu sangat sulit membedakan bunyijantung (s1) dan bunyijantung 2 (S2). Palpasi denyut arteri karotis dapat membantu
menunjukkan fase sistolik yang bersamaan dengan bunyijantung s1. selama melakukan pemeriksaan auskultasijantung, sangat penting memahami siklus
jantung untuk membedakan bunyijantung s1 dan s2 serta mengidentifikasi kelainan yang ada. Selain itu, membedakan komponen A2 dengan p2 di
bunyijantung keduajuga kadang cukup sulit, salah satu cara yang dapat membantu adalah dengan perlahan memindahkan kepala stetoskop ke arah apeks. A2 dapat terdengar di apeks, sedangkan p2 menghilang di apeks, kecuali kalau ada hipertensi paru. Dengan mengidentifikasi komponen pertama atau komponen kedua dari 52 yang semakin melemah ketika
111
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
Splitting ini dapat dijumpai pada keadaan penutupan katup pulmonal yang terlalu lambat (RBBB, stenosis pulmonal ringan-sedang,
kor pulmonal, emboli paru masif), atau penutupan katup aorta yang
terlalu cepat (penurunan sistolik ventrikel kiri berat, aorta stenosis berat, regurgitasi mitral, tamponade
-
karena penekanan ventrikel
kanan ke kiri).
4.
Splitting Wide Fixed SpLitting jenis ini ditemukan pada saat inspirasi dan menghilang saat
ekspirasi. Splitting ini disebabkan karena pada saat inspirasi, venous
return ke ventrikel kanan bertambah sehingga penutupan katup pulmonal melambat. Pada saat inspirasi juga menyebabkan venous return ke jantung kiri menurun, sehingga penutupan katup aorta bertambah cepat.
llffil
51
A2 P2
I-Ek.,*-
II A2
51
P2
[
Gambar 4.13. Splitting Wide Fixed
Splittingjenis ini disebabkan karena adanya hubungan antara ruang
jantung kiri dan kanan, sehingga splitting yang terjadi tidak lagi dipengaruhi oleh pernapasan, seperti pada ASD, VSD, pDA. Pada beberapa kondisi
tertentu sangat sulit membedakan bunyijantung
1 (s1) dan
bunyijantung 2 (s2). Palpasi denyut arteri karotis dapat membantu menunjukkan fase sistolik yang bersamaan dengan bunyijantung s1. selama melakukan pemeriksaan auskultasijantung, sangat penting memahami siklus
jantung untuk membedakan bunyijantung S1 dan 52 serta mengidentifikasi kelainan yang ada. Selain itu, membedakan komponen A2 dengan p2 di
bunyijantung keduajuga kadang cukup sulit, salah satu cara yang dapat membantu adalah dengan perlahan memindahkan kepala stetoskop ke arah apeks. A2 dapat terdengar di apeks, sedangkan p2 menghilang di apeks,
kecuali kalau ada hipertensi paru. Dengan mengidentifikasi komponen pertama atau komponen kedua dari 52 yang semakin melemah ketika
111
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
stetoskop bergeser ke apeks, kita mendapat gambaran mengenai posisi A2 dan P2.
Perubahan lntensitas Bunyi jantung S1 mengeras terjadi bila katup mitral dan trikuspid tetap terbuka sampai akhir diastol dan menutup denqan kuat pada awal fase sistolik. Kelainan ini terjadi pada stenosis mitral di mana lubang katup yang mengecil akan membatasi pengisian ventrikel sehingga aliran yang tersendat ini akan terus berlangsung sampai akhir diastolik' Penyebab lain dari bunyijantung S1 yang mengeras adalah segala hal yang menyebabkan pemendekan waktu peng-isian ventrikel. Sebaliknya, bunyijantung S1 yang
melemah dapat disebabkan oleh fase diastolik yang memanjang seperti pada blok AV derajat
1.
Bunyi jantung 52 yang mengeras pada komponen aorta ditemukan
pada pasien hipertensi. Hal ini terjadi akibat penutupan katup aorta yang
kuat dan tiba-tiba. Pada kelainan kongenital stenosis aorta, katup aorta yang menyempit akan tetap terbuka sampai akhir sistolik' Bunyi jantung 52 komponen pulmonal yang mengeras terjadi pada hipertensi pulmonal. Bunyi jantung 52 komponen aorta yang melemah terjadi pada kalsifikasi
katup aorta dan mobilitas katup yang berkurang atau regurgitasi aorta di mana katup aorta tidak dapat menutup sempurna.
BUNY! JANTUNG TAMBAHAN
Bunyi Jantung 53 Bunyi jantung 53 adalah bunyi jantung bernada rendah pada fase diastolik awal, yaitu pada pengisian pasif ventrikel, paling baik didengar menggunakan stetoskop bell. Bunyi jantung menjadi triple rhythm. Hal ini terjadi akibat pengisian ventrikel yang cepat dan mendadak berhenti, sehingga pada kondisi prelood yang meningkat atau penurun an complionce ventrikel akan lebih mudah terdengar. 53 tidak tergantung kontraksi atrial, namun tergantung fungsi ventrikel. Bunyi 53jantung kiri terdengar lebih keras pada apeks daripada batas kiri bawah sternum, dan mengeras saat ekspirasi. Bunyi 53 jantung kanan lebih
terdengar pada batas kiri bawah sternum bukan pada apeks, dan mengeras saat inspirasi. Bunyi 53 bisa merupakan halyang fisiologis misalnya terdengar pada anak dan dewasa muda. Selain itu, 53 juga dapat disebabkan karena
112
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
peningkatan tonus simpatis, dan bisa juga berhubungan dengan kondisi curah jantung yang meningkat seperti pada kehamilan (pada 80 % wanita ha mi
l) da n ti rotoksi kosis (hype r k in et ic
heo
rt
sy n d ro m e).
Pada kondisi gagal jantung, galop 53 merupakan tanda kegagalan
ventrikel, sehingga merupakan bunyi tambahan yang paling penting dicari pada pasien dengan kecurigaan gagal jantung. Selain itu, dapat ditemukan juga pada regurgitasi mitral, regurgitasi aorta, VSD dan pDA. Adanya 53 pada regurgitasi mitral menunjukkan kondisi penyakit katup yang lebih berat.
51
lffi
52
[-bt"{il-l
53
_l S1
tffi 32
53
l--pi";t"rk
Gambar 4.14. Diagram Bunyi Jantung 53
Bunyi Jantung 54 Bunyi jantung 54 adalah bunyi jantung pada fase akhir diastolik akibat kontraksi atrium menyebabkan pengisian cepat, dan menyebabkan tegangan
ventrikel atau jaringan atrio-ventrikular yang cepat, paling baik didengar menggunakan bell stetoskop karena bernada rendah. Bunyi 54 kiri terjadi akibat kurangnya complionce ventrikel kiri pada stenosis aorta, regurgitasi mitral akut, hipertensi, penyakit jantung iskemik dan usia lanjut. Bunyi 54 yang terdengar atau bahkan terpalpasi biasanya selalu menunjukkan kelainan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel, namun
juga menunjukkan bahwa kontraksi atrial masih baik, curah jantung masih normal, dan diameter ventrikel masih normal.
Bunyijantung 54 kanan terjadi pada kurangnya complionce ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal atau stenosis pulmonal. Bunyi gallop 53 dan 54 dapat menyatu menjadi galop sumasi dan bunyi galop
terdengar
hanya satu bunyijantung pada pasien dengan denyutjantung yang cepat
atau takikardia. Pada fibrilasi atrial 54 tidak terdengar karena tidak adanya kontraksi atrial yang adekuat. 113
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
S4
51
52
I 54 51
S2
t-bt"rk_l Gambar 4.15. Diagram Bunyi Jantung 54
BUNYI'ANTUNG TAMBAHAN LAIN Opening snop yang khas terdapat pada pasien stenosis mitral adalah bunyi
jantung bernada tinggi yang timbul akibat pembukaan mendadak katup mitral (atau trikuspid) dan diikuti oleh murmur diastolik. Opening snop sulit
dibedakan dari spLitting 52 yang melebar. Bunyi ini paling baik terdengar pada batas bawah kiri ujung sternum dengan bagian diafragma stetoskop,
berbeda dengan splitting 52 yang paling baik didengar di daerah katup pulmonal. Cara lain adalah dengan mendengarkan variasinya pada siklus pernapasan, apabila jarak pecah melebar pada saat ekspirasi biasanya
menunjukkan opening snop, kecuali kalau memang ada 52 paradoxicaL spLitting (seperti pada LBBB). Selain itu, opening snap juga perlu dibedakan
asalnya dari trikuspid atau mitral, apabila asalnya dari trikuspid (ventrikel kanan) maka akan semakin jelas terdengar saat inspirasi.
Systolick ejection ctick adalah bunyi bernada tinggi yang terdengar pada fase awal sistolik pada area katup aorta dan pulmonal atau ujung batas kiri sternum. Beberapa kepustakaan lebih menyebutnya sebagai ejection sound untuk membedakan dengan mid systolic c/ick akibat prolaps
katup mitral/trikuspid. Bunyi ini ditimbulkan akibal dooming dari katup yang stenosis (ringan- sedang) atau akibat peregangan tiba-tiba pangkal aorta atau arteri pulmonalis. Paling banyak ditemukan pada stenosis pulmonal atau kelainan jantung congenital, dan biasanya diikuti oleh murmur ejeksi sistolik.
Non-ejection systolic click adalah bunyi bernada tinggi yang paling - lote sistolik di daerah katup mitral dan
baik terdengar pada fase mid
biasanya dikuti oleh murmur sistolik, disebut luga mid-Lote systoLic click. Klik dapat disebabkan prolaps dari satu atau lebih katup mitral abnormal selama fase sistolik. Non ejection click inijuga dapat ditemukan pada pasien ASD dan anomali Ebstein.
114
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular Tumor plop adalah bunyijantung pada fase awal diastolik akibat tangkai tumor atau massa di atrium jantung yang mobile dan terdorong ke arah
katup mitral atau trikuspid pada saat kontraksi atrium. Bunyi ini sangatjarang dan ditemukan kurang lebih hanya 10% pada pasen dengan myxoma atrium.
Diastolik pericardial knock adalah bunyi yang terjadi akibat terhentinya pengisian ventrikel secara mendadak pada perikarditis konstriktif. Kotup jantung proteso kadang - kadang menimbulkan bunyi yang khas. Pemasangan pacu jantung pada ventrikel kanan kadang-kadang menimbulkan bunyi klick yang bernada tinggi pada akhir diastolik akibat kontraksi dinding dada dan disebutpocemoker sound.
MURMUR JANTUNG
Pada saat menemukan murmur jantung pada pemeriksaan fisis, beberapa hal harus dicermati dan diketahui untuk menentukan karakteristik murmur yaitu timing atau fase waktu terjadinya murmuI daerah katup mana yang paling jelas terdengar, seberapa kerasnya dan rendah-
tingginya bunyi jantung, efek manipulasi valsava atau pernapasan pada murmuI dan temuan pemeriksaan fisis lainnya yang menunjang. Karakteristik murmur tertentu cukup khas untuk kelainan katup tertentu seperti murmur diastolik dan opening snap pada stenosis mitral.
1.
Perhatikan waktu/fase timbulnya murmur
a.
Murmur sistolik Murmur sistolik terjadi pada fase sistolik atau kontraksi ventrikel
jantung. Murmur sistolik dapat terjadi pada seluruh fase sistolik yaitu murmur pansistolik, saat ejeksi sistolik atau akhir fase sistolik. Murmur pansistolik terjadi akibat ada perbedaan atau gradien tekanan antara ruang jantung dan pembuluh darah yang berhubungan. Pada regurgitasi mitral, saat darah mengalir dari ventrikel ke aorta, terjadi kebocoran aliran darah ke ruang jantung yang bertekanan lebih rendah yaitu atrium dan terjadi turbulensi aliran. Murmur sistolik juga dapat ditemukan regurgitasi trikuspid dan VSD.
Murmur ejeksi sistolik atau mid ejection systolic tidak terjadi pada fase awal sistolik tetapi intensitas akan meningkat dan paling
tinggi terdengar pada pertengahan fase sistolik dan menurun
115
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
lagi intensitasnya pada akhir sistolik. Murmur ini juga disebut crescendo-decresendo murmur. Murmur ini biasanya disebabkan turbulen aliran darah melalui katup aorta atau pulmonal akibat beban volume aliran yang melewati katup jantung.
Late systolic murmur terjadi pada fase akhir sistolik dan dapat dibedakan murmur yang terjadi sebelum bunyi jantung 52 dan murmur ini tipikal pada prolaps katup mitral karena terjadi regurgitasi mitral yang mulai terjadi pada fase mid sistolik.
Pansistolik
Regurgitasi mitral Regurgitasi trikuspid Defek septum ventrikel Aorto-pulmonory shunts
Mid systolic
Stenosis aorta Stenosis pulmonal
Lote systolic
Kardiomiopatik iskemik Murmur aliran pulmonal pada ASD Prolaps katup mitral Disfungsi otot papilaris
Eorly diostolic
Regurgitasi aorta Regurgitasi pulmonal
Mid diostolic
Stenosis mitral Stenosis trikuspid
Myxoma atrium Murmur Austin-Flint pada regurgitasi aorta Murmur Corey Cobs pada demam reumatik akut Pre systolic
Stenosis mitral Stenosis trikuspid
Myxoma atrium Continuous
Patent ductus arteriosus (PDA) o n o ry co n n e ctio n Ruptur sinus valsolva ke atrium/ventrikel Mammory souffld pada akhir kehamilan atau awal postpartum
Ao rto p u lm
Murmur Diastolik Murmur diastolik terjadi pada fase diastolik atau pengisian ventrikel jantung. Murmur diastolik biasanya lebih sulit didengar dibandingkan dengan murmur sistolik karena bernada rendah dan suaranya lebih
lembut daripada murmur sistolik. Eorly diostolic murmur adalah murmur yang terjadi pada fase awal diastolik yaitu bunyijantung 52 dan kualitas decrescendo,yaitu
116
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
murmur yang terdengar paling keras pada awal dan melembut di akhir diastolik. Biasanya murmur ini bernada tinggi dan disebabkan
regurgitasi pada kebocoran katup pulmonal atau aorta. Mid-diostolic murmur terjadi pada fase mid diastolik dan bisa berdurasi pendek atau panjang sampai sebelum bunyijantung S1.
Murmur ini disebabkan hambatan aliran darah selama pengisian ventrikel seperti stenosis mitral atau trikuspid, atau myxoma yang mengobstruksi katup. Pada regurgitasi aorta berat, jet turbulen
dari aorta akan menyebabkan katup anterior mitral terdorong dan menyebabkan stenosis fungsional dari katup mitral sehingga menimbulkan murmur diastolik. Kadang-kadang katup mitral dan trikuspid yang normal dapat menimbulkan murmur yaitu pada kondisi curahjantung yang tinggi alau shunting intrcardiacseperti pada ASD atau VSD.
W@ I
lrT_lu,_,F@ Gambar 4.16. Murmur
Keterangan:
A. B. C. D. E. F. G. H.
Murmur Presistolik (seperti pada Stenosis Mitral) Murmur Holosistolik (seperti pada Regurgitasi Trikuspid / Mitral berat, VSD tanpa hipertensi paru) Bunyi Ejeksi dan Murmur Sistolik Crescendo - Decrescendo (seperti pada Stenosis Aorta Bikuspid) Bunyi Ejeksi dan Murmur Sistolik Crescendo - Decrescendo mencapai p2 (seperti pada Stenosis Pulmonal Bikuspid) Murmur Diastolik awal Decrescendo (seperti pada Regurgitasi Aorta atau Pulmonal) Opening Snap dan Rumble Mid - Diastolik (seperti pada Stenosis Mitral) 53 dengan Murmur Mid-Diastolik (seperti pada Regurgitasi Trikuspid/ Mitral berat, atau Defek Septum Atrial) Murmur kontinu (seperti pada Duktus Arteriosus paten)
117
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Murmur presistolik dapat didengar bila kontraksi atrium meningkatkan aliran darah tepat sebelum bunyijantung S1. Murmur ini adalah perpanjangan dari murmur mid diastolik dan tidak dapat
terdengar pada pasien dengan fibrilasi atrial. Continuous murmur sesuai dengan namanya adalah murmur yang kontinyu teiadi pada fase sistolik dan diastolik. Murmur
ini terjadi bila terdapat dua ruang jantung yang berhubungan dengan perbedaan tekanan atau gradien yang permanen yang memungkinkan aliran darah ter.ladi kontinyu. Pericordial friction rub adalah bunyi gesekan yang superfisial dan tidak tergantung fase sistolik ataupun diastolik. Bunyi gesekan initerjadi bila terdapat pergerakan lapisan perikard yang mengalami inflamasi akibat perikarditis.
2.
Perhatikan intensitas kerasnya suara murmur lntensitas kerasnya murmur tidak selalu menunjukkan parahnya kelainan
yang ter.1adi. Walaupun demikian, murmur diberikan klasifikasi gradasi atau derajat sesuai kerasnya intensitasnya yang dikenal dengan Levine's
grading system'. Grade (derajat)
1/6
Sangat lemah dan sulit untuk didengar pertama kali
Grade (derajat)
2/6
lemah, tapi dapat diidentifikasi oleh dokter yang
berpengalaman
3/6 Grade (derajat) 4/6 Grade (derajat) 5/6
Grade (derajat)
Moderat, tapi tidak ada thrill Keras
Sangat keras, thrill dapat dipalpasi dengan mudah
Grade (derajat)
6/6
Dapat didengar walaupun tanpa stetoskop
Secara klinis dalam praktek sehari-hari sistim gradasi murmur ini
berguna untuk evaluasi perubahan intensitas murmur misalnya pada
infark miokard akut. Untuk membedakan nada murmur tinggi atau rendah memerlukan latihan. Secara umum bunyi bernada rendah merupakan aliran turbulensi dengan tekanan rendah, sedangkan bunyi bernada tinggi menandakan aliran dengan tekanan tinggi.
3.
Perhatikan area dengan intensitas paling tinggi Beberapa katup memiliki ciri khas daerah dengan intensitas tertinggi dan area penjalarannya.
118
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
4.
Perhatikan perubahan akibat manuver hemodinamik Pernapasan. Murmur yang berasal darijantung kanan akan makin keras terdengar saat inspirasi karena hal ini meningkatkan aliran balik vena
jantung kanan sehingga aliran lebih banyak dan cepat. pada saat yang sama yaitu inspirasi murmurjantung kiri justru akan berkurang. ke
Hal sebaliknya terjadi pada saat ekspirasi
Ekspirasi dalam. Pasien diminta untuk membungkuk ke depan dan ekspirasi penuh untuk mendengarkan regurgitasi aorta pada bagian basaljantung. Pada posisi tersebut, bagian basal paling dekat dengan dinding dada. Bunyi gesekan pericordiolfriction rub paling baik didengar pada posisi ini. Manuver valsava. Manuver ini adalah ekspirasi penuh melalui glottis yang tertutup. Pasien diminta mengeluarkan napassekuatnya dengan mulut tertutup dan jari menutup hidung hingga terasa gendang telinga terbuka dan tahan selama beberapa saat. Selama proses tersebut dicoba didengarkan perubahan pada murmur.
Posisi berdiri-jongkok. Pada saat posisi berdiri ke jongkok, aliran balik vena dan resistensi pembuluh arteri meningkat serentak dan menyebabkan peningkatan curah jantung dan tekanan darah dan murmur terdengar makin keras. Pada kondisi sebaliknya perubahan posisijongkok-berdiri maka murmur akan terdengar makin lemah. Latihan isometrik . Latihan isometrik seperti sif up dalam 20 detik akan meningkatkan resistensi arteri, tekanan darah dan murmur biasanya
terdengar lebih keras, kecuali pada stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik dan prolaps katup mitral. Pada stenosis aorta (menurun) akibat gradien tekanan yang menurun, pada kardiomiopati hipertropi (menurun) dan prolaps katup mitral (melambat) karena volume ventrikel
yang meningkat.
AUSKUTTASI TEHER Auskultasi pada leher untuk mengetahui adanya bising/bruit. Murmur akibat stenosis aorta hampir selalu dapat terdengar di leher. Stetoskop diletakkan
pada bagian anterior dari otot sternomastoid. Bruit arteri karotis dapat dengan mudah didengarkan dan dapat menunjukkan adanya stenosis arteri
119
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
karotis. Kadang-kadang sulit membedakan bruit arteri karotis atau murmur
akibat stenosis arteri yang menjalar ke leher. Pada bagian bawah leher kadang-kadang dapat terdengar venous humyaitu bunyi yang berasal dari aliran darah di vena di leher. Bunyi ini akan hilang bila dilakukan penekanan
proksimal dari stetoskop. Murmur akibat regurgitasi aorta berat dapat menimbulkan bunyi yang mirip venous hum.Pada pasien yang menjalani hemodialisis rutin sering ditemukan bruit dari fistel artrerio venosa yang dimilikinya.
PUNGGUNG BELAKANG Pemeriksaan auskultasi pada paru bawah bagian belakang juga merupakan
bagian penting pemeriksaan kardiovaskular. Adanya ronki basah halus (crackles) pada basal paru bawah belakang menunjukkan tanda gagal jantung. Murmur yang lebih keras terdengar pada punggung atas mungkin merupakan tanda koarctatio aorta. Pada saat pasien dalam posisi duduk, periksa pitting edema pada sakrum yang bisa timbul pada gagal jantung berat yang lama berbaring.
ABDOMEN Pemeriksaan abdomen penting dilakukan pada kelainan kardiovaskular. Hal
yang perlu dicari adalah adanya asites dan pembesaran hati yang bisa terjadi akibat kongesti pada gagal jantung. Tes refluks hepato-jugular yang positif
juga merupakan tanda gagal jantung. Splenomegali kadang-kadang juga dapat ditemukan pada pasien dengan endokarditis infektif. Pulsasi arteri abdominal pada sebelah kiri garis tengah abdomen yang terlalu kuat dapat
juga merupakan tanda aneurisma aorta abdominal.
PEMERIKSAAN EKSTREM ITAS Perhatikan keadaan kuku untuk melihat adakah tanda-tanda clubbing. Clubbing adalah pembengkakan jaringan lunak pada bagian distaljari tangan
atau kaki. Sampai saat ini mekanisme terjadinya belum jelas diketahui. Terdapat beberapa teori, salah satunya ialah plotelet derived growth foctor trombosit yang berukuran besar tidak dapat mecapai sirkulasi arteri perifer pada ujung jari. Pada endokarditis (PDGF) megakariosit dan gumpalan
120
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
katup jantung terjadi penggumpalan trombosit pada sirkulasi arteri atau pada kelainan kongenital seperti defek septum atrial (ASD) yang menyebabkan shunt atrium kanan ke atrium kiri sehingga darah menuju sirkulasi sistemik perifer tanpa melewati pembuluh paru. Kerusakan pada pembuluh kapiler pulmonal pada penyakit paru-paru juga menyebabkan
bocornya gumpalan trombosit ini sampai ujung kapiler ujung jari dan menyebabkan clubbing.
Gambar 4.17. Clubbing Penyebab clubbing sangat bervariasi sebagai berikut:
a.
Penyakitkardiovaskular
b.
Penyakit paru
c.
Endokarditisinfektif Kelainankongenitaljantungsianotik
Kanker paru
lnfeksi kronik paru seperti bronkiektasis, empyema, abses paru Fibrosis pada ldiopathic pulmonory Fibrosis
Penyebab lain yang sangatjarang antara lain:
-
Tirotoksikosis Penyakit Coeliac Mesotelioma Sirosis bilier Kehamilan
Hiper:paratiroidisme sekunder
Pada clubbinq unilateral perlu dipikirkan kemungkinan aneurisma arteriovenus arteri aksila.
Kadang-kadang dapat ditemukan tanda splinter hoemorrhoge yaitu garis melintang pada alur kuku yang memanjang yang merupakan tanda 121
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
endokarditis infektif. Splinter hoemorrhoge disebabkan oleh vaskulitis. Tanda endokarditis yang lain yaitu Osler's nodes yaitu lesi nodul berwarna
kemerahan dan nyeri pada punggung jari tangan atau kaki' Dulu tanda ini dilaporkan pada 50 % pasien dengan endokarditis, tetapi saat ini sangat
jarang ditemukan. Janewoy lesion adalah lesi makulopapular berwarna kemerahan yang tidak terasa nyeri pada telapak atau punggungjari tangan
pada penderita endokarditis infektif.
xonthemoto adalah deposit lemak berwarna kuning atau jin99a pada tendon di tangan atau lengan yang merupakan tanda hiperlipidemia tipe ll. Polmor xanthomotq pada siku dan tuboeruptive xonthomoto pada Tendon
lutut merupakan tanda hiperlipidemia tipe lll. Sianosis dapat terlihat biasanya pada kadar deoksihemoglobin minimal 5 mgldL. Secara klinis dapat dibedakan sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral apabila sianosis ditemukan pada lidah, namun tidak pada
jari-jemari, sedangkan sianosis perifer apabila sianosis juga ditemukan di jari-jemari.
EKSTREMITAS BAWAH Palpasi arteri perifer pada femoralis, tibialis, dorsalis pedis dan auskultasi
untuk mencari adanya bruit. Palpasi seluruh ateri perifer pada tungkai. Periksa adanya edema perifer dan clubbing jarl-jari kaki. Edema diperiksa dengan melakukan penekanan ke daerah pretibial, kemudian ketika jari dilepas akan terlihat atau teraba lekukan bekas penekanan jari di daerah tersebut bila edema pitting. Setelah menemukan ge)ala pitting, sebaiknya
juga dibedakan antara pitting cepat dan lambat, karena masing-masing tanda tersebut memiliki penyebabnya sendiri.
pitting lambat (>40 detlk) berhubungan dengan kadar albumin yang normal, sebaliknya edema pitting cepal berhubungan dengan kadar Edema
albumin yang rendah. Penyebab hipoalbuminemia dapat ditemukan pada bab lain, sedangkan penyebab edema dengan kadar albumin yang normal adalah karena adanya hipertensi sistem vena. Hipertensi sistem vena dapat
disebabkan karena kelainan sistemik (gagal jantung kongestif, penyakit perikardial, regurgitasi trikuspid), atau hipertensi sistem vena regional (sindrom vena kava inferior; trombosis vena, insufisiensi vena tungkai bawah).
Untuk membedakannya, adanya kelainan pada pemeriksaan JVP refluks abdominojugular, dan gallop 53 lebih menunjang ke arah kelainan sistemik.
122
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular Kebanyakan kelainan regional disebabkan karena kelainan insufisiensi, yang
sifatnya kronik dan bilateral.
oklusi arteri perifer akut akan disertai gejala nyeri, denyut nadi perifer lemah atau tak teraba, pucat, kulit terasa dingin, tungkai tidak dapat digerakkan dan adanya kesemutan. Hal ini bisa disebabkan emboli arteri akibat trombus yang dari jantung dan biga timbul sebagai penyebab sekunder dari fibrilasi atrial, kardiomiopati maupun infark miokard akut. Pada trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT), pasien bisa mengeluhkan rasa nyeri pada tungkai disertai pembengkakan dan vena superfisial yang tampak melebar. perabaan tungkai biasanya terasa hangat
dan periksa apakah terdapat rasa nyeri dengan meremas daerah tungkai yang terkena. DVT dapat disebabkan oleh imobilisasi lama, gagaljantung, keganasan, kehamilan, efek pil kontrasepsi, dan defisiensi berbagai faktor antikoagulan darah. Ulkus pada tungkai paling sering disebabkan stasis vena. Ciri-cirinya
adalah adanya pigmentasi, batas ulkus tidak jelas, terdapat edema dan tanda radang. Varises pada tungkai diperiksa dengan inspeksi pada vena safena di daerah inguinal sampai ke bagian bawah mediar kaki.periksa adakah vena superfisial yang melebar dan tortuous. palpasi vena yang keras menandakan trombosis, bila palpasi terasa lembek dan nyeri menandakan tromboflebitis.
Untuk memeriksa kompetensi katup vena femoralis dapat dilakukan tes batuk. Letakkan jari pada vena safena magna yang terletak medial dari arteri femoralis. Kemudian minta pasien untuk batuk. Bila terdapat thrill berarti kemungkinan ada inkompetensi katup vena.
Gambar 4.18. Pemeriksaan Arteri Tibialis posterior
123
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan
inspeksijantung :
Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan serta meminta ijin kepada pasien lnspeksi habitus, bentuk dada, dan kelainan yang ditemukan Menentukan terlihat tidaknya iktus kordis Melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding toraks untk menentukan adakah kelainan lainnya Pada palpasi iktus kordis, peiiksa apakah adathrill, heoving, lifting, atau topping Menentukan batas jantung kanan dengan sebelumnya menentukan batas paru-hati pada linea midklavikula kanan, lalu pada duajari di atas batas paru-hati, dilakukan perkusi ke arah medial sampai terdengar perubahan suara dari sonor menjadi redup (normal antara linea midsternum dan sternum kanan) Menentukan batas jantung kiri dengan sebelumnya
Pemeriksaan palpasi jantung Pemeriksaan perkusi jantung
menentukan batas paru-lambung pada linea aksilaris anterior kiri, lalu pada dua jari di atas batas paru-lambung, dilakukan perkusi ke arah medial sampai terdengar'perubahan suara dari sonor menjadi redup (normal sedikit sebelah medial dari linea midklavikula kiri) Menentukan pinggang jantung dengan melakukan perkusi pada linea parasternal kiri ke arah bawah sampai terdengar perubahan suara dari sonor menjadi redup (normal terdapat pada ruang sela iga 3 kiri) Melakukan pemeriksaan auskultasi sambil membandingkan dengan (meraba) pulsasi arteri Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 linea midklavikula kiri untuk mendengarkan bunyi katup mitral Auskultasi pada daerah sela iga 2 linea parasternalis kiri untuk mendengarkan bunyi katup pulmonal Auskultasi pada daerah sela iga 2 linea parasternalis kanan untuk mendengarkan bunyi katup aorta Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 linea parasternalis kanan untuk mendengarkan bunyi katup trikuspid, dibandingkan waktu inspirasi dan ekspirasi
Pemeriksaan
auskultasi
jantung
DAFTAR PUSTAKA
1. 2.
Fang JC, O'Gara PT. The history and physical examination: an evidence -based approach. ln: Braunwald E, Zipes Dl Libby P', eds; Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th edition. Philladelphia, WB Saunders, 2007 Epstein
Q
Perkin GD Cookson
J.
The heart & Cardiovascular system. ln: Epstein 3'd ed. London. Mosby Elsevier. 2004
O ed. Pocket Guide to Clinical Examination.
3.
Mangione S. H. The cardiovascular exam. ln: Mangione S, ed. Physical Diagnosis Secrets. London. Mosby Elsevier. 2008.
4.
Talley NJ, O'Connor
124
S. Clinical examination Diagnosis. Australia. Elsevier. 2010.
6th
ed. A Systematic Guide to Physical
Anamnesisdan Pemeriksaan Fisis Kardiovaskular
5.
swap cJ, et al: Value of specific components of the chest pain history for the diagnosis of acute myocardial infarction (AMl), JAMA. 2005t;294:2623-9,
6. 7.
Ashley EA, Niebauer
constant
J. Essentials
J.
Cardiology Explained. London. Remedica. 2004.
of Bedside cardiology
2nd
ed. New Jersey. Humana press.
2003.
8..
'Rosendorff C. Essential Cardiology: principles and practice
2nd
ed. New Jersey.
Humana Press. 2005.
125
BAB
5
Ptiltnlt(sAllt Hsls IIAITA IIA]I SISIEIII RTSPIRAS! C.
Martin Rumende, Telly Kamelia
Pendahuluan Batuk Berdahak Batuk Darah Nyeri Dada Sesak Napas
127 Napas Berbunyi (Mengi) 128 Pemeriksaan fisis Paru 129 lnspeksi 131 Palpasi 132 Perkusi 133 Auskultasi
135 135 139 143 147 150
PENDAHULUAN Walaupun teknologi kedokteran sudah sangat maju, namun anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisis yang sistematis masih sangat diperlukan dalam mendiagnosis kelainan sistem respirasi. Banyak gangguan sistem pernapasan yang dapat ditegakkan diagnosisnya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik serta pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan
fungsi ventilasi yang sederhana. Keluhan yang sering didapatkan pada penyakit paru dan saluran napas:1,2 Batuk
. . . . . . .
Banyak dahak Batuk darah
Nyeri dada. Sesak napas. Napas berbunyi.
Keluhan umum lainnya seperti demam, keringat malam, berat badan menurun.
Semua kelUhan tersebut dapat juga terjadi walaupun tidak ada gangguan pada sistem pernapasan misalnya pada infark miokard akut
dengan komplikasi udem paru didapatkan keluhan sakit dada, sesak napas dan napas berbunyi. Pada diabetes dengan komplikasi ketoasidosis
127
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
didapatkan juga sesak napas dan berat badan yang menurun. Beberapa penyakit saluran napas (misalnya pneumonia, asma, PPOK dan bronkiehasis)
dapat menimbulkan gejala yang hampir sama yaitu batuk, berdahak dan sesak napas, namun masing-masing keluhan tersebut menunjukkan
karakteriksitik yang berbeda. Karena itu tidaklah cukup bila hanya menanyakan adaltidaknya keluhan. Setiap keluhan tersebut perlu diuraikan secara rinci mengenai awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, faktor
yang memperberat/memperingan serta hubungannya dengan keluhankeluhan lain.
Batuk Batuk bisa merupakan suatu keadaan yang normal atau abnormal. Contoh keadaan normal misalnya batuk-batuk saat makan karena yang bersangkutan tetap bicara sewaktu mengunyah/menelan makanan. Dalam keadaan abnormal penyebab tersering adalah infeksi virus yang umumnya
bersifat akut dan self-limiting. Batuk merupakan usaha pembersihan saluran trakeobronkial, bila usaha pembersihan (cleorance) mukosilier tidak berhasil
dengan cara mengeluarkan sekret dan partikel-partikel pada faring dan saluran napas. Reseptor iritasi untuk batuk terletak di laring, trakea, dan bronkus besar. Keadaan batuk dilihat juga dengan adanya sputum yang produktif (batuk berdahak) atau tidak produktif (batuk kering). Batuk biasanya merupakan suatu refleks sehingga bersifat involunter, namun dapat juga bersifat volunter. Batuk yang involunter merupakan gerakan refleks yang dicetuskan karena adanya rangsangan pada reseptor sensorik
mulai dari faring hingga alveoli. Bunyi suara batuk dan keadaan-keadaan yang menyertainya dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Batuk ringan yang bersifat nonexplosive disertai dengan suara parau dapat terjadi pada pasien dengan kelemahan otot-otot pernapasan, kanker paru dan aneurisma aorta torakalis
yang mengenai nervus rekuren laringeus kiri sehingga terjadi paralisis pita suara. Pasien dengan obstruksi saluran napas yang berat (asma dan PPOK)
sering mengalami batuk yang berkepanjangan disertai dengan napas berbunyi, dan kadang-kadang bisa sampai sinkop akibat adanya peningkatan
tekanan intratorakal yang menetap sehingga menyebabkan gangguan aliran balik vena dan penurunan curah jantung. Batuk akibat adanya inflamasi,
infeksi dan tumor pada laring umumnya bersifat keras, membentak dan nyeri serta dapat disertai dengan suara parau dan stridor. Batuk yang 128
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi disetai dengan dahak yang banyak namun sulit untuk dikeluarkan umumnya
didapatkan pada bronkiektasis. Batuk dengan dahak yang persisten tiap pagi hari pada seorang perokok merupakan keluhan khas bronkitis kronik. Batuk kering (non-produktif) disertai nyeri dada daerah sternum dapat terjadi akibat trakeitis. Batuk pada malam hari yang menyebabkan gangguan tidur dapat terjadi akibat asma. Batuk dapat disebabkan oleh adanya occult gostro-oesophogeoL reflux dan sinusitis kronik yang disertai dengan posf-
nosoldrip dan umumnya timbul pada siang hari. penggunaan ACE inhibitor untuk pengobatan hipertensi dan gagaljantung dapat menyebabkan batuk kering khususnya pada wanita. Keadaan ini disebabkan karena adanya bradikinin dan subtansi-P yang normalnya didegradasi oleh angiotensinconverting enzyme. Batuk yang timbul pada saat dan setelah menelan cairan menunjukan adanya gangguan neuromuskular orofaring. paparan dengan debu dan asap di lingkungan kerja dapat menyebabkan batuk kronik yang berkurang selama hari libur dan akhir pekan.t,z,: Penyakit-penyakit yang menyebabkan batuk:
1.
lritasijalan napas.
2.
Terisap : asap, debu, dll. Aspirasi : cairan lambung, sekret mulut, benda asing. Post-nasaL drip.
Penyakit jalan napas; infeksi saluran napas atas, bronkitis akut/kronik,
bronkiektasis, neoplasma, kompresi eksternal (oleh kelenjar getah bening, tumor), asma bronkial.
3. 4. 5.
Penyakit parenkim paru: pneumonia, abses paru, penyakit interstitial paru.
Gagaljantung. Efek samping
obat penghambat
ACE.
Berdahak Ada 4 jenis sputum yang mempunyai karakteristik yang berbeda:
1.
Serous:
2.
jernlh dan encer, pada edema paru akut. Berbusa, kemerahan, pada alveolar cell cancer.
Mukoid:
-
jernih keabu-abuan, pada bronkitis kronik. Putih kental, pada asma.
129
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
3.
Purulen:
4.
Kuning, pada pneumonia, Kehijauan, pada bronkiektasis, abses paru.
Rusty (Blood-stoined):
-
kuning tua/coklat/merah-kecoklatan seperti warna karat, pada Pneumococcal pneumonio dan edema paru.
Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai sputum adalah:
1.
Jumlah
Produksi sputum purulen yang banyak dan dipengaruhi posisi tubuh khas untuk bronkiektasis. Produksi sputum purulen dalam jumlah besar
yang mendadak pada suatu episode menunjukkan adanya ruptur abses paru atau empiema ke dalam bronkus. Sputum encer dan banyakyang
disertai dengan bercak kemerahan pada pasien dengan sesak napas mendadak menunjukan adanya edema paru. Sputum yang encer dan banyak bisa juga didapatkan pada alveolor cell concer.l'3
2.
Warna
Warna sputum dapat membantu dalam menentukan kemungkinan penyebab penyakit (Gambar 5.1). Sputum yang jernih atau mukoid selain didapatkan pada PPOK (tanpa infeksi) bisa juga ditemukan akibat adanya inhalasi zat iritan. Sputum kekuningan bisa dldapatkan pada infeksi saluran napas bawah akut ( karena adanya neutrofil aktif), dan
juga pada asma (karena mengandung eosinofil). Sputum kehijauan yang mengandung neutrofil yang mati didapatkan pada bronkiektasis
dan dapat membentuk 3 lapisan yang khas yaitu lapisan atas yang mukoid, lapisan tengah yang encer dan lapisan bawah yang purulen. Sputum purulen biasanya berwarna kehijauan karena adanya sel-sel neutrofil yang lisis serta produk hasil katabolismenya akibat adanya enzim green-pigmented enzyme verdoperoxidose. Pada pneumococcol
pneumonio stadium awal dapat ditemukan sputum yang berwarana coklat kemerahan akibat adanya inflamasi parenkim paru yang melalui fase hepatisasi merah. Sputum berwarna coklal (Blood-stoined sputum)
menunjukan adanya hemoglobin/sel eritrosit. Sputum yang berbusa dengan bercak darah yang difus dapat ter1adi pada edema paru akut (Gambar 5.11.t'z':'a
130
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
Gambar 5.1. Berbagai Macam Warna Sputum. (A) putih. (B) Kuning. (C) Hijau. (D) Warna Karat (Merah Kecoklatan).
3.
Bau sputum
Sputum yang berbau busuk menunjukan adanya infeksi oleh kumankuman anaerob dan dapat terjadi pada bronkiektasis dengan infeksi sekunder, abses paru dan empiema.
4.
SoLid
moterial
Pada asma dan ollergic bronchopulmonory ospergil/osis dapat terjadi
akumulasi sekret yang kental pada saluran napas. Bila sekret ini dibatukkan keluar akan tampak struktur yang menyerupai cacing yang merupakan cetakan bronkus.
Batuk Darah Batuk darah (hemoptisis) terjadi karena adanya darah yang dikeluar kan pada saat batuk yang berasal dari saluran napas. Batuk darah dapat bervariasijumlahnya mulai dari bercak da rah (blood-streaked sputum) hingga batuk darah masif. Hemoptisis dengan sputum purulen dapat terjadi pada
bronkiektasis terinfeksi.. Batuk darah masif yang potensial fatal sering didapatkan pada bronkiektasis, tuberkulosis dan kanker paru.1,3,4 penyakit paru yang menyebabkan hemoptisis:
1.
Penyakit jalan napas: bronkitis akut/kronik, bronkiektasis, karsinoma
bronkus.
131
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Penyakit parenkim paru: tuberkulosis, abses paru, pneumonia, misetoma
(fungus boll), dan lain-lain. 3.
Penyakit vaskular: emboli paru, hipertensi pulmonal.
4.
Lain-lain: gangguan koagulasi, endometriosis paru
Nyeri Dada Nyeri dada dapat berasal dari dinding dada, pleura dan organ-organ mediastinum.l Paru mendapatkan persarafan otonom secara eksklusif sehingga tidak dapat menjadi sumber nyeri dada. Nyeri dada harus diuraikan secara rinci yang mencakup lokasi nyeri serta penyebarannya, awal mula kel
uhan, derajat nyeri, faktor yang memperberat/merin gankan misalnya
efek terhadap pernapasan dan pergerakan.
1.
Nyeri pleura Karakteristik nyeri pleura bersifat tajam, menusuk dan semakin berat bila menarik napas atau batuk. lritasi pleura parietal pada daerah 6 iga bagian atas dirasakan sebagai nyeri yang terlokalisir, sedangkan iritasi
pada pleura parietal yang meliputi diafragma yang dipersarafi oleh nervus prenikus dirasakan sebagai nyeri yang menjalar ke leher atau puncak bahu. Enam nervus interkostalis bagian bawah mempersarafi pleura parietal bagian bawah dan lapisan luar diafragama sehingga nyeri
pada daerah ini dapat menjalar ke abdomen bagian atas.
2.
Nyeridinding dada Nyeri pada dinding dada dapat terjadi akibat adanya gangguan pada saluran napas maupun kelainan pada muskuloskeletal. Tidak jarang pasien dengan batuk atau sesak napas yang kronik (pasien asma dan PPOK) mengalami rasa nyeri yang difus. Ada beberapa gejala yang
dapat membedakan antara nyeri pleura dan nyeri dada. Nyeri yang timbul mendadak dan terlokalisir setelah mengalami batuk-batuk yang hebat atau trauma langsung menunjukan adanya injuri pada otot-otot interkostal ataupun fraktur iga. Herpes zoster dan kompresi pada radiks nervus interkostalis dapat menyebabkan nyeri dada pada daerah yang sesuai dengan distribusi dermatom. Nyeri dada akibat kanker paru,
mesotelioma dan metastase pada tulang umumnya bersifat tumpul, iritatif, tidak berhubungan dengan pernapasan dan semakin memberat secara progresif. Nyeri akibal Pancoost tumor pada apeks paru akibat
132
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
erosi pada iga 1 sering kali menjalar ke lengan bagian medial akibat adanya invasi pada radiks pleksus brakhialis bagian bawah.
3.
Nyeri mediastinum Nyeri mediastinum mempunyai ciri-ciri yaitu bersifat sentral/retrostrenal
serta tidak berkaitan dengan pernapasan ataupun batuk. Namun demikian nyeri yang berasal dari trakhqa dan bronkus akibat infeksi maupun iritasi oleh debu-debu iritan dapat dirasakan sebagai rasa panas pada daerah retrosternal, yang semakin berat bila pasien batuk. Nyeri tumpul yang bersifat progresif sehingga mengganggu tidur dapat terjadi akibat adanya keganasan pada kelenjar getah bening mediastinum
atau akibat timoma. Tromboemboli paru masif yang menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel kanan dapat menyebabkan nyeri sentral
yang menyerupai iskemia miokard. Sesak Napas
Orang yang sehat dalam keadaan normal tidak menyadari akan pernapasannya. Sesak napas (dispnea) merupakan keluhan subyektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman maupun gangguan/kesulitan lainnya
saat bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktivitas.ala Rasa sesak napas ini kadang-kadang diutarakan pasien sebagai kesulitan untuk mendapatkan udara segal rasa terengah-engah atau kelelahan. Variasi dispnea adalah:
. . . . .
Takipnea
napas yang cepat
Hiperpnea
napas yang dalam
Orthopnea
sesak napas pada posisi tidur
Platipnea
sesak napas pada posisi tegak (berdiri)
Trepopnea
sesak napas pada posisi berbaring ke kiri/kanan
Saat anamnesis mengenai sesak napas ini harus ditanyakan mengenai awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, variabilitas, derajat beratnya,
faktor-faktor yang memperberat/memperingan dan keluhan yang berkaitan lainnya. Tentukan apakah sesak napas terjadi secara mendadak dan semakin
memberat dalam waktu beberapa menit (misalnya akibat pneumotoraks ventil, emboli paru masif, asma, aspirasi benda asing), atau terjadi secara bertahap dan semakin memberat secara progresif dalam waktu beberapa jam atau hari (akibat pneumonia, asma, PPOK eksaserbsi akut) atau bahkan
133
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
memberat dalam waktu beberapa minggu, bulan atau tahun (akibat efusi
pleura, PPOK, TB paru ,anemia, gangguan otot-otot pernapasan). Sesak napas akibat gangguan psikis seringkali timbul mendadak di mana pasien mengeluh tidak dapat menghirup cukup udara, sehingga harus menarik napas dalam. Keluhan sesak ini dapat disertai dengan keluhan lainnya seperti
pusing, kesemutan pada jari-jari dan sekitar mulut, dada rasa penuh dan walaupun jarang dapat disertai sinkop. Keadaan atau aktivitas apa yang dapat menimbulkan sesak perlu diketahui, karena dapat memberi petunjuk akan kemungkinan penyebabnya. Sesak saat berbaring (ortopnu) seringkali didapatkan pada pasien dengan
gagaljantung kiri dan pasign dengan kelelahan otot-otot pernapasan akibat keterlibatan diafragma. Namun demikian ortopnea ini dapat juga terjadi pada semua peyakit paru yang berat. Sesak yang menyebabkan pasien terbangun pada malam hari merupakan gejala khas asma dan gagaljantung kiri. Pasien asma umumya terbangun di antara jam 03.00-05.00 dan disertai dengan mengi. Sesak napas yang berkurang pada setiap akhir pekan atau pada saat hari libur menunjukan kemungkinan adanya asma akibat kerja. Pada asma perlu ditanyakan adanya paparan dengan alergen atau iritan
yang kemungkinan sebagai pencetus sesak napas. Derajat beratnya sesak napas harus ditentukan dengan mengkaitkannya dengan aktivitas seharihari. Sesak napas sering ditemukan pada keadaan/penyakit:
a.
Gangguan sistem pernapasan
-
Penyakit saluran napas: asma bronkial, penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), penyumbatan saluran napas.
-
Penyakit parenkim paru: pneumonia, ocute respirotory distress syndrome (ARDS), penyakit interstisial paru.
b.
Penyakit pleura: pneumotoraks, efusi pleura.
Gangguan sistem kardiovaskular
c. d.
Penyakit vaskular paru: emboli paru
Meningkatnya tekanan vena pulmonalis: gagaljantung kiri
Penurunancurahjantung Anernia berat
Anxietas/psikosomatik
Gangguan pada sistem neuromuskuloskeletal, yaitu polimiositis, miastenia gravis, sindrom Guillian Barre, kifoskoliosis.
134
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
Napas Berbunyi (Mengi) Mengi adalah adalah bunyi siulan yang bernada tinggi yang terjadi akibat aliran udara yang melalui saluran napas yang sempit. Umumnya mengi terjadi pada saat ekspirasi, namun pada keadaan yang berat dapat terdengar baik pada ekspirasi maupun inspirasi. Pasien sering menggambarkan mengi sebagai bunyi yang mendesir akibat adanya gekret pada saluran napas atas.
Mengi yang timbul pada saat melakukan aktivitas merupakan gejala yang sering didapatkan pada pasien asma dan PPOK. Mengi yang menyebabkan pasien terbangun pada malam hari didapatkan pada asma sedangkan mengi yang timbul pada saat bangun pagi didapatkan pada ppOK.
PEMERIKSAAN FISIS PARU Agar dapat melakukan pemeriksaan fisis paru dengan baik perlu dipelajari mengenai anatomi dinding dada dan paru (Gambar 5.2)2
Manubrium sterni
Lekuk supra strenal sternaLis Ludovici
Processus Xyphoideus
AnguLus costoe
Gambar 5.2. Anatomi Dinding Dada dan paru
Menentukan Lokasi pada Dinding Dada Lokasi kelainan pada dada dapat ditentukan dalam 2 dimensi yaitu sepanjang
aksis vertikal dan sepanjang lingkar dada.2
135
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Penentuan lokasi bedasarkan aksis vertikal dilakukan dengan menghitung sela iga. Angulus sternalis Ludovici dapat digunakan sebagai pedoman dalam menghitung sela iga. Untuk mengidentifikasi angulus sternalis ini pertama-tama letakkan jari pada suprasternal notch, kemudian
gerakkanjari ke kaudal kira-kira
5 cm
untuk mendapatkan angulus tersebut
yang merupakan penonjolan (sudut) yang dibentuk oleh manubrium sterni dan korpus sterni. Dengan menggerakkan jari ke arah lateral akan didapatkan
perlengketan iga ke 2 pada sternum. Selanjutnya dengan menggunakan 2 jari dapat dihitung sela iga satu persatu dengan arah oblique seperti tampak pada gambar 5.3. Pada wanita untuk menghitung sela iga maka payudara harus disingkirkan kearah lateral. Perhatikan bahwa tujuh rawan iga pertama
melekat pada sternum seangkan rawan iga ke 8, 9 dan L0 melekat pada rawan iga yang berada di atasnya. Iga ke 11 dan 12 yang merupakan iga melayang bagian anteriornya tidak mengadakan perlekatan. Ujung rawan iga 11 biasanya dapat di raba pada daerah lateral, sedangkan ujung iga 12 pada daerah posterior (Gambar 5.3). Angulus sternolis
Lekuk supra sternal Processus splnosus
C7
Processus spinosus
T1"
Iga
Gambar 5.3. Dinding Dada Bagian Anterior (A) dan Posterior
(B).
Untuk menentukan lokasi kelainan pada dada bagian posterior dapat dilakukan beberapa cara yaitu:2
1.
Cara yang umum dilakukan yaitu dengan menggunakan pedoman processus vertebrae prominens (penonjolan processus spinosus vertebrae cervical 7). Dengan melakukan palpasi dapat dihitung processus yang
ada dibawahnya khususnya pada tulang belakang yang lentur.
135
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
2.
Untuk menentukan lokasi pada dada bagian posterior yaitu dengan menggunakan pedoman iga ke 12 sebagai titik awal penghitungan. Letakkanjari salah satu tangan pada tepi bawah iga 12, kemudian kearah kranial dihitung sela iga seperti tampak pada gambar 5.3. Cara ini khususnya dapat membantu menentukan lokasi kelainan pada daerah dada posterior bagian bawah.
3.
Cara lain yaitu dengan menggunakan angulus inferior skapula (yang
biasanya terletak pada igalsela iga 7) sebagai pedoman dalam penghitungan.
Untuk menetukan lokasi disekitar lingkar dada digunakan beberapa garis vertikal seperti tampak pada gambar 5.4 dan gambar 5. 5 yaitu:
Garis
midsternalis
Garis aksilaris
posterior
Garis
midklavikula
Garis aksilaris
Garis aksilaris
Garis aksilaris
anterior
anterior
media
(Gambar 5.4. Garis-garis Vertikal Disepanjang Dinding Dada Bagian Anterior
(A) dan Lateral (B)
Garis skapularis Garis vertebralis
Gambar 5.5. Dinding Dada Bagian posterior
t37
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Garis midsternal: Garis vertikal yang melalui pertengahan sternum. Garis midklavikula: Garis vertikal yang melalui pertengahan klavikula Garis aksilaris anterior: Garis vertikal yang melalui lipat aksila anterior. Garis midaksilaris: Garis vertikal yang melalui puncak aksila.
vertikalyang melalui lipat aksila posterior' Garis skapularis: Garis vertikal yang melal.ui angulus inferior skapula' Garis vertebralis (Midspinalis): Garis vertikal yang melalui processus Garis aksilaris posterior: Garis
spinalis vertebroe.
Teknik Pemeriksaan Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada pasien dengan posisi berbaring terlentang, sedangkan pemeriksaan dada dan paru belakang pada pasien dengan posisi duduk. Pada saat pasien duduk kedua lengannya
menyilang pada dada sehingga kedua tangan dapat diletakkan pada masing-masing bahu secara kontralateral. Dengan cara ini kedua skapula akan bergeser ke arah lateral sehingga dapat memperluas lapangan paru
yang diperiksa. Pakaian pasien diatur sedemikian rupa sehingga seluruh dada dapat diperiksa. Pada wanita pada saat memeriksa dada dan paru belakang maka dada bagian depan ditutup. Pada pasien dengan keadaan umum yang lemah bila perlu dibantu agar bisa didudukkan sehingga dada
bagian posterior dapat diperiksa. Bila hal ini tidak memungkinkan maka pasien dimiringkan ke salah satu sisi, kemudian ke sisi yang lainnya.2 Sebelum melakukan pemeriksaan fisis paru maka dilakukan pengamatan awal untuk mengetahui untuk mengetahui adanya kelainan di luar dada yang
mungkin berkaitan dengan penyakit paru. Selain itu juga diamati apakah ada suara-suara abnormal yang langsung terdengar tanpa bantuan stetoskop. Kelainan pada ekstremitas yang berhubungan dengan penyakit paru seperti:
.
Jari tabuh/clubbing pada penyakit paru supuratif (contoh: abses paru,
empiema) dan kanker paru (Gambar 5.6)2'7
. . .
Sianosis perifer (pada kuku jari tangan) menunjukkan hipoksemia Karat nikotin, pada perokok berat (Karat nikotin juga dapat ditemukan
pada email gigi penderita). Otot-otottangan dan lengan yang mengecil karena penekanan nervus torakalis I oleh tumor di apeks paru (sindrom Poncoost).
138
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
Gambar 5.6. Jari Iabuh (Clubbing Finger)
Kelainan pada daerah kepala yang berkaitan dengan kelainan pada paru yaitu:
' .
sindrom Horner: Ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis hemifasialis Sianosis pada ujung lidah akibat hipoksemia. Di samping melihat keadaan-keadaan tersebut di atas, pemeriksaan
hendaknyajuga mendengar kelainan yang langsung dapat didengar tanpa bantuan alat pemeriksa, seperti:
.
Suara mengi (wheezing), suara napas seperti musik yang terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi karena terjadinya penyempitan
jalan udara,
.
Stridor, suara napas yang mendengkur secara teratur. Terjadi karena adanya penyumbatan daerah laring. Stridor dapat berupa inspiratoar atau ekspiratoar. Yang terbanyak adalah stridor inspiratoar, misalnya pada
.
tumor di trakea, peradangan pada trakea, atau benda asing di trakea, Suara serak (hoarseness), terjadi karena kelumpuhan pada saraf laring atau peradangan pita suara.
Setelah melakukan pengamatan awal dilakukan pemeriksaan fisis paru yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
A.INSPEKSI lnspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan.
139
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
1.
Kelainan dinding dada.
Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut
bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider naevi, ginekomastia tumori luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain (Gambar 5.7).
"&& (A)
(B)
Gambar 5.7. Lesi pada Dinding Dada Berupa Parut Bekas Operasi (A) dan Pelebaran Vena-Vena Superfisial (B).
Kelainan bentuk dada. Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar
dari pada diameter anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu:
a.
Dada paralitikum dengan ciri-ciri: Dada kecil, diameter sagital pendek.
b.
Sela iga sempit, iga lebih miring, Angulus costae
Terdapat pada pasien dengan malnutrisi
900
Terdapat pada pasien dengan bronkitis kronis, PPOK ).
Kifosis: Kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah
anterior. Kelainan ini akan terlihat jelas bila pemeriksaan dilakukan dari arah lateral pasien (Gambar 5.8 A).
140
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
d.
Skoliosis: Kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah
lateral. Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior
(Gambar 5.8 B).
Gambar 5.8. Kelainan Dinding Dada Berupa Kifosis (A) dan Skoliosis
(B)
Pectusexcavatum: dada dengan tulang sternum yang mencekung ke dalam (Gambar 5.9 A). Pectus
carinatum (pigeon chest atau dada burung) ; dada dengan
tulang sternum menonjol ke depan (Gambar 5.9 B).
(A)
(B)
Gambar 5.9. Pectus Excavatum (A) dan Pectus Carinatum
(B)
t4t
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
3.
Frekuensipernapasan: Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang
dari 14 kali per menit disebut bradipnea, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipnea, misalnya pada pneumonia, ansietas, asidosis.(2)
4.
Jenis pernapasan:
-
Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis
-
Abdominal mlsalnya pasien PPOK lanjut,
umum. Kombinasi (jenis pernapasan ini yang terbanyak).
Pada wanita sehat umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan
disebut torako-abdominal. Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan
abdominal lebih dominan dan disebut abdomino torakal. Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut wanita berbeda dari laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK. Di samping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukkan adanya gangguan pada daerah tersebut.
-
Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breothing (pernapasan seperti
menghembus sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia'
5.
Pola pernapasan
-
Pernapasan normal: lrama pernapasan yang berlangsung secara teratur ditandai dengan
adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti. Pada gambar 5.10 dapat dilihat gambaran irama pernapasan yanq normal dan abnormal.2's
-
takipnea: Napas cepat dan dangkal.
Hiperpnea/hiperventilasi: Napas cepat dan dalam. Bradipnea: Napas yang lambat. Pernapasan Cheyne Stokes;
lrama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode apnea (berhentinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea (pernapasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan kemudian mengecil lagi). Siklus ini terjadi
142
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
berulang-ulang. Terdapat pada pasien dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal initerjadi karena terlambatnya respons reseptor klinis medula otak terhadap pertukaran gas. Pernapasan Biot (Ataxic b reoth
in g) :
Jenis pernapasan yang tidak teratur baik dalam hal frekuensi maupun amplitudonya. Terdapat pad-a cedera otak. Bentuk kelainan irama pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan pada orang normal tapi gemuk (obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini biasanya merupakan pertanda yang kurang baik. Sighing respirotion: Pola pernapasan normal yang diselingi oleh tarikan napas yang dalam.
I
Asma PPOK
-f\.--l-\-./---'\ Bradipnea (pernapasan melambat abnormal)
-1
l
Depresi napas karena obat
::r"
0,"0",'*
I
__--.
I I
i,.^n*fl,
t____ i
-,q/tn"-,UIlrtw
]-,nr.f\,f t
---_-'.-'r^llr.In
L__
Kussmaul (pemapasan cepat dan lambat)
Asidosis metabolik olahraga (exercrse) Ansietas
BiovAtaxic (irreguler dengan periode apnea panjang
Depresi napas karena obat Kerusakan khususnya medulla
I I
l
Cl*y,r"*t"k* (ir"r; napas berubah dan dengan periode apnea
Apneusik (pernapasan dengan jeda inspirasi panjang)
otak, oblongata _--_l
i I
l
Depresi napas karena obat Kerusakan otak, khususnya jantung Uremia Lesi di pons
Sighing respiration
Gambar 5.10. Gambaran lrama Pernapasan yang Normal dan Abnormal6
B. PALPASI Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.
1.
Palpasi dalam keadaan statis.
143
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah sebagai
berikut:
a.
Pemeriksaan kelenjar getah bening.
Kelenjar getah bening yang membesar di daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru seperti kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening Ini dapat diteruskan ke daerah submandibula dan kedua aksila.
b.
Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum.
Posisi mediastinum dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trakea dan apeks jantung.
-
Pergeseran mediastinum bagian atas dapat menyebabkan deviasi trakea. Pemeriksa berada di depan pasien kemudian
ujungjari telunjuk tangan kanan diletakkan pada suprosternol notchlalu ditekan kearah trakea secara perlahan-lahan (gambar 5.1
1 A). Adanya deviasi trakea dapat diketahui dengan cara
meraba dan melihat. Pergeseran ringan trakea ke arah kanan bisa didapatkan pada orang normal. Pergeseran trakea dapat
juga terjadi pada kelainan paru yaitu akibat scrazortelfibrosis pada apeks paru.
-
Jarak anta rc suprosternal notch dengan kartilago krikoid normal
selebar 3
- 4 jari. (Gambar
5.11 B) Berkurangnya jarak ini
menunjukan adanya hiperinflasi paru. Pada keadaan hiperinflasi yang berat dapat terjadi trocheol tug yaitu pergerakan jari-
jari (yang ada pada trakea) ke arah inferior pada setiap inspirasi.l
Gambar 5.11. Pemeriksaan Trakea
144
kali
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
-
Deviasi pulsasi apeksjantung menunjukan adanya pergeseran
mediastinum bagian bawah. Perpindahan pulsasi apeks jantung tanpa disertai deviasi trakea biasanya disebabkan oleh pembesaran ventrikel kiri.dan walaupun lebih jarang bisa
juga didapatkan pada skoliosis, kifoskoliosis atau pada pectus excovotum yang berat.l
c.
Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan
dengan jari tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding
dada misalnya tumor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis, dan lain-lain.
2.
Palpasi dalam keadaan dinamis. Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan
untuk menilai ekspansi
paru serta pemeriksaan vokal fremitus.
a.
Pemeriksaan ekspansi paru.
Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama mengembang selama inspirasi biasa maupun inspirasi maksimal. Pengembangan paru bagian atas dilakukan dengan mengamati pergerakan kedua klavikula. Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukan adanya hambatan pada sisi tersebut. Untuk menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan
dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada masing-masing tepi iga, sedangkan jari-jari lainnya
menjulur sepanjang sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling berdekatan/hampir bertemu di garis tengah dan sedikit diangkat ke atas sehingga dapat bergerak bebas saat bernapas. Pada saat pasien menarik napas dalam kedua ibu
jari akan bergerak
secara simetris (Gambar 5.12). Berkurangnya ekspansi dada pada salah satu sisi akan menyebabkan gerakan kedua ibu jari menjadi
tidak simetris dan ini memberikan petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut.2
b.
Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak
tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta menyebutkan angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih jelas. Rasakan dengan teliti getaran suara yang ditimbulkannya (Gambar 5.12 A dan B).
145
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Gambar 5.12. Pemeriksaan Palpasi Paru Saat Ekspirasi (A) dan Inspiras
i(B).8
Pemeriksaan ini disebuttactilefremitus. Bandingkan tactilefremitus
secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah
baik pada paru bagian depan maupun belakang (Gambar 5.13 A dan B). Pada saat pemeriksaan kedua telapak tangan harus selalu disilang secara bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini
dilaporkan sebagai normal, melemah atau mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi karena adanya infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif).1,2
(A)
(B)
Gambar 5.13. Lokasi untuk Pemeriksaan Vocal Fremitus pada Dada Anterior (A) dan Posterior (B)
t46
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
C. PERKUSI Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding dada dengan jari-jari sedikit meregang. .lari tengah tangan kiri tersebut ditekan
ke dinding dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi. Bagian tengah falang medial tangan kiri tersebut kemudian diketuk dengan
menggunakan ujungjari tengah tangan kanan, dengan sendi pergelangan tangan sebagai penggerak (Gambar 5.14). Jangan menggunakan poros siku, karena akan memberikan ketokan yang tidak seragam. Sifat-sifat ketokan selain didengar; juga harus dirasakan oleh jari-jari.1
Gambar 5.14. Cara Melakukan perkusi
Berdasarkan patogenesisnya bunyi ketukan yang terdengar dapat bermacam-macam yaitu:1.2
a.
Sonor (resonant);terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak, terdapat pada paru yang normal.
b.
Hipersonor (Hiperresonont); terjadi bila udara didalam paru/dada menjadijauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial, pneumotoraks dan bula yang besar.
c.
Redup (dull); bila bagian yang padat lebih banyak dari pada udara misalnya: adanya infiltrat/ konsolidasi akibat pneumonia, efusi pleura yang sedang.
d.
Pekak(flot/stony dull);terdapat pada jaringan yang tidak mengandung udara didalamnya, misalnya pada tumor paru, efusi pleura masif.
e.
Bunyi timpani terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di dalam lambung.
147
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan
secara bergantian kiri dan kanan (zigzag). (Gambar 5.15). Dalam keadaan
normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.
Gambar 5.15. Lokasi untuk Melakukan Perkusi Perbandingan dan Auskultasi Paru Depan.
Pemeriksaan lain yang dilakukan pada paru depan adalah perkusi untuk
menentukan batas paru hati dan paru lambung.
Untuk menentikan batas paru hati dilakukan perkusi sepanjang garis midklavikula kanan sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari sonor menjadi redup. Perubahan ini menunjukan batas antara paru dan hati. Tentukan batas tersebut dengan menghitung mulai dari sela iga ke 2 kanan, dan umumnya didapatkan setinggi sela iga ke 6. Setelah batas paru
hati diketahui selanjutnya dilakukan tes peranjakan antara inspirasi dan ekspirasi. Pertama-tama pasien dijelaskan mengenai apa yang akan dilakuan,
kemudian letakkan 2 jari tangan kiri tepat dibawah batas tersebut. Pasien
diminta untuk menarik napas dalam dan kemudian ditahan, sementara itu dilakukan perkusi pada ke 2 jari tersebut. Dalam keadaan normal akan terjadi perubahan bunyi yaitu dari yang tadinya redup kemudian menjadi sonor kembali. Dalam keadaan normal didapatkan peranjakan sebesar 2 jari.(Gambar 5.16).'? Untuk menentukan batas paru lambung dilakukan perkusi sepanjang garis aksilaris anterior kiri sampai didapatkan perubahan bunyi dari sonor ke timpani. Biasanya didapatkan setinggi sela iga ke-8. Batas ini sangat
dlpengaruhi oleh isi lambung. 148
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
Gambar 5.16. Pemeriksaan Peranjakan Paru-Hati Pada paru belakang dilakukanjuga pemeriksaan perkusi perbandingan secara zigzag seperti tampak pada gambar 5.17. Selanjutnya untuk menentukan batas paru belakang bawah kanan dan kiri dilakukan dengan
pemeriksaan perkusi sepanjang garis skapularis kanan dan kiri. Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.
Gambar 5.17. Lokasi untuk Melakukan perkusi Perbandingan dan Auskultasi paru Belakang
Skapula sebaiknya dikesampingkan dengan cara meminta pasien menyilang kedua lengannya di dada. Biasanya batasnya adalah setinggi vertebrae torakalis 10 untuk paru kiri sedangkan paru kanan l jari lebih tinggi?
t49
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Daerah aksila dapat diperkusi dengan cara meminta pasien mengangkat
tangannya ke atas kepala. Pemeriksa menaruh jari-jari tangan setinggi mungkin di aksila pasien untuk diperkusi. Perkusi pada daerah Kronig yailu daerah supraskapula seluas 3 sampai 4 jari di pundak. Perkusi di daerah ini sonor. Hilangnya bunyi sonor pada daerah ini menunjukkan adanya kelainan
pada apeks paru, misalnya tumor paru, tuberkulosis paru.s Bila ada cairan pleura yang cukup banyak akan didapatkan Garis Ellrs Domoiseau yoifu garis lengkung konveks dengan puncak pada garis aksilaris
media. Selain itu bisa didapatkan adanya segitiga Garlond dan segitiga Grocco. Segitiga Garlond: daerah timpani yang dibatasi oleh vertebra torakalis, garis Ellrs Domoiseou dan garis horizontal yang melalui puncak cairan. Segitig a Grocco: daerah redup kontralateral yang dibatasi oleh garis vertebra, perpanjangan garis
E//rs
Damoiseau ke kontralateral dan batas paru
belakang bawah. (Gambar 5.18).s
v\ a.*,-)
/\-fr\ l**"* \ Gambar 5.18. Segitiga Garland dan Grocco (A) Serta Garis Ellis Damoiseau
(B).
D. AUSKULTASI
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui sistem trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini
meliputi pemeriksaan suara napas pokok, pemeriksaan suara napas tambahan dan jika didapatkan adanya kelainan dilakukan pemeriksaan untuk mendengarkan suara ucapan atau bisikan pasien yang dihantarkan melalui dinding dada. Pola suara napas diuraikan berdasarkan intensitas, frekwensi serta lamanya fase inspirasi dan ekspirasi. Auskultasi dilakukan secara berurutan dan selang seling baik pada paru bagian depan maupun
belakang (Gambar 5.15 dan 5.17).2 150
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi Suara napas pokok yang normal terdiri atas:1,2
.
.
.
Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekwensi rendah di mana fase inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi
jeda, dengan perbandingan 3:1 (Gambar 5.19). Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru. Bronkovesikular: Suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang, di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi dan kadang- kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan normal bisa didapatkan pada dinding anterior
setinggi sela iga 1dan2 serta daerah interskapula. Bronkial: Suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingijeda. Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti
tiupan dalam tabung (Gambar 5.20). Dalam keadaan normal dapat
.
didengar pada daerah manubrium sterni. Trakeal: Suara napas yang sangat keras dan kasari dapat didengarkan
pada daerah trakea.
.
Amforik: Suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.
lnspiration
Expiration
Gambar 5.19. Gambaran Skematis Suara Napas Vesikular (A) dan Bronkial
(B).
1s1
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Suara napas fase
Vesikular
inspirasi lebih lama
Relatif lemah
lapang paru
daripada suara napas fase ekspirasi
Bronko-
Suara napas fase
vesikular
inspirasi sama dengan suara napas fase ekspirasi
Hampir
di seluruh
Sedang
Dinding
anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula.
Bronkial
/\
rrakeal ./\
fase lama
Relatif
Manubrium
ekspirasi lebih daripada suara napas fase inspirasi, dan diantaranya diselingi jeda
keras
sterni
Suara napas fase inspirasi sama dengan suara napas fase ekspirasi, dan
Relatif
Trakea
Suara napas
keras
diantaranya diselingi
jeda Gambar 5.20. Karakteristik Suara Napas
Perhatikan adanyajeda antara fase inspirasi dan fase ekspirasi. Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat didengar pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial tidak akan terdengar karena getaran suara yang berasal darl bronkus
tersebut tidak dapat dihantarkan ke dinding dada karena dihambat oleh udara yang terdapat di dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal misalnya pneumonia di mana alveoli terisi infiltrat maka udara didalamnya akan berkurang atau menghilang. lnfiltrat yang merupakan penghantar getaran suara yang baik akan menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada
sehingga dapat terdengar sebagai suara napas bronkovesikular (bila hanya sebagian alveoli yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila seluruh alveoli terisi
infiltrat) (Gambar 5.21
).5
Suara napas tambahan terdiri atas:1'2's
.
Ronki basah (crockles atau roles): Suara napas yang terputus-putus, bersifat nonmusicol, dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam saluran napas. Ronki basah lebih
152
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
Alveoli
.&\ ,orr"l-m
Lumen $}a{, bronkial --I9f \'M
-
terbuka
L Vesikular Gambar 5.21. Suara Napas Pokok Dalam Keadaan Normal dan Abnormal
lanjut dibagi menjadi ronki basah halus dan kasar tergantung besarnya bronkus yang terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan pada bronkiolus, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveoli
yang sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi terutama dapat didengar pada fibrosis paru. sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrat misalnya pada
.
pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema paru). Ronki kering: Suara napas kontinyu, yang bersifat musikal, dengan frekwensi yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang kental. Mengi adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang
.
yang biasanya terdengar pada serangan asma. Bunyi gesekan pleura(Pleurolfriction rug:ferjadi karena pleura parietal dan viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Pleura yang meradang akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan
.
ini terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
Hippocrotes succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar
bila pasien digoyang-goyangkan. Biasanya didapatkan pada pasien dengan hidropneumotoraks.
.
Pneumothorax click: Bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksijantung, terjadi bila didapatkan adanya udara diantara kedua lapisan pleura yang menyelimuti jantung.
Langkah sistematis pemeriksaan paru dapat dilihat pada tabe! 5.1.
153
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Anamnesis
Memperkenalkan diri dan menjelaskan pemeriksa-an yang akan dilakukan serta meminta ijin kepada pasien Menanyakan adakah batuk; bila ada bagaimanakah: bunyi suara batuk: apakah ringan, batuk berkepanjangan dengan napas berbunyi, batuk keras membentak dengan nyeri, batuk disertai suara parau waktu batuk: apakah terutama sering pada malam atau siang hari pencetus batuk: asap, debu gejala lain yang menyertai: demam, sesak napas Adakah disertai dahak; bila ada bagaimanakah: jumlah produksi dahak: banyak, persisten, apakah sulit dikeluarkan, batuk kering jenis dahak: serous, mukoid, purulen, rusty warna:jernih, kekuningan, kehljauan, coklat, kemerahan bau dahak adakah bentuk cetakan bronkus Batuk darah: mulai dari bercak darah hingga masif Nyeri dada: lokasi nyeri serta penyebarannya, awal mula keluhan, derajat nyeri, faktor yang memperberat/meringankan misalnya efek terhadap pernapasan dan pergerakan
.
.
. .
.
. . . .
Sesak napas:
.
variabilitas sesak napas: takipnea, hiperpnea, ortopnea,
.
deskripsi sesak: awal mula keluhan/awitan: secara
platipnea mendadak atau bertahap, lamanya; progresifitas: semakin memberat dalam waktu beberapa menit, beberapa jam/ hari/minggu/bulan/tahun; derajat beratnya; faktor-faktor yang memperberat/memperingan; dan keluhan yang berkaitan lainnya misalnya gangguan psikis
Napas berbunyi: apakah saat ekspirasi atau inspirasi, saat aktivitas, apakah menyebabkan terbangun pada malam hari, atau pagi hari Keluhan umum lainnya seperti demam, keringat malam, berat badan menurun Kebiasaan merokok, kontak dengan penderita penyakit paru
Pemeriksaan inspeksi dada dan paru bagian depan
Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan serta meminta ijin kepada pasien Meminta pasien tidur terlentang dan membuka pakaian Inspeksi adakah lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan Menilai terdengar tidaknya suara serak, mengi, stridor dengan
telinga biasa Menilai ada tidaknya napas cuping hidung, penggunaan otot bantu napas sternokleidomasteoideus, suprasternal, dan retraksi otot interkostal Inspeksi bentuk dada dengan menilai diameter anteroposterior dibandingkan diameter sagital, serta besar sudut angulus costae Bentuk dada normal: bila diameter anteroposterior lebih kecil daripada diameter lateral (sagital) dengan rasio 5:
.
7-L:2
L54
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
.
Bentuk dada abnormal: dada paralitik, dada emfisema,
pectus excavatum, pectus carinatum ; bentuk dada abnormal akibat tulang punggung: kifosis, skoliosis, kifoskoliosis, atau lordosis
Mengidentifikasi ada tidaknya penyempitan dan pelebaran sela iga
Inspeksi kelainan lain (misalnya ada tidaknya bendungan vena, benjolan/tumor, ginekomastia, emfisema subkutis, spider naevi) Menilai kesimetrisan hemitoraks kiri dan kanan (statis: melihat dada tanpa memerhatikan pergerakan napas) dan saat bernapas (dinamis) Menilai frekuensi napas dalam 1 menit dengan merasakan gerakan naikturun dinding abdomen (biasanya 14-20xlmenit) Menilai kedalaman pernapasan (dalam atau dangkal) Menilai jenis pernapasan dengan melihat pergerakan toraks
dan abdomen: torakal, abdominal, atau kombinasi (torakoabdominal; abdomino-torakal) Menilai pola pernapasan: normal, Kussmaul, Cheyne Stokes, Biot, sighing
Mengidentifikasi kelainan organ lain yang berhubungan dengan penyakit paru seperti: sianosis perifer (warna kulit, bibif kuku kebiruan), warna kulit pucat atau tidak pucat, jari tabuh (clubbing fingers), karat nikotin, otot lengan mengecil, kelainan pada daerah kepala seperti pada sindrom Horner: ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis hemifasialis, sianosis
Pemeriksaan palpasi dada dan paru bagian depan
pada ujung lidah akibat hipoksemia Melakukan palpasi pada seluruh permukaan rongga toraks untuk mencari massa, emfisema subkutis, atau kelainan lain Pemeriksaan kelenjar getah bening (KGB) submandibula, sepanjang anterior dan posterior. sternokleidomastoideus, aksila, serta supraklavikula
Menentukan posisi mediastinum melalui pemeriksaan posisi trakea yaitu meletakkan jari telunjuk pada daerah antara trakea-sternokleidomastoideus, kiri-kanan atau meletakkan ujung-ujung jari telunjuk, jari tengah, jari manis kanan pada suprasternal notch
Melakukan pemeriksaan ekspansi dada depan dengan meletakkan permukaan palmar kedua telapak tangan pemeriksa pada sepanjang anterolateral dada kiri dan kanan
dan meminta pasien untuk inspirasi dalam. Menentukan adakah perbedaan relatif gerakan dada dilihat dari garis
Pemeriksaan perkusi dada dan paru bagian depan
tengah dada Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dari apeks ke bawah, kiri dan kanan, dibandingkan setiap langkah secara bergantian sambil meminta pasien mengatakan "tujuh tujuh' dan merasakan getaran suara napas yang ditimbulkannya apakah normal, melemah atau mengeras Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang paru depan dimulai dari apeks (daerah supraklavikula) secara
beraturan dari dada kiri ke kanan dan ke bawah (zig-zag) sampai ke batas dada bawah dengan perut, serta dibandingkan
155
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
setiap langkah perkusi dari tiap-tiap sisi paru
Batas Paru-
Hati
Menentukan bunyi ketukan: sonor (resonant); hipersonor (Hiperresonant); redup (dull); pekak (flat/stony dull) atau bunyi timpani Melakukan perkusi di daerah aksila dengan terlebih dahulu meminta pasien mengangkat lengan ke atas kepala Melakukan perkusi batas paru-hati pada linea midklavikula kanan secara beraturan ke.arah bawah hingga adanya perubahan dari sonor menjadi redup Memeriksa peranjakan hati dengan meminta pasien untuk menarik napas dalam lalu menahan napas sebentar Dari batas paru-hati yang telah ditentukan sebelumnya, perkusi kembali diteruskan hingga mendapat perubahan suara dari sonor menjadi redup, untuk kemudian ditentukan berapa peranjakan hati. Selanjutnya pasien diminta untuk bernapas kembali seperti biasa Menentukan peranjakan hati (umumnya dua jari)
Batas Paru-
Melakukan perkusi batas paru-lambung pada linea aksilaris
Lambung
anterior kiri secara beraturan ke arah bawah hingga ada perubahan dari sonor menjadi timpani (lambung kosong)/ redup (lambung terisi) Menentukan batas paru-lambung (normal pada sela iga VII! Melakukan auskultasi secara sistematis dimulai dari apeks paru ke bawah, kiri dan kanan, dibandingkan setiap langkah, dan meminta pasien untuk menarik napas dalam Menentukan suara napas pokok: vesikular; bronkovesikular; bronkial; trakeal atau amforik
Auskultasi
Menentukan adakah suara napas tambahan: ronki basah (crackles atau rales); ronki kering; bunyi gesekan pleura (pleural friction rub); hippocrates succussion; pneumothorax click Melakukan pemeriksaan auditori fremitus yaitu menentukan
bunyi hantaran suara bila didapatkan bising napas
Pemeriksaan paru bagian belakang
156
bronkovesikular atau bronkial Stetoskop diletakkan pada dinding dada secara simetris dan pasien diminta untuk mengucapkan sembilan puluh sembilan dimana dalam keadaan normal suara yang dihantarkan akan menjadi tidak jelas. Bila suara yang terdengar menjadi lebih jelas dan keras disebut bronkoponi Pasien diminta untuk mengucapkan "ee" dimana dalam keadaan normal akan terdengar suara e panjang yang halus. Bila suara "ee" terdengar sebagai "ay" maka perubahan "e" menjadi "a" ini disebut egofoni Pasien diminta untuk berbisik dengan mengucapkan kata sembilan puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara berbisik itu terdengar halus dan tidakjelas. Bila suara berbisik tersebut menjadi semakin jelas dan keras disebutwhispered pectoriloquy Meminta pasien untuk duduk membelakangi pemeriksa Menyebutkan ada tidaknya benjolan (tumor), kelainan bentuk tulang belakang atau benjolan pada tulang belakang Melakukan palpasi umum dengan meraba seluruh dada belakang untuk menilai ada tidaknya emfisema subkutis dan menilai benjolan/tumor bila ada
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
Melakukan pemeriksaan ekspansi dada belakang dengan meletakkan permukaan palmar kedua telapak tangan pemeriksa pada sepanjang posterolateral dada belakang kiri dan kanan dengan kedua ibujari saling bertemu pada daerah vertebra torakalis 8 (proyeksi bawah skapula) dan meminta pasien untuk inspirasi dalam. Dari garis tengah dapat dilihat perbedaan relatif gerakan dada
Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dengan meletakkan permukaan palhar telapak tangan pada paru belakang dan meminta pasien mengatakan "tujuh tujuh,diikuti dengan pemeriksa meletakkan tefapak tangan bersilangan secara bergantian. Merasakan dengan teliti getaran suara napas yang ditimbulkannya secara sistematis mulai dari daerah interskapula ke bawah, kiri dan kanan, dibandingkan dengansetiap langkah
Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang paru belakang untuk menilai ada tidaknya kelainan, secara beraturan dan sistematis, dimulai dari atas (daerah di atas skapula), daerah interskapula, terus ke bawah skapula, pada paru belakang kiri ke kanan (zig zag), serta dibandingkan dengan setiap langkah perkusi dari tiap-tiap sisi paru Melakukan perkusi batas paru belakang kanan pada linea skapula kanan secara beraturan ke arah bawah dengan meletakkan jari plesimeter pada arah tegak lurus terhadap arah gerak perkusi dengan gentle Menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup Menentukan batas paru belakang kanan dengan melakukan
perkusi pada linea skapula kanan ke arah bawah dan menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup (biasanya satujari lebih tinggi dari batas paru belakang kiri) Menentukan batas paru belakang kiri dengan melakukan perkusi pada linea skapula kiri ke arah bawah dan menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup (biasanya setinggi vertebra torakalis 10) Melakukan auskultasi pada seluruh lapang paru belakang pada fase inspirasi dan ekspirasi mulai dari atas (daerah di atai skapula), daerah interskapula, terus ke bawah, kiri dan kanan
Bunyi hantaran suara.
.
Bila pada pemeriksaan auskultasi didapatkan adanya bising napas bronkovesikular atau bronkial, maka pemeriksaan dilanjutkan untuk menilai hantaran bunyi suara. Stetoskop diletakkan pada dinding dada secara simetris, kemudian pasien diminta untuk mengucapkan sembilan
puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara yang dihantarkan ke dinding dada tersebut akan menjaditidakjelas Bila suara yang terdengar menjadi lebih jelas dan keras disebut bronkoponi. pemeriksaan dengan cara ini disebut pemeriksaan auditoryfremitus.
157
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Pasien diminta
juga untuk mengucapkan
"ee".
di mana dalam keadaan
normal akan terdengar suara E panjang yang halus. Bila suara "ee" terdengar sebagai "oy" maka perubahan "E" menjadi 'A' ini disebut egofoni, misalnya pada pneumonia. Pasien kemudian diminta untuk berbisik dengan mengucapkan kata sembilan puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara berbisik itu terdengar halus dan tidak jelas. Bila suara berbisik tersebut menjadi semakin jelas dan keras disebut whispered pectoriloquy (Gambar 5.22).
Gambar 5.22. A. Paru yang normal. B. Paru yang mengalami pneumonia di mana seluruh udara dalam alveoli pada paru bagian atas menghilang akibat terisi oleh infiltrat sehingga bisa didapatkan adanya. bronkofoni, egofoni dan w h ispered pectoriloq uy.
DAFTAR PUSTAKA
1. 2.
Devereux G, Douglas G. The Respiratory System. ln: Douglas G, Nicol F, Robertson C, ed. Macleod's Clinical Examination; 11th ed. Toronto: Elsevier Churchill Livi n gstone, 2005; 1 24-1 52.
Bickley L, Szilagyi P BATES' Guide to Physical Examination and History Taking; ed. Tokyo:'Lippincott Willams & Willkins, 2003;209-43.
Bth
3.
Hanley ME. The History& Physical Examination in Pulmonary Medicine. ln: Hanley
ME, Welsh CH, ed. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine; Toronto: Lange Medical Books/McGraw-Hi11,2003; 16-25.
4.
158
lrwin RS. Symptoms of Respiratory Disease. ACCP Pulmonary Bord Review 2003; Northbrook: 2003; 327 -54.
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
Melakukan pemeriksaan ekspansi dada belakang dengan meletakkan permukaan palmar kedua telapak tangan pemeriksa pada sepanjang posterolateral dada betakang kiri dan kanan dengan kedua ibujari saling bertemu pada daerah vertebra torakalis 8 (proyeksi bawah skapula) dan meminta pasien untuk inspirasi dalam. Dari garis tengah dapat dilihat perbedaan relatif gerakan dada
Melakukan pemeriksaan fremitus raba (taktil) dengan meletakkan permukaan palmar telapak tangan pada paru belakang dan meminta pasien mengatakan "tujuh tujuh,diikuti dengan pemeriksa meletakkan telapak tangan bersilangan secara bergantian. Merasakan dengan teliti getaran suara napas yang ditimbulkannya secara sistematis mulai dari daerah interskapula ke bawah, kiri dan kanan, dibandingkan dengansetiap langkah
Melakukan perkusi secara umum pada seluruh lapang paru belakang untuk menilai ada tidaknya kelainan, secara beraturan dan sistematis, dimulai dari atas (daerah di atas skapula), daerah interskapula, terus ke bawah skapula, pada paru belakang kiri ke kanan (zig zag), serta dibandingkan dengan setiap langkah perkusi dari tiap-tiap sisi paru Melakukan perkusi batas paru belakang kanan pada linea skapula kanan secara beraturan ke arah bawah dengan meletakkan jari plesimeter pada arah tegak lurus terhadap arah gerak perkusi dengan gentle Menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup Menentukan batas paru belakang kanan dengan melakukan
perkusi pada linea skapula kanan ke arah bawah dan menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup (biasanya satujari lebih tinggi dari batas paru belakang kiri) Menentukan batas paru belakang kiri dengan melakukan perkusi pada linea skapula kiri ke arah bawah dan menentukan adanya perubahan dari sonor menjadi redup (biasanya setinggi vertebra torakalis 10)
Melakukan auskultasi pada seluruh lapang paru belakang pada fase inspirasi dan ekspirasi mulai dari atas (daerah di atai skapula), daerah interskapula, terus ke bawah, kiri dan kanan
Bunyi hantaran suara.
.
Bila pada pemeriksaan auskultasi didapatkan adanya bising napas bronkovesikular atau bronkial, maka pemeriksaan dilanjutkan untuk menilai hantaran bunyi suara. Stetoskop diletakkan pada dinding dada secara simetris, kemudian pasien diminta untuk mengucapkan sembilan
puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara yang dihantarkan ke dinding dada tersebut akan menjaditidakjelas Bila suara yang terdengar menjadi lebih jelas dan keras disebut bronkoponi. pemeriksaan dengan cara ini disebut pemeriksaan auditory fremitus.
,-57
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Pasien diminta
juga untuk mengucapkan
"ee".
di mana dalam keadaan
normal akan terdengar suara E panjang yang halus. Bila suara "ee" terdengar sebagai "oy" maka perubahan "E" menjadi 'A' ini disebut egofoni, misalnya pada pneumonia. Pasien kemudian diminta untuk berbisik dengan mengucapkan kata sembilan puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara berbisik itu terdengar halus dan tidak jelas. Bila suara berbisik tersebut menjadi semakin jelas dan keras disebut whispered pectoriloquy (Gambar 5.22).
Gambar 5.22. A. Paru yang normal. B. Paru yang mengalami pneumonia dr mana seluruh udara dalam alveoli pada paru bagian atas menghilang akibat terisi oleh infiltrat sehingga bisa didapatkan adanya. bronkofoni, egofoni dan w h ispered pectoriloq uy.
DAFTAR PUSTAKA
1. 2.
Devereux G, Douglas G. The Respiratory System. ln: Douglas G, Nicol F, Robertson C, ed. Macleod's Clinical Examination; 11th ed. Toronto: Elsevier Churchill Livingstone, 2005; 124-1 52.
Bickley L, Szilagyi P BATES' Guide 8'h ed. Tokyo:'Lippincott Willams
3.
to
Physical Examination and History Taking;
& Willkins, 2003;209-43.
Hanley ME. The History& Physical Examination in Pulmonary Medicine. ln: Hanley
ME, Welsh CH, ed. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine; Toronto: Lange Medical Books/McGraw-Hi11,2003; 1 6-25.
4.
158
lrwin RS. Symptoms of Respiratory Disease. ACCP Pulmonary Bord Review 2003; Northbrook: 2003: 327 -54.
Pemeriksaan Fisis Dada dan Sistem Respirasi
5. 6. 7. 8.
Bahar A, Suwondo A. Pemeriksaan fisis paru. ln: Markum HMS, ed. penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen llmu Penyakit Dalam FK-Ul, 2005; 103-23. Chan C, Granton
J.
Approach to respiratory patient. Respirology 2002;1-40.
Turner R, Hampton C, Blackwood R. Examination of the Chest. ln: Lecture Notes on Clinical Skills. Massachusetts: Blackwell Science. 4ed, 2003; 7 6-86. Berg Q Worzala K. Lung and Chest Examination. ln: Atlas of Adult physical Diagnosis. Philadephia: Lippincot William & Wilkins 2006; 106-29.
159
BAB 5
PrruERIt($AAil H$ltt ABltIlMHt Dharmika Djojoningrat, H.A. Aziz Rani, Daldiyono H, Ari Fahrial Syam Pendahuluan anatomi sistEm gastrointestinal Anamnesis kelainan gastrointestinal Pembagian Regional TEknik Pemerikaan Abdomen lnspeksi Palpasi Perkusi
16'l 162 163 164 168 168 170 173
Auskultasi Cara Pemeriksaan Asites
Pemerikaan Hati Limpa Ginjal AbdomenBagianBawah Perineum
ColokDubur
174 175 176 178 179 180 180 181
PENDAHUTUAN Pemeriksaan fisis abdomen merupakan bagian pemeriksaan fisis keseluruhan,
yang dalam prakteknya merupakan lanjutan pemeriksaan fisis umum, yang meliputi pemeriksaan fisis kepala, leher; toraks (dada), abdomen, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisis genitalia dan perineum (bila ada indikasi), dan terakhir pemeriksaan ekstremitas. Tujuan pemeriksaan abdomen adalah mendapatkan atau mengidentifikasi tanda penyakit atau kelainan pada daerah abdomen.Dengan kata lain tujuan
pemeriksaan abdomen adalah menjawab pertanyaan apakah terdapat kelainan organ yang terdapat pada daerah abdomen. Hal ini perlu ditegaskan
karena sering terdapat kesalahpahaman atau salah pengertian, yaitu abdomen diperiksa bila ada keluhan yang bersangkutan dengan penyakit pada sistem gastrointestinal. Justru pada penyakit traktus gastrointestinal riwayat penyakit yang didapat dari anamnesis merupakan data klinik yang
sangat menentukan. Selain itu dalam praktek klinik sehari-hari, kadangkadang adanya kelainan pada seseorang ditemukan setelah pemeriksaan fisis, karena bisa saja kelainan yang ditemukan tersebut tidak dikeluhkan
oleh pasien.
Abdomen adalah suatu rongga dalam badan di bawah diafragma sampai dasar pelvis. Namun demikian yang dimaksud dengan pemeriksaan
fisis abdomen adalah pemeriksaan daerah abdomen di bawah arkus kosta kanan kiri sampai daerah inguinal.
161
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
ANATOMI SISTEM GASTRO!NTEST!NAL Sistem gastrointestinal meliputi saluran pencernaan mulai mulut sampai anus dan sistem hepatobilier termasuk pankreas. Sistem saluran pencernaan
dimulai dari rongga mulut termasuk gigi geligi dilanjutkan esofagus dimulai dari sfingteresofagus atas(upperesophagealsphyncfer), esofagus proksimal,
esofagus tengah dan esofagus distal. Pada bagian akhir esofagus distal terdapat sfingter esofagus bawah (lower esophogeol sphingter, LES). Gaster
terdiri atas kardia, fundus, korpus dan antrum. Daerah di sekitar pilorus disebut prepyloric ontrum. Antara antrum dengan korpus disebut angulus. Pada bagian distal gaster terdapat pilorus yang merupakan klep yang
menghubungkan gaster dan duodenum. Duodenum terdiri atas bulbus, post bulber, pars desendens duodenum, dan distal duodenum. Selanjutnya adalah usus halus yang terdiri atas yeyenum dan ileum. Pada bagian distal ileum terdapat daerah yang disebut ileum terminalis dan berbatasan dengan
dengan coecum yang disebut ileocecol valve.Pada daerah caecum terdapat muara apendiks. Coecum merupakan bagian kolon proksimal, selanjutnya secara berturut-turut terdapat kolon asendens, kolon transversum, kolon
desendens, kolon sigmoid, rektum dan anus. Sistem hepatobilier terdiri atas beberapa organ dan saluran bilier. Hati berada pada regio abdomen kanan atas terdiri atas 2 lobus yaitu lobus kanan
dan lobus kiri. Kandung empedu berada di bawah hati. Pankreas terdapat di dalam lengkung bulbus duodenum. Saluran empedu dimulai dari duktus hepatikus dekstra dan sinistra, selanjutnya duktus hepatikus komunis, setelah
duktus sistikus menjadi duktus koledokus dan bermuara pada papila Vateri.
Saluran hati kanan
Sistem Biliar
Saluran hati kiri
Saluran hati utama Saluran pankreas Saluran empedu utama Usus halus
Gambar 6.1. Sistem Hepatobilier
162
Pemeriksaan Fisis Abdomen
lt Gambar 6.2. Traktus Gastrointestinal
ANAMNESIS KELAINAN GASTROINTESTINAL Pada dasarnya anamnesis kelainan gastrointestinal juga sama dengan anamnesis secara umum (Tabel 6.1). Dalam anamnesis, beberapa hal yang
didapat adalah keluhan utama, dan sejak kapan keluhan utama tersebut terjadi. selanjutnya riwayat penyakit sekarang dirinci lagi apakah keluhan utama tersebut bertambah buruk atau tetap, apakah keluhan tersebut berulang untuk suatu periode tertentu, kenapa keluhan tersebut bisa terjadi dan dicari berbagai faktor pencetus kenapa keluhan tersebut terjadi. perlu dilakukan deskripsi yang jelas mengenai keluhan yang disampaikan pasien, misalnya nyeri pada abdomen, disebutkan di mana lokasinya, apakah nyeri tersebut menjalar, apakah nyeri tersebut datang hilang timbul, apakah nyeri bertambah saat makan, apakah nyeri nyaman setelah sendawa atau setelah buang air besar; dan bagaimana nyeri tersebut bisa berkurang. Selain keluhan utama yang disampaikan juga ditanya keluhan lain yang
bisa muncul dalam satu kesatuan penyakit dan juga komplikasi akibat proses penyakit tersebut. Pada pasien dengan diare, perlu ditanyakan apakah disertai demam, mual, dan muntah. Komplikasi akibat diare, pasien bisa mengalami dehidrasi sehingga perlu ditanyakan apakah ada perasaan haus, lemas, tidak bertenaga, dan gejala hipotensi postural akibat dehidrasi yang terjadi.
153
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Keluhan utama dan sejak kapan keluhan utama tersebut terjadi.
Riwayat penyakit . sekarans: .
Apakah keluhan utama tersebut bertambah buruk
XT:J.Tt[:ruhan tersebut berurans untuk suatu periode tertentu? ' Kenapa keluhan tersebut bisa terjadi dan dicari berbagai faktor pencetus kenapa keluhan tersebut terjadi?
Apakah
ada nyeri pada abdomen:
dimana
lokasinya, apakah nyeri tersebut menjalar; apakah nyeri tersebut datang hilang timbul, apakah nyeri
bertambah saat makan, apakah nyeri nyaman setelah sendawa atau setelah buang air besai dan bagaimana nyeri tersebut bisa berkurang. Komplikasi pernyakit: jika diare, perlu ditanyakan
apakah disertai demam, mual, dan muntah. Komplikasi akibat diare, pasien bisa mengalami dehidrasi sehingga perlu ditanyakan apakah ada perasaan haus, lemas, tidak bertenaga, dan gejala hipotensi postural akibat dehidrasi yang terjadi.
Keluhan pertama kali yang dapat muncul pada kelainan dibidang gastrointestinal antara lain: nausea, vomitus, nyeri epigastrium, kembung,
nyeri perut, anoreksia diare, konstipasi, ikterus, hematemesis melena, hematokesia, nyeri dada, heortburn, regurgitasi, halitosis serta nyeri pada dubur. Dalam anamnesis pasien dengan keluhan gastrointestinaljuga harus diingat adanya tanda alarm yang menyertai sesuatu keluhan. Tanda alarm ini
meliputi usia pada saat pasien pertama kali mengalami keluhan tersebut di atas >40 tahun, penurunan berat badan serta anemia dan keluhan-keluhan
yang memang mengarahkan kita kepada suatu kelainan organik seperti disfagia, hematemesis melena, hematokezia serta vomitus persisten.
PEMBAGIAN REGIONAT Ada berbagai cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa regio:
1.
164
Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui umbilikus. Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau lazim disebut sebagai berikut (Gambar 6.3):
Pemeriksaan Fisis Abdomen
Gambar 6.3. Pembagian Daerah Abdomen (4 regio)
a. b. c. d.
Kuadran kanan atas Kuadran kiri atas Kuadran kiri bawah Kuadran kanan bawah
Kepentingan pembagian ini adalah untuk menyederhanakan penulisan laporan misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang mencakup daerah yang cukup luas.
2.
PembaEhrg lebih rinci atau lebih spesifik yaitu dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan dua garis transversal yaitu
yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (srAS).
a. b. c. d. e. f. g.
Garis medium
Antara SIAS kanan dan garis median. Antara SIAS kiri dan garis median Pinggir dinding abdomen kanan Pinggir dinding abdomen kiri Antara 2 titik paling bawah arkus kosta Antara SIAS kanan dan kiri
Berdasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen terbagi atas 9 regio (Gambar 6.4):
165
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Gambar 6.4. Pembagian Daerah Abdomen (9 regio)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Regio epigastrium Regio hipokondrium kanan
Regio hipokondrium kiri Regio umbilikus Regio lumbal kanan Regio lumbal kiri Regio hipogastrium atau regio suprapubik Regig iliaka kanan Regio iliaka kiri
Kepentingan pembagian yang lebih rinci tersebut adalah bila kita meminta pasien untuk menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi penjalaran rasa nyeri tersebut (Gambar 6.5). Dalam
hal ini sangat penting untuk membuat peta lokasi rasa nyeri beserta penjalarannya, sebab sudah diketahui karakteristik dan lokasi nyeri akibat
kelainan masing-masing organ intraabdominal berdasarkan hubungan persarafan viseral dan somatik. Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah disepakati.
1.
Titik Mc Burney: titik pada dinding perut kuadran kanan
bawah yang
terletak padal/r lateral dari garis yang menghubungkan SIAS dengan umbilikus. TitikMc Burneylersebut dianggap lokasi apendiks yang akan terasa nyeri tekan bila terdapat apendisitis.
166
Pemeriksaan Fisis Abdomen
Nyeri karena
obstruksi
NYERI BILIER
NYER! KOLON
tP.^Ft"-r-l
I kebahu
I ;--il
I
a.
PenFlaran ke belakan Lokasi nyeri awal kemudia menjalal secara difus
l(auda
/ (
=.E, NYERI ULKUS
=.E, NYERI PANKREAS
Gambar 6.5. Proyeksi Nyeri Organ pada Dinding Depan Abdomen
Garis Schuffnerj garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik Vlll. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.
167
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
@ Gambar 6.6. Penentuan Titik Mc Burney (a) Penentuan Garis Schuffner (b)
TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOM EN Pemeriksaan ini dikerjakan dalam 4 tahap, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Keempat tahap tersebut sama pentingnya untuk dilakukan dengan seksama, meskipun informasi paling banyak didapat dengan palpasi dan perkusi.
INSPEKSI Inspeksi abdomen adalah mengamati abdomen, baik itu abdomen bagian depan maupun bagian belakang (pinggang). Inspeksi dilakukan dengan penerangan yang cukup. Informasi yang perlu didapatkan adalah:
1. 2. 3. 4.
Apakah simetris abdomen terlihat
Bagaimana bentuk atau kontur abdomen? Bagaimana ukuran abdomen? Apakah terdapat kondisi khusus dinding abdomen, antara lain:
-
Kelainan kulit Kelainan vena
Kelainan umbilikus Striae alba
Bekas operasi: apendiktomi, kolesistektomi, laparatomi, sectio sesarea, nefrektomi.
5. 168
?
Pergerakan dinding abdomen
Pemeriksaan Fisis Abdomen
Nyeri karena
obstruksi
NYERI BILIER
NYERI KOLON
i-p.r,ataranl
I
ke
1 r'tt i l.
bahu
I
l(atda
/
E.E, NYERI ULKUS
,(
--E,
NYER! PANKREAS
Gambar 6.5. Proyeksi Nyeri Organ pada Dinding Depan Abdomen
2.
Garis Schuffnp-r.' garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai S|AS kanan yang merupakan titik vilr. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
% Gambar 6.6. Penentuan Titik Mc Burney (a) Penentuan Garis Schuffner (b)
TEKNIK PEMERIKSAAN ABDOM EN Pemeriksaan ini dikerjakan dalam 4 tahap, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Keempat tahap tersebut sama pentingnya untuk dilakukan dengan
sekama, meskipun informasi paling banyakdidapatdengan palpasi dan perkusi.
INSPEKSI Inspeksi abdomen adalah mengamati abdomen, baik itu abdomen bagian
depan maupun bagian belakang (pinggang). Inspeksi dilakukan dengan penerangan yang cukup. Informasi yang perlu didapatkan adalah:
1. 2. 3. 4.
Apakah simetris abdomen terlihat
Bagaimana bentuk atau kontur abdomen? Bagaimana ukuran abdomen? Apakah terdapat kondisi khusus dinding abdomen, antara lain:
-
Kelainan kulit Kelainan vena
Kelainan umbilikus Striae alba
Bekas operasi: apendiktomi, kolesistektomi, laparatomi, sectio sesarea, nefrektomi.
5. 168
?
Pergerakan dinding abdomen
Pemeriksaan Fisis Abdomen
Nausea
Vomitus Disfagia Odinofagia Nyeri epigastrium Kembung Nyeri perut Anoreksia Diare Konstipasi lkterus Hematemesis melena Hematokesia Nyeri dada Heortburn Regurgitasi Halitosis nyeri pada dubur.
Simetris Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi terlentang. Adanya tumor, abses, atau pelebaran setempat lumen usus membuat bentuk
perut tidak simetris. Pergerakan dinding perut akibat peristaltik dalam keadaan normal atau fisiologis tidak terlihat. Bila terlihat adanya gerakan peristaltik usus dapat dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai
akibat obstruksi lumen usus baik oreh tumor; perrengketan, strangurasi maupun hiperperistaltik sementara akibat skibala.
Bentuk dan Ukuran Bentuk dan ukuran abdomen daram keadaan normar pun bervariasi tergantung atas habitus, jaringan lemak subkutan atau intraabdomen dan akibat kondisi otot dinding abdomen. Abdomen seorang atlet dengan berat badan ideal akan terlihat rata atau flat, kencang, simetris, terlihat kontur
otot rektus abdominalis dengan sangatjelas.pada keadaan starvasi bentuk dinding abdomen cekung dan tipis, disebut bentuk skopoid. Dalam situasi ini bisa terlihat gerakan peristaltik usus. Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien yang gemuk, sedangkan situasi patologis yang menyebabkan abdomen membuncit adarah ireus pararitik, obstruksi usus, meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan atau karena proses 169
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis graviditas. Tonjolan yang bersifat setempat dapat diartikan sebagai kelainan
organ yang di bawahnya, misalnya tonjolan yang simetris pada regio suprapubis dapat terjadi karena retensi urin pada hipertrofi prostat pada laki-laki tua atau kehamilan muda pada wanita. Sedangkan pembesaran uterus juga mengakibatkan penonjolan pada daerah tersebut.
Ketainan Kulit Perlu diperhatikan sikatriks akibat ulserasi pada kulit, atau akibat operasi
atau luka tusuk. Bekas operasi: apendiktomi, kolesistektomi,laparatomi, sectia sesareo,
nefrektomi atau herniotomi. Pada tempat insisi operasi sering
terdapat hernia insisialis. Kadang-kadang hernia insisialis begitu besar dan menonjol sampai terlihat peristaltik usus. Adanya garis-garis putih sering disebut striae olbo yang dapat
terjadi setelah kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites, dan terdapat juga pada sindrom Cushing. Pulsasi arteri pada dinding perut terlihat pada pasien aneurisma aorta atau kadang-kadang pada pasien yang kurus, dan dapat terlihat pulsasi pada epigastrium pada pasien insufisiensi katup trikuspidalis. Pelebaran Vena Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran di sekitar umbilikus
disebut kaput medusae yang terdapat pada sindrom Banfi. Pelebaran vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran vena dari daerah inguinal ke umbilikus, pada obstruksi vena kava superior terjadi pelebaran di leher dan lengan kanan. Pada keadaan normal,
aliran vena dinding perut di atas umbilikus ke kranial sedang di bawah umbilikus alirannya ke distal. Pada umumnya mudah sekali menentukan arah aliran vena dinding perut di atas umbilikus ke kranial, seperti diperlihatkan pada gambar 5.7.
PALPASI Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya kelainan dalam rongga abdomen. Perlu ditekankan di sini bahwa palpasi merupakan lanjutan dari anamnesis dan inspeksi. Perlu sekali diperhatikan apakah pasien ada keluhan nyeri atau rasa tidak enak pada daerah abdomen.
170
Pemeriksaan Fisis Abdomen
Tekanan vena tersebut dengan dua jari pada titik A dan B
B-A berarti aliran vena dari B ke A Lepaskan A. Bila kosong, maka
Lepaskan A. Bila B-A terisi, maka berarti aliran vena dari A ke B
Gambar 6,7. Pemeriksaan Arah Aliran Vena
Usia di atas >40 tahun
Penurunan berat badan Anemia Disfagia
Hematemesis melena Hematokesia Persisten vomitus.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan palpasi:
1. 2.
Beritahu pasien bahwa dokter akan meraba dan menekan dinding perut.
Minta pasien memberitahukan apabila terdapat rasa nyeri akibat penekanan tersebut. Bila mungkin tanyakan seperti apa nyerinya apakah ringan, sedang, atau berat/nyeri sekali. Deskripsikan juga seperti apa nyerinya, apakah nyeri seperti dicubit, ditusukjarum, atau nyeri seperti kena pukul,
3.
Perhatikan mimik pasien selama palpasi dilakukan serta perhatikan reaksi dinding abdomen. Pada pasien yang sensitif (geli) akan timbul
ketegangan pada dinding abdomen dengan mimik pasien menahan tawa,
4.
Bila hal ini terjadi palpasi dilakukan dengan halus dan pelan, serta pasien
memperhatikan/memandang ke langit-langit, hindarkan pasien melihat perutnya sendiri pada waktu dilakukan palpasi, Bila perlu kaki ditekuk sedikit sejak awal palpasi,
171
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
5.
Palpasi dilakukan secara sistematis dan sedapat mungkin seluruh dinding
perut terpalpasi. Sering terjadi daerah tengah dilupakan pada palpasi sehingga aneurisma atau tumor di daerah tersebut tidak terdeteksi,
6.
lngatlah akan lokasi nyeri yang dikeluhkan oleh pasien, sehingga kita akan lebih hati-hati dalam melakukan palpasi,
7.
Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu palpasi permukaan (superfisial)
dan palpasi dalam (deep polpation),
8.
Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan, dapat pula dua tangan
(bimonuol) terutama pada pasien gemuk,
9.
Biasakanlah palpasi yang seksama meskipun tidak ada keluhan yang bersangkutan dengan penyakit traktus gastrointestinal,
10.
Pasien dalam posisi supine/lelentang dengan bantal secukupnya, kecuali bila pasien sesak napas. Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien, kecuali pada dokter yang kidal (left honded).
Palpasi Superfisial Posisi tangan menempel pada dinding perut. Umumnya penekanan dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari, bukan dengan ujung
jari. Sistematika palpasi dilakukan seperti terlihat pada gambar dengan catatan hati-hati pada daerah nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Palpasi superfisial tersebut bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur palpasi pada pasien. Perhatikan data yang didapat dengan palpasi superfisial tersebut.
tu-
L.
&
Gambar 6.8. Palpasi Superfisial
172
Pemeriksaan Fisis Abdomen
Palpasi Dalam Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri
yang tidak didapatkan pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan kelainan yang didapat pada palpasi superfisial dan yang terpenting adalah
untuk palpasi organ secara spesifik misalnya palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi dalam juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien dengan otot dinding yang tebal. PERKUSI Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tak langsung, sama seperti pada perkusi di rongga toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan
ketokan yang lebih perlahan. Perkusi abdomen mempunyai beberapa tujuan:
1.
Untuk konfirmasi pembesaran hati dan limpa,
2.
Untuk menentukan ada tidaknya nyeri ketok,
3.
Untuk diagnosis adanya cairan atau massa padat. Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga
abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen adalah timpani, kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak. Daerah pekak hati yang hilang sama sekali dan bunyi timpani yang bertambah di seluruh abdomen harus dipikirkan kemungkinan adanya
udara bebas di dalam rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
*;16 ^e
Gambar 6.9. Perkusi Abdomen
173
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi
di atas dinding perut mungkin timpani dan di sampingnya pekak. Dengan memiringkan pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah (shiffting dullnes). Pemeriksaan shiffting dullnes sangat patognonomis dan lebih dapat dipercaya dari pada memeriksa adanya gelombang cairan. Suatu
keadaan yang disebut fenomena papan catur (chessboord phenomen) di mana pada perkusi dinding perut ditemukan bunyi timpani dan redup yang
berpindah-pindah, sering ditemukan pada pasien peritonitis tuberkulosa.
AUSKULTASI Urutan pemeriksaan fisis yang lazim adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, namun pada pemeriksaan fisis abdomen auskultasi sebaiknya
dilakukan lebih dahulu setelah atau bersamaan dengan inspeksi. Hal ini
untuk mencegah palpasi yang berlebihan sehingga memengaruhi hasil auskultasi usus. Auskultasi abdomen bertujuan untuk mendengarkan:
1. 2.
Suara peristaltik Suara pembuluh darah
Suara Peristaltik Dalam keadaan normal, suara usus akan didengar setiap 10 detik, bahkan
suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar walaupun tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam keadaan lapar. Jika terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus akan meningkat (metollic
sound) ,lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi. Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis)
misalnya pada pasien pasca operasi atau pada keadaan peritonitis umum, suara ini sangat melemah dan jarang bahkan kadang-kadang menghilang. Keadaan inijuga bisa terjadi pada obstruksi usus tahap lanjut di mana usus
sangat melebar dan atoni. Dalam keadaan ini kadang-kadang terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi.
Suara Pembuluh Darah Suara sistolik atau diastolik atau murmur mungkin dapat didengar pada auskultasi abdomen. Bruitsistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau
174
Pemeriksaan Fisis Abdomen
pada pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang ng-kadang d isertai dengan teraba nya getaran (th riil), dapat didengar di antara umbilikus dan epigastrium. pada keadaan fistula arteriovenosa kada
intra-abdominal kadang-kadang dapat didengar suara murmur.
lnspeksi Palpasi
superfisial dan dalam (palapasi organ hati, limpa dan ginjal)
Perkusi
Shifting dulLness, evaluasi fenomena papan catur
Auskultasi
suara peristaltik (bising usus) dan suara pembuluh darah.
CARA PEMERIKSAAN ASITES Cara pemeriksaan gelombang cairan Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup banyak dan
perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya. Sementara itu untuk mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, maka tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan tangan pasien sendiri) diletakkan ditengah-tengah perut dengan sedikit tekanan. b.
Pemeriksa menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness).
c.
Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan posisi pasien tengkurap dan menungging (kneechest position). Setelah beberapa saat, perkusi daerah perut yang
terendah,jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup. d.
Pemeriksaan Puddle sign.
Seperti pada posisi knee-chest dan dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar perbedaan suara
yang ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut sedangkan stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya. e.
Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar di bagian
bawah.
175
Pemeriksaan Fisis Abdomen
pada pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang kadang-kadang disertai dengan terabanya getaran (thrill), dapat didengar
di antara umbilikus dan epigastrium. Pada keadaan fistula arteriovenosa intra-abdominal kadang-kadang dapat didengar suara murmur.
I
nspeksi
Palpasi
superfisial dan dalam (palapasi organ hati, limpa dan ginjal)
Perkusi
Shifting dulLness, evaluasi fenomena papan catur
Auskultasi
suara peristaltik (bising usus) dan suara pembuluh darah.
CARA PEMERIKSAAN ASITES Cara pemeriksaan gelombang cairan Cara ini dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup banyak dan
perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya. Sementara itu untuk mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, maka tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan tangan pasien sendiri) diletakkan ditengah-tengah perut dengan sedikit
tekanan. b c.
Pemeriksa menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness).
Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan posisi pasien tengkurap dan menungging (kneechest position). Setelah beberapa saat, perkusi daerah perut yang
terendah,jika terdapat cairan akan didengar bunyi redup. d.
Pemeriksaan Puddle sign.
Seperti pada posisi knee-chest dan dengan menggunakan stetoskop yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar perbedaan suara
yang ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut sedangkan stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya. Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar
di bagian
bawah.
175
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Lu
u
Gambar 6.10. Pemeriksaan Gelombang Cairan pada Asites
PEMERIKSAAN HATI Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada regio
hipokondrium kanan. Pada keadaan pembesaran hati yang ekstrim (misalnya pada tumor hati) akan terlihat permukaan abdomen yang asimetris antara
daerah hipokondrium kanan dan kiri. Secara anatomis organ hati yang terletak di bawah diafragma kanan dan
lengkung iga kanan akan bergerak ke bawah sesuai inspirasi, sehingga bila ujung tepi hati melewati batas lengkung iga akan dapat diraba. Dikatakan hati
teraba bila ada sensasi sentuhan antara jari pemeriksa dengan pinggir hati. Agar memudahkan perabaan diperlukan:
a.
Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut 45-60".
b. c.
Pasien diminta untuk menarik napas panjang. Pada saat ekspirasi maksimaljari ditekan ke bawah, kemudian pada awal
inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah para-bolik.
d.
Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa dengan hati pada saat inspirasi maksimal. Sinkronisasi berbagai gerak tersebut memerlukan pemahaman yang
seksama dan latihan serta kebiasaan untuk selalu memeriksa secara benar
176
Pemeriksaan Fisis Abdomen
dan elegan atau dengan istilah lain dikerjakan secara lege arfis yaitu harus rapi, tepat, seksama, tanpa menimbulkan ketidaknyamanan. Posisi pasien berbaring
terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat
agar dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi palmar radialjari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari
terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk sudut 45" dengan garis median, ujung jari ierletak pada bagian lateral muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median untuk memeriksa hati lobus kiri. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke
tepi lengkung
iga
kanan. Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial
sehingga akan dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan
berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi.
Gambar 6.11. Palpasi Hati
Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus dilakukan deskripsi sebagai berikut:
. .
Berapa lebarjari tangan di bawah lengkung iga kanan? Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatitis akut atau
tumpul pada tumor hati?
.
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau keras (pada tumor hati)?
.
Bagaimana permukaannya? Pada tumor hati permukaannya teraba berbenjol. 177
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
.
Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada antara lain abses hati dan tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya fluktuasi. Pada keadaan normal hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali
pada beberapa pada kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah
hal tersebut memang suatu pembesaran hati atau karena adanya perubahan bentuk diafragma (misalnya emfisema paru). Untuk menilai adanya pembesaran lobus kiri hati dapat dilakukan palpasi pada daerah garis tengah abdomen ke arah epigastrium. Bentuk tepi hati yang teraba
pada palpasi dapat ditelusuri mulai dari sisi lateral lengkung iga kanan sampai dengan epigastrium, sehingga bentuk proyeksinya pada dinding abdomen dapat digambar. Batas atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru hati (normal pada sela iga 6). Pada beberapa keadaan patologis misalnya emfisema paru, batas ini akan lebih rendah sehingga besar hati yang normal dapatteraba tepinya pada waktu palpasi. Perkusi batas atas dan batas bawah hati (perubahan suara dari redup ke timpani) berguna untuk menilai adanya pengecilan hati (misalnya pada sirosis hati). Suara bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.
LIMPA Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati. Pada keadaan normal limpa tidak teraba. Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan. Seperti halnya hati, limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan,
melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner,yaitu garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan di-teruskan sampai di spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama. Palpasi limpa juga dapat dipermudah dengan memiringkan pasien 45
derajat ke arah kanan (ke arah pemeriksa).
178
Pemeriksaan Fisis Abdomen
Setelah tepi bawah limpa teraba, maka dilakukan deskripsi sebagai berikut:
.
Berapa jauh dari lengkung iga
kiri pada garis Schuffner
(S_l sampai
dengan S-Vltt)?
.
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (splenomegali karena hipertensi portal) atau keras seperti pada malaria?
Untuk meyakinkan bahwa yang teraba itu adalah limpa, harus diusahakan meraba insisuranya.
Gambar 6.12. Palpasi Limpa
GINJAL Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan harus dengan cara bimanual. Pemeriksaan fisis ginjal biasanya disebut sebagai pemeriksaan
bollotement. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan cara salah satu tangan pemeriksa diletakkan di bagian bawah sudut ginjal, satu tangan yang lain ditempatkan diatas perut di kuadran anterior kanan atau kiri ginjal. Tangan yang berada dibagian bawah digerakkan ke atas untuk
menggoncangkan ginjal, sementara tangan yang berada di bagian atas menunggu dan merasakan pergerakan ginjal ke atas dan melayang kembali ke bawah. Pemeriksaan BoLlotement dinyatakan positif bila ginjal teraba oleh tangan yang berada di atas perut ketika ginjal digoncangkan.
179
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
\-\
-
Gambar 6.13. Pemeriksaan Ballotement Ginjal
ABDOMEN BAGIAN BAWAH Adanya akumulasi gas pada saluran cerna dapat terlihat dalam bentuk perut yang membuncit di mana pada perkusi terdengar timpani. Kolon yang terisi
feses dapat teraba pada palpasi. Yang relatif mudah teraba pada palpasi
adalah kolon asenden dan desenden pada regio lumbal kanan dan kiri dan lebih mudah bila diperiksa secara bimanual. Tumor kolon dapat teraba sebagai massa yang dapat digerakkan relatif secara bebas. Pada auskultasi harus dinilai bising usus yang ditimbulkan oleh gerakan udara dan air dalam lumen akibat peristaltik. Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3 kali permenit. Pada keadaan inflamasi usus,
bising usus akan lebih sering terdengar. Pada keadaan ileus obstruksif, bising usus mempunyai nada yang tinggi seperti bunyi metal. Sedangkan pada
ileus paralitik, bising usus menjadi jarang, lemah dan dapat menghilang sama sekali. Borborigmi adalah bising usus yang sering dan tidak jarang dapat langsung didengar tanpa stetoskop.
PERINEUM Pemeriksaan abdomen akan lengkap dengan pemeriksaan perineum dan colok dubur. Untuk pemeriksaan ini penting dr.,lelaskan terlebih dahulu pada pasien tentang tujuan dan manfaatnya.
Pasien berbaring dalam posisi lateral dekubitus kiri dengan kedua lutut terlipat ke arah dada. Pemeriksaan memakai sarung tangan. Dengan
penerangan cahaya yang adekuat, bokong kanan pasien ditarik ke atas 180
Pemeriksaan Fisis Abdomen
dengan menggunakan tangan kiri pemeriksa sehingga kita dapat melakukan inspeksi perineum dengan baik. Adanya hemoroid eksterna atau interna yang prolaps, fisura ani, ataupun tumor dapat dinilai dengan baik.
Gambar 6.14. Pemeriksaan Perineum
COLOK DUBUR dalam posisi berbaring miring ke kiri (lateral dekubitus kiri) dengan fleksi pada kedua tungkainya pada daerah lutut. pemeriksaan dilakukan Pasien
dengan memakai sarung tangan. Oleskan jari telunjuk tangan kanan yang telah memakai sarung tangan dengan jeli atau vaselin. Oleskan pula pada anus pasien. Beritahu pasien bahwa kita akan memasukkan
jari
ke dalam anus.
Letakkan bagian palmar ujung jari telunjuk kanan pada tepi anus dan secara perlahan tekan agak memutar sehingga jari tangan masuk ke dalam lumen anus. Tentukan tonus sfingter ani. Masukkan lebih dalam secara perlahan-lahan sambil menilai apakah terdapat spasme anus (misalnya pada
tumol rasa nyeri, mukosa yang teraba ireguler, hemoroid, pembesaran prostat pada laki-laki atau penekanan dinding anterior oleh
fisura ani), massa
vagina/rahim pada wanita. Kelainan yang ditemukan di daerah rektum ditentukan lokasinya dengan membandingkan terhadap angka sebuah jam, yaitu titik yang paling ventral terhadap pasien adalah tepat angka 12,yang paling dorsal adalah angka 6
dan angka 3 dan 9 masing-masing untuk titik yang paling lateral di kiri dan kanan pasien. Pada perabaan prostat pinggir atas kanan dan kiri, tentukan konsistensi dan kesan nyeri pada perabaan. 181
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
waktujari telunjuk sudah dikeluarkan dari anus, perhatikan pada sarung tangan apakah terdapat darah, lendir ataupun bentuk feses yang menempel. Pada akhir pemeriksaan colok duburjangan lupa membersihkan dubur pasien dari sisa jeli/kotoran dengan menggunakan kertas toilet. Pada
Gambar 6.15. Pemeriksaan Colok Dubur
.-%--a Gambar 6.16. Pemeriksaan Colok Dubur
182
Pemeriksaan Fisis Abdomen
HUBUNGAN ANTARA PEMERIKSAAN FISIS DENGAN KELAINAN SISTEM GASTROI NTESTINAL Berbagai kelainan dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan fisis. Secara inspeksi adanya abdomen membuncit akan memunculkan dugaan adanya suatu meteorismus, ileus, obstruksi, tumor intra abdomen, kehamilan atau hanya karena adanya obesitas atau karena adanya cairan. Melalui pemeriksaan palpasi adanya pembesaran hati (hepatomegali)
berhubungan dengan hepatitis virus, perlemakan hati (fotty liver), dekompensasio kordis, hepatoma, metastasis hati atau abses hati. Pembesaran limpa (splenomegali) berhubungan dengan sirosis hati, anemia
hemolitik (thalasemia), infeksi (malaria), systemic Lupus Erithemotosus (sLE) atau limfoma malignum. Pembesaran hati dan limpa (hepato-splenomegali)
didapatkan pada mielofibrosis, limfoma malignum, sarkoidosis,sirosis hati dan amiloidosis. Hasi pemeriksaan bolotement yang positif menunjukkan adanya pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau adanya tumor ginjal. Pada abdomen kelainan palpasi di daerah tertentujuga berhubungan
dengan kondisi sakit tertentu, misalnya nyeri tekan pada titik Mc Burney mengindikasikan adanya apendisitis. Apalagi jika didapatkan tanda Rovsing (Rovsing's sign) berupa nyeri lepas pada kuadran kanan bawah
jika dilakukan
palpasi pada kuadran kiri bawah. Nyeri tekan pada epigastrium berhubungan
dengan kelainan pada gaster atau duodenum, hepar (hepatitis akut) atau pankreas (pankreatitis akut). Tanda Murphy (Murphy,s sign) yaitu berupa adanya nyeri pada palpasi di daerah arkus kosta kanan pada garis mid klavikula kanan pada saat pasien diminta untuk menarik nafas menunjukkan peradangan lokal akibat kolesistitis akut. Jika didapatkan nyeri tekan dan nyeri lepas pada seluruh abdomen maka kemungkinan pasien mengalami
peritonitis umum. Pada palpasi adanya
tumor atau benjolan pada abdomen menunjukkan kemungkinan tumor pada organ yang ada di regio tersebut. Benjolan pada suprapubik menunjukkan adanya retensi urin, kehamilan atau tumor pada vesikourinaria atau pada rektum.
Pada perkusi shifting dulness yang positif menunjukkan adanya asites dan tentu adanya asites ini berhubungan dengan penyebab dari asites tersebut antara lain pada sirosis hepatis, dekompensasio kordis, hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi atau pasien dengan gagal ginjal kronis. Pada perkusi jika ditemukan adanya fenomena papan
183
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
catur patut diduga adanya peritonitis TB pada pasien tersebut' Pada auskultasi ketiadaan bising usus berhubungan dengan adanya ileus paralitik sedang adanya bising usus yang meningkat (metolic sound) berhubungan dengan adanya obstruksi usus. Pada keadaan diare bising usus frekuensinya meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
1. 2.
Supartondo, Sulaiman A, Abdurrachman N, Hadiarto, Hendarwanto. Perut. Dalam: Sukaton U, editor. Petunjuk tentang riwayat penyakit dan pemeriksaan jasmani. Jakarta: Bagian llmu Penyakit Dalam FKUI; 1986.h. 55-63. Lumley JSf Bouloux PMG. Clinical examination of the patient. Edisi pertama. London: Butterworsh; 1994.h. I 10-39.
3.
Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A guide
to physical examination and history
taking. Edisi keenam. Philadelphia: JB Lippincott; 1995.h. 331-60.
4.
Ford MJ, Hennessey l, Japp A. lntroduction to Clinical examination. Edinburg: Elsevier 2005. h. 97-116.
5.
Macleod J, Munro JE Campbell lW; Macleod's Clinical Examination. Churchill Livingstone, 2000
184
BAB 7
sr$ilil ilusl(ur0sffirtrAl Bambang Setyohadi, Siti Setiati Anamnesis r85 lnspeksi umum 193 Sendi Tangan dan Pergelangan Tangan 200 Sendi 204
Siku
Sendi
Bahu
205
SendiTorakolumbaldanSakroiliak 208
Panggul Lutut
Sendi
2lO 213
ANAMNES!S Keluhan Utama
1.
Sendi perifer
A.
Nyeri dan bengkak Nyeri adalah rasa dan pengalaman emosional yang tidak nyaman yang berhubungan atau potensial berhubungan dengan kerusakan
jaringan seperti kerusakan jaringan. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas. Terdapat dua terminologi klinis nyeri sendi, artralgia dan artritis.
Artralgia adalah nyeri sendi tanpa pembengkakan sedangkan artritis adalah nyeri sendi yang biasanya disertai pembengkakan. Etiologi nyeri sendi seringkali dapat ditentukan dari distribusi dan durasi keterlibatan sendi sehingga penting meminta pasien untuk melokalisir nyeri (aksial [spinal] atau perifer [ekstremitas]), apakah spesifik di satu titik atau berupa area. Nyeri lutut dapat terletak pada fosa poplitea, sendi lutut atau bursa supra- dan infrapatela.
Nyeri dapat pula merupakan nyeri rujuk (referred poin) misalnya nyeri lutut dapat merupakan nyeri rujuk dari pinggul. Awitan nyeri akut (dalam hitungan jam atau hari) atau kronik (berlangsung lebih dari 6 minggu) penting untuk ditentukan demikian pula progresifitas nyeri, apakah membaik atau memburuk. Jumlah sendi yang terlibat serta urutan pola awitan keterlibatan
sendi-sendi yang terkena dapat menjadi petunjuk untuk menentukan penyebab.
185
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
yang Efek istirahat dan latihan terhadap nyeri merupakan hal
penting untuk dicari. Pasien yang menderita reumatoid artritis biasanya mengalami keluhan sendi yang memburuk setelah setelah istirahat sedangkan pada osteoartritis keluhan memburuk latihan. Catat pula faktor-faktor presipitasi seperti trauma' PertanYaan kunci:
a.
dan Apakah saudara merasa nyeri atau kaku pada sendi-sendi
tulang belakang
?
b.
Apakah saudara mengalami kesulitan pada waktu berjalan' naik-turun tangga atau bangun dari tempat tidur ?
c.
Apakah saudara mengalami kesulitan pada waktu berpakaian atau melePaskan Pakaian ? adalah Hal yang perlu diidentifikasi pada keluhan nyeri sendi
"OPQRST" (O=onset, S=
severity,
T
P
=precipitoting, Q=quality' R=rodiation'
=tim ing).
B. Kaku pagi hari (Morning Stiffness) Keluhan kaku pagi hari dan durasinya penting untuk diperhatikan' pagi pada umumnya terjadi pada artritis reumatoid dan
Kaku
artropati inflamatorik lainnya, dan durasi kekakuan sendi dapat pagi hari menjadi petunjuk untuk keparahan penyakit' Kekakuan menit' 60 yang bermakna adalah yang berlangsung lebih dari Kekakuan sendi setelah inaktivitas (misalnya duduk) merupakan setelah karakteristik dari osteoartritis panggul atau lutut' Kekakuan
istirahat ini dikenal sebagai gel phenomenon'
C.
Deformitas sendi
D.
lnstabilitas
tulang Seringkali pasien menyadari terjadinya kelainan sendi atau penyakit' dan deformitas inl biasanya terkait dengan perkembangan
(jatuh)" atau Pasien pada umumnya mengeluhkan "giving u/oy "lepasl' pada sendi yang terkena Hal ini dapat terjadi akibat dislokasi, kelemahan otot atau masalah pada ligamen'
E.
Perubahan sensasi cedera Perubahan sensasi ini dapat terjadi akibatjepitan saraf atau
dandaniskemia'Keberadaanrasabaaldankesemutanparestesia)
186
Sistem Muskuloskeletal
penting dicari. Distribusi perubahan sensasi dapat membantu melokalisasi kerusakan saraf atau jepitan dari iskemia.
2.
Nyeri Punggung Merupakan keluhan yang sangat umum sebagai akibat dari penyakit muskuloskeletal lokal. Hal yang penting untuk diperhatikan pada nyeri
punggung adalah sebagai berikut
-
Lokasi nyeri
Awitan yang mendadak atau gradual Terlokalisasi atau difus Penjalaran ke tungkai atau tempat lain
Faktor-faktor pencetus nyeri seperti pergerakan, batuk atau peregangan.
Pada iritasi saraf spinal, nyeri terjadi mengikuti distribusi dermatomal dan dapat menjadi petunjuk lokasi lesi. Penyakit-penyakit seperti osteoporosis d engan crush fracture, infiltrasi karsinoma, leukemia atau mieloma dapat menyebabkan nyeri punggung akibat fraktur kolum
vertebra. Nyeri bersifat progresif dan tidak membaik, muncul mendadak serta memburuk pada malam hari namun bersifat swasirna.
Spondilitis ankilotik menimbulkan nyeri di sendi sakroiliak dan vertebra lumbal yang juga memburuk pada malam hari dan sering menimbulkan kekakuan pagi hari. Namun nyeri pada spondilitis ankilotik biasanya membaik dengan aktivitas. Hal ini membedakannya dari nyeri
punggung mekanik. Nyeri akibat kelainan dada dan abdomen dapat pula menjalar ke punggung.
3.
Nyeri Pinggang Terdapat beberapa kategori nyeri pinggang, yaitu:
1.
Nyeri somatik superfisial, berasal dari kulit dan jaringan subkutis.
Sifat nyeri tajam atau seperti terbakar. Contohnya adalah nyeri akibat selulitis atau herpes zooster.
2.
Nyeri somatik dalam, berasal dari otot, fasia, periosteum, ligamen, sendi atau duramater. Sifat nyeri tumpul, dalam dan menjalar ke paha,
jarang sampai dibawah lutut. Pada trauma jaringan di daerah
lumbal, akan timbul nyeri yang tajam pada waktu trauma terjadi, diikuti nyeri tumpul yang kronik sampai beberapa minggu yang
berhubungan dengan nyeri tekan, nyeri gerak dan spasme otot. 187
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Nyeri radikular, berhubungan dengan proses di saraf spinal proksimal, misalnya akibat Hernia Nukleus Pulposus, Osteoartritis
sendi apofiseal dengan pertumbuhan osteofit ke arah kanalis spinalis, stenosis spinalis, dislokasi fraktur di daerah spinal, infeksi atau neoplasma. Sifat nyerinya adalah lancinoting, shooting, tingling
dan tajam. 4.
Nyeri neurogenik, berhubungan dengan proses di bagian sensorik
saraf perifer. Contoh yang klasik adalah neuropatidiabetik. Sifat nyerinya adalah burning, tingling, crushing,gnowing dan seringkali nyerinya bersifat kronik. 5.
Nyeri viseral, adalah nyeri yang berasal dari organ viseral, terutama
organ yang berongga yang memiliki persarafansegmental sama dengan persarafan daerah lumbosakral. Nyerinya bersifat kolik, tajam dan seringkali tidak terlokalisir seperti nyeri somatik.
Nyeri sakroiliakal, berasal dari sendi sakroiliakal, dirasakan pada bokong ipsilateral menjalar ke paha belakang dan bertambah berat
dengan penakanan pada sendi sakroiliakal, misalnya pada waktu berlari atau berdiri pada satu kaki.
Nyeri psikogenik, yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainan psikosomatik. 8.
Nyeri pinggang mekanikal, nyeri akibat proses mekanik dan merupakan nyeri pinggang yang tersering. Beberapa contoh nyeri
pinggang mekanikal adalah spasme otot, spondilolistesis, HNB osteoartritis dan stenosis spinal. Red Flags dan Yellow Flags Pada
Nyeri Pinggang
Red flags adalah gejala atau tanda fisik yang menunjukkan adanya kelainan serius yang mendasari nyeri pinggang, sedang yellow flogs adalah faktor psikologis yang memberi petunjuk bahwa nyeri pinggang
tersebut cenderung untuk berkembang menjadi kronik, sehingga adanya yellow flogs menunjukkan adanya faktor biopsikososial yang akan menghambat penyembuhan nyeri pinggang. Faktor psikologis dapat memodifikasi nyeri dengan mengaktifkan sistem inhibisi sentral terhadap nyeri sehingga memengaruhi persepsi dan perilaku terhadap nyeri.
188
Sistem Muskuloskeletal
Nyeri:
Lokasi Onset Berdiri Duduk Fleksi
Pinggang
Pinggang
Akut
Perlahan
+
+
+
Ekstensi Laseque
Foto
:
polos
EMG
+
Normal Normal
Pinggafig Pinggang Akut Perlahan
++
++-++ +-+
Tungkai Perlahan
Terlihat
Dapat normal
Terlihat
Dapat normal
Mungkin
Abnormal
Normal
Abnormal
Terlihat
Terlihat
Terlihat
abnormal MRI
Normal
lGnker atau
infeki
Terlihat
Usia > 50 tahun atau < 20 tahun Riwayat kanker Penurunan BB tanpa sebab yang jelas Terapi imunosupresan lSK, lV drug abuse, demam, menggigil Nyeri pinggang tidak membaik dengan istirahat
Fraktur vertebra
Riwayat trauma yang bermakna Penggu naan steroid jangka panjang Usia > 70 tahun
Sindroma kauda
Retensi urin akut atau overflow incontinence lnkontinensia alwvi atau atoni sfingter ani Anestesi sadel Paraparesis progresif atau paraplegia
ekuina atau defisit neurologik berat
4.
Nyeri Ekstremitas Nyeri ekstremitas dapat berasal dari sistem muskuloskeletal, kulit, sistem vaskular atau sistem saraf. Nyeri muskuloskeletal dapat disebabkan oleh
trauma atau inflamasi. Nyeri akut atau subakut pada lokasi multipel menunjukkan proses peradangan. Polimiositis dapat menimbulkan nyeri pada otot bagian proksimal di sekitar bahu atau panggul dan disertai
189
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
kelemahan. Nyeri, kaku bahu dan panggul pada pasien lebih dari 50 tahun dapat disebabkan oleh polimialgia reumatika. Peradangan tendon (tenosinovitis) menyebabkan nyeri lokal pada area yang terkena.
Oklusi arterial akut menyebabkan nyeri hebat mendadak yang disertai pucat dan ekstremitas dingin (klaudikasio intermiten). Penyakit vaskular perifer kronis menimbulkan nyeri.tungkai pada saat latihan dan
membaik dengan istirahat. Trombosis vena menimbulkan nyeri difus dan pembengkakan pada tungkai. Stenosis spinal menyebabkan nyeri pseudo-klaudikasio pada saat
berjalan namun berkurang dengan membungkuk ke depan. Jeratan saraf dan neuropati menyebabkan nyeri ekstremitas disertai parestesia
dan kelemahan. Penyebab yang paling sering adalah penebalan sinovial atau subluksasi sendi terutama pada artritis reumatoid. Vaskulitis terkait artropati inflamatorik menyebabkan neuropati
periferal difus dan mononeuritis multipleks. Artritis reumatoid kronis menyebabkan erosi pada ligamen transversal di sekitar aspektus posterior prosesus odontoid (dens) sehingga sering terjadi subluksasi vertebra servikal pada sendi atlantoaksial. Gejala yang dikeluhkan adalah parestesia yang mendadak (shooting poroesthesia) yang menjalar ke lengan dan nyeri kepala di bagian oksipital. Fleksi leher menyebabkan
indentasi dari korda spinal oleh dens dan menyebabkan tetraplegia atau kematian mendadak. Cedera pada saraf perifer menyebabkan
perubohon vosomotor dan nyeri ekstremitos berot (kausolgia) yang masih dapat dirasakan setelah anggota gerak tersebut diamputasi (nyeri fantom). Penyebab nyeri ekstremitas lain adalah osteomielitis, osteomalasia,
osteoporosis atau tumor.
5.
Fenomena Raynaud Fenomena ini merupakan respons abnormal jari-jari terhadap suhu dingin. Terjadi perubahan warna jari-jari dari putih (pucat) menjadi biru
kemudian merah setelah terpapar dingin. Pada fase jari pucat timbul nyeri akibat iskemia, namun nyeri dirasakan paling berat pada saat jari memerah. Pasien dengan Reynoud's disease mengalami fenomena ini
tanpa penyebab yang jelas (diduga familial dan lebih sering terjadi pada perempuan). Fenomena ini juga terjadi pada penyakit jaringan penyambung seperti Skleroderma dan dapat menyebabkan ulkus digiti.
190
Sistem Muskuloskeletal
6.
Mata dan mulut kering Penyebab kedua gejala tersebut adalah atrofi dan fibrosis kelenjar mukus akibat infiltrasi sel plasma dan limfosit. Kedua gejala di atas merupakan karakteristik Sindrom Sj6gren, baik yang berdiri sendiri (Sindrom SjOgren Primer) atau yang terkait artritis reumatoid dan penyakit jaringan penyambung lainnya. Pada mata yang kering dapat
terjadi konjungtivitis, skleritis, episklerifis, eratitis dan ulkus kornea. Penyakit inijuga dapat mengenai paru-paru dan ginjal.
7.
Mata Merah lritis adalah komplikasi spondiloartropati seronegatif dan sindrom Behqet. lritis ditandai dengan mata nyeri dengan injeksi sklera sentral
yang menyebar dari pupil.
8.
Gejala Sistemik Pada penyakit-penyakit reumatologi (penyakitjaringan penyambung),
sering ditemukan gejala sistemik seperti Kelelahan (fotigue)
-
Penurunan berat badan Diare akibat pertumbuhan berlebihan bakteri usus Ruam spesifik (malar rash) dan ulkus mukosa sering terjadi pada SLE
-
Demam. Kemungkinan infeksi sebagai penyebab demam harus disingkirkan terlebih dahulu.
-
Kekakuan generalisata sering terjadi pada artritis reumatoid, skleroderma atau polimialgia reumatika. Kemungkinan penyebab
selain penyakit reumatologi adalah infeksi sistemik, latihan berlebihan, penyakit neuromuskular (penyakit ekstrapiramidal, tetanus, miotonia, dermatomiositis) dan hipotiroid.
Riwayat Pengobatan Riwayat penggunaan obat antiartritis saat ini maupun di masa lalu (misalnya
NSAlDs, aspirin, preparat emas, metotreksat, penisilamin, klorokuin, steorid, anti THF-cr, dll) harus dicatat. Setiap efek samping yang timbul akibat pengobatan seperti ulkus gaster atau perdarahan,juga harus dicari. Tanyakan pula riwayat fisioterapi dan pembedahan sendi atau tendon yang pernah dijalani.
191
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Riwayat Penyakit Dahulu Tanyakan mengenai riwayat trauma atau pembedahan yang pernah dijalani. Riwayat artritis pada masa kanak-kanak penting ditanyakan. Riwayat infeksi
seperti hepatitis, streptokokus, faringitis, rubella, disentri, gonore dan TBC mungkin relevan dengan onset artralgia atau artritis. Riwayat gigitan kutu dapat menjadi petunjuk Lyme disease. lnflommatory Bowel Diseose mungkin terkait dengan artitis. Riwayat psoriasis mengaiahkan pada artritis psoriatik. Riwayat merokok penting dicari karena artritis reumatoid lebih sering terjadi
pada perokok.
Riwayat Sosial Carilah informasi mengenai pekerjaan dan kehidupan sehari-hari pasien. Hal ini mungkin relevan pada artritis kronis yang melumpuhkan. Riwayat
penyakit menular seksual di masa lalu adalah penting terutama uretritis non-spesifik dan gonore.
Riwayat Keluarga Penyakit dengan keluhan artritis kronis mungkin bersifat diturunkan, misalnya
artritis reumatoid, gout dan osteoartritis primer, hemokromatosis, spondiloartropati seronegatif dan
I
nflo
mmatory Bowel Diseose. Riwayat
kelainan pembekuan darah dalam keluarga dapat mengarahkan kecurigaan
pada hemofilia yang harus dicurigai pada pasien anak laki-laki dengan pembengkakan sendi akut.
PEMERIKSAAN FISIK Peradangan sendi pada awalnya akan mengenai sinovium sendi sehingga menimbulkan penebalan yang mungkin teraba (pannus). Selanjutnya,
struktur sekitar sendi (periartikular-tendon, rawan sendi dan tulang) dapat
turut mengalami peradangan. Nyeri akibat peradangan dapat terlokalisasi jika peradangan berada dekat dengan kulit, namun peradangan pada sendiyang lebih dalam, dapat menimbulkan nyeri rujuk sesuai dengan inervasi miotom sendi terkait' Nyeri pada sendi dapat pula berasal dari ligamen, tendon dan saraf.
Penyakit pada sendi menyebabkan keterbatasan gerak ke segala arah pada gerak aktif maupun pasif. Sedangkan gangguan ekstraartikular
192
Sistem Muskuloskeletal
menyebabkan keterbatasan gerak yang bervariasi dan lebih jelas pada pergerakan aktif. Terdapat beberapa metode pemeriksaan sendi dan penting diingat
untuk selalu awas terhadap tanda sistemik penyakit reumatologis. Pemeriksaan tergantung pada anamnesis dan seringkali pemeriksa menemukan abnormalitas pada inspeksi umum.
INSPEKSI UMUM lnspeksi umum yang teliti sangat penting karena (1) dapat memberikan petunjuk tentang disabilitas fungsional pasien, yang merupakan hal penting
pada asesmen reumatologi dan (2) beberapa kondisi dapat didiagnosis dengan inspeksi yang teliti. Perhatikan postur dan cara jalan pasien ketika memasuki ruang periksa, apakah pasien tampak kesulitan atau kesakitan? Apakah panjang langkahnya
normal? Bagaimana gaya berjalannya (gait)? Apakah pasien membutuhkan
alat bantu untuk berjalan? Apakah terdapat deformitas yang nyata pada sendi tertentu? Berikut ini adalah beberapa istilah untuk gaya berjalan yang abnormal:
a.
Gaya berjalan antalgik, yaitu gaya berjalan pada pasien artritis dimana
pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas, sementara pada tungkaiyang sehat akan lebih lama diletakkan di lantai; biasanya akan diikuti oleh gerakan lengan yang asimetri.
b.
Gaya berjalan Trendelenburg, disebabkan oleh abduksi coxae yang
tidak efektif sehingga panggul kontralateral akan jatuh pada swing phose.
c.
Woddle goit, yailu gaya berjalan Trendelenburg bilateral sehingga pasien akan berjalan dengan pantat bergoyang.
d.
Gaya berjalan paraparetikspastik, kedua tungkai melakukan gerakan
fleksi dan ekstensi secara kaku dan jari-jari kaki mencengkeram kuat sebagai usaha agar tidakjatuh.
e.
Gaya berjalan paraparetik flal95o/o selsel prekursor hematopoetik
Populasi transit
baharui diri sendiri
Populasi transit tanpa
unipotensial Populasi yang beramplifikasi melalui proliferasi
Secara morfologi tidak
memperbaharui diri
Sekuens proliferatif
dikenali
secara nyata
Dapat diukur secara
Secara morfologi tidak
sempurna sebelum matang penuh
ossoy (pemeriksaan)
dikenal
Secara morfologi
klonal fungsional in
Dapat diukur dengan assay (pemeriksaan)
apat dikenali
klonal in vitro
dengan analisis
vivo dan in vitro
Dapat diukur
morfologi; hitung jenis sel
222
Pemeriksaan Sistem Hematologi
Regulasi Hematopoetik Regulasi hematopoetik merupakan hal penting karena konsentrasi berbagai lini disumsum dan darah tepitergantung pada regulasi tersebut. Kesintasan sel prekursor, pembaharuan diri, proliferasi dan diferensiasi membutuhkan
glikoprotein spesifik yang disebut faktor pertumbuhan hematopoetik atau sitokin. Faktor pertumbuhan membentuk sistem komunikasi molekular yang kompleks dengan efektivitas tinggi serta bertugas mengkoordinasikan peningkatan produksi dan aktivitas fungsional sel hematopoetik yang sesuai. Faktor pertumbuhan pertam a Colony Stimuloting Foctors (CSF) ditemukan
in vifro. Sitokin yang ditemukan diberikan nama sesuai sistem nomenklaturi interleukin. Saat ini lebih dari 30 interleukin telah diisolasi.
secara
Pertumbuhan sel prekursor memerlukan faktor pertumbuhan terus menerus. Kalau faktor pertumbuhan kurang, sel mati dalam beberapa jam melalui apoptosis. Proliferasi tergantung pada stimulasi sitokin yang sesuai. Faktor pertumbuhan mengendalikan dan mengatur proses diferensiasi, menghasilkan sel matang dari prekursor multipotensial. Selain itu faktor pertumbuhan menginduksi proliferasi dan meningkatkan aktivitas fungsional progeni terminal sel prekursor. Faktor pertumbuhan tersebut diproduksi
oleh sel stromal dan memiliki aktivitas biologi multipel. Berbagai faktor pertumbuhan punya aktivitas yang sama atau identik. Beberapa faktor pertumbuhan dibentuk oleh organ non hematopoetik sebagai contoh eritropoetin (EPO) merupakan hormon yang diproduksi di hati pada masa embrio, sedangkan pada masa dewasa diproduksiterutama di sel ginjal dan sedikit di hati. Eritropoetin diproduksi berdasarkan regulasi kebutuhan oksigen tubuh. Eritropoetin memicu kesintasan, pertumbuhan,
dan diferensiasi sel progenitor eritroid, serta proliferasi dan sintesis RNA dan protein sel eritrosit matang. walaupun demikian retikulosit dan eritrosit matang tidak punya reseptor EPO.
trombopoetin (TPO) adalah faktor pertumbuhan dan perkembangan megakariosit. TPO dihasilkan oleh sel stromal sumsum tulang, hati dan ginjal. Selain mengatur proliferasi megakariosit juga diproduksi trombosit. ln vitro, trombosit berespons pada stimulus yg menginduksi agregasi dan bekerja sinergi dengan faktor pertumbuhan lain (SCF, lL3, FL). Pertumbuhan dan perkembangan sel limfoid dari sel progenitor limfoid umumnya terjadidi berbagaitempat, termasuk sumsum tulang, timus, KGB, dan limpa. Berbagaifaktor pertumbuhan berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel limfosit T dan B, yang sebagian besar bekerja sinergistik.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Sistem hematopoeisis lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 8.1
dan 8.2.
@:,Qri,rosite
Sel
Dendritik
[.4onosit
@HSC
Neutrofil
Basofil
Sel Mast Eosinofll
RBCs
Platelats
BFU-I\.4K
CFU-MK
Gambar 8.1. Sistem Hematopoeisis dan Regulasinya
# Makrofag
*it
stromar
*-,9,,: t,o't;
EN Sel endotelial
lfr Matriks
Ekstraselular
Gambar 8.2. Stromal sebagai Produsen Faktor-Faktor Pertumbuhan Sistem Hematopoeisis
224
Pemeriksaan Sistem Hematologi
Lokasi Sistem Hematopoesis Proliferasi, diferensiasi, dan maturasi sel-sel darah terjadi di jaringan hematopoetik. Pada orang dewasa terutama di sumsum tulang, meskipun beberapa limfosit berkembang
di limpa dan timus. Sel matang yang
dilepaskan ke darah tepi dan menghabiskan masa hidupnya di darah atau mengambil tempat tinggal di limpa atau kelenjar getah bening. Pada kondisi patologis, sel matang dapat juga menetap dijaringan lain tubuh. Hematopoesis dimulai pada hari ke-18 setelah fertilisasi pada lokasi
ekstra embrio, yolk sok embrio manusia. Sel-sel yolk sak termasuk eritrosit dan beberapa makrofag. Kemampuan untuk membuat eritrosit ini penting karena embrio harus dapat mengangkut oksigen ke jaringan yang berkembang pada awal kehamilan. Dalam waktu singkat setelah itu, hematopoesis intra-embrionik mulai terjadi pada region aorta-gonadmesonepron (AGM) yang berlokasi di sepanjang perkembangan aorta. Di lokasi ini dapat diproduksi berbagai sel hematopoetik, termasuk limfosit. Produksi sel di masa ini disebut eritropoesis primitif karena hemoglobin
tidak khas seperti perkembangan eritroblast lanjut. Eritroblast embrionik primitif padayo/ksok berasal dari kelompok-kelompok sel dalam mesenkim endotel, sel-sel pembuluh darah. Hemoglobin pada sel-sel ini terdiri atas berbagai variasi embrionik, yaitu Gower 1, Gower 2, dan Portland.
Pada tiga bulan masa hidup fetus, hati menjadi tempat utama produksi sel darah, sedangkanyolk sok dan AGM berhenti berperan dalam
hematopoesis. Hati terus memproduksi sel-sel eritroid dalam proporsi tinggi, sementara sel myeloid dan limfoid mulai tampak dalam jumlah lebih banyak. Hal ini merupakan transisi menuju pola hematopoesis dewasa dimana diferensiasi myeloid lebih dominan daripada diferensiasi sel eritroid. Sesuai perkembangan fetus, hematopoesis mulai terjadi di limpa, ginjal,
timus, dan kelenjar getah bening dalam derajat lebih sedikit. Produksi sel eritroid, myeloid dan limfosit, perlahan-lahan berpindah dari tempattempat tersebut menuju sumsum tulang pada masa fetus lanjut dan masa neonatus karena rongga-rongga hampa di antara tulang mulai terbentuk. Sumsum tulang menjadi tempat utama hematopoesis pada enam bulan masa kehamilan'dan terus berlanjut sebagai sumber utama produksi darah
setelah lahir dan selama masa dewasa. Produksi granulosit dan megakariosit berpindah ke sumsum tulang sebelum eritropoesis. Proses tersebut tidak mengalami transisi lagi sampai akhir masa kehamilan. Timus menjadi tempat utama produksi sel limfosit T
225
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
pada masa perkembangan fetus dan terus berlanjut selama masa neonatus dan anak-anak. Sel limfosit T ini berbeda pada dewasa. KGB dan limpa terus menjadi tempat penting diferensiasi sel B lanjut selama masa hidup. Lokasi sistem hematopoesis selama perkembangan fetus dapat dilihat
pada gambar 8.3.
.t 6l 0)l ol dl
ol
EI ol
1 2 3
4
5 6
7 8
Lahir
Masa Kehamilan Gambar 8.3. Lokasi Hematopoesis Selama Perkembangan Fetus
Jaringan Hematopoetik Sistem hematopoetik dewasa meliputi jaringan-jaringan dan organorgan yang terlibat dalam proliferasi, diferensiasi dan maturasi sel serta penghancuran sel-sel darah merah. Organ dan jaringan ini meliputi sumsum tulang, timus, limpa dan kelenjar getah bening. Sumsum tulang merupakan tempat perkembangan myeloid, eritroid, megakariosit, dan sel limfoid. Timus, limpa, dan kelenjar getah bening merupakan tempat utama perkembangan sel limfoid. Jaringan tempat terjadinya perkembangan sel
limfoid terdiri atas jaringan limfoid primer dan sekunder. Jaingan limfoid primer (sumsum tulang dan timus) merupakan tempat berkembangnya sel T dan sel B dari prekursor non fungsional menjadi sel yang mampu berespons terhadap antigen asing (sel-sel imunokompeten), sedangkan jaringan limfoid sekunder merupakan tempat sel-sel imunokompeten sel T dan sel B berdiferensiasi lebih lanjut sebagai respons terhadap antigen.
GAMBARAN UMUM KELAINAN HEMATOLOG! Kelainan utama yang sering ditemukan dapat dibaca pada tabel 8.2. Kelainan-kelainan tersebut mencerminkan kelainan hematologi primer 226
Pemeriksaan Sistem Hematologi
dan sekunder. Sebagai contoh, adanya granulosit imatur merupakan tanda kelainan myeloid seperti leukemia myelositik, bisa kronik atau akut tergantung pada frekuensi dan tingkat kematangannya, atau keluarnya sel dari metastasis tulang karsinoma. Adanya eritrosit berinti menandakan
adanya penghancuran sel di ruang antara sumsum tulang-darah, yang biasanya tampak pada mielofibrosis idiopatik,hipoksia, atau gagal jantung kongestif.
Anemia Polisitemia Peningkatan serum feritir Leukopenia atau neutroplnia Granulosit imatur atau eritrosit berinti dalam darah Pansitopenia Granulositosis: neutrofilia, eosinofilia, basofilia, mastositosis Limfositosis Limfadenopati Splenomegali Hipergamaglobulinemia:
go
mmopotthy monoclonol atau policlonal
Purpura Trombositopenia Trombositemia Perdarahan: spontan atau trauma Pemanjangan aPTT atau PT Nyeri tungkai dan trombosis vena dalam
Penyakit ginjal, hati, dan jaringan penunjang merupakan penyakit yang
penting pada kelainan hematologi sekunder.Alkoholisme kronik dan obat tertentu bisa menjadi faktor penyebab kelainan protein koagulasi atau sel darah. Perempuan hamil dan orang usia lanjut cenderung memiriki kerainan
hematologi seperti anemia, trombositopenia, DlC, dan anemia pernisiosa. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat menjadi kunci penting untuk menegakkan diagnosis dan memilih pemeriksaan laboratorium yang rasional.
Anamnesis Anamnesis pada sistem hematologisama seperti anamnesis pada umumnya,
mencakup keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, dan riwayat sosial yang meliputi juga riwayat 227
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis seksual. Pada riwayat penyakit sekarang digali informasi mengenai kelainan
yang dikeluhkan (gejala umum dan gejala khusus), awal ditemukan dan bagaimana perkembangannya hingga datang ke dokter; serta riwayat pengobatan sebelumnya, sedangkan riwayat penyakit dahulu dapat berupa informasi yang merupakan komorbid dari penyakit hematologinya'
GEJALA UMUM
secara ringkas gejala umum penyakit atau kelainan hematologi dapat dilihat pada tabel 8.3.
Status performa
Limfoma Non Hodkin
yang normal atau normal
Penurunan berat
Karsinoma diseminata atau tuber-kulosis
badan Demam
Menggigil
Limfoma agresif Leukemia akut lnfeksi pada sitopenia karena kemo-terapi lnfeksi pada defisiensi imun Fever of unknown origin pada limfoma, terutama limfoma Hodgkin. Mielofibrosis Leukemia mielositik kronik Anemia pernisiosa Anemia hemolitik Anemia hemolitik berat
Bakteremia pada neutropenia atau lmunokompromais.
Keringat malam
Limfoma Leukemia
Fotigue, maloise,
Keganasan hematologik Anemia kronik Defisiensi besi
lossitude Kelemahan
Anemia Keganasan, komplikasi neurologi pada penyakit
hematologik. Anemia pernisiosa Disproteinemia,. leukemia, mieloma atau limfoma Keganasan hematologik Keracunan timbal,
Amiloidosis Penyakit autoimun sistemik Komplikasi vinkristin Porfiria akut intermiten
228
Pemeriksaan Sistem Hematologi
Status Performa Anamnesis sistem hematologi dimulai dengan status performa. Hal ini digunakan untuk mengetahui derajat ketidakmampuan seorang pasien dan efek terapi pada ketidakmampuan tersebut. Beberapa kriteria yang dapat
digunakan untuk menilai status performa, salah satunya status performa menurut Karnofski, Kornofskiscore atau skor Karnofski. Uraian skor Karnofski dapat dilhat pada tabe! 8.4.
Penurunan Berat Badan Penurunan berat badan sering terkait penyakit serius, termasuk penyakit hematologi primer, meski tidak selalu menonjol pada kebanyakan penyakit hematologi. Karsinoma diseminata atau tuberkulosis mengakibatkan anemia
Kemampuan
Mampu untuk melakukan aktivitas normal (aktivitas
sehari-hari) dan bekerja;
itT
Uraian Kinerja
100
Normal; tidak ada keluhan dan tidak terbukti adanya penyakit
90
Mampu melakukan aktivitas normal; terdapat gejala atau tanda minor penyakit
tidak memerlukan 80 perawatan khusus
Dengan usaha tertentu masih mampu melakukan aktivitas normal; terdapat beberapa
gejala atau tanda penyakit Tidak mampu.untuk bekerja,
namun masih mampu
70
untuk tinggal di rumah dan
melakukan kebanyakan aktivitas terkait perawatan
60
pribadi; tingkat bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari bervariasi sesuai
50
dengan semakin menurunnya skor
Tidak mampu untuk
30
membutuhkan perawatan
di rumah sakit
(RS) atau
institusi yang setara; penyakit
mungkin berkembang secara cepa
melakukan kegiatan secara aktif Kadangkala membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas, namun masih mampu untuk merawat diri sendiri/keperluan pribadi Membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas dan sering memerlukan pelayanan kesehatan
40 melakukan perawatan pribadi secara mandiri;
Mampu merawat diri sendiri, namun tidak mampu melakukan aktivitas normal atau
Memiliki hendaya (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari); membutuhkan perawatan dan bantuan khusus Hendaya yang dialami cukup berat; terdapat indikasi untuk perawatan di RS meskipun tidak ada ancaman kematian
20
Kondisi sakit berat; dibutuhkan perawatan dan tatalaksana di RS
10
Moribund; proses yang fatal berkembang
0
Meninggal
secara cepat
229
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
dan badan yang kurus, sehingga perlu diduga adanya penyakit lain selain anemia saja sebagai kelainan utamanya.
Demam Demam seringkali merupakan manifestasi awal limfoma agresif atau leukemia
akut akibat penglepasan pirogen. Pada sitopenia karena kemoterapi atau defisiensi imun, infeksi selalu menyebabkan demam. Pada pasien dengan
fever of unknown origin harus dicurigai adanya limfoma dan terutama limfoma hodgkin. Kadang-kadang myelofibrosis dan leukemia myelositik kronik dapat menyebabkan demam. Pada anemia pernisiosa atau anemia hemolitik, demam bisa timbul meskipun jarang. Menggigil berhubungan
dengan anemia hemolitik berat dan bakteremia akibat komplikasi neutropenia atau immuno-kompromais. Keringat malam biasanya karena demam derajat rendah dan bisa terjadi pada pasien limfoma atau leukemia
Fotigue, Malaise dan Lassitude Fotigue, molaise don lassitude lerkait erat dengan gangguan fisik dan emosi. Evaluasinya kompleks dan sulit. Pada pasien dengan penyakit serius segera
dapat dijelaskan karena juga terdapat demam, "wosting" otot, atau temuan terkait lainnya. Pasien anemia seringkali mengeluh /otigue, moloise, lassitude dan gejalanya mungkin berhubungan dengan keganasan hematologik.
Fotigue otou lossitude dapat terjadi pada defisiensi besi tanpa adanya anemia. Pada anemia kronik yang berkembang lambat, pasien mungkin tidak mengenali, misalnya, berkurangnya toleransi latihan. Anemia bisa menurunkan kualitas hidup, seperti ditunjukkan oleh pasien uremia yang diterim eritropoetin mengalami perbaikan kualitas hidup
Kelemahan Kelemahan biasanya berhubungan dengan anemia atau keganasan. Manifestasinya dapat berupa hilangnya kekuatan atau berkurangnya kapasitas latihan. Kelemahan bisa terlokalisir akibat komplikasi neurologi pada penyakit hematologik. Pada anemia pernisiosa kelemahan ekstremitas
bawah berhubungan dengan rasa baal, perih, dan langkah yang tidak stabil. Neuropati perifer terjadi juga pada disproteinemia. Kelemahan satu atau lebih ekstremitas pada pasien dengan leukemia, myeloma atau limfoma dapat terjadi akibat invasi atau kompresi sistem saraf sentral atau
230
Pemeriksaan Sistem Hematologi
perifer. Miopati sekunder karena keganasan bisa ter.ladi pada keganasan
hematologik dan biasanya bermanifestasi sebagai kelemahan otot-otot proksimal. Kaki atau tangan latuh (drop foot dan drop wrist) dapat timbul karena keracunan timbal, amiloidosis, penyakit autoimun sistemik, atau
komplikasi pemberian obat vinkristin. Pada porfiria akut intermiten dapat terjadi paralisis.
GEJALA KHUSUS Secara ringkas, gejala khusus kelainan hematologik dapat dillihat pada
tabel 8.5
2
Sakit kepala
Anemia Polisitemia Perdarahan otak pada trombosito-penia atau kelainan hemostasis lain Perdarahan ruang subaraknoid pada trombositopenia atau kelainan hemostasis lain lnvasi atau kompresi otak oleh sel leukemia, limfoma lnfeksi oportunistik pada sistem saraf pusat.
Kesemutan
Neuropati perifer pada gamopati monoklonal, anemia pernisiosa. sekunder dari keganasan hemato-logi Amiloidosis Pemberian Vinkristin
3
Kebingungan (confusion)
Ganggguan kesadaran
Keganasan atau infeksi yang melibatkan otak Demam Anemia berat Hiperkalsemia misalnya pada mieloma Terapi glukokortikoid dosis tinggi. Anemia pernisiosa Fronk Psychosis pada porfiria akut intermiten atau terapi gluko-kortikoid dosis tinggi Peningkatan intrakranial pada perdarahan atau leukemia atau limfoma sistem saraf pusat Anemia Polisitemia
Hiperviskositas sekunder karena lmmunoglobulin M paraprotein
Sindrom hiperviskositas leukemia (leukemia mielositik kronik) Konjungtiva pletora
Polisitemia
6
Pucat
Anemia
a
Kebutaan
Perdarahan retina karena anemia berat dan trombositopenia
231
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
8
Pandangankabur
Hiperviskositas pada makro-globulinemia,
dapat disebabkan hiperleukositosis ber-lebihan pada leukemia oleh atau dapat
terjadi karena
9 Kehilangan
Trombosis arteri atau vena retina
penglihatan sebagian atau seluruhnya
'10 Diplopia
Tumor orbita atau paralisis saraf kranial ketiga, keempat, dan keenam oleh penekanan tumor terutama limfoma ekstranodal, myeloma ekstrimedular, atau sarkoma
granulositik
11
Vertigo, dan
tinnitus,
suara gemuruh 12 Anosmia 1
3
lnfeksi
sinus
Anemia yang bermakna Polisitemia Hiperviskositas diinduksi makroglobulinemia lnvasi oleh sarkoma granulositik atau limfoma ekstranodal
lnfeksijamur
paranasal
14
Lidah
nyeri
Anemia pernisiosa Anemia defisiensi zat besi yang berat Defisiensi vitamin
'15 Makroglosia Amiloidosis 15 Gusi berdarah Gangguan perdarahan 17 Infiltrasi gingiva Leukemia monositik akut
18
lidah
Leukemia akut atau pasien dengan neutropenia berat
mulut
Hiperkalsemia, yang merupakan sekunder dari myeloma
Ulserasi atau mukosa
mulut
19
Rongga yang kering
20 Disfagia 21 Pembengkakan
Atrofi membran mukosa Limfoma (kecuali ada infeksi sekunder atau tumbuh cepat)
leher tanpa nyeri
22 Limfadenopati yang nyeri 23 Pembengkakan difus leher dan
Reaksi radang pada infeksi mono-nukleosis atau adenitis supuratif.
obstruksi vena kava superior sebagai konsekuensi adanya
limfoma
muka.
24
Sesak
dan
Anemia
berdeba; gagal jantung kongestif dan angina pektoris
25 Syok 26 Batuk 27 Nyeri dada
Anemia perdarahan Pembesaran kelenjar getah bening mediastinum
keterlibatan iga atau sternum pada limfoma atau myeloma multipel, invasi atau kompresi akar saraf, atau herpes zoster.
232
Pemeriksaan Sistem Hematologi
28
sternum
Nyeri
29 Anoreksia 30 Rasa penuh di
leukemia kronik atau leukemia akut dan kadang-kadang pada myelofibrosis atau pada limfoma intramedular dan myeloma yang mengalami proliferasi sangat cepat. Hiperkalsemia dan azotemia Splenomegali
perut, cepat kenyang, sendawa dan rasa tidak enak di perut sendiri bisa juga tidak
menimbulkan gejala
31
perut
Nyeri
Limfoma, perdarahan retroperitoneal Keracunan timbal lleus sekunder karena terapi alkoloid vinka Hemolisis akut Purpura alergi Krisis abdominal pada anemia sel sabit Porfiria akut intermiten Anemia pernisiosa
32 Diare
Malabsorpsi intestinal, misalnya limfoma usus halus
33 Perdarahan
Trombositopenia atau gangguan perdarahan lain
gastrointestinal
34 Konstipasi 35 Disfungsi kandung kemih 36 Priapismus 37 Hematuria. 38 Urin merah
Hiperkalsemia atau pada seseorang yang mendapat pengobatan dengan alkaloid vinka. Bisa terjadi pada kerusakan sarafspinal atau saraf perifer karena keganasan hematologi atau anemia pernisiosa Leukemia atau anemia sel sabit Hemofilia A atau B Hemoglobinuria, Mioglobinuria, atau porfirinuria. Suntikan obat-obat antrasiklin atau konsumsi obat seperti
39 Menoragia 40
Nyeri
41
Artritis
42
punggung
atau artralgia
Artritis dapat terkait dengan.
ph e nozo pyrid ine (pyridiu m)
Anemia defisiensi besi Gangguan perdarahan Reaksi hemolisis akut, keterlibatan tulang atau sistem saraf pada leukemia akut atau limfoma agresif Mieloma
Gout sekunder pada pasien dengan keganasan hematologik Mielofibrosis Sindrom myelodlsplastik atau Anemia hemolitik Diskrasia sel plasma Leukemia akut Anemia sel sabit tanpa adanya gout, purpura alergi Hemartrosis pada gangguan per-darahan berat Penyakit autoimun
233
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
43
Nyeri sebelah kiri
44
Nyeri sebelah
45
Nyeri
bahu
lnfark limpa
bahu kanan
Penyakit kandung empedu pada anemia hemolitik kronik seperti sferositosis herediter
tulang
Keterlibatan tulang pada keganasan hematologi. Anemia hemolitik kongenital misalnya pada anemia sel sabit Myelofibrosis
46
Edema pada ekstremitas
Limfoma Hodgkin, konsumsi alkohol bisa mencetuskan nyeri pada tempat lesi termasuk tulang Obstruksi vena atau limfatik akibat pembesaran kelenjar getah bening
bawah kadang unilateral
47 48
Ulkus
tungkai kering
Anemia sel sabit
Kulit
Defisiensi besi
49
Kulit
kuning
Anemia pernisiosa Anemia hemolitik didapat atau kongenital
Hipotiroidisme
50 Pucat Anemia 51 Eritromelalgia Polisitemia vera 52 Eryitroderma Limfoma sel T kutaneus (terutama Sindrom Sezary) dan yang luas Leukemia limfositik kronik atau limfoma limfositik 53 Pigmentasi Hemokromatosis kecoklatan
54 Sianosis
afinitas oksigen yang rendah Polisitemia primer atau sekunder
' 55
Sianosis
Methemoglobinemla, baik herediter atau didapat, sulfhemoglobinemia, hemoglobin abnormal dengan
pada
Krioglobulin atau agluntinin tipe dingin
telinga atau ujung jari
56 Gatal 57
dan ekimosis
Ptekiae
Limfoma Hodgkin Mikosis fungoides Limfoma lain dengan keterlibatan kulit Polisitemia vera Trombositopenia, Purpura nontrombositopenik, atau
Abnormalitas fungsi trombosit yang didapat atau diturunkan dan Penyakit von Wilebrand.
58 59
Mudah memar Von Wilebrond diseose atau salah satu kelainan trombosit Lesi infiltrasi dan Leukemia (leukemia kutis) dan limfoma kadang-kadang Leukemiamonositik menimbulkan keluhan.
234
Pemeriksaan Sistem Hematologi
60
Lesi
nekrotik
Koagulasi intravaskular Purpura fulminan Nekrosis kulit dicetuskan warfarin
:r,':T::''lii:i,i"it&::ffi
tasiendensankryosroburin
Sistem Saraf Sakit kepala dapat disebabkan oleh kelainan'hematologi misalnya anemia atau polisitemia, perdarahan otak atau perdarahan ruang subarakhnoid pada trombositopenia atau kelainan hemostasis lain, dan invasi atau kompresi otak oleh sel leukemia, atau infeksi oportunistik pada sistem saraf pusat. pada anemia dan polisitemia sakit kepala bisa ringan sampai berat. pada perdarahan
otak atau subarakhnoid sakit kepala biasanya terjadi secara tiba-tiba.
Kesemutan bisa terjadi karena neuropati perifer pada gamopati monoklonal, anemia pernisiosa, atau sekunder akibat keganasan hematologi atau amiloidosis, serta dapat pula karena pemberian vinkristin. Kebingungan (confusion) bisa teryadi pada keganasan atau infeksi yang melibatkan otak. Kadang-kadang merupakan akibat demam. Kebingungan dapat juga terjadi pada anemia berat dan kondisi hiperkalsemia, misalnya
pada myeloma atau terapi glukokortikoid dosis tinggi. Anemia pernisiosa bisa bermanifestasi kebingu ngan. Fronk psychosis dapat terjadi pada porfiria
akut intermiten atau terapi glukokortikoid dosis tinggi Ganggguan kesadaran dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial pada perdarahan, leukemia atau limfoma sistem saraf pusat. Selain itu, bisa terjadi pada anemia, polisitemia, hiperviskositas sekunder yang biasanya karena lmunoglobulin M paraprotein di plasma atau sindrom hiperviskositas leukemia, terutama pada leukemia myelositik kronik
Mata Konjungtiva pletora merupakan gambaran klinis polisitemia. pucat tampak pada anemia. Kebutaan kadangkala terjadi karena perdarahan retina pada kondisi anemia berat dan trombositopenia. pandangan kabur
dapat disebabkan oleh hiperviskositas pada makroglobulinemia atau hiperleukositosis berlebihan pada leukemia. Kehilangan penglihatan sebagian atau seluruhnya dapat terjadi karena trombosis arteri atau vena retina. Diplopia dapat terjadi karena tumor orbita atau paralisis saraf kranial ke tiga, ke empat dan ke enam oleh penekanan tumor terutama limfoma
ekstranodal, myeloma ekstramedular, atau sarkoma granulositik.
235
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Telinga Vertigo, tinitus, dan suara gemuruh pada telinga dapat terjadi pada anemia yang bermakna, polisitemia, atau hiperviskositas diinduksi makroglobulinemia
Nasofaring, Orofaring, dan Rongga Mulut Epistaksis terjadi pada pasien trombositopenia, gangguan fungsi trombosit
didapat atau herediter; dan penyakit Von Wilebrand. Anosmia mungkin terjadi akibat invasi oleh sarkoma granulositik atau limfoma ekstranodal; gejala yang muncul tergantung pada struktur yang diinvasi. Sinus paranasal bisa terkena infeksi organisme oportunistik contohnya infeksi jamur. Nyeri
lidah terjadi pada anemia pernisiosa dan biasanya berhubungan dengan anemia defisiensi zat besi yang berat atau defisiensi vitamin. Makroglosia terjadi pada amiloidosis. Gusi berdarah dapat terjadi pada gangguan perdarahan. lnfiltrasi gingiva oleh sel leukemik terjadi pada leukemia monositik akut. Ulserasi lidah atau mukosa mulut bisa muncul dalam derajat
berat pada pasien leukemia akut atau pasien dengan neutropenia berat. Rongga mulut yang kering dapat terjadi pada hiperkalsemia, yang myeloma. Disfagia bisa terjadi pada pasien dengan atrofi membran mukosa yang berat
terkait dengan anemia defisiensi besi kronik.
Leher Pembengkakan leher tanpa nyeri khas dijumpai pada limfoma, tapi dapat disebabkan juga oleh sejumlah penyakit lain. Pembesaran kelenjar getah bening pada limfoma bisa nyeri karena infeksi sekunder atau pertumbuhan yang cepat. Limfadenopati yang nyeri biasanya berhubungan dengan reaksi
radang pada infeksi mono nukleosis atau adenitis supuratif. Pembengkakan difus leher dan muka bisa terjadi pada obstruksi vena kava superior sebagai konsekuensi adanya limfoma.
Dada dan Leher Sesak dan berdebar; saat aktivitas atau kadang saat istirahat, bisa disebabkan
oleh anemia. Gagal jantung kongestif dan angina pektoris bisa menjadi manifestasi klinis pasien anemia. Dampak anemia pada sistem sirkulasi tergantung pada kecepatan perkembangannya. Anemia kronik bisa menjadi berat, tanpa menimbulkan gejala. Pasien dengan perdarahan akut yang
236
Pemeriksaan Sistem Hematologi
berat, bisa mengalami syok dengan kadar hemoglobin hampir normal akibat kompensasi hemodilusi sebelumnya. Batuk dapat merupakan gejala pembesaran kelenjar getah bening mediastinum. Nyeri dada bisa dikeluhkan akibat keterlibatan iga atau sternum pada limfoma atau myeloma multipel,
invasi atau kompresi akar saral atau herpes zoster. Nyeri pada herpes zoster biasanya didahului oleh adanya lesi kulit selama beberapa hari. Nyeri sternum bisa dominan dirasakan pada leukemia kronik atau leukemia akut dan kadang-kadang pada myelofibrosis atau pada limfoma intramedular dan myeloma yang mengalami proliferasi sangat cepat.
Sistem Gastrointestinal Disfagia terjadi pada keadaan seperti telah disebutkan di atas (anemia defisiensi besi kronik). Anoreksia seringkali terjadi tetapi biasanya tidak bermakna sebagai diagnosis yang spesifik. Hiperkalsemia dan azotemia
dapat menyebabkan anoreksia, nausea, dan muntah. Berbagai keluhan gastrointestinal dapat disertai kesulitan makan. Rasa penuh di perut, cepat kenyang, sendawa dan rasa tidak enak di perut mungkin ter.;adi karena pembesaran limpa, meskipun spleno-megali sendiri bisa juga tidak menimbulkan gejala. Nyeri perut dapat terjadi akibat obstruksi intestinal oleh limfoma, perdarahan retroperitoneal, keracunan timbal, ileus sekunder karena terapi alkaloid vinka, hemolisis akut, purpura alergi, krisis abdominal pada anemia sel sabit, atau porfiria akut intermiten. Diare bisa terjadi pada anemia pernisiosa. Diarejuga bisa terjadi pada berbagai bentuk malabsorpsi intestinal, meskipun malabsorpsi yang bermakna bisa terjadi tanpa diarea. Pada malabsorpsi usus halus, bisa timbul steatorea. Malabsorpsi bisa merupakan manifestasi dari limfoma usus halus. perdarahan gastrointestinal
berhubungan dengan trombositopenia atau gangguan perdarahan lain, bisa tak kasat mata tetapi seringkali bermanifestasi sebagai hematemesis melena. Konstipasi dapat terjadi pada pasien dengan hiperkalsemia atau pada seseorang yang mendapat pengobatan dengan alkaloid vinka.
Sistem Reproduksi dan Genitourinaria Disfungsi kandung kemih bisa ter1adi pada kerusakan saraf spinal atau saraf perifer karena keganasan hematologi atau anemia pernisiosa. Priapismus mungkin terjadi pada leukemia atau anemia sel sabit. Hematuria
bisa merupakan manifestasi hemofilia A atau B. Urin yang merah bisa
237
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
terjadi karena hemolisis intravaskular (hemo-globinuria), mioglobinuria, atau porfirinuria. Suntikan obat-obat antrasiklin atau konsumsi obat seperti phenazopyridine (Pyridium) selalu menyebabkan urin menjadi merah. Menoragia merupakanpenyebab utama defisiensi besi dan penatalaksanaannya harus dilakukan dengan mendapatkan riwayat yang akurat tentang pemanjangan masa me.nstruasi yang menimbulkan kehilangan darah. Semikuantifikasi untuk mendapatkan perkiraan jumlah perdarahan yang berat (biasanya 1-2 hari), lama hari perdarahan (biasanya
5-7 hari), lama menggunakan tampon atau pembalut (kebutuhan untuk pembalut ganda karena perdarahan berlebihan), derajat darah yang tembus dan klot-klot yang terbentuk. Pertanyaan seperti adakah darah yang memancar ketika pembalut dilepas amat berguna. Menoragia dapat terjadi pada pasien dengan gangguan perdarahan.
Punggung dan Ekstremitas Nyeri punggung bisa berhubungan dengan reaksi hemolisis akut atau disebabkan oleh keterlibatan tulang atau sistem saraf pada leukemia akut atau limfoma agresif. Keluhan nyeri tersebut jugai merupakan manifestasi yang paling umum pada myeloma.
Artritis atau artralgia bisa terjadi pada gout yang sekunder karena peningkatan produksi asam urat pada pasien dengan keganasan hematologik, myelofibrosis, sindrom myelodisplastik, atau anemia hemolitik. Hal ini terjadi juga pada diskrasia sel plasma, leukemia akut, dan anemia sel sabit tanpa adanya gout, sepertijuga pada purpura alergi. Artritis dapat terkait dengan hemartrosis pada pasien dengan gangguan perdarahan berat. Kondisi ini dapat menimbulkan nyeri sendi yang nyata. Penyakit autoimun bisa bermanifestasi sebagai anemia dan atau trombositopenia, sedangkan
artritisnya muncul belakangan. Nyeri bahu sebelah kiri bisa terjadi karena infark limpa. Nyeri bahu sebelah kanan bisa terjadi karena penyakit kandung empedu yang berhubungan dengan anemia hemolitik kronik, seperti sferositosis herediter. Nyeri tulang terj.adi karena keterlibatan tulang pada keganasan hematologi' Selain itu nyeri tulang dapat terjadijuga pada anemia hemolitik kongenital,
seperti pada anemia sel sabit dan mungkin juga pada mielofibrosis. Pada pasien limfoma Hodgkin, konsumsi alkohol bisa mencetuskan nyeri pada tempat lesi termasuk tulang. Edema pada ekstremitas bawah, kadang
238
Pemeriksaan Sistem Hematologi
unilateral, bisa terjadi karena obstruksi vena atau limfatik akibat pembesaran kelenjar getah bening. Ulkus tungkai sering dikeluhkan pada anemia sel sabit dan jarang terjadi pada anemia herediter lain.
Kulit Manifestasi hematologi pada kulit merupalgn hal yang paling penting. Manifestasi tersebut berupa perubahan tekstur atau warna, gatal, dan adanya lesi yang spesifik atau nonspesifik. Kulit pada defisiensi besi bisa menjadi kering. Begitu juga pada rambut menjadi kering dan tipis, sedangkan kuku menjadi rapuh. Hipotiroidisme mungkin menyebabkan anemia, kulit menjadi kering, kasar dan bersisik. Warna kuning bisa muncul pada anemia pernisiosa dan anemia hemolitik didapat atau kongenital. Kulit pasien anemia pernisiosa kuning lemon karena munculnya kuning dan pucat bersamaan. Kulit pucat umumnya berkaitan dengan anemia, meskipun ada pasien
dengan anemia berat tidak pucat. Eritromelalgia merupakan komplikasi yang menyulitkan pada polisitemia vera. Eritroderma yang luas terjadi pada limfoma sel T kutaneus (terutama sindrom sezary) dan beberapa kasus leukemia limfositik kronik atau limfoma limfositik. Kulit sering terlibat dan kadang-kadang terlibat dalam derajat berat, pada penyakit groft versus host yang berhubungan dengan transplantasi sumsum tulang. pasien dengan hemokromatosis bisa timbul pigmentasi kecoklatan atau keabu-abuan pada kulit. sianosis terjadi pada methemoglobinemia, baik herediter atau didapat,
sulfhemoglobinemia, hemoglobin abnormal dengan afinitas oksigen yang rendah dan polisitemia primer atau sekunder. sianosis pada telinga atau ujung jari bisa juga terjadi setelah terpajan dingin pada pasien dangan kryoglobulin atau aglutinin tipe dingin. Gatal bisa terjadi pada hilangnya lesi kulit yang terlihat pada limfoma Hodgkin dan mungkin terjadinya ekstrim. Mikosis fungoides atau limfoma lain dengan keterlibatan kulit juga menimbulkan gatal. Sejumlah pasien polisitemia vera mengeluh gatal setelah mandi. Ptekie dan ekimosis paling sering tampak pada ekstremitas pasien dengan trombositopenia, purpura nontrombositopenik, atau abnormalitas fungsi trombosit yang didapat atau diturunkan dan penyakit von Wilebrand. Lesi-lesi ini biasanya tidak nyeri, sedangkan lesi yang terkait trauma serta
purpura psikogenik atau eritema nodosum terasa nyeri. Mudah mema[ sering terjadi pada wanita, jika tidak ada gejala perdarahan lainnya, biasanya
239
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
tidak ditemukan abnormalitas setelah pemeriksaan yang detil. Gejala ini mungkin mengindikasikan gangguan perdarahan herediter yang ringan seperti von Wilebrond diseose atau salah satu kelainan trombosit. Lesi inflltrasi mungkin terjadi pada leukemia (leukemia kutis) dan
limfoma dan kadang-kadang menimbulkan keluhan. Leukemia monositik seringkali menginfiltrasi kulit daripada leukemia lain. Lesi nekrotik terjadi
pada koagulasi intravaskular, purpura fulminan, nekrosis kulit yang dicetuskan warfarin, atau pada kasus yang jarang terjadi karena paparan terhadap dingin pada pasien dengan krioglobulin atau aglutinin dingin.
OBAT-OBATAN DAN ZAT KIMIA
Obat Obat sering mencetuskan atau memperberat kelainan hematologi. Oleh karena itu, perlu dicari riwayat penggunaannya dengan teliti, termasuk obat dengan resep dokter atau dibeli sendiri. Disamping itu perlu diketahui manfaat dan efek samping obat-obat yang dikonsumsi tersebut.
Obat rutin seringkali terlupa karena sudah merupakan bagian hidup pasien. Aspirin, laksatif, penenang, suplemen zat besi, vitamin, suplemen nutrisi, dan obat tidur termasuk dalam kategori ini. Obat-obat yang tidak
dikenal, seperti antibiotik dalam makanan atau kina dalam air tonik. Pertanyaan persisten, spesifik, mungkin diperlukan sebelum riwayat penggunaan obat lengkap didapat. Hal ini amat penting untuk mendapat
informasi rinci tentang peng-gunaan alkohol pada setiap pasien. Pasien perlu ditanya tentang penggunaan obat alternatif dan herbal karena seringkali informasi ini ditutupi oleh pasien. Pertanyaan tidak menghakimi dapat mengidentifikasi agen-agen yang termasuk katagori ini. Pemeriksa harus tertarik pada semua bentuk obat yang dimakan, baik obat
yang diresepkan, dibeli sendiri, alternatif dan lain-lain, untuk memastikan semua informasi yang dibutuhkan didapat.
Kimia Pajanan zat kimia
di lingkungan
secara
teratui potensial berbahaya
pada
kelainan hematologi. Pajanan kimia pada lingkungan kerja harus menjadi pertimbangan. Pada pajanan kimia toksin, perlu dilakukan penilaian tentang aktivitas sehari-hari karena umumnya pajanan yang bermakna terjadi secara insidental.
240
Pemeriksaan Sistem Hematologi
Vaksinasi Vaksinasi dapat mengeksaserbasi trombositopenia imun.
Nutrisi lnformasi nutrisi berguna dalam mencari kemungkinan penyebab defisiensi
diet pada anemia. Penghindaran terhadap bpberapa kelompok makanan, misalnya pada vegan, atau makan ikan yang tidak dimasak dapat menjadi kunci patogenesis anemia megaloblastik.
RIWAYAT KELUARGA Riwayat keluarga amat penting pada pasien dengan penyakit hematologi. Pada kelainan hemolisis, pertanyaan yang harus ditanyakan selain kuning
adalah anemia dan batu empedu. Pasien dengan kelainan hemostasis dan trombosis vena harus diperhatikan adanya manifestasi perdarahan atau tromboembolisme pada anggota keluarga. Pada kasus kelainan autosomal resesif, seperti defisiensi piruvat kinase, orang tua biasanya tidak
dipengaruhi, tetapi sindrom klinik yang sama dapat terjadi pada saudara kandung. Amat penting mengetahui saudara kandung yang meninggal saat bayi, karena mungkin pasien lupa, terutama pasien yang lebih tua. Ketika dicurigai penyakit terkait jenis kelamin, perlu diketahui gejala-gejala
pada kakek.ibu, paman ibu, saudara kandung laki-laki dan keponakan. Sebagai contoh sferositosis hereditet mungkin ditemukan pada orang tua
dan mungkin saudara kandung, dan anak-anak pasien memiliki stigmata ini. Latar belakang etnik mungkin penting untuk pertimbangan penyakit tertentu seperti thalasemia, anemia sel sabit, defisiensi G6PD dan penyakit yang diturunkan lainnya yang prevalensinya di area geografis tersebut.
RIWAYAT SEKSUAT Karena epidemik Humon lmmunodeficiency Virus (HlV), penting untuk
mengetahui perilaku seksual pasien khususnya faktor risiko transmisi
HlV.
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik yang rinci harus dilakukan pada setiap pasien, dengan perhatian yang cukup untuk semua sistem guna mendapatkan hasil evaluasi
241
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
lengkap terhadap kesehatan umum seorang individu. Area tubuh tertentu memang terkait dengan masalah penyakit hematologi seperti kulit, mata, lidah, kelenjar getah bening, tulang rangka, limpa dan hati. Oleh karena itu, memerlukan perhatian khusus. Pemeriksaan fisik tersebut dilakukan bedside dengan cara inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi tergantung pada lokasi dan organ yang diperiksa.
KULIT Pucat dan memerah Warna kulit merupakan hasil pigmen dan aliran darah yang mengalir dalam
kapiler. Komponen warna kulit yang berhubungan dengan darah berguna
memandu dokter menentukan adanya anemia atau polisitemia. Kondisi pucat merupakan hasil penurunan kadar hemoglobin. Kemerahan pada kulit terjadi ketika kadar hemoglobin meningkat. Jumlah pigmen pada kulit akan memodifikasi warna kulit dan kadang kala membuat dokter terkecoh. Perubahan aliran darah dan isi hemoglobin juga mengubah warna kulit,
sehingga juga bisa mengecoh dokter. Emosi dapat mengakibatkan warna kulit pucat atau memerah. Pajanan kulit pada dingin atau panas sama-sama menyebabkan pucat atau muka merah. Pajanan kronik terhadap angin atau matahari menimbulkan kemerahan menetap pada kulit. Konsumsi alkohol
juga menyebakan wajah memerah. Derajat eritema kulit bisa dievaluasi dengan menekan ibu jari pada kulit,
Membran mukosa dan bantalan kuku biasanya lebih dipercaya untuk menentukan adanya anemia atau polisitemia daripada kuku. Konjungtiva
dan gusi bisa meradang, oleh karena itu tidak mencerminkan kadar hemoglobin. Gusi bisa saja menjadi pucat karena tekanan bibir. Selain itu gusi dan bantalan kuku juga bisa terpigmentasi dan kapiler menjadi kabur. Pada beberapa individu, warna kapiler tidak terlihat penuh melalui kuku
kecuali ditekan ujung jari, di lateral atau di ujung kuku. Lipatan palmar berguna juga untuk menilai kadar hemoglobin. Warna pink tampak saat palmar membuka penuh kecuali kadar hemoglobin kurang
dariT gldl. Penyakit hati dapat menimbulkan kemerahan pada tenar dan hipotenar palmar; bahkan pada pasien dengan anemia.
242
Pemeriksaan Sistem Hematologi
Sianosis Deteksi sianosis, seperti juga deteksi pucat mungkin sulit karena adanya pigmentasi kulit. sianosis adalah fungsijumlah total hemoglobin tereduksi
seperti methemoglobin atau sulfhemoglobin. Konsentrasi minimum hemoglobin tereduksi, methemoglobin dan sulhemoglobin yang dapat mendeteksi sianosis masing-masing adalah 5 g/dl, l,S- 2 g/dl dan 0,5 g/al.
Kuning Kuning terlihat pada kulit individu yang tidak terlalu berpigmen, di sklera atau di membran mukosa. Pasien harus diperiksa dalam kondisi terang
seperti cahaya siang, karena warna kuning akan menutupi warna kuning pada pasien. Kuning disebabkan oleh pewarnaan kulit oleh pigmen empedu
dan bilirubin glukoronida (bilirubin direk atau terkonjugasi) daripada bilirubin tidak terkonjugasi. Kuning pada kulit mungkin tidak terlihat jika kadar bilirubin di bawah 2-3 mg/dl. pewarnaan kuning kulit bisa juga terjadi karena karotenemia, terutama pada anak kecil.
Ptekie dan ekimosis Ptekie kecil (1-2 mm), bulat, merah atau lesi coklat yang terjadi karena perdarahan di dalam kulit dan tampak pada daerah dengan tekanan vena yang tinggi, seperti ekstremitas bawah. Lesi-lesi initidak menghilang dengan tekanan dan dapat didemonstransikan dengan segera ketika menekan kulit dengan gelas objek atau lensa kaca pembesar. ptekie kadang-kadang agak menimbul, dapat diraba. Hal ini diduga karena vaskulitis. Ekimosis memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi, bisa merah, ungu, biru atau hijau kekuningan tergantung intensitas perdarahan kulit dan umurnya bisa rata, bisa menimbul. Beberapa ada yang nyeri dan lunak. Lesi teleangiekstasi herediter tampak kecil, datari tidak berpulsasi dan memucat dengan tekanan.
Eskoriasi Gatal merupakan kelainan yang tampak pada kelainan hematologik seperti
limfoma Hodgkin, meski tidak ada lesi kulit. Eskoriasi kulit karena digaruk hanya manifestasi fisik pada gejala yang berat.
243
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Ulkus tungkai Luka terbuka atau parut ulkus yang menyembuh di daerah maleoli internal
atau eksternal dapat dijumpai pada pasien anemia sel sabit
KUKU Deteksi pucat atau kemerahan dengan memerii50 mL/ kgBB). Poliuria dapat disebabkan oleh diabetes melitus, diabetes insipidus (Dl), polidipsia prime; hiperkalsemia, dan penyakit tubulointerstisial ginjal
atau penyakit kista ginjal. Untuk menyingkirkan poliuria akibat DM atau Dl psikogenik maka perlu diketahui ada tidaknya riwayat DM dan riwayat aspan minuman yang berlebih pada anamnesis.3,l6
Ginekomastia Ginekomastia sering d'rjumpai pada masa neonatus dan ditemukanpada7Oo/o
laki-laki usia pubertas. Ginekomastia disebabkan oleh ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron pada kelenjar payudara. Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan (hormon, antibiotik, obat
dispepsia, obat jantung), penyakit sistemik (sirosis hati, uremia), kelainan
endokrin (hipogonadism primer), dan keganasan (tumor testis, neoplasma yang menyekresi
hCG).17
Selain riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu yang
berhubungan dengan penyakit endokrin perlu ditanyakan. Riwayat operasi tiroid atau pengobatan yodium radioaktif dapat menyebabkan hipotiroidisme. Riwayat melahirkan bayi besar merupakan faktor risiko DM. Riwayat hipertensi lama dapat berhubungan dengan gangguan endokrin seperti feokromositoma, sindrom Cushing, atau sindrom Conn. Hipoparatiroidisme dapat terjadi setelah operasi kelenjar tiroid.3 Riwayat pengobatan sebelumnya juga penting ditanyakan, seperti penggunaan obat antitiroid atau hormon tiroid, durasi pengobatan dan dosis yang diminum. Pada pasien diabetes melitus perlu ditanyakan mengenai diet, aktivitas fisik, penggunaan obat antidiabetik oral atau insulin, kepatuhan pengobatan, dosis dan cara penggunaan insulin. Pasien hipopituitari atau insufisiensi adrenal yang mendapat terapi steroid sebaiknya diketahui dosis terakhirnya.3
255
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Riwayat sosial perlu digali mengingat gangguan endokrin biasanya
bersifat kronik sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah sosial. Bagaimana pasien dapat menerima penyakitnya dan dukungan lingkungan
keluarga dan pekerjaan merupakan faktor penentu keberhasilan terapi.3 Riwayat penyakit di keluarga yang diturunkan secara genetik penting ditanyakan pada saat anamnesis, seperti penyakit tiroid dan diabetes melitus. Selain itu, riwayat keluarga dengan sindrom'neoplasia endokrin multipel (MEN) juga perlu ditanyakan seperti tumor hipofisis, karsinoma medular
tiroid, hiperparatiroidisme, feokromositoma, dan tumor pankreas.3
ANAMNES!S KHUSUS PADA KELAINAN KELENJAR ENDOKRIN Kelenjar Hipofisis Manifestasi klinis kelainan kelenjar hipofisis dipengaruhi oleh hormon yang terkena dan luasnya kelainan. Defisiensi hormon pertumbuhan (growth
hormone, GH) dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak dan gangguan komposisi tubuh pada orang dewasa. Defisiensi hormon gonadotropin pada perempuan dapat menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas, sedangkan pada laki- laki menyebabkan gangguan seksual, infertilitas, dan pertumbuhan seks sekunder. Defisiensi hormon TSH dan ACTH biasanya terjadi pada gangguan kelenjar hipofisis yang lebih lanjut'
Defisiensi TSH menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak-anak dan klinis hipotiroidisme pada anak dan dewasa.3'18'22 lnsufisiensi adrenal
sekunder akibat defisiensi ACTH menyebabkan hipokortisol dengan fungsi mineralokortikoid yang relatif dipertahankan.e Defisiensi prolaktin menyebabkan kegagalan menyusui. Kelainan yang mengenai hipofisis posterior akan menurunkan sekresi vasopresin sehingga timbul poliuria dan polidipsia.ls
Kelenjar Tiroid Pasien dengan penyakit tiroid biasanya datang dengan keluhan pembesaran atau timbulnya benjolan di leher; dapat disertai dengan atau tanpa gejala toksik (Tabel 9.7). Tidak jarang pasien datang dengan komplikasi akibat
tirotoksikosis, seperti gangguan penglihatan (oftalmopati) dan kelainan jantung. Pasien dengan keganasan tiroid dapat mengeluhkan gejala-gejala akibat penekanan kelenjar tiroid ke struktur di sekitarnya seperti gangguan menelan, suara serak, dan sesak napas.3'6
2s6
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
Pertanyaan
umum
Bagaimana riwayat penyakit dahulu, adakah gangguan yang berhubungan dengan penyakit endokrin? Adakah riwayat operasi tiroid/pengobatan yodium radioaktif ? Adakah riwayat melahirkan bayi besar? Adakah riwayat obat-obatan (obat hipoglikemik oral, obat antitiroid, hormon, steroid)? Bagaimana riwayat penyakit keluarga?
Perubahan
Adakah peningkatan nafsu makan yang disertai peningkatan berat
nafsu makan dan berat badan
Adakah peningkatan nafsu makan yang'disertai penurunan berat
badan? badan?
Adakah penurunan nafsu makan yang disertai penurunan berat badan?
Adakah penurunan nafsu makan yang disertai peningkatan berat badan? Perubahan
pola defekasi Perubahan
pola berkeringat
Adakah peningkatan frekuensi buang air besar? Adakah penurunan frekuensi buang air besar? Adakah perubahan konsistensi feces? Adakah peningkatan produksi keringat? Adakah penurunan produksi keringat? Adakah gangguan cemas? Bagaimana siklus menstruasi?
Letargi
Adakah peningkatan pertumbuhan rambut? Adakah kerontokan rambut berlebih? Apakah kelainan tersebut bersifat lokal (setempat) atau menyeluruh? Adakah keluhan lemah
Perubahan
Apakah kulit terlihat lebih kasar/pucat/ kering/bersisik/ kemerahan
Perubahan
distribusi
rambut
pada kulit dan kuku
Perubahan/ Abnormalitas postur tubuh
(fLushing)?
Adakah pertumbuhan kulit di aksila? Adakah papul/plak kekuningan pada kulit? Adakah hiper/ hipopigmentasi? Apakah kelalnan tersebut di atas bersifat lokal (setempat) atau menyeluruh? Adakah kelainan pada kuku? dakah perubahan bentuk wajah (terlihat mem-besar)? Apakah kaki/ tangan terlihat membesar? Bagaimana riwayat pertumbuhan (kurva per-tumbuhan)? Bagaimana asupan makanan selama ini? ABagaimana tinggi badan orang tua/ anggota keluarga lain? Adakah riwayat penyakit kronis?
Adakah riwayat penggunaan obat-obat tertentu dalam jangka waktu lama? Disfungsi ereksi
Adakah Adakah Apakah Apakah
ketidakmampuan memulai ereksi? ketidakmampuan mempertahankan ereksi? kelainan tersebut disertai dengan gangguan libido? kelainan tersebut disertai dengan gangguan ejakulasi? Apakah kelainan tersebut terjadi secara tiba-tiba atau perlahanlahan (bertahap)? Adakah keluhan nyeri hilang-timbul pada daerah bokong atau ekstremitas bawah?
257
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Adakah riwayat penyakit kronik,obat-obatan, kelainan saraf, penyakit vaskular?
Galaktorea Gangguan menstruasi
Poliuria
Adakah pengeluaran air susu dari payudara? Adakah riwayat melahirkan sebelumnya? Apakah pernah mengalami menstruasi sebelumnya? Bagaimana riwayat pubertas sebelumnya? Bagaimana riwayat menstruasi dan pubertas pada keluarga? Adakah riwayat penyakit sebelumnya (gangguan tiroid, obesitas) Adakah pemakaian obat-obatan, kontrasepsi hormonal? Adakah riwayat hubungan seksual, tanda-tanda kehamilan? Adakah jumlah urin melebihi 3 liter/ hari (>50ml/kgBB)? Bagaimana asupan minum setiap hari? Apakah peningkatan jumlah urin disertai pula dengan peningkatan
nafsu makan, penurunan berat badan, dan rasa haus yang berlebihan? Adakah penggunaan obat-obat seperti diuretik? Ginekomastia Adakah riwayat penggunaan obat-obatan (hormonal, antibiotik, obat dispepsia, obat jantung)? Adakah penyakit sistemik yang diderita (sirosis hati, uremia), kelainan endokrin? Adakah keganasan yang diderita?
Hipofisis
Hipogonad, hipotiroid, gagal tumbuh, hiposomatotropin dan hipoadrenal
Hipotalamus
Hilangnya persepsi merah, hemianopia bitemporal, gangguan lapang pandang, skotoma, buta Gangguan pengaturan suhu, gangguan nafsu makan dan haus, obesitas, diabetes insipidus, gangguan tidur gangguan perilaku, gangguan sistem otonom
Sinus
Oftalmoplegia dengan atau tanpa ptosis/diplopia, baal di wajah
Kiasma
optikum
kavernosus Lobus frontalis
Gangguan kepribadian, gangguan penciuman
Otak
Sakit kepala, hidrosefalus, psikosis, demensia, kejang
258
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
Anamnesis Adakah gangguan pertumbuhan?
Adakah gangguan penglihatan (blurred rzision), penglihatan ganda (diplopia), penyempitan lapang pandang, buta warna? Adakah gangguan penciuman? Apakah terdapat perubahan bentuk wajah? Apakah tangan dan kaki terasa membesar? (perubahan ukuran sepatu, cincin di jari menjadi sempit, copol tunnel syndrome) Adakah gangguan nafsu makan, perasaan haus berlebih? Adakah gangguan tidur; gangguan kepribadian, psikosis? Adakah gangguan sistem autonom (keringat berlebih, baal)? Adakah gangguan menstruasi? Adakah keluhan sakit kepala, riwayat kejang? Adakah riwayat penggunaan obat-obat tertentu (steroid, hormonal), riwayat radiasi daerah hipofisis?
Growth Hormone
Adrenocortico-tropine Hormone
Gangguan kualitas hidup Perubahan komposisi tubuh Kapasitas olahraga J Risiko kardiovaskular 1
Akromegali dan gigantisme:
frontal bossing, ukuran kaki dan tangan membesar, pembesaran mandibula dengan prognatisme
Mudah lelah, lemas, tidak Sindrom Cushing: nafsu makan, mual, muntah, Obesitas, kulit tipis, moon face, hipoglikemia hipertensi, strioe keunguan, Tidak disertai hipo-pigmentasi
dan tanda defi siensi minera lo-kortikoid
hirsutisme, impotensi, gangguan
menstruasi, gangguan toleransi glukosa, ke-lemahan
otot proksimal, jerawatan,
perubahan mental, osteoporosis,
edema ekstremitas bawah, hiperpigmentasi, alkalosis, hipokalemia Prolaktin
Perempuan: Amenorea, galaktorea, infertilitas, libidoJ, hirsutisme, berat badant, densitas tulangJ Laki-laki: Gangguan libido, gangguan visus,
osteopenia, massa ototJ, pertumbuhan kumis/jenggot J Gonadotropin
Perempuan:
Oligomenorea/amenorea,
Pubertas dini (precoc
io
us p u be rty)
infertilitas, sekresi vaginaJ, libidoJ, atrofi payudara, osteoporosis
Laki-laki: libidoJ, infertilitas, massa ototJ, lemas, pertumbuhan rambutJ, kerutan di wqah, osteoporosis
2s9
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Anamnesis
. . . . . . . . . . . . . .
Adakah keluhan mudah lelah, sulit berkonsentrasi? Adakah peningkatan/penurunan nafsu makan? Adakah peningkatan,/penurunan berat badan? Adakah intoleransi/tidak tahan terhadap udara panas/dingin? Adakah perubahan pola defekasi (peningkatan frekuensi atau konstipasi)? Adakah penurunan/peningkatan produksi kefingat? Adakah keluhan berdebar-debai gemetar? Adakah keluhan mudah marah/ tersinggung? Adakah gangguan menstruasi? Adakah benjolan di daerah leher? Jika ya: Bagaimana deskripsinya (bertambah besar; terasa nyeri) Apakah disertai keluhan sesak, gangguan menelan, suara serak? Adakah gangguan penglihatan?
. . .
Bagaimana asupan yodium? Adakah keluarga dengan keluhan serupa? Adakah riwayat penyakit autoimun lain?
Adakah riwayat radiasi daerah leher, riwayat penggunaan obat jantung (amiodaron), penggunaan kontras beryodium atau litium karbonat?
Hiperaktivitag iritabilitas, disforia Tidak tahan panas, banyak ber-keringat Berdebar-debar Mudah lelah dan lemas Berat badan], nafsu makant Diare
Poliuria Oligomenorea, libidoJ
Mudah lelah Sulit konsentrasi Tidak tahan dingin Kenaikan berat badan (5-10 kg) Konstipasi Gangguan menstruasi (menoragia) Kram otot, kesemutan, otot lemah
Takikardia, fibrilasi atrium (orang tua)
Tremor Goiter Kulit hangat dan basah Kelemahan otot, terutama proksimal Lid retroction, lid lag Ginekomastia
Letargi Kulit kering dan kasar Muka dan tangan bengkak Suara serak Refleks fisiologis menurun
Kulit kekuningan Anemia Gangguan kontraksi ventrikel Bradikardia Sianosis perifer
260
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
Anamnesis
. . . . . . . . . .
Adakah perasaan lemas, mudah lelah? Adakah penurunan nafsu makan? Adakah penurunan/ peningkatan berat badan? Adakah keluhan mual, muntah. postural dizziness? Adakah emosi labil, perasaan gembira yang berlebihan, halusinasi? Adakah gangguan menstruasi, impotensi, peSurunan libido? Adakah riwayat penggunaan steroid, jamu-jamuan dalam jangka panjang? Adakah riwayat penghentian steroid secara tiba-tiba? Adakah riwayat tuberkulosis atau adakah gejala k€'arah tuberkulosis saat ini (batuk lama, penurunan berat badan, keringat malam)? Adakah riwayat malignansi, penyakit autoimun, penyakit hipofisis?
Pada anamnesis, selain gejala toksik, harus ditanyakan riwayat radiasi
masa kecil, riwayat asupan yodium, riwayat konsumsi obat amiodaron, penggunaan kontras beryodium, atau litium karbonat. lndividu yang tinggal
di daerah dengan asupan yodium rendah berhubungan dengan struma akibat defisiensi yodium (goiter endemik). Riwayat keluarga dengan struma,
hipertiroidisme, hipotiroidisme, keganasan tiroid, penyakit imunologi lain seperti diabetes melitus, penyakit reumatoid, anemia pernisiosa, alopesia,
vitiligo dan miastenia gravis dapat berhubungan dengan kejadian penyakit tiroid autoimun. MultipLe endocrine neoplosio tipe 2A (sindrom Sipple) dan 2B dengan karsinoma medular
tiroid merupakan penyakit yang diturunkan
secara otosomal dominan.16
Kelenjar Adrenal Kelenjar adrenal dibagi menjadi dua bagian utama yaitu korteks dan medula. Pada korteks terdapat 3 lapisan yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata, dan
zona retikularis. Penyakit yang disebabkan gangguan pada korteks adrenal
di antaranya adalah sindrom Cushing dan insufisiensi adrenal, sedangkan yang disebabkan gangguan pada medula adrenal adalah feokromositoma.3,le
Gejala dan tanda sindrom Cushing dapat dilihat pada tabel 9.10. Pada anamnesis, selain keluhan yang khas ke arah sindrom Cushing, perlu diketahui kemungkinan penyebabnya. Riwayat penggunaan obat steroid atau jamu-jamuan dalam jangka panjang perlu ditanyakan.Sebaliknya, pada insufisiensi adrenal, riwayat penghentian obat steroid tiba-tiba, riwayat sakit
kronik (tuberkulosis) atau keluhan saat ini yang mengarah ke diagnosis TB
dapat membantu mengarahkan etiologinya. Gejala dan tanda insufisiensi adrenal dapat dilihat pada tabel 9.1
1.3.1e
261
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Obesitas Hipertensi Pletora
Hirsutisme Jerawat Strioe
Bruising Osteopenia Kelemahan otot Gangguan neuropsikiatri (emosi labil, eforia, depresi, psikosis) Gangguan menstruasi lmpotensi, libido menurun Gangguan toleransi glukosa Diabetes Dislipidemia Poliuria
Batu ginjal
Lemas, mudah lelah, tidak nafsu makan, berat badan menurun
Hiperpigmentasi Hipotensi Gangguan saluran cerna Salt croving Gejala postural
Kelenjar Gonad Hipogonadisme disebabkan oleh gangguan pada aksis hipotalamus hipofisisgonad maupun oleh kelenjar gonad itu sendiri. Secara klinis hipogonadisme
dapat mengakibatkan gejala pubertas lambat. Pubertas merupakan salah satu stadium dalam perkembangan manusia yang ditandai dengan selesainya
perkembangan seks dan pertumbuhan sehingga seseorang mampu untuk bereproduksi. Pubertas ditandai dengan peningkatan pertu mbuhan secara cepat, matangnya kelenjar gonad, timbulnya tanda-tanda seks sekundel
serta dimulainya menstruasi dan spermatogenesis. Mengingat pubertas dipengaruhi oleh hormon gonadotropin dan hormon ekstragonad, maka gejala yang ditimbulkan sesuai dengan tempat kelainan yang ter.1adi. Tanda awal pubertas pada laki-laki ditandai dengan ukuran testis lebih
dari2,5 cm (di luar epididimis), sedangkan pada perempuan ditandai dengan
tumbuhnya payudara. Pubertas dikatakan lambat bila pada laki-laki usia 13 tahun dan perempuan usia 14 tahun tidak ditemukan tanda perkembangan seks sekunder atau adanya gangguan pada perjalanan proses pubertas, misalnya, pada perempuan tidak didapatkan haid setelah lima tahun tumbuh breast bud.3'23
262
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
Hipogonadisme yang disebabkan oleh gangguan pada hipotalamus dan hipofisis disebut hipogonadotropik hipogonadisme. Kelainan tersebut dapat disebabkan tumor, malnutrisi, penyakit kronik, aktivitas fisik berlebihan, anoreksia nervosa, dan hipotiroidisme. Apabila tidak ada gangguan pada hipotalamus dan hipofisis maka disebut sebagai hipergonadotropik
hipogonadisme, kelainan hipogonadisme.terjadi pada tingkat gonad (primer). Tipe ini paling sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau disgenesis testis (anorkia dan kriptorkismus). Kelainan kromosom dapat berupa sindrom klinefelter (fenotip laki-laki) dan sindrom turner (fenotip perempuan).23
Kebalikan dari pubertas lambat, dikenaljuga pubertas dini, yaitu bila ditemukan tanda-tanda perkembangan seks sekunder pada raki-raki sebelum usia 9 tahun atau perempuan sebelum usia 8 tahun. penyebab pubertas dini dapat terjadi pada tingkat sentral lqonodotropin dependent) ataupun bukan
sentral
(g o
no d otropin in depe nd e nt). perkem
bangan seks seku nder normal
dapat dilihat pada tabe! 9.123,23
1. 2. 3. !5.
Preadolescence Pembesaran testis dan skrotum Pemanjangan penis Berkembangnya glans penis dan daerah skrotum semakin gelap Dewasa: ditambah rambut pubis meluas hingga paha bagiin dalam
Perempuan Payudara Preadolescence Breost bud (menonjolnya payudara dan papilla) Pembesaran payudara dan areola (sejajar)
'1. 2, 3. 4 Areola dan papilla berkembang lebih tinggi 5. Dewasa: papilla semakin menonjol
dari payudara
Rambut pubis Tidak ada rambut pubis
1. 2. 1 4. 5.
Tumbuh jarang terutama sekitar labia
Rambut semakin gelap dan keriting, menutupi daerah per-sambungan pubis Tipe dewasa namun tanpa penyebaran rambut ke paha bagian dalam' Dewasa: Rambut tersebar sampai paha bagian dalam
Kelenjar Paratiroid Kelainan tersering pada kelenjar paratiroid adalah hipoparatiroidisme pasca
tiroidektomi total, di samping idiopatik. Keluhan yang timbul adalah
263
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis manifestasi hipokalsemia seperti rasa baal di daerah mulut dan jari-jari, kram
otot hingga kejang.
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai riwayat
operasi tiroid dan gejala-gejala
hi
pokalsemia.2a
Penyakit lain yang dapat dijumpai adalah hiperparatiroidisme' Pasien dengan riwayat batu ginjal berulang dapat dicurigai berkaitan dengan hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme. Ge]ala lain yang dapat dijumpai adalah fraktur; nyeri perut, konstipasi, gangguan psikiatri, perasaan bingung dan gejala neurologi (kebingungan, kelelahan berat, $angguan kesadaran).124
PEMERIKSAAN FISIS SISTEM ENDOKRIN
Pemeriksaan Umum Penampilan pasien secara umum dapat memberikan kesan adanya penyakit tertentu seperti pada pasien dengan sindrom Cushing, penyakit Addison,
hipertiroidisme, hipotiroidisme, akromegali, sindrom ovarium polikistik, hipogonadisme, dan sindrom Turner. Pemeriksaan umum meliputi tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh, tekanan darah pada posisi berbaring dan posisi duduk, frekuensi nadi, dan tanda vital lainnya.la Setelah melakukan pemeriksaan umum, dilakukan pemeriksaan fisis yang lebih spesifik berdasarkan gejala dan tanda yang ditemukan. Misalnya pada pasien yang mengalami penurunan berat badan walaupun memiliki nafsu makan yang baik dapat dipikirkan adanya malabsorpsi atau kondisi hipermetabolisme sebagai diagnosis banding. Pemeriksaan fisis yang harus
tanda-tanda malabs orpsi (mu scu lo r wasting, defisiensi vitamin, purpura) dan tanda-tanda penyakit tiroid (struma, oftalmopati, di perhati kan adalah
dermopati, tremor halus).14
tiroid yang datang dengan tirotoksikosis aktivitas simpatis seperti rasa gelisah, over mempedihatkan tanda-tanda Pasien dengan penyakit
tremor halus, eritema palmaris, kulit hangat dan berkeringat, takikardia, serta atrial fibrilasi. Tanda-tanda lain yang juga ditemukan adalah eksoftalmus, onikolisis (kuku Plummer), dan akropaki tiroid (clubbing).
Bila keluhan pasien mengarah pada hirsutisme atau tanda tanda kelebihan andiogen lainnya, perlu dilakukan konfirmasi pemeriksaan distribusi rambut pada tubuh, jerawat dan oconthosis nigricans. Pembesaran kelenjar hipofisis dapat memberikan gejala akibat penekanan organ-organ sekitarnya (neighbourhood signs). Penekanan kiasma optik menyebabkan hemianopsia bitemporal yang diawali dari kuadran atas lapang penglihatan.3
264
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
Pemeriksaan Khusus Kelenjar Endokrin Dua kelenjar endokrin yang dapat dipalpasi adalah tiroid dan testis. Tumor testis fungsional biasa sulit dipalpasi karena ukurannya yang kecil
dan kebanyakan dokter tidak terlalu menguasai teknik parpasi ovarium. Dengan demikian ultrasonografi dan pemeriksaan pencitraan lainnya sering digunakan untuk evaluasi kelainan gonad.
Pemeriksaan umum - Tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh - Tanda vital: tekanan darah pada posisi berbaring dan posisi duduk, frekuensi dan irama nadi, frekuensi nafas, suhu tu6uh Pemeriksaan khusus - Perhatikan distribusi rambut pada tubuh: adakah hirsutism, alopesia - Adakah kelainan pada kulit: jerawat, acanthosis nigricans, hiper/ hipopigmentasi, striae - Adakah eksoftalmus, gangguan lapang pandang, atrofi optik - Perhatikan daerah wajah: moon face, frontal bosiing, rahang menonjol, hidung yang membesar dan lebar - Adakah pembesaran lidah, gigi-gigi terpisah, maloklusi - Adakah struma pada leher, buffalo hump pada punggung - Perhatikan payudara: adakah ginekomastia, payudaritidaIberkembang
-
pada wanita Perhatikan daerah akral: adakah pembesaran tangan dan kaki, akropaki tiroid (clubbing), onikolisis, tremoI edema Perhatikan daerah genitalia: rambut pubis, atrofi testis, kelainan pada klitoris
[,;>
\_*" Gambar 9.1. Orkidometer
265
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Kelenjar Gonad Perabaan testis pada pria rutin dilakukan pada kasus gangguan pubertas
(terutama pubertas lambat) dan kecurigaan hipogonadisme.
Pada
kriptorkismus, testis tidak turun sempurna ke kantong skrotum sehingga salah satu atau keduanya tetap berada di rongga abdomen. Orkidometer merupakan alat yang digunakan untuk menilai ukuran testis.
Kelenjar Tiroid Pemeriksaan status lokalis kelenjar tiroid6 Pembesaran kelenjar tiroid disebut struma (goiter). Pembesaran generalisata
disebut sebagai struma difusa, sedangkan bila pembesaran bersifat iregular atau benjolan disebut struma nodosa. Kelenjartiroid berada di sebelah anterior trakea, antara lekuk sternal dan kartilago tiroid. Pemeriksaan tiroid meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi. Langkah-langkah pemeriksaan tiroid:16
a.
lnspeksi Pemeriksa berdiri di depan pasien dengan cahaya yang cukup dari arah
belakang pemeriksa. lnspeksi dilakukan dari arah depan dan samping pasien untuk melihat ada tidaknya massa, perubahan warna kulit dan vena yang melebar atau jaringan parut bekas tiroidektomi di daerah
tiroid. Daerah lidah diperiksa untuk melihat kemungkinan tiroid lingual dan kista duktus tiroglosus (dapat di leher).
Struma yang besar terutama yang terletak retrosternal dapat menyebabkan obstruksi pada lubang masuk rongga dada yang ditandai
adanya dilatasi vena-vena dinding dada bagian atas, distensi vena jugularis, dan eritema fasialis. Tes Pemberton untuk menilai obstruksi
rongga masuk toraks oleh struma retrosternal dilakukan dengan meminta pasien untuk mengangkat kedua lengan setinggi mungkin selama beberapa saat. Tanda adanya obstruksi rongga masuk toraks adalah kongesti pada wajah (plethoro), sianosis, sesak napas, dan stridor
inspirasi (pasien diminta menarik napas dalam melalui mulut). Pasien diminta melakukan gerakan menelan atau diberikan air
minum untuk ditelan. Pembengkakan di leher yang disebabkan oleh goiter atau kista tiroglosus, akan bergerak ke atas saat proses menelan sekitar 2 cm bersamaan dengan trakea, kemudian berhenti sejenak selama setengah detik sebelum turun kembali.
266
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
Adakah terlihat struma Adakah perubahan warna kulit Adakah pelebaran vena leher dan dinding dada atas
lnspeksi
Adakah jaringan parut bekas tiroidektomi
Adakah tiroid lingual, kista duktus tiroglosis Tes Pemberton Struma: ukuran, soliter/multiple, simetris/asimetris, tekstuI
Palpasi
konsistensi, nodul/ difus,rnobilitas, nyeri tekan, getaran (thrill) Adakah pembesaran kelenjar getah bening Adakah deviasi trakea Perkusi
Kecurigaan adanya goiter retrosternal
Auskultasi
Adakah bruit
Palpasi
Normalnya kelenjar tiroid sulit atau hanya sedikit teraba, memiliki permukaan yang halus dengan konsistensi lunak sampai kenyal. Perabaan tiroid dapat dilakukan dari arah belakang pemeriksa
menggunakan ujung
jari kedua tangan, dan menggunakan
kedua
ibu jari bila dilakukan dari arah depan pasien. Untuk nodul yang kecil
pemeriksaan dari arah depan dan belakang dapat lebih membantu. Kondisi leher sedikit fleksi agar otot leher tidak terlalu meregang Pada pemeriksaan dari depan, kedua ibu
jari pemeriksa diletakkan di
tengah trakea (di daerah krikoid) untuk melokalisasi istmus tiroid dan lobus piramidal yang meluas ke atas dari ismus. Palpasi lobus kiri tiroid dilakukan dengan ibujari kanan pemeriksa dan sebaliknya satu per satu. Saat palpasi
dilakukan penilaian ukuran, tekstur; konsistensi, nodul/ difus, nyeri tidak pada penekanan dan mobilisasi dari dasarnya atau jaringan sekitar.
I Pemeriksaan dari depan
Pemeriksaan dari belakang
Gambar 9.2- Pemeriksaan fisis (palpasi) kelenjar tiroid6
267
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Pada
tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid membesar secara simetris,
keras dengan permukaan berbenjol-benjol (cobblestone) atau nodular halus. Pada penyakit Graves, biasanya tiroid mem-besar simetris, namun
tidak selalu, dengan konsistensi kenyal dan permukaan yang
rata.
Struma multinodosa berarti terdapat lebih dari satu nodul yang dapat dipalpasi. Nyeri tekan pada tiroid dapat menunjukkan adanya tiroiditis subakut atau supurativa, atau perdarahan kista (lebih jarang). Palpasijuga kelenjar getah bening terutama pada kasus kecurigaan ke arah karsinoma. Struma
dengan adanya deviasi trakea, limfadenopati
servikal dapat berhubungan dengan keganasan tiroid. Perkusi Pemeriksaan perkusi jarang diperlukan pada pemeriksaan tiroid. Pada kasus kecurigaan adanya goiter retrosternal, di atas manubrium sterni ditemukan perubahan suara sonor ke redup atau pekak dari satu sisi ke sisi yang lainnya. d.
Auskultasi Pada penyakit Graves dapat didengar adanya bunyi desis (bruit) pada
auskultasi dan dapat pula teraba getaran (thriLl) pada palpasi kelenjar
tiroid.
OFTALMOPAT! Klasifikasi yang tercantum pada tabel 9.15 bermanfaat untuk menggambarkan
beratnya keterlibatan mata, namun tidak dapat digunakan untuk memonitor
perjalanan penyakit mengingat satu stadium tidak selalu memburuk ke stadium berikutnya.
0 1
No sign or symptoms Only sign, no symptoms (tanda terbatas pada upper
lid lag)
258
2
Soft tissue involvement (gejala dan tanda)
3
P roptosis (diuku r
4
Ertraocu
la
r
dengan
H
e
m uscle involve m
rtel exophtho e
nt
5
Corneal involvement
6
Sight loss (keterlibatan sarap optikus)
Lmo m ete
r)
Lid
retroction, store,
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
Kelenjar Hipofisis Gangguan pada kelenjar hipofisis yang tersering adalah tumor.Pengaruh
tumor hipoflsis dapat berupa gejala mekanik akibat dorongan massa tumor (sakit kepala, gangguan lapang pandang) atau gejala akibat gangguan sekresi hormon hipofisis (akromegali, gigantisme, sindrom Cushing, galaktorea, amenorea seku nder, gang guan. i nfertilitas, hipertiroidisme).
Akromegali teUadi apabila kelebihan growth hormone terjadi setelah penutupan lempeng epifisis, sedangkan gigantisme.terjadi apabila kelebihan
growth hormone terjadi sebelum penutupan lempeng epifisis. Pada inspeksi umum dapat ditemukan perawakan pendek, kulit yang
pucat (gangguan aktivitas melanosit), pertumbuhan rambut menipis dan kulit berkerut halus (akibat defisiensi gonadotropin). Tanda seks sekunder
dapat tidak dijumpai sama sekali bila terjadi kegagalan gonadotropin sebelum pubertas. Pada akromegali dan gigantisme, terdapat penampakan
tubuh yang khas. Pada muka dapat dijumpai kerutan halus sekitar mata yang menunjukkan
defisiensi gonadotropin. Luka parut bekas luka di daerah frontal dapat menunjukkan riwayat operasi kepala. Pada akromegali dijumpai frontal bossing yang ditandai kerutan yang lebar di daerah supraorbita.
Gambar 9.3. Oftalmopati (A), dermopati (B) dan akropaki (C) pada penyakit Graves'
269
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Pada mata dapat dijumpai gangguan lapang pandang terutama hemianopia bilateral (penekanan massa tumor pada chiasmo opticum), atrofi optik pada funduskopi (penekanan massa tumor pada N. Optikus). Tanda gangguan saraf dapat dljumpai akibat penekanan massa tumor di luar hipofisis pada saraf kranial seperti N lll, N lV N Vl dan cabang pertama N V. pada mulut
dapat d'rjumpai lidah yang melebar; gigi-gigi yang terpisah dan maloklusi.la,2o Pada tangan dicari kelainan bentuk (membesar/melebar), perabaan suhu dan keringatnya. Pada akromegali dapat dijumpai gejala penekanan N. Medianus akibat tumbuhnya jaringan lunak berlebih di daerah carpol tunneL, gejala miopati proksimal, danfunny bone (penebalan N. Ulnaris yang teraba di epikondilus medial). Daerah aksila dapat dijumpai kelainan kulit berupa molLuscum fibrosum (penonjolan kulit yang berwarna lebih gelap
dari sekitarnya), dan akantosis nigrikans.la
Gambar 9.4. Gigantisme: Peningkatan Tingi Badan dan prognatism (A); pembesaran Tangan (B) dan Pembesaran Kaki (C)]a
Komplikasi akromegali ke jantung seperti aritmia, gagal jantung, dan kardiomegali dapat ditemukan. Pada perut diperiksa ada tidaknya pembesaran hati, limpa, dan ginjal. Selain itu, diperiksa juga ada tidaknya
atrofi
testis.20
Di ekstremitas bawah dicari gejala osteoartritis terutama di pinggul dan lutut, tanda pseudogout dan foot drop akibat penekanan N. peroneal. 270
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
I
nspeksi
. . . .
Perawakan tubuh pendek Adakah kulit pucat (akibat gangguan aktivitas melanosit)? Adakah gangguan pertumbuhan rambut (daerah dagu, aksila, dada, pubis)? Perhatikan daerah kepala: Adakah rambut menipis, kerutan halus sekitar mata? Adakah luka parut/ bekas luka di daerah frontal (riwayat operasi kepala)? Adakah frontal bossing? Apakah lidah melebar, qigi-gigi terpisah, maloklusi?
. .
pertama NV)?
Apakah payudara tidak berkembang (pada wanita) atau ginekomastia (pada laki-laki)? Daerah aksila:
.
Adakah kelainan kulit berupa molluscum fibrosum (penonjolan kulit yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya), akantosis nigrikans?
Ekstremitas:
Palpasi
Adakah tanda-tanda gangguan saraf kranial akibat penekanan massa tumor (N lll, NIV N Vl, cabang
Adakah pembesaran akral? Adakah pseudogout, foot drop?
Bagaimana perabaan suhu tubuh? Bagaimana produksi keringat daerah akral? Adakah pertumbuhanjaringan lunak berlebih di daerah corpoltunnel?
Adakah funny bone (penebalan N ulnaris yang teraba di epikondilus medial)? Adakah pembesaran hati, limpa, ginjal? Adakah atrofi testis?
Lakukan perabaan payudara pada pria untuk memastikan
ada tidaknya ginekomastia (membedakan dengan pseudoginekomastia)? Perkusi
Adakah pembesaran jantung?
Auskultasi
Adakah aritmia?
Pemeriksaan
Kampimetri, funduskopi
lainnya
Gejala defisiensi gonadotropin akibat penekanan hormongonadotropin oleh adenoma hipofisis pada pria dapat berupa gangguan pertumbuhan rambut (daerah janggut, aksila dan dada) sedangkan pada wanita berupa payudara yang tidak berkembang. Pada keluhan ginekomastia, pemeriksaan fisis terutama bertujuan untuk
menentukan apakah pembesaran kelenjar payudara tersebut merupakan ginekomastia sesungguhnya atau pseudoginekomastia. Ginekomastia, pembesaran payudara pada pria, ditegakkan apabila pada perabaan 271
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
didapatkan pembesaran kelenjar payudara, tidak hanya jaringan lemak subareola (pseudoginekomastia). Deposisi lemak pada payudara di pria gemuk dapat disalahartikan dengan ginekomastia. pemeriksaan dilakukan dengan
posisi pasien berbaring, dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk dilakukan perabaan jaringan payudara di belakang puting dan ditentukan apakah merupakan jaringan lemak subkutan atau jaringan payudara.rT
Gambar 9.5. Pemeriksaan Fisis pada GinekomastialT
Kelenjar Adrenal Gangguan pada kelenjar adrenal yang tersering adalah sindrom Cushing dan insufisiensi adrenal.3 Pada sindrom cushing dapat dijumpai obesitas sentral,
hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa. Sebaliknya, pada insufisiensi adrenal, dapat dijumpai hipotensi postural dan hipoglikemia berulang.1s,12,14 lnsufisiensi adrenal bisa primer akibal odrenat faiture atau sekunder akibat penekanan hipotalamus hipofisis. Pada insufisiensi adrenal sekunder; gejala akibat defisiensi mineralokortikoid (hipotensi) jarang muncul. penyebab a
d re n
o
I fo ilu re terserin g adala h tu berku losis.
Pada sindrom Cushing d'rjumpai moon foce, buffoto hump di pungung, edema akibat retensi air dan garam, juga gangguan penyembuhan luka dan bruising.T'10,11
272
Selain itu, juga dijumpai hiperpigmentasi akibat peningkatan
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
aktivitas MSH terutama di daerah ekstensor. Pada penyakit Addison (insufisiensi adrenal primer) hiperpigmentasi bersifat generalisata pada mukosa dan kulit terutama daerah yang sering tertekan.38,s
11,1a,21
(Gambar 9.5)
Kelainan kulit lain pada sindrom Cushing di antaranya lipatan lipatan
kulit, pletorea (kemerahan pada muka), hirsutisme, ekimosis, sfrioe kemerahan atau ungu dan jerawat.llre
Gambar 9.5. Lesi Hiperpigmentasi Mukosa Mulut pada Penyakit Addison
Hirsutisme adalah pertumbuhan rambut yang berlebihan pada perempuan bila dibandingkan dengan populasi normal sesuai rasnya. Kelainan ini disebabkan peningkatan androgen (termasuk testosteron).
Metode yang biasa digunakan untuk menilai hirsutisme adalah modifikasi skala Ferriman Gallwey (Gambar 9.7). Pada skala tersebut, setiap tempat yang sensitif terhadap pengaruh androgen dibagi menjadi4 skor. Perempuan Kaukasia biasanya memiliki skor di bawah 8, sehingga skor di atas 8 sudah
mensyaratkan dilakukan pemeriksaan lanjutan. Pada perempuan Asia, manifestasi hirsutisme jarang ditemukan sehingga parameter lain untuk menilai kelebihan androgen dapat dr.;adikan petunjuk, seperti pertumbuhan jerawat atau rambut yang menipis. Berkurangnya pertumbuhan rambut pada pria dijumpai pada hipogonadisme. Menurunnya produksi androgen adrenal
akibat hipogonadisme, hipopituitarisme atau insufisiensi adrenal dapat menyebabkan hilangnya rambut ketiak dan pubis pada pria dan perempuan.3,l0 Setiap dicurigai hirsutisme, tanda virilisasijuga dicari untuk menentukan ada tidaknya androgen yang sangat berlebihan. Tanda virilisasi pada wanita berupa tanda seks sekunder pria seperti pembesaran klitoris, perawakan pria, suara yang memberat, dan kebotakan rambut di daerah frontal. Selain itu,
dapatjuga ditemukan atrofi payudara, peningkatan massa otot di tangan dan kaki. Di daerah aksila dapat ditemukan akantosis nigrikans (pada polycystic ovo rio
n synd rome,
PCO).10
273
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
.J
-J
-
t!r
lrlilti
rr?.a
:
Gambar 9.7. Sistem Skoring untuk Hirsutisme (Ferriman Gallwey)
(a)
(b)
(c)
Gambar 9.8. (a) Jerawat, hirsutisme, (b) strioe, (c) moon foce pada sindrom Cushing
lnspeksi
Adakah obesitas sentral? Adakah moon face, buffalo hump? Adakah bruising, hiperpigmentasi?
Adakah pletorea (kemerahan pada wajah), ekimosis, striae, jerawat? Adakah hirsutisme, penipisan rambut? Adakah tanda-tanda virilasasi pada wanita? (pem-besaran klitoris, perawakan pria, kebotakan rambut daerah frontal atrofi payudara) Adakah akantosis nigrikans di aksila? Pemeriksaan lainnya
274
Adakah hipertensi, hipotensi postural?
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin
Kelenjar Paratiroid Pada hipokalsemia dapat drlumpai tanda rrousseou dan chvostek's. pada tanda Trousseau, dilakukan pembendungan di lengan atas sampai di atas
tekanan darah sistolik dan dilihat respons yang khas dalam waktu 2 menit berupa kontraksi tangan. lbu jari mengalami aduksi dengan jari tangan lain mengalami ekstensi kecuali pada sendi metakarpofalang. Tanda Chvostek dapat dilihat dengan melakukan ketukan lembut di daerah nervus tujuh di bawah telinga sehingga menimbulkan gerakan otot wajah pada sisi yang sama, terutama otot bibir atas.2s
Tanda Trousseau
Lakukan pembendungan (dengan tensi-meter) di lengan atas hingga di atas tekanan darah sistolik Lihat respons dalam 2 menit berupa kontraksi tangan: ibu jari mengalamiaduksi dengan jari tangan lain mengalami ekstensi kecuali pada sendi metakarpofalang
Tanda Chovstek's
Lakukan ketukan lembut di daerah nervus tujuh di bawah telinga sehingga menimbulkan gerakan otot wajah pada sisi yang sama, terutama otot bibir atas
/ "-'I "'. L" *
tr
,
'-lri'
-lY \/, .-'..
k_>
r-$
/1
$ ,,/ Gambar 9.10. Tanda Chvostek
Gambar 9.9. Tanda Trousseau
275
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Fisis pada Diabetes Melitus Pemeriksaan fisis pada DM bertujuan mencari penyakit penyerta seperti hipertensi, obesitas, dislipidemia, dan komplikasi kroniknya. Kondisi komplikasi kronik yang dapat dicari adalah ada tidaknya kelainan jantung (kardiomiopati, penyakit jantung koroner), kelainan paru (tuberkulosis), riwayat strok dan gangguan pembuluh darah.perifer. Pemeriksaan umum diawali dengan pemeriksaan tanda vital dan status gizi (indeks massa tubuh, lingkar perut). Pada mata dicari tanda-tanda katarak dini. Pada pemeriksaan dada dicari kemungkinan kelainan jantung (kardiomegali) dan kelainan paru (tuberkulosis, infeksi). Pada pemeriksaan ekstremitas dapat ditemukan perabaan kulit yang kering, refleks fisiologis yang menurun akibat neuropati,
penurunan pulsasi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, dan arteri poplitea, gambaran kaki diabetes yang ditandai dengan atrofi otot, lengkung kaki bertambah, dan tanda-tanda luka yang sudah lama atau tidak sembuh dengan cepat, mata ikan (kalus), dan lesi-lesi penekanan akibat pemakaian alas kaki yang tidak sesuai. Pemeriksaan monofilamen dapat menemukan
gangguan neuropati. Gangguan pembuluh darah tepi dapat ditunjang dengan pemeriksaan dopler pembuluh darah kaki.7
Pemeriksaa
n
umum lnspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan lain
276
Bagaimana status antropometri? (indeks massa tubuh, lingkar perut) Adakah hipertensi? Adakah kulit yang terlihat kering, hiperpigmentasi, xanthoma? Adakah terdapat luka, ulkus, gangrene pada tubuh? Adakah atrofi otot? Adakah perubahan bentuk pada kaki (hammer toes, claw toes), mata ikan (kalus)? Lakukan perabaan pada arteri dorsalis pedis (letakkan bagian dalam permukaanjari-jari tangan pada daerah dorsum pedis) Lakukan perabaan pada arteri tibialis posterior (letakkan bagian dalam permukaan jari-jari tangan pada daerah posteroinferior dari maleolus medialis) Lakukan perabaan pada arteri poplitea (letakkan bagian dalam permukaan jari-jari tangan pada daerah poplitea
' Adakah pembesaran jantung? Adakah kelainan pada jantung, Paru? Tes Monofilament (untuk deteksi neuropati), pemeriksaan Doppler (untuk deteksi gangguan pembuluh darah kaki), funduskopi, pemeriksaan refleks,
Pemeriksaan Fisis Sistem Endokrin Pada DM sering disertai dengan dislipidemia. pada dislipidemia dapat
ditemukan kelainan pada kulit berupa xonthomo. Beberapa jenis xonthomo di antaranya adalah xonthelosma, tendon xonthomos, dan pLane xanthomos.
Xonthelosmo dijumpai pada kelopak mata, tendon xonthomo pada ochilLes, bagian ekstensor tendonjari-jari tangan, sedangkan plane xonthomo pada telapak tangan, muka, bagian atas tubuh, dan jaringan parut.z6
DAFTAR PUSTAKA
l
webb P lntroduction to Endocrinology. Dalam: Greenspan Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange
Baxter JQ Ribeiro cJ, FS,
Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-Hill Company USA 2004:l -4.
2. 3.
Lameson JL. Principles of endocrinology. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL, Lameson JL. Editors. Harrison,s principles of lnternal Medicine. Edisi ke-16. McGraw-Hill Company USA. 2005:2067. Talley NJ, O'Connor Cl
S.
The Endocrine System. Dalam:Talley NJ, O,Connor S. Editor.
inical examination.Edisi ke-6. Elsevier Australia
201
0:295-322.
4.
wilson JD Foster DW, Kronenberg HM, Larsen pR. principles of endocrinology. Dalam: wilson JQ Foster DW, Kronenberg HM, Larsen pR. Editor. william Textbolk of Endocrinology. Edisi kesembiran. wB saunders company. phiradelphia.
5.
Jameson JL, Weetman Ap Disorders of the Thyroid Gland. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL, Lameson JL. Editors. Harrison,s Principles of Internal Medicine. Edisi k-16. McGraw-Hill company USA. 2005:2104-
6.
Greenspan FS. The Thyroid Gland. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & clinical Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-Hill Company USA.2004: 251-91 Masharani U, Karam JH, German MS. pancreatic Hormone & Diabetes Melitus. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & crinical Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-Hill Company USA 2004: 678-731.
1998:1-10.
127.
.
7.
B. 9.
Salvatori
R.
Med. 2003;'1
10. 1 1
.
Adrenal lnsufficiency. JAMA. 2005;294:2491-8.
Dorin Rl, Qualls CR, Crapo LM. Diagnosis of Adrenal lnsufficiency. Ann lntern 39 :1
94-204.
Rosenfield RL. Hirsutisme. N Engl.J Med. 2005;353:2578-8g. Raff H, Findling JW A physiologic approach to diagnosis of the cushing syndrome.
Ann lntern Med. 2003; 138:980-91.
12.
13.
Styne D. Growth. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinicar Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGrawHill Company USA. 2004: 194-212. McVaryKT.SexualDysfunction.Dalam:KasperDL,BraunwaldE,HauserSL,Fauci AS, LongoDL, Lameson JL. Editors. Harrison's principles of rnternal Medicine. Edisi
ke-16. McGraw-Hill Company USA. 2005:271-5.
277
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis S, Lameson JL. Disorders of the Anterior Pituitary & Hypothalamus. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL, Lameson JL.
14. Melmed
Editors. Harrison's Principles of lnternal Medicine. Edisi k-16. McGraw-Hill Company USA. 2005:2085-6
15.
Carr BR, Bradshaw KD. Disorders ofthe Ovary & Female Reproductive Tract. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci A5, LongoDL, Lameson JL.
Editors. Harrison's Principles of lnternal Medicine. Edisi k-16. McGraw-Hill Company USA. 2005:21 98-21
16.
3.
Denker BM, Brenner BM. Azotemia and Urinary Abnormalities. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL, Lame.son JL. Editors. Harrison's Principles of lnternal Medicine. Edisi k- 16. McGraw-Hill Company USA. 2005:24652.
17. Braunstein GD. Gynecomastia. N Engl J Med. 2007;357:1229 31 18. Aron DC, Findling JW, Tyrrell JB. Hypothalamus & Pituitary Gland. Greenspan
FS,
Dalam: Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh.
Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-Hill Company USA. 2004: 1
36-63.
DC, Findling JW, Tyrrell JB. Glucocorticoids & Adrenal Androgen. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-Hill Company USA. 2004: 384-408.
19. Aron
20.
Braunstein GD.Testes. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGrawHill Company USA. 2004:484-508.
21
Rosen M, Cedars Ml. Female Reproductive Endocrinology and lnfertility. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGraw-HillCompany USA2004:522-44.
.
22.
Vance ML. Hypopituitarism.N Engl J Med. 1994;330 1651'62.
23. Styne D. Puberty. Dalam: Greenspan FS, Gardner DG, editor. Basic & Clinical Endocrinology. Edisi ketujuh. Lange Medical Books/ McGraw Hill. The McGrawHill Company USA. 2004: 608-36. JT. Diseases of the Parathyroid Gland and other Hyper- and Hypocalcemic Disorders. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL,
24. Potts
Lameson JL. Editors.Harrison's Principles of I nternal Medicine. Edisi k-1 6. McGrawHill Company USA. 2005:2249 -267 . 25
Athappan G, Ariyamuthu VK. Chvostek's Sign and Carpopedal Spasm. N Engl Med. 2009;360;e24.
J
26. Bolognia JL, Braverman lM. Skin Manifestations of lnternal
Disease Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Fauci AS, LongoDL, Lameson JL.
Editors. Harrison's Principles of lnternal Medicine. Edisi k-16. McGraw-Hill Company USA 2005:307
2t8
BAB
1O
AltAt[lttsts lrAlt Ptt[tn[(s[A1t ]tsts piltA pA$l[lt u$rA
lllilUT
Siti Setiati, Aulia Rizka, Iin Anugrahini Pendahuluan Anamnesis
279 280
Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan Nervus Kranialis
283
Pemeriksaan Sensorik Evaluasi gait, postur dan gangguan
289
keseimbangan
Pemeriksaan Motorik
293 294 301
PENDAHULUAN Seperti halnya pada pasien usia dewasa muda, penegakan diagnosis pada
pasien usia lanjut sangat tergantung pada kecermatan anamnesis dan pemeriksaan jasmani. Secara umum pemeriksaan fisik pasien usia lanjut
mirip dengan usia dewasa muda namun terdapat berbagai hal khusus yang harus mendapat perhatian rebih dari dokter pemeriksa agar tidak ada diagnosis yang terlewat. selain pada proses menua yang normal akan didapati berbagai temuan khas yang mungkin tidak ditemui pada pasien usia dewasa, pasien usia lanjut juga memiliki banyak karakteristik khusus yang membedakannya dengan pasien dewasa muda. pada pasien usia lanjut dengan kondisi umum yang lemah, anamnesis dan pemeriksaan fisik bahkan kadangkala perlu dilakukan pada saat yang berbeda karena pasien merasa lelah sebelum semua hal selesai dievaluasi. Keadaan multipatologi, porifarmasi, permasarahan nutrisi dan depresi sering pula ditemukan sehingga pasien usia lanjut membutuhkan pendekatan khusus yang dinamakan pendekatan paripurna pada pasien Geriatri (p3G). Pendekatan ini memungkinkan dirakukannya peniraian menyeruruh terhadap pasien, disamping anamnesis dan pemeriksaan
jasmaniyang rutin dirakukan. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai tahapan pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada pasien usia lanjut meliputi anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pengantar P3G.
279
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
ANAMNESIS Dalam anamnesis pasien usia lanjut, dokter harus menyediakan waktu yang
cukup karena sering terdapat beberapa hal khusus yang dapat mengganggu proses anamnesis sehingga harus lebih diperhatikan misalnya:
1.
Defisit sensoris Bila pasien biasa menggunakan kaca mata atau alat bantudengar, pastikan digunakan saat anamnesis untuk mempermudah komunikasi. Pastikan pula cahaya di tempat anamnesis berlangsung cukup terang'
2.
Pasien tidak melaporkan seluruh keluhan yang dirasakan Pasien usia lanjut seringkali tidak melaporkan secara lengkap gejala
penyakit karena merasa gejala yang dirasakan adalah normal terjadi pada usia lanjut misalnya kesulitan mendengar atau melihat, gangguan
ingatan, inkontinensia, tidak nafsu makan, konstipasi atau jatuh.
3.
Manifestasi penyakit yang tidak khas Gejala dan tanda yang sering dijumpai pada pasien usia dewasa seringkali tidak didapatkan misalnya pasien usia lanjut dengan pneumonia dapat datang dengan keluhan lelah, tidak nafsu makan, bicara meracau atau jatuh.
4.
Penurunan status fungsional sebagai satu-satunya gejala Pasien dengan artritis misalnya, mungkin tidak akan mengeluh nyeri sendi atau bengkak namun akan mengeluh tidak kuat berjalan ke kamar
mandi atau harus dibantu saat memakai pakaian.
5.
Kesulitan mengingat Pasien usia lanjut sering lupa riwayat penyakit dahulu, riwayat perawatan,
obat-obatan yang digunakan. Selain harus lebih lama meluangkan waktu untuk memberi pasien kesempatan untuk mengingat, perlu pula
dilakukan aloanamnesis dengan pelaku rawat atau keluarga pasien lainnya guna melengkaPi data.
5.
Takut dirawat Pasien sangat mungkin tidak mengungkapkan semua keluhan yang
dirasakan karena takut diminta rawat inap.
7.
Gangguan lain terkait usia Pasien usia lanjut sering mengalami depresi dan gangguan kognitif sehingga menyulitkan anamnesis.
280
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut Pasien sebaiknya diwawancara sendiri kecuali bira mengalami penurunan
kesadaran atau gangguan fungsi kognitif. Aloanamnesis dengan pelaku rawat dan keluarga lainnya dapat dilakukan guna menambah informasi. pada
pertemuan pertama, berilah pasien kesempatan untuk menjelaskan tentang
aktivitasnya sehari-hari sambil sekaligus melakukan penilaian mengenai status fungsional dan status mentalnya. Kenyqmanan saat anamnesis sangat
penting dalam membantu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai pasien. Perhatikan pula tanda verbal d'an non-verbal misalnya kecepatan bicara, nada suara, kontak mata ketika menilai hal-hal berikut:
. ' .
Depresi: pasien usia lanjut dapat menyangkal gejala cemas atau depresi namun menunjukkannya dengan menangis, tempo bicara yang melambat atau tampak tidak antusias mengenai hal tertentu Kesehatan fisik dan mental: pernyataan pasien mengenai nafsu makan dan kebiasaan tidur dapat menggambarkan mengenai hal ini
Perubahan berat badan lebih dari
1Oo/,
dalam 3 bulan terakhir
Hal-hal khusus yang perlu diperhatikan saat anamnesis yaitu:
1.
Riwayat penyakit selain menanyakan mengenai keruhan saat ini, tanyakan pura penyakit sebelumnya, obat-obatan yang pernah dipakai dulu, riwayat imunisasi serta reaksi alergiterhadap imunisasi. Mengingat tanda dan gejala yang tidak khas dan kemungkinan pasien lupa atau menganggap kelainan yang terjadi adalah bagian proses menua yang normal, anamnesis sistem sangat penting dikeryakan.
2.
Evaluasi sindrom geriatri Terkait dengan proses menua dan keadaan multipatologi terdapat beberapa masalah yang sering dlumpai pada pasien geriatri dan harus ditanyakan secara aktif saat anamnesis. Masalah ini antara lain adanya gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, ketidakseimbangan, riwayat jatuh, imobilisasi, tanda gangguan fungsi kognitif (mudah lupa), gejala depresi, beser; mengompol, kesulitan tidur, tanda infeksi, kesulitan
buang air besar (BAB) dan disfungsi ereksi.
3.
Riwayat penggunaan obat Dokter perlu menanyakan jenis obat yang digunakan, dosis, jadwal pemberian, dokter yang meresepkan obat tersebut dan indikasinya serta riwayat alergi obat.
281
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
pastlkan mencatat semua obat yang digunakan termasuk obat topikal dan obat yang dijual bebas, suplemen makanan dan obat herbal' 4.
Riwayat penggunaan alkohol, rokok dan penyalahgunaan obat
5.
Evaluasi nutrisi
Tanyakan mengenai jenis, kuantitas dan frekuensi makan pasien' Tanyakan pula mengenai makanan tertentu yang dihindari pasien (menurut pendapatnya sendiri atau atas sara.n dokter sebelumnya)' asupan serat dan penggunaan vitamin atau suplemen yang dijual bebas,
penurunan berat badan atau ukuran baju yang berubah, banyaknya anggaran belanja untuk makanan, ragam dan kesegaran makanan' Kemampuan mengunyah dan menelan juga harus dievaluasi. Penurunan kemampuan mengecap dan daya penghidu dapat mengurangi selera
makan. Pasien yang mengalami artritis, gangguan penglihatan, imobilisasi dan tremor dapat mengalami kesulitan dalam menyiapkan makanan. Mengompol juga dapat menyebabkan pasien mengurangi asupan minumnya. 6.
Kesehatan mental dan fungsi kognitif Perhatikan gejala gangguan mental misalnya rasa sedih, putus asa,
sering menangis seringkali disebabkan depresi. Ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan menyertai depresi pada usia lanjut' Dapat pula digunakan Geriotric Depression Scale (GDS) untuk penapisan
depresi pada usia lanjut (lampiran
1).
Penilaian fungsi kognitif dapat dilakukan sejak awal selama
wawancara dan dapat dibantu dengan penggunaan Mini Mental Stote Exominafion (lampiran 2)untuk skrining penurunan fungsi kognitif ringan hingga demensia. Dapat pula digunakan obbrevioted mental test (lampiran 3)
7.
Status fungsional (bosic Evaluasi status fungsional melalui penilaian aktivitas hidup dasar
activities of doily tiving, ADL) dengan skala Barthel (lampiran 4) atau instrumentol ADt (IADL) dengan skala Lawton. Pada saat perawatan, perlu ditentukan status fungsional pasien saat sehat, awal sakit, pertama dirawat dan perkembangannya selama perawatan'
8.
Riwayat sosial Harus ditanyakan mengenai dengan siapa dan dimana pasien tinggal'
bagaimana cara mencapai rumahnya (apakah harus naik tangga atau
282
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut
jalan menanjak), bagaimana cara mencapai rumahnya dengan alat transportasi umum. Tanyakan pula mengenai aktivitas sosial dengan keluarga atau tetangga, aktivitas ibadah, pelaku rawat, perhatian keluarga terhadap pasien (bantuan finansial, seberapa sering kunjungan
dari anak atau keluarga lain serta kesehatan anggota keluarga). Kegiatan sehari-hari pasien dan interaksinya dengan orang lain penting
untuk dinilai. Tanyakan pula dengan santun mengenai pendapatan pasien, bantuan finansial dari anak atau orang lain dan apakah keadaan
keuangan tersebut cukup untuk membiaya kebutuhan sehari-hari pasien.Kunjungan rumah seringkali sangat penting untuk menilai secara langsung mengenai keadaan rumah dan riwayat sosial ini.
9.
Perlakuan salah pada usia Ianjut
Bila curiga pasien berusia lanjut mengalami perlakuan salah (mistreotment) oleh pelaku rawat atau keluarganya, lakukan anamnesis dengan pasien sendiri tanpa didampingi orang lain. Tanyakan apakah pasien merasa tidak aman dan macam perlakuan salah yang dialaminya
(kekerasan fisik, tidak diperhatikan, kekerasan kata-kata, isolasi, pengurungan atau kekerasan lain). Bila perlakuan salah tersebut terkonfirmasi, tanyakan mengenai penyebab, frekuensi dan beratnya tindakan tersebut. Perlu juga dievaluasi kondisi sosial, finansial dan hal lain yang dapat mempresipitasi perlakuan salah tersebut, misalnya penggunaan alkohol oleh salah satu anggota keluarga. Bila keterangan pasien perlu dikonfirmasi dengan pelaku rawat atau keluarga, jangan lakukan konfrontasi. Tanyakan pada pelaku rawat adakah keadaan yang memicu stres psikologis misalnya kesulitan keuangan, adakah kesulitan yang dialami selama merawat pasien dan bagaimana penjelasan pelaku rawat atau keluarga mengenai luka atau kelainan yang dicurigai akibat perlakuan salah tersebut.
PEMERIKSAAN JASMANI Selain pemeriksaan jasmani secara umum yang biasa dikerjakan pada pasien usia dewasa, terdapat hal-hal khusus yang perlu diperhatikan pada evaluasi fisik pasien usia lanjut. Pengamatan terhadap gerakan pasien saat memasuki
ruang pemeriksaan (cara jalan, cara duduk atau bangkit dari duduk) akan memberi gambaran status fungsional secara umum. Higiene personal (
283
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
pemilihan baju, kebersihan, aroma tubuh)juga menunjukkan status mental dan kemampuan pasien merawat diri sendiri. Bila pasien tampak lelah, pemeriksaan jasmani dapat dihentikan lebih
dulu dan dilanjutkan lagi kemudian. Perhatikan keadaan umum pasien
(
apakah pasien tampak nyaman, lelah, malnutrisi, sulit memusatkan perhatian, sesak, pucat atau sianosis).
Riwayat penyakit
Anamnesis sistem sangat penting dikerjakan. Riwayat penyakit sebelumnya dan obat-obatan
Evaluasi sindrom geriatri
Gangguan penglihatan, pendengaran, kognitif (mudah lupa), keseimbangan, riwayat jatuh, imobilisasi, gejala depresi, beser, mengompol, kesulitan tidur; tanda infeksi, kesulitan BAB dan disfungsi ereksi.
Riwayat penggunaan obat
Dosis, jadwal, dokter yang meresepkan, indikasi dan riwayat alergi obat. Catat semua obat, termasuk topikal, obat dijual bebas, suplemen makanan dan herbal.
Riwayat konsumsi alkohol, rokok dan penyalahgunaan obat Evaluasi nutrisi
Kesehatan inental dan fungsi kognitif
Jenis, kuantitas, frekuensi makan, pantangan, asupan serat, vitamin atau suplemen, penurunan berat badan, anggaran makanan, ragam dan kesegaran makanan. Kemampuan mengunyah dan menelan. Rasa sedih, putus asa, sering menangis, ansietas. Gunakan Geriotric Depression Scole. MM
S
E
ata u Abb revio ted M e nto I Iest
u
ntu k men
i
la i
fungsi kognitif Status fungsional
Riwayat sosial
ADL (skala Barthel) atau IADL (skala Lawton). Tentukan status fungsional saat sehat, awal sakit, pertama dirawat dan perkembangannya
Pasien dan kehidupan sosialnya (hubungan dengan keluarga dan tetangga, adaltidak pelaku rawat, perhatian keluarga, kehidupan spiritual). Tempat tinggal dan aksesnya (transportasi umum, jalan menanjak, tangga).
Berikut adalah beberapa hal khusus yang harus diperhatikan saat pemeriksaan jasmani:
1.
Kesadaran dan tanda vital
284
Periksa tingkat kesadaran pasien dan orientasinya terhadap orang, ruang dan waktu. Pada pasien usia lanjut sering terdapat
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut
sindrom delirium (Acute Confusionol Stote) yang ditandai dengan gangguan kesadaran akut dan fluktuatif ditandai dengan kesulitan memusatkan perhatian yang seringkali berkaitan dengan kondisi medis umum.
-
Pemeriksaan berat badan harus dilakukan tiap kunjungan. Pemeriksaan tinggi badan juga penting untuk menilai penurunan
tinggi badan akibat osteoporosis atau kelainan tulang lainnya.
-
Suhu. Amati apakah terdapat hipotermia; Tidak adanya demam
tidak menyingkirkan infeksi karena pada usia lanjut tidak selalu terjadi respon peningkatan suhu tubuh
-
Pemeriksaan nadi dan tekanan darah di kedua lengan. perhatikan
regularitas denyut nadi. Untuk menghindari berbagai hal yang dapat mempengaruhi tekanan darah, periksalah tekanan darah beberapa kali setelah pasien istirahat selama minimal 5 menit. Periksalah secara khusus tanda hipotensi ortostatik. Ukur tekanan
darah saat berbaring dan bandingkan dengan tekanan darah setelah berdiri 3-5 menit. Bila terjadi penurunan tekanan darah
-
sistolik lebih dari 20 mmHg berarti terdapat hipotensi ortostatik. Pemeriksaan frekuensi napas. Frekuensi napas yang meningkat dapat
merupakan tanda infeksi saluran napas bagian bawah, gagaljantung.
2.
Kulit (normal, pucat, sianotik). Cari apakah ada lesi premaligna dan maligna, tanda iskemia jaringan dan temukan secara aktif luka tekan terutama pada pasien dengan imobilisasi. Evaluasi awal meliputi warna kulit
Beberapa daerah yang harus diperhatikan karena memiliki risiko luka tekan lebih tinggi adalah daerah belakang telinga, regio scapula bilateral, sacrum, gluteus dan maleolus lateral bilateral.
3.
Kepala leher
-
Wajah
Beberapa temuan normal akibat proses menua yang dapat terjadi adalah alis mata yang lebih rendah dibanding rima orbita superior, pipi yang menurun letaknya, hilangnya sudut antara garis submandibula dengan leheri keriput kulit kering dan ujung rambut yang tebal di telinga, hidung, bibir atas dan pipi. Arteri temporalis harus dipalpasi untuk menilai konsistensinya dan penebalannya, yang dapat merupakan tanda giont cell orteritis.
285
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
-
Mata Pada usia lanjut dapat terjadi kehilangan lemak orbita sehingga
pasien tampak enoftalmus. Dapat pula ditemui pseudoptosis, entropion (inveri batas bawah kelopak mata), ektropion (eversi batas bawah kelopak mata) dan arcus senilis. Seiring dengan proses menua, dapat ter1adi presbiopi. Pemeriksaan visus menggunakan kartu Snellen, evdluasi lapang pandang dengan
teknik konfrontasi dan pemeriksaan tonometri bila perlu dapat dilakukan. Pemeriksaan dengan oftalmoskop dapat menemukan katarak, degenerasi nervus optikus atau makular, tanda glaukoma, hipertensi dan diabetes.
-
Hidung
Penurunan progresif letak ujung hidung merupakan hal yang normal ditemukan pada usia lanjut.
-
Telinga Tofi dapat ditemukan pada telinga yang normal. Pemeriksaan fisik
lain sama dengan pemeriksaan fisik pada usia dewasa.
-
Mulut Periksa adakah gusi bengkak,
gigiyang tanggal, tanda infeksijamur
dan lesi premaligna. Gigi yang menghitam dapat terjadi seiring proses menua. Perhatikan adanya fisura di ujung bibir atau lidah karena xerostomla, gusi yang memerah dan mudah berdarah dan
bau mulut yang dapat menunjukkan adanya caries, periodontitis dan gangguan rongga mulut lainnya.
-
Senditemporomandibular Perlu diperiksa adanya tanda degenerasi (osteoartrosis)
-
Leher Periksa kelenjar tiroid, adakah bruit arteri karotis, dan fleksibilitas
gerakan leher, tahanan terhadap fleksi pasif, ekstensi dan rotasi lateral dapat menunjukkan adanya lesi servikal.
4.
Dada dan punggung
-
Payudara
Periksalah adakah iregularitas dan nodul pada laki-laki dan perempuan. Untuk wanita, pemeriksaan mandiri setiap bulan dan mamografi tahunan perlu dilakukan terutama bila ada riwayat keluarga dengan kanker payudara.
286
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut
-
Jantung Pemeriksaan fisikjantu ng dilaku kan sebagaimana pada pemeriksaan
fisik pasien dewasa muda. Pada pasien usia lanjut bila ditemukan murmur sistolik harus ditelusuri kemungkinan sklerosis katup aorta,
stenosis aorta, regurgitasi mitral atau hypertrophic obstructive cordiomyopothy (HOCM). Suara jantung keempat dapat ditemukan pada pasien usia lanjut tanpa kelainan kardiovaskular.
-
Paru
-
muda. Cari tanda PPOK dan infeksi paru lain. Punggung
Pemeriksaan paru sebagaimana pemeriksaan fisik pasien dewasa
Periksa adanya skoliosis dan ketegangan otot punggung. Nyeri
di pinggang, punggung bawah dan tungkai dapat menjadi tanda fraktur osteoporosis.
5.
Sistem saluran cerna Pemeriksaan fisik dilakukan sebagaimana pada usia dewasa muda
namun perhatikan lebih pada dinding perut, adakah hernia, adakah pulsasi arteri abdominalis. Pemeriksaan colok dubur atas indikasijuga penting untuk menilai massa di prostat, striktur atau impaksi fekal.
6.
Sistemgenitourinari Pada pria lakukan colok dubur atas indikasi untuk memeriksa konsistensi
dan nodul prostat. Pada wanita perlu diperiksa pap smear berkala. Evaluasi kekuatan otot dasar panggul yang penting untuk penilaian
penyebab inkontinensia urin perlu dilakukan dengan cara colok dubur pada pria atau colok vagina pada wanita. Harus juga diperhatikan adakah tanda atrofi vagina dan adakah prolaps pelvis yang nyata berupa sistokel menonjol yang melewati himen
saat batuk pada pemeriksaan dengan spekulum dalam rangka evaluasi inkontinensia urin. Pemeriksaan refleks bulbocavernosus untuk menilai integritas lengkung refleks S2-S4 dan refleks anal untuk menilai lengkung refleks 52-S5 penting dilakukan untuk evaluasi neurogenic blodder.
7.
Sistem muskuloskeletal
Seluruh sendi harus diperiksa untuk mencari adakah nyeri, subluksasi, krepitasi dan tanda radang lain. Periksa gerakan aktif dan pasif sendi dan cari adakah kontrakur.
287
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
8.
Ekstremitas Temuan yang sering didapat adalah hallux valgus, menonjolnya sisi
medial head metatarsal pertama dengan deviasi lateral dan rotasi jempol kaki, dan deviasi lateral head metatarsal kelima. Hommer toe dan clow toe dapat mengganggu fungsi berjalan dan aktivitas sehari-
hari. Cari adakah deformitas ekstremitas lainnya.
9.
Sistem neurologis Pemeriksaan sistem neurologis dilakukan seperti halnya pada pasien usia muda. Pemeriksaan nervus kranialis, pemeriksaan motorik, sensorik,
refleks, koordinasi, evaluasi gait, postur dan gangguan keseimbangan
harus selalu dilakukan mengingat tingginya kemungkinan kelainan neurologis pada pasien usia lanjut. Langkah pemeriksaan jasmani pada pasien usia lanjut secara ringkas dapat dilihat pada tabel 10.1.
Kesadaran dan
tanda vital
Kulit
Kepala leher Wajah
Mata
. . . . . . . . . .
Kesadaran dan orientasr Berat badan dan tinggi badan Suhu
Deyut nadi dan tekanan darah di kedua lengan Frekuensi napas Warna kulit (normal, pucat, sianotik) Lesi premaligna dan maligna, tanda iskemia jaringan dan temukan secara aktif luka tekan pada daerah belakang telinga, regio scapula bilateral, sacrum, gluteus dan maleolus lateral bilateral.
Daerah alis mata di bawah rima orbita superior, pipi, hilangnya sudut antara garis submandibula dengan leher, keriput kulit kering dan ujung rambut yang tebal di telinga, hidung, bibir atas dan pipi. Arteri temporalis dipalpasi Enoftalmus, pseudoptosis, entropion, ektropion, arcus
senilis, presbiopi, lapang pandang, tonometri dan oftalmoskop Hidung
Mulut
. .
Sendi temporo-
.
Telinga
Tofi
Gusi bengkak, gigi yang tanggal, tanda infeksi jamur dan lesi premaligna, fisura di ujung bibir atau lidah, gusi memerah dan mudah berdarah, bau mulut dan periodontitis
mandibular
288
Osteoartrosis
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut
Leher
.
Kelenjar tiroid, bruit arteri karotis, fleksibilitas gerakan leher dan lesi servikal.
Dada dan
pung9ung
Payudara
.
Jantung
.
Paru Punggung
. .
lregularitas dan nodul pada laki-laki dan perempuan. Untuk wanita, SADARI setiap bulan dan mamografi tahunan
Murmur sistolik (kemungkinan sklerosis katup aorta), stenosis aorta, regurgitasi mitral atau hypertrophic obstructive cardiomyopothy (HOCM). Suara jantung lV pada pasien tanpa kelainan kardiovaskular.
. Sistem Pencernaan . . Sistem Genitourinari . . . Sistem muskulo- . skeletal . . Ekstremitas .
Tanda PPOK dan infeksi paru lain
Skoliosis, ketegangan otot punggung, nyeri pinggang, punggung bawah dan tungkai Hernia dan pulsasi arteri abdominalis Colok dubur atas indikasi Colok dubur atas indikasi pada pria Pap smear berkala pada wanita. Kekuatan otot dasar panggul dengan colok dubur pada pria atau colok vagina pada wanita, sistokel menonjol melewati himen saat batuk Refleks bulbocavernosus dan refleks anal
Seluruh sendi (nyeri, subluksasi, krepitasi dan tanda radang lain) Gerakan aktif dan pasif sendi Kontrakur.
Hallux valgus, deviasi lateral head metatarsal kelima, hommer toe, clow toe dan deformitas lainnya.
Pemeriksaan Nervus Kranialis Nervus l. Olfaktorius Mintalah pasien untuk mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah
Nervus I!. Optikus Lakukan pemeriksaan visus, dapat dikerjakan dengan cara:
a.
Pemeriksaan penglihatan sentral (visuol ocuity)
Dapat digunakan Kartu snellen. Pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel. Jika tidak terdapat ruangan
yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. 289
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
b.
PemeriksaanPenglihatanPerifer Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks
oksipitalis. Dapat dilakukan dengan:
-
Tes Konfrontasi, Jarak antara pemeriksa
-
pasien:
60- 100 cm,
Objek yang digerakkan harus berada tepat'di tengah-tengahjarak
tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus ke depan dan tidak
boleh melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
c.
Refleks Pupil
-
Respons cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokuskan pandangan pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. lnspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
-
Respons cahaya konsensual Jika pada
pupilyang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya
mengecil dengan ukuran yang sama.
d.
Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop.
e.
Tes
warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
Nervus lll. Okulomotorius
a.
Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan
290
Pemeriksaan Fisis pada pasien Usia Lanjut
/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula. kepala ke belakang
b.
Gerakan bola mata
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya
penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah
dilihat adanya strabismus (juring) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
c.
Pemeriksaan pupil meliputi:
-
Bentuk dan ukuran pupil Perbandingan pupil kanan dan kiri Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:
-
Refleks cahaya langsung (bersama N. ll) Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. ll) Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Nervus lV. Troklearis Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah, strabismus konvergen, diplopia
Nervus V. Trigeminus
.
. .
Cabang optalmicus: Memeriksa refleks berkedip pasien dengan menyentuhkan kapas halus saat pasien melihat ke atas Cabang maxilaris: Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah
dan gigi Cabang Mandibularis: Memeriksa pergerakan rahang dan gigi
Gambar 10.1. Cabang Nervus Trigeminus
291
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Nervus Vl. Abdusen Pergerakan bola mata ke lateral
Nervus Vll. Fasialis
Minta pasien mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam), amati mimik muka pasien, minta pula untuk mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan
kiri dan kanan apakah sama kuat). Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh. Nervus Vl I l, Auditorius/Vestibulokoklearis Periksa ketajaman pendengaran pasien dengan menggunakan gesekan jari,
detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan
tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
Nervus lX. Glosofaringeus
Untuk memeriksa gerakan refleks lidah, pasien diminta mengucap AH, menguji kemampuan rasa lidah depan, dan gerakan lidah ke atas, bawah, dan samping.
Pemeriksaan N.lX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi tersedak (kelumpuhan palatum), kesulitan menelan dan disartria. Pasien diminta membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut "ah" jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral.
Perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat. Kemudian lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus lX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spatula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. lX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan
kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disurul; berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh
batuk, tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N.
292
lX)
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut
Nervus X. Vagus Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara
Nervus Xl. Asesorius Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian raba massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot
sternokleido mastoideus. Nervus Xl. Hipoglosus lnspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). pasien
diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah jika terdapat lesi upper atau lower motorn euron unilateral. Lesi UMN dari N Xll biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateraldari N. lX. X, Xlldisebut kelumpuhan pseudobulbar.
Pemeriksaan Motorik
a.
lnspeksi
b.
Simetri tubuh dan extermitas Kelumpuhan badan dab anggota gerak
Pemeriksaan gerakan volunter
c.
Gaya berjalan dan tingkah laku
Mengangkat kedua tangan dan bahu Fleksi dan extensi artikulus kubiti Mengepal dan membuka jari tangan Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul Fleksi dan ekstansi artikulus genu Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki
Palpasi
- Pengukuran besar otot - Nyeri tekan - Kontraktur t - Konsistensi(kekenyalan) - Konsistensi otot yang meningkat:
meningitis, kelumpuhan
293
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
-
Konsistensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat lesi, kelumpuhan akibat denerfasi otot
Evaluasi adakah tremor. Bila ada amati amplitudo, ritme, distribusi, frekuensi dan waktu terjadinya (saat istirahat, saat aktivitas atau disengaja)
Pemeriksaan Sensorik Pasien diminta memejamkan mata
a.
Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan spatel lidah yang dipatahkan atau ujung kayu aplikator kapas goreskan pada beberapa area kulit. Minta pasien untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi
tumpul atau tajam.
b.
Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan dua tabung tes, satu berisi air panas dan satu air dingin, sentuh kulit dengan tabung tersebut. Minta pasien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin.
c.
Sentuhan ringan: dengan menggunakan bola kapas atau lidi kapas,
beri sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit minta pasien untuk bersuara jika merasakan sensasi
d.
Vibrasi/getaran: dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang sedang bergetar di bagian distal sendi interfalang dari jari dan sendi
interfalang dari ibu jari kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta pasien untuk bersuara pada saat dan tempat di rasakan vibrasi.
Kekuatan otot Kekuatan otot pada usia lanjut dapat menunjukkan kelemahan. Perhatikan apakah ada kelemahan yang tidak simetris. Sarkopenia yaitu penurunan massa otot sering ditemukan pada usia lanjut dan harus diperhatikan terutama bila mengganggu fungsi gerak. Kekuatan genggam tangan pada usia lanjut merupakan pengukur kekuatan otot yang simpel dan baik, dan berkorelasi baik dengan kekuatan
otot ekstremitas atas maupun ekstremitas bawah. Pengukuran kekuatan genggam tangan untuk mengidentifikasi gangguan mobilitas lebih dianjurkan daripada kekuatan ekstensor lutut karena lebih mudah, cepat, dan murah.
294
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut Peranan fungsi menggenggam juga memberikan kontribusi yang besar pada penilaian kemandirian individu usia lanjut yang diukur menggunakan indeks ADL (Activities of Doily Living) Barthel. lndividu usia lanjut memerlukan
kekuatan otot ekstremitas atas yang cukup dalam mempertahankan kemandirian dasar seperti menggenggam, mengangkat, dan proses transfer. Kekuatan genggam tangan juga dapat memprediksi timbulnya hambatan
fungsional dan disabilitas hingga 25 tahun kemudian. Lebih jauh lagi menurut studi kohort kekuatan genggam yang kuat akan meningkatkan kualitas hidup usia lanjut. Dinamometer tangan tipe Jamar merupakan alat yang paling banyak dikutip dalam literatur dan telah diterima sebagai standar baku pemeriksaan kekuatan genggam tangan karena memiliki nilai validitas yang tinggi serta memiliki data normatif yang lengkap. Pemeriksaan kekuatan genggam tangan dengan dinamometer tipe Jamar diuraikan pada tabel 10.2 dan gambar 10.2
lstirahat cukup minimal 24jam sebelum pemeriksaan.
Tidak melakukan aktifitas fisik berat/melelahkan minimal 24 jam sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan 2-31am setelah makan pagi
dan cukup minum. Pasien dalam kondisi sehat, tidak menderita penyakit akut seperti: demam, influenza, nyeri otot
dan sendi, dll. Bila terdapat keluhan fisik terutama
gangguan jantung dikonsultasikan lebih dulu kepada dokter yang akan memeriksa. Memakai baju dan alas kaki yang nyaman. Pasien akan diperiksa tekanan darah dan denyut nadi sebelum pemeriksaan. Sebelum pengukuran tangan pasien dalam keadaan
kering. Pasien berdiri tegak, kaki diregangkan selebar bahu, tangan kanan/kiri terletak di samping
badan dalam posisi lurus dengan menggenggam
hondgrip dengan bagian alat yang berskala menghadap keluar. Posisi lengan dan tangan tidak menempel dan lengan membentuk sudut 20-300 dengan tubuh. Selanjutnya pasien diperintahkan untuk menarik napas, setelah siap gagang hondgrip
digenggam sekuat tenaga secepat mungkin sambil mengeluarkan napas. Tidak diperkenankan menahan, mengayun maupun memompa. Pasien diberikan jeda istirahat 1 menit. Pasien diperiksa denyut nadi sebelum tes yang ke 2
295
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pada masing-
masing tangan. Pasien kembali diperiksa tekanan darah dan denyut
nadi sesudah pemeriksaan Bila terdapat rasa tidak nyaman atau nyeri karena
cedera dapat diatasi dengan pemberian kompres kain hangat atau gel pengurang rasa sakit. Sesudah pemeriksaan pasien dianjurkan istirahat cukup.
Gambar 1O.2. Pemeriksaan kekua-
tan genggam tangan menggunakan alat dinamometer tangan
tipe Jamar model J00 1 05
Tipe dinamometer lain yang banyak beredar di lndonesia juga dapat dipergunakan dalam mengukur kekuatan genggam tangan, namun memiliki
keterbatasan karena pasien harus mampu berdiri. Tabel dan gambar berikut menjelaskan panduan pemeriksaan kekuatan genggam dengan dinamometer tangan tipe Takei.
Gambar 10.3. Pemeriksaan kekuatan genggam tangan dengan menggunakan dinamometer handgrip tipe Takei Kiki Kogyo nomor seri 873362
296
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut
'
Pasien diminta duduk di kursi yang memiliki sandaran lengan. posisi kedua kaki menginjak lantai. Pasien diminta untuk tidak menggoyangkan tubuh dan seluruh anggota gerak. Pada pengukuran berulang dianjurkan menggunakan kursi yang sama.
.
Meminta pasien untuk menempatkan lengan pada sandaran kursi, posisikan pergelangan tangan tepat pada ujung sarfdaran kursi agar tangan yang mengenggam dinamometer tidak menempel pada kursi.
.
Meminta pasien menggenggam gagang dinamoineter dengan posisi ibu
jari menghadap ke atas kemudian membentuk bulatan dengan empat jari
lainnya seperti memegang silinder. Tanyakan apakah pasien merasa nyaman
danjika diperlukan pada kondisi tertentu posisi pegangan dapat diu-bah.
.
Pemeriksa menopang dasar dinamometer dengan telapak tangan tanpa membatasi gerakan (untuk meniadakan efek gravitasi alat saat pasien menggenggam dengan kuat).
.
Selanjutnyapasiendiperintahkanmenggenggamsekuattenagahinggajarum dinamometer berhenti pada titik tertinggi.
.
Pengukuran dilakukan 3 kali denganjeda pada masing-masing tangan dan diambil nilai yang paling tinggi dalam kilogram.
Refleks
a.
Reflek fisiologis
-
Reflek biseps:
-
Posisi pasien duduk, biarkan lengan beristirahat
di pangkuan
pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 90 derajat di siku.
-
ldentifikasi tendon: minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubiti.
-
Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal. Cara: ketukkan hammer pada jari pemeriksa yang di-tempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk
pada sendi siku.
-
Respons: fleksi lengan pada sendi siku
Gambar 10.4. Pemeriksaan Refleks Biseps
297
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Refleks triseps:
-
Posisi pasien duduk. Perlahan tarik lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan
bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku
-
Cara: ketukkan hammer pada tendon
otot triceps, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
-
Respons: ekstensi lengan bawah pada sendi siku
'-*.tt J
,jII
Gambar 10.5. Pemeriksaan Refleks Triseps Refleks brachiradialis
-
Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus
-
beristirahat longgar di pangkuan pasien. Cara: ketukkan hammer pada tendon
otot brakioradialis
(Tendon melintasi sisi ibu jari pada lengan bawah) jari-jari sekltar 10 cm proksimal pergelangan tangan. Posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
-
Respons: - flexi pada lengan
-
bawah
supinasi pada siku dan tangan
Gambar 10.6. Pemeriksaan refleks brachiradialis
298
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut Refleks patella
-
posisi pasien dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlenta ng Cara: ketukkkan hammer pada tendon patella
Respons: plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris
fi
*.
,fr ?= -rL,,,-
Gambar 10.7. Pemeriksaan Refleks patella Refleks achiles
-
Posisi: pasien duduk, kaki menggantung di tepi tempat tidur.
Dapat pula berbaring terlentang dengan posisi kaki yang satu melintasi diatas kaki di yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak.
-
ldentifikasi tendon: mintalah pasien untuk plantar flexi. Cara: ketukkan hammer pada tendon achilles Respons: plantarfleksi kaki karena kontraksi m.gastrocnemius
Gambar 10.8. Pemeriksaan Refleks Achilles.
299
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
b.
Refleks Patologis
-
Refleks bablnski:
-
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan.
-
Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya.
-
Lakukan penggoresan telapak kaii bagian lateral dari posterior ke anterior
-
Respon: posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari
kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
Gambar 10.9. Refleks Babinski Refleks chaddok
-
Cara: Gores kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus
lateralis dari posterior ke anterior
-
Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fonning) jari-jari kaki lainnya.
4 .Y-
300
Pemeriksaan Fisis pada Pasien Usia Lanjut
Koordinasi Periksa kecepatan respon motorik dan koordinasi otot, Kecepatan respons
otot menurun seiring proses menua terutama karena gangguan konduksi di saraf tepi Evaluasi gait, postur dan gangguan kesqimbangan Gait. Periksa seluruh komponen gait meliputi proses awal melangkah, panjang, lebar; simetri tidaknya, kontinuitas dan ritme langkah, stride width, kecepatan jalan, dan postur saat berjalan. . Beberapa temuan normal misalnya langkah yang lebih pendek,
.
penurunan goit velocity, penurunan gerakan sendi tertentu dan
.
perubahan ringan postur tubuh saat berjalan.
Kontrol postural. Penilaian kontrol postural dapat dilakukan dengan tes Romberg ( pasien berdiri dengan kaki rapat dan mata tertutup). Seiring dengan proses menua, kontrol postural dapat terganggu dan
.
postural sway dapat meningkat. Evaluasi gangguan keseimbangan. penilaian ini penting dilakukan pada semua pasien usia lanjut yang memiliki risiko jatuh. Hingga kini tidak ada baku emas diagnostik gangguan keseimbangan namun telah dikembangkan beberapa tes obyektif untuk menilai adanya gangguan keseimbangan misalnya:
*
The
timed-up-ond-go test (TUG tesf)
Pasien diminta bangkit dari kursi dengan
tinggi46 cm kemudian bedalan 3 meter; berbalik arah lalu duduk kembali. Tes ini memiliki sensitivitas 87o/" dan spesifisitas 87o/o dalam menilai risiko jatuh. lnterpretasi hasil: