Pengertian Sistem Casemix [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

Pengertian Sistem casemix Sistem casemix merupakan suatu sistem pengelompokan beberapa diagnosis penyakit yang mempunyai gejala/ciri yang sama serta pemakaian sumber daya (biaya perawatan) yang sama dan prosedur/tindakan pelayanan di suatu rumah sakit kedalam grup-grup. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan diberikan secara paket, dimana pembayaran/biaya telah ditentukan sebelum pelayanan diberikan. Sistem ini dikaitkan dengan pembiayaan dengan tujuan meningkatkan mutu dan efektifitas pelayanan. Casemix merupakan penggabungan dari komponen costing, coding, clinical pathway dan teknologi informasi. Case Base Groups (CBG's), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah sakit. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan untuk suatu kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama. Sistem Casemix INA CBGs adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relative homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien2 dengan karakteristik klinik yang sejenis. Case Base Groups (CBG's), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan ratarata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah rumah sakit diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama. INA CBGs merupakan kelanjutan dari aplikasi Indonesia Diagnosis Related Groups (INA DRGs). Aplikasi INA CBGs menggantikan fungsi dari aplikasi INA DRG yang saat itu digunakan pada Tahun 2008. Sistem yang dijalankan dalam INA CBG menggunakan sistem casemix dari UNU-IIGH (The United Nations University- International Institute for Global Health). Dalam pembayaran menggunakan CBG's, baik Rumah Sakit maupun pihak pembayar

tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG. Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya.

Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan kebijakan program Casemix INA CBGs secara umum adalah secara Medis dan Ekonomi. Dari segi medis, para klinisi dapat mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh pasien. Secara ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) jadi lebih efisien dan efektif dalam penganggaran biaya kesehatan.Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung dengan cermat dan teliti dalam penganggaranya. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012), manfaat kebijakan program Casemix INA CBGs adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Bagi Pasien a. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan b. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit, karena berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan. c. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik. d. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien 2. Manfaat Bagi Rumah Sakit a. Rumah sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya. b. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan rumah sakit. c. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat memonitor QA (quality assessment) dengan cara yang lebih objektif

d. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat. e. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing klinisi. f. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran. g. Mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical Pathway. 3. Manfaat Bagi Penyandang Dana Pemerintah (Provider) a. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan. b. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equity terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau. c. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan provider/Pemerintah. d. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya.

Pengkodean dalam Case-Mix (ICD-10 dan ICD-9 CM) Pengelompokkan penyakit dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pengelompokkan dari data morbiditas yang ditetapkan sesuai dengan kriteria (WHO, 1994). Salah satu pedoman klasifikasi penyakit yang berlaku di dunia adalah ICD-10 sedangkan ICD-9 CM merupakan buku yang digunakan untuk mengkode tindakan. Fungsi ICD-10 menurut Kasim (2008), penerapan pengkodean ICD digunakan untuk: a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan disarana pelayanan kesehatan. b. Masukan/ input bagi sistem pelaporan diagnosis medis. c. Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan. d. Bahan dasar dalam pengelompokkan CBG’s (case based groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan. e. Pelaporan Nasional dan Internasional morbiditas dan mortalitas. f. Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan pelayanan medis. g. Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman. h. Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan

Dalam Casemix INA-CBG’s kode CBG’s dibagi dalam 4-sub groups (Kemenkes RI, 2010). Sub - groups ke 1 menunjukan CMG’s (Case Main Group’s) yang ditandai dengan huruf alpabhetik (A-Z), dalam hal ini huruf “E” menjadi sub groups pertama sebagai CMG’s (Case Main Group’s) dari Endocrine System, Nutrition & Metabolism Groups dan diagnosis diabetes mellitus termasuk di dalamnya, sedangkan huruf “E” mengacu pada chapter dalam ICD-10, angka pertama dalam kode ICD-10 , yaitu E10. Sub groups ke 2 menunjukan tipe kasus, yang ditandai dengan angka (1-9), angka “4” dalam tipe kasus disini adalah tipe “rawat Inap bukan prosedur”. Sub - groups ke 3 menunjukan spesifikasi CBG’s yang ditandai dengan angka (1-32), dalam hasil penelitian ini, diagnosis diabetes mellitus ditandai dengan angka 10 untuk spesifikasi CBG’s nya. Sub - groups ke 4 menunjukan severity level yang ditandai dengan angka romawi (IIII). Severity Level menunjukkan tingkat keparahan penyakit pasien. Deskripsi dari E-4-10-I,II dan III berturut-turut adalah diabetes mellitus ringan, diabetes mellitus sedang dan diabetes mellitus berat. Terjadinya severity level dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adanya diagnosis sekunder maupun tindakan/prosedur dan juga umur pasien. Severity level juga berpengaruh terhadap besarnya tarif yang diterima oleh rumah sakit. Severity Level sebagai subgroup keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi menjadi : 1.

“0” Untuk Rawat jalan

2.

“I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi maupun komorbiditi)

3.

“II - Sedang” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (dengan mild komplikasi dan komorbiditi)

4.

“III - Berat” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan major komplikasi dan komorbiditi)

Mekanisme Pembayaran Berdasarkan Case-Mix CBG’s

Biaya layanan kesehatan jika ditinjau dari sudut pandang pasien sebagai pembeli layanan kesehatan, biaya mencakup besaran nilai rupiah yang dibutuhkan sebagai nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang telah diberikan rumah sakit, baik yang dibayar oleh pasien langsung (out of pocket), penjamin (insurance), maupun subsidi. Jika terminologi ini ditinjau dari sudut pandang rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan, maka biaya kesehatan yang dimaksud di sini tidak lain adalah tarif (charge) yang dikenakan rumah sakit atas layanan kesehatan yang diberikannya (Heru, 2007). Beberapa peneliti telah menggunakan nilai billing (tarif) sebagai pengukuran biaya layanan kesehatan. Permasalahan yang terjadi, seringkali billing (tarif) berbeda dengan biaya aktual yang dikeluarkan rumah sakit sebagai pembeli sumber daya. Selisih beda tersebut disebut margin. Pada dasarnya elemen yang terkandung dalam tarif adalah biaya (sudut pandang rumah sakit sebagai pembeli sumber daya) dan margin. Nilai margin dapat bernilai positif, yaitu tarif lebih besar atau seringkali disebut gain, namun dapat pula bernilai negatif, yaitu tarif lebih kecil dari biaya yang disebut loss (Heru, 2007). Manajemen rumah sakit diharapkan telah mempertimbangkan besar biaya yang dikeluarkan rumah sakit dalam menyusun tarif, sehingga besaran tarif yang dihasilkan cukup representative untuk menggambarkan besarnya nilai ganti ekonomis yang diinginkan rumah sakit. Pasien, asuransi, dan Pemerintah sebagai pembeli atau penyedia dana layanan kesehatan berkepentingan untuk mendapatkan kepastian atas nilai ganti ekonomis yang harus mereka keluarkan atas layanan kesehatan yang telah diberikan rumah sakit (Heru, 2007). Besaran nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang telah diberikan tersebut oleh manajemen rumah sakit telah direpresentasikan dalam nilai tarif layanan kesehatan. Jika dilihat dari sudut pandang pembeli atau penyedia dana layanan kesehatan, mekanisme transfer atas nilai ganti ekonomis antara pembeli layanan kesehatan kepada penyedia layanan kesehatan seringkali disebut sistem pembayaran layanan kesehatan. Secara umum sistem pembayaran layanan kesehatan dapat digolongkan menjadi dua yaitu sistem pembayaran prospektif dan sistem pembayaran retrospektif (Heru, 2007). Penyesuaian case mix yang terstandar dan digunakan oleh seluruh RS di Indonesia a. Pengawasan kualitas pelayanan Provider

b. Mengatasi biaya pelayanan kesehatan yang makin meningkat Updating Price Mengatasi kekurangan dan distribusi Tenaga Kesehatan. Berjalannya sistem rujukan berjenjang agar Severity level penyakit sesuai dengan kompetensi RS Tantangan a. Negosiasi pola CBG’s dengan Asosiasi Faskes:  Menganalisa kecukupan pembiayaan RS  Tercapainya pembiayaan yang efektif b. Pemanfaatan Tarif bagi RS  pembiayaan terpenuhi pengembangan RS dan kesejahteraan karyawan (pembagian 

Jasa pada tenaga kesehatan) Jaminan/Asuransi kesehatan : efisiensi biaya dengan mutu pelayanan yang baik sustainabilitas program Jamkes

Harapan pada Profesi a.

Dukungan profesi untuk secara konsisten menerapkan pelayanan yang efisien, efektif dan

b. c. d.

berkualitas melalui penerapan kaidah-kaidah evidence based Partisipasi aktif profesi dalam menyusun standarisasi pelayanan Kesediaan untuk meningkatkan kompetensi Kesiapan untuk mengisi kebutuhan Profesi di seluruh wilayah.

Tahap Implementasi dan pengembangan INA CBGs Implementasi sistem INA CBG dimulai pada Oktober 2010 yang dimulai dengan menggunakan UNU Grouper. Setelah itu pada tahun 2011 mulailah disusun tarif INA CBG yang akan digunakan, dimana launching tarifnya sendiri dilaksanakan pada awal Januari 2013. Selama kurun waktu 2013 selalu dilakukan update tarif INACBGs dan persiapan JKN sampai pada awal Januari 2014 barulah implementasi INA CBG dalam program JKN diberlakukan.

Penyusunan tarif dalam sistem INA CBGs dilakukan oleh National Casemix Center (NCC) yang berada di bawah Kementerian Kesehatan dan dibantu oleh konsultan dari United Nations University (UNU) Malaysia. National Casemix Center (NCC) akan terus mengevaluasi tarif INA CBG, terutama dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014. Tarif yang berlaku merupakan tarif baru yang dimulai pada tanggal 01 Januari 2013 yaitu tarif pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas III rumah sakit yang berlaku untuk rumah sakit umum dan rumah sakit khusus milik Pemerintah dan Swasta yang bekerjasama dengan program Jamkesmas. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 Tahun 2012. Bahwa berdasarkan indeks harga konsumen yang dikeluarkan dari BPS, ada penetapan regionalisasi tarif. Untuk RS Umum dan Khusus kelas A, B Pendidikan, B Non-Pendidikan, C dan D dijabarkan pada empat regional, yaitu regional I daerah Jawa dan Bali, regional II daerah Sumatera, regional III untuk daerah Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dan regional IV daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Dengan pertimbangan tertentu, setiap wilayah dapat menambahkan sesuai dengan kemampuan wilayahnya. Tarif yang akan diberlakukan saat JKN sudah diprogramkan sejak dua tahun yang lalu dan bulan Juli 2013 harus sudah diproduksi tarif baru untuk tahun 2014. Perubahan tarif untuk JKN

dilakukan mengingat ada konsekuensi biaya dari aktivitas yang dilakukan. Jadi harus sudah disiapkan tarif untuk JKN, salah satunya tujuh kelompok khusus dengan pembayaran terpisah. Kemudian tahun 2014 akan ada perubahan tarif baru yang akan dibuat oleh NCC dan ditetapkan oleh Kemenkes. Perubahan juga menyangkut pada data costing, jika yang sebelumnya data costing berasal dari 100 rumah sakit. Kemudian untuk persiapan JKN 2014, data costing rumah sakit Pemerintah dan Swasta diperluas menjadi 161 rumah sakit dari berbagai kelas dan wilayah. Dengan perbaikan ini, diharapkan tarif INA CBG akan lebih baik dari sisi metodologi maupun data yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Pembayaran INA CBGs Dalam penguunaan sistem pembayaran INA CBGs terdapat kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya. Kelebihan dari penggunaan sistem pembayaran INA CBGs antara lain: a. Bagi provider - Pembayaran lebih adil sesuai dengan kompleksitas pelayanan - Proses klaim lebih cepat b. Bagi pasien - Kualitas pelayanan cukup baik - Dapat memilih provider dengan pelayanan terbaik c. Bagi pembayar - Terdapat pembagian risiko keuangan dengan provider - Biaya administrasi lebih rendah - Mendorong peningkatan sistem informasi Sedangkan kekurangan dari penggunaan sistem pembayaran INA CBGs antara lain: a. Provider - Kurang kualitas koding akan menyebabkan kurangnya besaran penggantian yang seharusnya dibayar b. Pasien - Pengurangan kuantitas pelayanan - Referral out c. Pembayaran - Memerlukan pemahaman implementasi konsep prospektif - Diperlukan monitoring pasca klaim

UNITED NATION UNIVERSITY (UNU)

System INA-CBGs termasuk juga dalam system Case-mix yang dijalankan dengan menggunakan Grouper dari UNITED NATION UNIVERSITY (UNU-Casemix Grouper) Sifat UNU-Casemix Grouper -

Universal Grouper artinya mencakup seluruh jenis perawatan pasien Dynamic artinya total jumlah CBGs bisa disetting berdasarkan kebutuhan sebuah

-

Negara Advance Grouper artinya bisa digunakan jika terdapat perubahan dalam pengkodean diagnose dan prosedur dengan system klasifikasi penyakit baru ICD-11 dan prosedur dalam klasifikasi ICHI (International Clasification of Health Intervention)

8 Komponen UNU-Casemix Grouper 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Acute Sub-acute Chronic Special procedures Special prosthesis Special drugs Special investigations Ambulatory package

Daftar pustaka http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/58784/4/Chapter%20II.pdf Idris,fahmi-Pola-Kerjasama-BPJS.Kesehatan.Rumah.Sakit,

Jakarta

:

2013

diakses

https://persijabar.files.wordpress.com/2013/12/3-pola-kerjasama-penyelenggara-jaminan-sosialdengan-rs-dr-fahmi-idris.pdf http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2303/6.%20BAB%20II.pdf? sequence=6&isAllowed=y

septian, ayu Aulia, dkk-makalah-sistem –pembayaran-INA CBGs , Semarang-2014 diakses http://www.google.com/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiQ5MDX9KXQ AhVCqY8KHWLcD7gQFgg8MAQ&url=http%3A%2F%2Fdocshare01.docshare.tips%2Ffiles %2F22721%2F227217313.pdf&usg=AFQjCNH2HYNG8uKEVYhjOe3Sa8inFca97w Kementrian Kesehatan RI – Ditjen Bina Upaya Kesehatan – Central for Casemix jurnal pengenalan INA-CBGs http://dokumen.tips/documents/pengenalan-ina-cbgs-tp.html