Panduan Pelayanan Pasien Resiko Tinggi Bener [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

POLRI DAERAH JAWA TIMUR BIDANG KEDOKTERAN DAN KESEHATAN RUMAH SAKIT BHAYANGKARA BONDOWOSO

PANDUAN PELAYANAN RESIKO TINGGI

Bondowoso,

Januari 2016

1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan petunjuk-Nya jualah akhirnya penyusunan Panduan Pelayanan Pasien Resiko Tinggi berhasil diselesaikan. Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk pengobatan

penyakit.Penanganan

psien

yang

berisiko,

mengingat

kompleksitas

penanganannya, mulai dari skrining, asesmen dan penatalaksanaannya. Panduan Pelayanan Pasien Koma merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat, kompeten dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk: 1) mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah sakit; 2) menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur yang sesuai; dan 3) melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan prosedur. Akhir kata, Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peran serta dan masukan dari seluruh pihak yang terkait sangat diharapkan.

Bondowoso,

Januari 2016

TIM PENYUSUN

2

DAFTAR ISI Daftar Isi……………………………………………………………………………………….........3 BAB I Pendahuluan Definisi..................................................................................................................................4 Tujuan...................................................................................................................................4 BAB II Ruang Lingkup A. Kegiatan Pelayanan Pasien.......................................................................................5 B. Kewenangan Pelaksana............................................................................................5 C. Waktu Pelaksanaan...................................................................................................5 BAB III Tata Laksana A. Tata laksana pelayanan pasien secara umum...........................................................6 B. Tata laksana pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga..........6 C. Tata laksana pelayanan gawat darurat (triage)..........................................................6 D. Tata laksana pelayanan resusitasi.............................................................................6 E. Tata laksana pelayanan darah dan komponen darah................................................7 F. G. H. I. J. K. L.

Tata laksana pelayanan kemoterapi..........................................................................8 Tata laksana pelayanan pasien dengan penghalang (restraint)................................8 Tata laksana pelayanan pasien yang akan meninggal..............................................9 Tata laksana asesmen awal nyeri...........................................................................11 Tata laksana asesmen ulang..................................................................................17 Tata laksana penentuan rencana pelayanan..........................................................17 Tata laksana pencatatan asesmen.....................................................................17

M. Tata laksana pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga........17 BAB IV dokumentasi A. Pencatatan seluruh kegiatan yang dilaksanakan pada rekam medis......................18 Rekam medis pemberian asesmen ........................................................................18

3

BAB I PENDAHULUAN A.

Definisi Pelayanan pasien resiko tinggi adalah proses pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien oleh petugas kesehatan kepada pasien yang tergolong pasien beresiko

B.

Tujuan Memberikan pelayanan kepada psien resiko tinggi msesuai dengan kebutuhan pasien

MATERI PELATIHAN RUANG LINGKUP

4

A.

Kegiatan Pelayanan Pasien RESIKO TINGGI 1. Pelayanan Gawat Darurat 2. Pelayanan resusitasi dan bantuan hidup dasar 3. Pelayanan Pemberian Darah dan Komponen Darah 4. Pelayanan Pasien intensif care 5. Pelayanan Pasien dengan Penyakit Menular 6. Pelayanan Pasien dengan Penghalang (restraint) 7. Pelayanan pasien lanjut usia, anak dengan ketergantungan dan

dengan

kekerasan fisik 8. Pelayanan Pasien Kemoterapi

B.

Kewenangan Pelaksanaan 1. Dokter 2. Perawat/Bidan 3. Apoteker 4. Fisioterapis 5. Radiografer 6. Analis 7. Ahli gizi

C.

Waktu Pelaksanaan 1. Asemen ulang dilakukan

TATA LAKSANA

A.

TATA LAKSANA PELAYANAN GAWAT DARURAT (TRIAGE) 1.

Pasien / keluarga pasien mendaftar ke bagian informasi dan pendaftaran ( SPO

2.

– IGD – 002 ) Dokter jaga IGD melakukan pemeriksaan pada pasien secara lengkap dan

3.

menentukan prioritas penanganan. Prioritas pertama (I, tertinggi, emergency ) yaitu mengancam jiwa / mengancam

4.

fungsi vital, pasien ditempatkan diruang resusitasi Prioritas kedua (II, medium, urgent ) yaitu potensial mengancam jiwa / fungsi vital, bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat. Penanganan dan

5

pemindahan bersifat terakhir. Pasien ditempatkan di ruang tindakan bedah / 5.

non bedah Prioritas ketiga (III, rendah, non emergency) yaitu memerlukan pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Pasien ditempatkan diruang non bedah

B.

TATA LAKSANA PELAYANAN RESUSITASI 1.

Lakukan pijat jantung dengan frekuensi pijatan 100 kali per menit, dengan kedalaman pijatan kurang lebih 5 cm

2.

Pijatan dilakukan pada bagian bawah tulang dada/sternum, dengan kedua telapak tangan ditautkan, dan lengan atas dan bawah dalam keadaan satu garis lurus. Kekuatan pijatan pada bahu.

3.

Buka jalan napas dengan cara angkat dagu dan tengadahkan kepala (head tilt & chin lift)

4.

Berian napas buatan dua kali, dengan rasio pijatan dengan napas buatan 30:2

5.

Ventilasi dengan menggunakan alat bantu bag & mask, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

6

6.

Periksa apakah muncul denyut nadi, bila belum muncul denyut nadi ulangi proses di atas dengan selang waktu dua menit.

C.

TATA LAKSANA PELAYANAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH 1.

Setiap kali akan dilakukan pemberian transfuse darah, perawat wajib melakukan identifikasi atas diri pasien, maupun produk darah yang akan

2.

diberikan Perawat menanyakan identitas pasien dengan menanyakan “Bapak/Ibu namanya siapa? Tanggal lahir?” dan mencocokkan dengan dokumen rekam

3.

medis yang berisi identitas pasien Pada saat menerima produk darah dari PMI yang dibawa oleh petugas, Perawat mengecek kebenaran kantong darah, meliputi jenis darah, golongan darah, nomor kantong dan tanggal kadaluarsa serta mencocokkan dengan

4.

formulir pengiriman kantong darah Sebelum memberikan produk darah kepada pasien, perawat mengulang kembali prosedur identifikasi pasien

D.

TATA LAKSANA PELAYANAN INTENSIF CARE 1.

Etika Kedokteran Berdasarkan falsafah dasar “Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien” maka semua kegiatan di Unit Pelayanan Intensif bertujuan dan berorientasi untuk dapat secara optimal memperbaiki kondisi kesehatan pasien.

2.

Pelayanan Intensif Primer Ruang perawatan intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang Perawatan intensif mampu melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 2448 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah: a. Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan b.

ruang perawatan lain. Memiliki ketentuan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan. 7

c. Memiliki seorang anestesiolog sebagai kepala. d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru e. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil f. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan perawatan intensif, minimal 1 orang per shift. g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, radiologi untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi. 3.

Pelayanan Medik Intensif a.

Praktek kedokteran intensive care Pelaksanaan pelayanan kedokteran intensif care adalah berbasis rumah sakit, diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis.Tujuan dari pelayanan intensif care adalah memberikan pelayanan

medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan b. Pelayanan Intensive Care Pelayanan Intensif harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara formal dan mampu memberikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari tugas-tugas lain yang membebani, seperti kamar operasi, praktek atau tugas-tugas kantor. Intensivis yang bekerja harus berpartisipasi dalam suatu sistem yang menjamin kelangsungan pelayanan intensif care 24 jam.Hubungan pelayanan intensif yang terorganisir dengan bagian-bagian pelayanan lain di rumah sakit harus ada dalam organisasi rumah sakit. Bidang kerja pelayanan intensif care meliputi: (1) pengelolaan pasien ; (2) administrasi unit ;(3) pendidikan ; dan (4) penelitian. Kebutuhan dari masing-masing bidang akan bergantung dari tingkat pelayanan tiap unit: 1)

Pengelolaan pasien langsung Pengelolaan pasien langsung pada kasus – kasus tertentu dilakukan secara primer oleh intensivist dengan melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis, menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut merawat pasien. Cara kerja demikian mencegah pengelolaan yang terkotakkotak dan menghasilkan pendekatan yang terkoordinasi pada pasien serta keluarganya.

2)

Administrasi unit Pelayanan

intensif

dimaksud

untuk

memastikan

suatu

lingkungan yang menjamin pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif. Untuk tercapainya tugas ini diperlukan partisipasi dari intensivist pada aktivitas manajemen.

8

4.

Standar Minimal Pelayanan Tingkat pelayanan intensif harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam pasien yang dirawat. Pelayanan intensif harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut: a. Resusitasi jantung paru b. Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator sederhana. c. Terapi oksigen. d. Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus. e. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral. f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh. g. Pelaksanaan terapi secara titrasi h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien. i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat. j. Kemampuan melakukan fisioterapi dada.

5.

Kriteria Pasien Masuk Unit Pelayanan Intensif ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan rawat intensif dibandingkan dengan pasien yang memerlukan pemantauan intensif dan pasien sakit kritis atau terminal (prioritas 2) dengan prognosis buruk atau sukar untuk sembuh (prioritas 3). Penilaian obyektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas pasien masuk ICU. a. Pasien Prioritas 1 Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan

perawatan

intensif

dengan

bantuan

alat-alat

ventilasi,

monitoring dan obat-obatan vasoaktif kontinyu dan lain-lain. Misalnya pasien bedah kardiotorasik atau pasien septic shock. Mungkin ada baiknya spesialis membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi. Pasien prioritas 1 umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari terapi yang dapat diterimanya. Penyakit atau gangguan akut pada sistem organ-organ vital : 9

1) Gangguan atau gagal napas akut 2) Gangguan sirkulasi 3) Gangguan susunan saraf pusat 4) Gangguan atau gagal ginjal 5) Misalnya : oedema paru, status konvulsi, septic shock b. Pasien Prioritas 2 Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong, misalnya pada pasien penyakit dasar jantung, paru atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya mengingat kondisi medisnya senantiasa berubah. Pemantauan pada keadaan yang dapat menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital, misalnya : 1) Pasca bedah ekstremitas 2) Pasca henti jantung ( cardiac arrest ) 3) Pasien bedah dengan penyakit jantung c. Pasien Prioritas 3 Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status kesehatan sebelumya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau kombinasinya atau penyakit akutnya, baik masingmasing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan/atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh-contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi dan resusitasi kardiopulmoner. 6.

Kriteria Pasien Masuk Unit Pelayanan Intensif Berdasarkan Spesialisasi a.

Pasien Anak / Neonatus 1)

Observasi syok (kecuali syok karena GE)

2)

Observasi kesadaran menurun

3)

Observasi kejang (kecuali kejang demam sederhana) 10

4)

Gagal jantung

5)

Gagal pernapasan (Asfiksia Neonatorum)

6)

GGA/GGK

7)

Observasi hematuri/melena

8)

Keracunan obat/bahan kimia

b.

Pasien Obsgyn 1)

Pre eklampsia berat dengan komplikasi

2)

Eklampsi

3)

Anemia gravis akibat perdarahan (HPP ruptur uteri)

4)

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

c.

Pasien Interne 1)

Shock

2)

Koma Akut

3)

Lung Oedema

4)

GGA

5)

Pasien dengan intoxikasi obat / bahan kimia

d.

Pasien Neurologi 1)

Status epileptikus

2)

Sindroma Guillain Barre dengan sesak napas

3)

Koma yang belum diketahui sebabnya

4)

CVA trombosis, CVA bleeding dengan kesadaran menurun dan gangguan pernapasan

5)

Myasthenia gravis dengan penyulit krisis myasthenic/cholinergic

e. Pasien Jantung Dewasa 1)

Infark miokard akut

2)

Angina tak stabil

3)

Atrial fibrilasi dengan ventrikel respon cepat

4)

Multiple multifocal PVC ( low criteria – grade III ke atas )

5)

Takikardia ventrikuler

6)

Setelah fibrilasi ventrikel

7)

Setelah RKP karena sebab-sebab jantung

8)

Edema paru akuta DM

9)

Krisis hipertensi termasuk : hipertensi ensepalopati, hipertensi berat (sistol > 230/180 )

10) Bradiaritmia dengan ventrikel respon < 40 x/mnt 11) Gagal jantung berat yang memerlukan perawatan intensif 11

12) Takikardia atrial paroxismal 13) Decompensatie cordis acut 14) Aritmia f. Pasien Paru 1)

Kasus – kasus penyakit paru dengan disertai penyulit gagal nafas a)

Odema Paru

b)

ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)

c)

Status Asmatikus

d)

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Menahun) dengan Exsersabasi Akut

e) f) 2)

7.

Pneumothorak Aspirasi, dll.

Kasus–kasus penyakit paru dengan disertai penyulit kegagalan sirkulasi 1)

Hematothorak

2)

Infeksi Paru dengan penyulit septic shock, dll.

Kriteria Pasien Keluar Unit Pelayanan Intensif a.

Pasien Prioritas 1 Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi perawatan intensif, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognosis jangka pendek buruk, sedikit kemungkinan bila perawatan intensif diteruskan. Contoh: pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif.

b.

Pasien Prioritas 2 Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi.

c.

Pasien Prioritas 3 Pasien dikeluarkan apabila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi pasien mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil, keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat sedikit. Contoh: pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung/liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas, dll. yang tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit akut lainnya. Penentuan pasien 12

masuk atau keluar ICU ditentukan Kepala Unit Pelayanan Intensif dan berkoordinasi dengan dokter yang merawat.

8.

Alur Masuk sampai dengan Keluar Unit Pelayanan Intensif

Prive Dokter Spesialis

Poli spesialis Rawat jalan

Ruang Rawat Inap

IGD

Unit Pelayanan Intensif

Tindakan

Pindah Ruangan

Keluar dari Intensif

Meninggal

Pulang Sembuh / APS

Dirujuk ke RS lain

9. Intensivist Definisi Intensivist Seorang intensivist adalah seorang dokter yang memenuhi standart kompetensi sebagai berikut: a. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensif care medicine KIC, Konsultan Intensive care melalui program pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh perhimpunan profesi yang terkait. b. Menunjang kualitas pelayanan di unit pelayanan intensif dan menggunakan sumber daya secara efisien. 13

c. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan intensif. d. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/hari, 7 hari/seminggu. e. Mampu melakukan prosedure critical care biasa, antara lain: 1) Mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi traceal dan ventilasi mekanik. 2) Punksi arteri untuk mengambil sampel arteri. 3) Memasang kateter intravaskuler dan peralatan monitoring, termasuk: a) Kateter arteri. b) Kateter vena perifer. c) Kateter Vena Central (CVP). d) Kateter arteri pulmonalis. 4) Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer 5) Resusitasi kardiopulmoner 6) Pipa thoracostomy f. Melaksanakan dua peran utama : 1) Pengelolaan pasien Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayanan di unit pelayanan intensif, menggabungkan dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit komplrks atu cedera termasuk organ multi-sistem. Intensivist memberi pelayanan sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter pasien sebelumnya. Mampu meengelola pasien dalam kondisi yang biasa terdapat pada pasien sakit kritis seperti: a) Hemodinamik tidak stabil. b) Gangguan atau gagal nafas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan ventilasi mekanis. c) Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi intrakranial. d) Gangguan atau gagal ginjal akut. e) Gangguan endokrin dan / metabolik akut yang mengancam nyawa. f)

Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat.

g) Gangguan koagulasi. h) Infeksi serius. i)

Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi.

2) Manajemen Unit Intensivist berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas manajemen unit yang diperlukan untuk memberi pelayana-pelayanan ICU yang efisien, 14

tepat waktu dan konsisten pada pasien. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi antara lain : a) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien. b) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijkan unit. c) Partisipasi

pada

kegiatan-kegiatan

perbaikan

kualitas

yang

berkelanjutan termasuk supervisi koleksi data. d) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk menjamin kelancaran jalannya unit pelayanan intensif. Untuk keperluan ini, intensivist secara fisik harus berada di unit pelayanan intensif atau rumah sakit dan bebas dari tugas-tugas lainnya. g.Mempertahankan pendidikan yang berkelanjutan di critical care medicine 1) Selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literatur kedokteran 2) Berpartisipasi

dalam

program-program

pendidikan

kedokteran

berkelanjutan 3) Menguasai standart-standart untuk unit critical care dan standard of care di critical care. h.Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas interdisipliner. 10. Pelayanan Nyeri (akut atau kronis) a.

Pelayanan Nyeri Pelayanan nyeri adalah pelayanan penanggulangan nyeri (rasa tidak nyaman yang berlangsung dalam periode tertentu) baik akut maupun kronis. Pada nyeri akut, rasa nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi akibat pembedahan, trauma, persalinan dan umumnya dapat diobati. Pada nyeri kronis, nyeri berlangsung menetap dalam waktu tertentu dan seringkali tidak responsif terhadap pengobatan.

b.

Sasaran Kelompok pasien di bawah ini merupakan pasien dengan kebutuhan khusus yang perlu mendapat perhatian: 1) 2) 3) 4) 5) 6)

Anak-anak Pasien obstetrik Pasien lanjut usia Pasien dengan gangguan kognitif atau sensorik Pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri atau nyeri kronis Pasien yang mempunyai risiko menderita nyeri kronis 15

B.

TATA LAKSANAN PELAYANAN PASIEN MENULAR Syarat – syarat Ruang Isolasi 1.

Pencahayaan Menurut KepMenKes 1204/Menkes/SK/X/2004, intensitas cahaya untuk ruang isolasi adalah 0,1 ± 0,5 lux dengan warna cahaya biru. Selain itu ruang isolasi

2.

harus mendapat paparan sinar matahari yang cukup. Pengaturan sirkulasi udara Pengaturan sirkulasi udara ruang isolasi pada dasarnya menggunakan prinsip tekanan yaitu tekanan bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Berdasarkan tekanannya ruang isolasi dibedakan atas : a.

Ruang Isolasi Bertekanan Negatif Pada ruang isolasi bertekanan negatif udara di dalam ruang isolasi lebih rendahdibandingkan udara luar. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara yang keluar dari ruangan isolasi sehingga udara luar tidak terkontaminasi oleh udara dari ruang isolasi. Ruang isolasi bertekanan negatif ini digunakan untuk penyakit- penyakit menular khususnya yang menular melalui udara sehingga kuman-kuman penyakit tidak akan mengkontaminasi udara luar,Untuk metode pembuangan udara atau sirkulasi

udara digunakan sistem sterilisasi dengan HEPA. b. Ruang Isolasi Bertekanan Positif Pada ruang isolasi bertekanan positif udara di dalam ruang isolasi lebih tinggi dibandingkan udara luar sehingga mennyebabkan terjadi perpindahan udara dari dalam ke luar ruang isolasi. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara luar yangmasuk ke ruangan isolasi sehingga udara ruang isolaso tidak terkontaminasi oleh udara luar. Ruang isolasi bertekanan positif ini digunakan untuk penyakit-penyakit immunodeficiency seperti HIV AIDS atau pasien-pasien transplantasi sumsum tulang.Untuk memperoleh udara di ruang isolasi sehingga menghasilkan tekanan positif di ruang isolasi digunakan udara luar yang sebelumnya telah disterilisasi terlebih dahulu TATA LAKSANA PENANGANAN LIMBAH PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR Pada prinsipnya pengelolaan limbah pada ruang isolasi sama dengan pengelolaan limbah medis infeksius yang umumnya terdiri dari penimbunan, penampungan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.

1.

Penimbunan (Pemisahan dan Pengurangan) Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan 16

perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai 2.

jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan. Penampungan Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna merah dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna ungu dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan domestik´.

3.

Pengangkutan Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site ). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dandibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk

TATA LAKSANA PENGGUNAAN PERALATAN MAKAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR 1.

Pada prinsipnya semua peralatan makanan dan minuman pasien dengan penyakit menular dapat digabungkan dengan peralatan makanan dan

2.

minuman pasien lainnya. Peralatan makanan dan minuman (gelas, piring, sendok, dll.) pasien dengan HIV/AIDS yang telah digunakan direndam dalam disinfektan klorin 0,5% selama 30 menit, kemudian dicuci dengan deterjen dan air mengalir. Petugas

3.

wajib menggunakan sarung tangan. Pasien dengan penyakit infeksi enteric atau rongga mulut dan tuberculosis dapat menggunakan alat makan sekali pakai. Setelah digunakan, peralatan

17

makanan dan minuman tersebut harus dibuang dan diperlakukan sebagai bahan terkontaminasi. TATA LAKSANA PENANGANAN PASIEN DENGAN HIV/AIDS 1.

Prinsip umum perawatan di ruangan a. Pasien dengan HIV/AIDS secara umum tidak diperlukan ruang isolasi, kecuali untuk kondisi: 1) Pasien tidak/kurang kooperatif 2) Ada gejala-gejala: a) Batuk kronis b) Diare berat dan berkepanjangan c) Penyakit oportunistik lainnya d) Perdarahan e) Neutropenia berat b. Petugas kesehatan (dokter dan perawat) perlu menggunakan pakaian dan perlengkapan pelindung diri: 1) Masker 2) Baju pelindung dari plastic (skort plastic) 3) Sarung tangan rangkap dua c. Sarung tangan yang telah dipergunakan sebelum dilepas dibilas atau direndam dalam larutan klorin 0,5%. d. Penyuntikan atau tindakan invasive lainnya harus dilakukan oleh perawat terlatih di bidang HIV/AIDS. Apabila terjadi luka tusuk karena jarum suntik yang telah dipakai untuk pasien, maka petugas harus segera melapor kepada Tim HIV/AIDS untuk dilakukan penanganan pajanan sesuai dengan kebijakan yang berlaku. e. Jarum suntik dan benda tajam lainnya harus dibengkokkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kotak khusus yang ditempatkan di ruang perawatan pasien, kotak tersebut harus diberi tanda merah yang jelas terlihat

2.

untuk menghindari keselahan pembuangan untuk kemudian dibakar. Perawatan di Kamar Bersalin a. Penolong 1) Dokter dan perawatan menggunakan pakaian khusus berupa a) Baju dalam terbuat dari kain berlengan pendek b) Baju tengah berupa baju dan celana plastic (dapat menggunakan c)

jas hujan lengkap) dan memakai sarung tangan Baju luar skort operasi yang terbuat dari kain lengkap baju dan

d)

celananya serta menggunakan sarung tangan kedua Wajah ditutupi dengan masker, kacamata dan penutup kepala atau dapat menggunakan penutup kantong plastic tipis yang telah

2)

dilubangi atasnya untuk saluran udara Setelah selesai perawatan, semua baju, kecuali baju dalam dilepaskan

dan dimasukkan ke dalam kantong plastic warna merah b. Perawatan bayi 18

1)

Bayi langsung dibungkus dengan kain steril dan diletakkan di meja

2)

resusitasi yang sudah dihangatkan dengan lampu Jalan napas dibersihkan dengan penghisap lendir steril sekali pakai, dihisap dengan spuit 50 cc perlahan dan berulang; JANGAN

3)

menghisap dengan menggunakan mulut petugas! Bila kondisi bayi sudah baik (napas teratur, menangis kuat) tidak usah dimandikan, hanya dibersihkan dengan air hangat yang diberi larutan

4)

klorin (60 cc klorin 5,25% dalam 2 liter air). Bayi dipindahkan ke ruang isolasi neonatus dan diletakkan dalam

5)

incubator dan diobservasi. Berikan susu formula yang sesuai anjuran dokter; JANGAN memberi

6)

ASI Sampel darah diambil oleh petugas khusus yang telah ditunjuk oleh Tim

HIV/AIDS pada saat tali pusat dipotong atau sewaktu-waktu diperlukan. c. Perawatan ibu 1) Tempat tidur bersalin diberi lapisan plastic 2) Setelah bayi dilahirkan, dan seluruh proses perawatan ibu sudah selesai, badan ibu dibersihkan dengan waslap air klorin (60 cc klorin 3)

5,25% dalam 2 liter air). Seluruh linen dan peralatan yang dapat dipakai kembali, direndam terlebih dahulu dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong plastic untuk dibawa ke unit pencucian

4)

rumah sakit. Semua peralatan yang tidak dipakai kembali, dimasukkan ke dalam kantong sampah plastic warna merah dan diperlakukan sebagai

5)

sampah medis infeksius. Tempat tidur pasien, alas tempat tidur, meja instrument dan semua peralatan yang terkena darah dan cairan tubuh pasien diwaslap basah dengan larutan klorin 0,5% selama 10 menit, apabila memungkinkan direndam dengan larutan klorin selama 10 menit, selanjutnya dicuci

6)

dengan deterjen dan dibilas dengan air. Ruang kamar bersalin dibersihkan dengan menguyur seluruh dinding dan lantai dengan larutan klorin 0,5% dan didiamkan selama 10 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir; selanjutnya dapat dilakukan proses pembersihan seperti biasanya.

TATA LAKSANA PENGATURAN RUANG PERAWATAN PASIEN TB 1.

Ruang pemeriksaan dan perawatan pasien TB paru harus mempunyai ventilasi alami maupun ventilasi mekanik; serta memiliki jendela yang memungkinkan

2.

sinar matahari dapat masuk. Ventilasi alami 19

a. b. c.

3.

Pintu dan jendela harus selalu terbuka Dapat menggunakan kipas angina untuk aliran udara Petugas kesehatan harus duduk dekat dengan sumber udara bersih

Ventilasi mekanik a. Ventilasi exhaust local 1) Menghentikan penyebaran udara yang terkontaminasi ke lingkungan 2) 3)

yang lebih luas Meliputi hood eksternal, booth dan tenda Sebaiknya dipergunakan pada ruang tindakan yang menimbulkan rangsangan batuk.

b.

Airborne Infection Isolation (AII) Room 1) Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui droplet nuclei 2) Mempunyai tekanan negative dimana udara bersih dialirkan dari koridor 3)

ke dalam ruangan Sebelum dikeluarkan dari ruangan, udara dalam ruangan dialirkan terlebih dahulu melalui filter (HEPA)

20

C.

TATA LAKSANA PELAYANAN KEMOTERAPI 1.

Persiapan pasien Sebelum pengobatan dimulai, maka terlebih dahulu dilakukan: a.

Pemeriksaan yang meliputi: 1) Darah tepi: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit. 2) Fungsi hepar: Bilirubin,SGOT,SGPT, alkali fosfatase. 3) Fungsi ginjal: Ureum,creatinin dan creatine clearence test

(bila serum

creatine meningkat). 4) Foto thorax untuk konsul dokter spesialis jantung 5) EKG ( terutama pada pemberian adriamycin,epirubicin). b. Terangkan prosedur kemoterapi kepada pasien. c. Pastikan anti emetik telah diresepkan. d. Cek apakah vena dapat berfungsi dengan baik. 2.

Penyiapan peralatan a. b. c. d. e. f. g. h.

3.

Apron plastik Sarung tangan Masker Kassa verban Tissue Tempat sampah khusus Sepatu Kacamata

Pemberian Kemoterapi a. Berikan obat sesuai urutan regimen (lihat regimen kemoterapi). b. Bila obat bersifat vesicant berikan secara drip cepat. c. Bila lebih dari 1 obat yang diberikan lakukan pembilasan dengan minimal 20 ml NS sebelum pemberian obat berikutnya. d. Bila menjumpai tanda ektravasasi segera hentikan pemberian obat, selanjutnya ikuti petunjuk penanganan ekstravasasi. e. Di akhir pemberian infus, bungkus semua sampah dalam tas sampah khusus kecuali jarum dimasukkan ke dalam tempat sampah khusus benda tajam.

4.

Penanganan obat tumpah a. Kenakan pakaian pelindung. b. Letakkan tissue kertas diatas permukaan cairan yang tumpah,biarkan menyerap kemudian buang ke tempat sampah plastik khusus kemoterapi. c. Bila obat yang tumpah berupa serbuk, basahi tissue dengan air terlebih dahulu sebelum digunakan untuk membersihkan serbuk yang tumpah tadi. d. Cuci area tumpahan dengan air dan keringkan dengan tissue. e. Bila obat tumpah mengenai mukosa, cuci dengan air mengalir.

5.

Ketentuan Peresepan Kemoterapi a. b. c.

Resep ditulis oleh dokter Resep ditulis menggunakan format khusus ( seperti terlampir) Resep seluruh pasien kemoterapi disiapkan oleh departemen farmasi

21

D.

TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN DENGAN PENGHALANG (RESTRAINT) 1.

Perawat harus membuat rencana keperawatan asuhan pelayanan pasien dengan penghalang dan ditulis pada berkas rekam medis pasien, agar

2.

diketahui oleh perawat yang bertugas pada shift berikutnya. Rencana keperawatan tersebut meliputi monitoring pasien dengan penghalang terhadap terjadinya komplikasi atau risiko lain yang dapat berdampak pada

3.

keselamatan pasien. Risiko yang perlu dipertimbangkan menyangkut dampak dari penggunaan penghalang tersebut, maupun dampak dari upaya pasien untuk membebaskan

4.

diri dari penghalang yang dipasang pada tubuhnya. Perawat perlu mengidentifikasi terjadinya dampak

atas

pemasangan

penghalang terhadap pasien, dan melakukan kolaborasi dengan DPJP untuk tindakan pencegahan yang perlu diambil serta mencatat pada berkas rekam 5.

medis pasien. Risiko yang mungkin terjadi selama pemasangan penghalang terhadap tubuh

6.

pasien meliputi: a. Perpanjangan lama dirawat b. Trauma langsung c. Kerusakan saraf (nerve injury) d. Risiko jatuh e. Asfiksia f. Gangguan ritme jantung g. Inkontinensia h. Decubitus i. Infeksi nosocomial j. Pada pasien psikiatrik, dapat menambah agitasi pasien Pada kebanyakan kasus, observasi, asesmen dan asuhan pasien dengan penghalang perlu dilakukan sedikitnya setiap 2 jam. Pada kasus pasien dengan agitasi, observasi pasien perlu dilakukan sedikitnya setiap 15 menit. Frekuensi asesmen dan monitoring pasien dengan penghalang perlu dilakukan secara individual dengan memperhatikan kondisi pasien, status intelengensi, dan

7.

beberapa kondisi terkait lainnya. Observasi dan asesmen yang perlu dilakukan meliputi posisi alat penghalang, kondisi kulit di sekitar lokasi pemasangan alat penghalang, sirkularisasi dari

8.

ekstremitas yang terpasang alat penghalang. Tindakan yang perlu dilakukan antara lain: mobilisasi aktif maupun pasif terhadap ekstremitas yang terpasang alat penghalang, penggantian posisi, hygiene pasien, asupan makanan dan minuman.

22

E.

TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN LANJUT USIA TATA LAKSANA SKRINING KEBUTUHAN PELAYANAN PASIEN LANJUT USIA 1.

Skrining terhadap pasien lanjut usia yang memerlukan pelayanan khusus dilakukan oleh seluruh unit yang berinteraksi dengan pasien sesuai dengan kompetensi masing-masing.

2.

Skrining pasien lanjut usia dilakukan oleh dokter, perawat, dan profesional lainnya sesuai dengan kompetensi masing-masing untuk menemukan status fisiologis pasien lanjut usia yang berisiko dan berbeda dengan pasien dewasa lainnya, untuk dilakukan pelayanan khusus.

3.

4.

Kondisi berisiko tersebut antara lain: a.

kemampuan berjalan

b.

perubahan tekstur kulit

c.

inkontinentia urine

d.

penggunaan gigi palsu

Kondisi berisiko tersebut perlu segera diketahui oleh tenaga profesional di rumah sakit, untuk selanjutnya dikolaborasikan dengan tenaga profesional terkait, dan DPJP akan menentukan asesmen dan pelayanan yang sesuai untuk pasien lanjut usia tersebut.

TATA LAKSANA ASESMEN KEBUTUHAN PELAYANAN PASIEN LANJUT USIA 1.

Apabila tenaga profesional dalam proses skrining menemukan adanya faktor berisiko pada pasien lanjut usia, wajib segera melakukan asesmen sesuai dengan kompetensi masing-masing dan mengkoordinasikannya kepada DPJP,

2.

untuk selanjutnya DPJP melakukan asesmen. Asesmen pasien lanjut usia yang berisiko dalam berjalan, dilaksanakan

3.

berdasarkan Panduan Asesmen Risiko Jatuh. Faktor risiko terjadinya inkontinensia urin dilakukan asesmen apakah pasien lanjut usia tersebut perlu menggunakan kateter, dengan melakukan asesmen

4.

seksama adanya kontra indikasi pemasangan kateter. Temuan adanya perubahan tekstur kulit perlu dilakukan asesmen sebelum dilakukan tindakan invasif pemberian injeksi maupun pengambilan sampel darah, sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya ekstravasasi dan atau

5.

terjadinya infeksi aliran darah perifer. Pasien lanjut usia yang dirawat inap dalam waktu lama akan berpotensi terjadi decubitus. Oleh karena itu perlu dilakukan asesmen untuk mengetahui apakah pasien perlu

dilakukan asuhan keperawatan

khusus, atau kebutuhan

penggunaan kasur air untuk mencegah terjadinya decubitus tersebut. 23

TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN LANJUT USIA 1.

Masing-masing

tenaga

professional

kesehatan

diharapkan

dapat

mengumpulkan informasi mengenai kondisi fisiologis pasien usia lanjut terkait dengan kondisi penyakit yang dialami. 2.

Berdasarkan

informasi

tersebut

selanjutnya

dilakukan

analisis

untuk

menentukan rencana pelayanan kesehatan khusus terkait dengan proses penuaan yang ada. 3.

Rencana pelayanan khusus ini perlu dibuat dan disusun sebagai pelengkap rencana pelayanan terkait dengan penyakit yang dialami sebagaimana pasien dewasa pada umumnya.

4.

Apabila berdasarkan asesmen khusus yang dilakukan terhadap pasien usia lanjut oleh masing-masing tenaga professional kesehatan diperlukan pelayanan khusus, maka perlu koordinasi dengan dokter penanggung jawab pasien (DPJP), untuk persetujuan diberikannya rencana pelayanan khusus tersebut.

5.

Semua pelayanan khusus terhadap pasien usia lanjut harus dicatat di dalam rekam medis pasien, dan apabila diperlukan dapat ditulis sedemikian rupa untuk mendapatkan perhatian.

6.

Seyogyanya pasien usia lanjut yang sedemikian terbatas kemampuan melaksanakan aktivitas rutin individual, perlu didampingi oleh keluarga selama 24 jam.

7.

Pelayanan pasien usia lanjut seyogyanya melibatkan keluarga dalam pengambilan keputusan dan persetujuan terhadap rencana pelayanan dan tindakan medis maupun pengobatan yang akan diberikan.

TATA LAKSANA PEMBERIAN OBAT DAN MONITORING 1.

Pemberian antibiotika pada pasien lanjut usia perlu mempertimbangkan factor penurunan kekebalan tubuh pasien serta penurunan kemampuan organ tubuh untuk memetabolisir obat antibiotika.

2.

Farmasis perlu mengkoordinasikan kepada DPJP apabila diketahui jenis dan dosis antibiotika yang diberikan kurang sesuai atau merupakan kontraindikasi untuk diberikan kepada pasien lanjut usia.

3.

Pasien usia lanjut perlu mendapatkan bantuan dalam mendapatkan pemberian obat per oral, dan perlu dicatat dalam rekam medis, mengingat penurunan daya ingat pasien usia lanjut.

24

TATA LAKSANA PEMBERIAN ASUPAN NUTRISI PASIEN LANJUT USIA 1.

Kebutuhan nutrisi pasien usia lanjut selain berdasarkan kondisi penyakitnya, perlu disesuaikan dengan fungsi pencernaan yang sangat mungkin mengalami penurunan, terlebih apabila didapatkan adanya kondisi/gangguan fungsi saluran pencernaan.

2.

Jenis dan menu nutrisi yang diberikan kepada pasien usia lanjut perlu disesuaikan dengan kemampuannya mencernakan makanan yang diperlukan. Misalnya pasien dengan gigi palsu, sebaiknya diberikan makanan lunak atau bubur, mengingat DPJP mungkin merekomendasikan untuk menanggalkan gigi palsu tersebut selama pelayanan di rumah sakit.

3.

Sedapat mungkin pemberian makanan pasien usia lanjut dilakukan oleh perawat, atau setidaknya oleh keluarga yang telah mendapatkan informasi cara pemberian makanan tersebut oleh ahli gizi.

TATA LAKSANA PECEGAHAN RISIKO JATUH PASIEN LANJUT USIA 1.

Keterbatasan mobilitas pasien usia lanjut perlu diidentifikasi sedini mungkin sejak pasien berinteraksi dengan staf rumah sakit.

2.

Sesuai dengan Panduan Pelayanan Pasien Risiko Jatuh, staf rumah sakit sesuai dengan kompetensi masing-masing harus memberikan bantuan mobilitas, baik secara manual maupun dengan alat bantu jalan lainnya.

F.

TATA LAKSANA PERLINDUNGAN ANAK CACAT TATA LAKSANA PERLINDUNGAN SECARA UMUM 1.

Rumah sakit mengidentifikasi kelompok pasien yang mudah diserang dan yang berisiko yaitu anak-anak, cacat, manula, gangguan mental, koma dan pasien yang berisiko disakiti dalam kelopok khusus yang perlu mendapatkan perlindungan.

2.

Kelompok yang berisiko tidak hanya terhadap kekerasan fisik, tetapi perlindungan yang lebih luas lagi untuk masalah keselamatan pasien, perlindungan

dari

penyiksaan,

kelalaian

asuhan

keperawatan,

tidak

dilaksanakan pelayanan dan bantuan yang diperlukan apabila terjadi kebakaran harus mendapatkan perhatian oleh pimpinan rumah sakit. 3.

Perlindungan dan keselamatan pasien selama menjalani proses pelayanan kesehatan di rumah sakit perlu mendapatkan prioritas utama oleh tenaga yang berkecimpung

langsung

didalamnya,

penerapan

6

langkah

sasaran 25

keselamatan pasien harus dijalankan seiring dengan perlindungan yang harus diberikan oleh rumah sakit. 4.

Memberikan perlindungan dari penyiksaan yang berarti kepada pasien diluar dari tindakan medis harus dihindari sedapat mungkin, pemberian reinstrain kepada pasien harus dengan pertimbangan yang manusiawi dan diinformasikan kepada pihak keluarga pasien sebagai rangkaian proses pemberian tindakan medis kepada pasien.

5.

Pemberian asuhan keperawatan yang berkelanjutan disertai pengkajian yang mendalam terhadap diri pasien dan system pencatatan medis yang teratur, mencegah terjadinya kelalaian dari tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien.

6.

Rumah sakit memberikan pelatihan kepada staf dalam mengembangkan dan melaksanakan prosedur-prosedur dan tindakan khusus kepada pasien termasuk pemberian dan penanganan pasien bila terjadi kebakaran.

7.

Perlindungan ini dibuat suatu kebijakan dan prosedur baku yang harus diterapkan oleh semua staf di rumah sakit dalam menjalankan prosedur yang telah ditetapkan.

TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP PASIEN BAYI DAN ANAK-ANAK 1.

Ruang rawat inap perinatologi harus dijaga oleh seorang perawat atau bidan yang tidak boleh meninggalkan ruangan sebelum ada pengganti perawat atau

2.

bidan yang menggantikannya Ruang rawat inap anak-anak, yang terletak di ruang bangsal, harus ada perawat yang menjaga dan mengawasi seisi ruangan yang ada atau adanya

3.

salah satu anggota keluarga pasien yang menjaga pasien secara bergantian. Pemanfaatan CCTV untuk memantau kondisi pasien (bayi dan anak-anak) dan

4.

keluar masuknya pengunjung/staf di ruangan. Pengamanan tempat tidur pasien dari risiko kelalaian petugas selama masa

5.

asuhan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan dan pengkajian yang mendalam dapat mengurangi risiko adanya kelalaian atau kesalahan selama proses pelayanan diberikan.

TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP PENDERITA CACAT 1.

Petugas menskrining penderita dengan indikasi khusus (cacat) dengan menempatkan ruang tempat tidur tersendiri atau didekatkan dengan pos jaga, untuk penderita rawat jalan, petugas dapat menempatkan penderita yang mudah di monitor oleh petugas/staf yang ada. 26

2.

Perawat

menginformasikan

kepada

keluarga

untuk

dapat

membantu

mengawasi dan melakukan pengawasan selama proses pengobatan (rawat 3.

jalan/rawat inap) Memastikan fasilitas pendukung keamanan bagi pasien rawat inap yang terletak diruang rawat inap berupa memasang pengaman ditempat tidur dan penggunaan bel yang mudah dijangkau oleh pasien dan keluarganya serta

4.

pemasangan pegangan tangan di kamar mandi pasien Meminta persetujuan keluarga bila sewaktu-waktu

dibutuhkan

untuk

dilakukannya reinstrain pada pasien selama proses pengobatan. TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP PASIEN MANULA, GANGGUAN MENTAL DAN EMOSIONAL 1.

Penempatan pasien dengan gangguan mental dan emosional dapat disediakan

2.

lokasi / ruangan khusus yang beda dengan pasien yang lainnya Pasien dapat pula ditempatkan dengan ruang jaga perawat yang mudah

3.

dipantau/dimonitor oleh perawat yang bertugas. Meminta keluarga pasien untuk membantu menjaga pasien selama proses

4.

rawat inap dilakukan. Melakukan screening terhadap para keluarga dan pengunjung yang melakukan kunjungan di rumah sakit khususnya rawat inap.

G.

TATA LAKSANA PERLINDUNGAN TERHADAP PASIEN YANG BERISIKO DISAKITI (RISIKO PENYIKSAAN, TERSANGKA TINDAK PIDANA, KORBAN KEKERASAN, NAPI, DSB) 1.

Pasien ditempatkan di ruangan khusus untuk kasus-kasus khusus dan dijaga

2.

oleh tenaga keamanan rumah sakit. Pengunjung, keluarga dan orang yang melakukan kontak dengan pasien agar dilakukan pencatatan identifikasi, agar memudahkan petugas bila sewaktu-

3.

waktu bila terjadi tindakan yang tidak diinginkan. Memasang bel/alarm disetiap ruangan/tempat-tempat

4.

memudahkan pasien bila dilakukan kekerasan oleh orang lain. Petugas berkoordinasi dengan satuan pengamanan rumah sakit untuk tetap melakukan

pemantauan

kondisi

dan

perilaku

pasien,

tertentu

bila

untuk

diperlukan

bekerjasama dengan pihak yang berwajib.

TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN DENGAN RESIKO KEKERASAN Tata laksana Perlindungan Tindak Kekerasan secara Umum 1.

Petugas medis dimasing-masing unit pelayanan mengidentifikasi pasien yang berisiko terkenanya tindak kekerasan / yang memerlukan perlindungan. 27

2.

Petugas medis menempatkan pasien / tempat tidur pasien sesuai dengan

3.

kategori setiap kasus yang diderita pasien Petugas medis menginformasikan/meminta keluarga pasien untuk dapat

4.

membantu menjaga pasien Selama proses pengobatan di Rumah Sakit Dilakukannya sistem jam berkunjung pasien, dengan batasan-batasan tertentu untuk dapat memonitor kondisi pasien, baik memonitor dari sisi kesehatan

5.

maupun risiko kekerasan. Disediakan kartu jaga/penunggu pasien selama proses rawat inap untuk

6.

keluarga pasien yang mendampingi pasien jaga malam. Dilakukan monitor dengan media CCTV pada lokasi terpencil/terisolasi, pemantauan individu yang dicurigai

7.

akan melakukan tindakan kekerasan,

identifikasi pengunjung dan pengawasan keamanan. Disusun mekanisme/sistem pengawasan yang terpadu antara perawat/petugas dengan satuan pengamanan rumah sakit untuk mengantisipasi kondisi terjadinya kekerasan fisik, dsb.

Tata laksana Perlindungan Terhadap Pasien Bayi, anak-anak dan Manula 1.

Ruang rawat inap perinatologi harus dijaga oleh seorang perawat atau bidan yang tidak boleh meninggalkan ruangan sebelum ada pengganti perawat atau

2.

bidan yang menggantikannya Ruang rawat inap anak-anak, yang terletak di ruang bangsal, harus ada perawat yang menjaga dan mengawasi seisi ruangan yang ada atau adanya

3.

salah satu anggota keluarga pasien yang menjaga pasien secara bergantian. Pemanfaatan CCTV untuk memantau kondisi pasien (bayi dan anak-anak) dan

4.

keluar masuknya pengunjung/staf di ruangan. Pengamanan tempat tidur pasien dari risiko kelalaian petugas selama masa asuhan keperawatan.

Tata laksana Pemeriksaan Identifikasi Pengunjung. 1.

Rumah Sakit menempatkan petugas keamanan di tempat-tempat atau area pintu masuk dan keluar rumah sakit pada saat waktu kunjungan pasien atau

2.

pada saat dilakukannya pelayanan kesehatan di rumah sakit. Petugas berhak melakukan pemeriksaaan kepada setiap orang yang dicurigai pada saat berkunjung ke rumah sakit dengan cara dan tata susila sesuai

3.

prosedur dengan tetap menghargai orang tersebut. Rumah Sakit menetapkan waktu berkunjung pasien rawat inap dan diterapkan

4.

sesuai dengan ketentuan yang ada. Pengunjung yang tinggal ditempat/ruangan dimana pasien rawat inap, harus melaporkan kepada perawat ruangan yang ada.

28

5.

Fokus dan perhatian utama yang dilakukan petugas keamanan pada saat identifikasi, bila pengunjung rawat inap yang berada diruang bayi, anak-anak

6.

dan manula / orang yang tidak mampu untuk melindungi dirinya sendiri. Identifikasi pengunjung yang tinggal dilakukan lebih lanjut oleh petugas keamanan yang berdinas saat itu dengan cara menitipkan Tanda pengenal

7.

pengunjung dan petugas akan memberikan ID Card Pengunjung pasien. Pengunjung yang menjenguk pasien diluar ketentuan jam berkunjung yang ditetapkan, wajib meletakkan kartu tanda pengenal kepada petugas keamanan

8.

rumah sakit dan dapat diambil pada saat waktu berkunjung selesai. Petugas keamanan terus melakukan kontrol terhadap setiap pengunjung yang berada didalam rumah sakit dan mewaspadai bila terjadi kemungkinan adanya tindak kekerasan yang timbul.

Tata laksana Pemantauan Wilayah Terpencil atau Terisolasi 1.

Pemantauan wilayah terpencil atau terisolasi dilakukan dan menjadi tanggung jawab

petugas

keamanan

rumah

sakitPetugas

keamanan

melakukan

kontrol/ronde ke wilayah-wilayah yang terpencil/terisolasi atau wilayah-wilayah yang dicurigai sering terjadinya tindak kekerasaan kepada pasien, khususnya ruang rawat inap bayi, anak-anak, manula dan orang tua yang tidak dapat 2.

melindungi dirinya sendiri. Pengaturan waktu kontrol petugas dilakukan secara berkala dalam setiap shift dengan waktu yang sudah ditentukan secara acak oleh kepala keamanan

3.

rumah sakit. Pemantauan wilayah terpencil dapat dilakukan dengan media telekomunikasi

4.

berupa CCTV yang terpasang tersembunyi diarea yang dimaksud. Setiap melakukan kontrol/ronde, petugas keamanan melakukan pengecekan

5.

keseluruhan wilayah yang menjadi jangkauannya. Untuk memastikan pelaksanaan kontrol petugas keamanan, disediakan kartu control (checklist) yang harus dibawa oleh petugas keamanan ke setiap wilayah dan meminta tanda tangan petugas, perawat dimana ruangan/lokasi tersebut dilakukan pengontrolan.

Tata laksana Terjadinya Kekerasan Fisik Terhadap Pasien 1.

Setiap petugas yang bekerja di Rumah Sakit selalu waspada terhadap orangorang yang dicurigai atau akan melakukan tindakan kekerasan fisik pada

2.

pasien yang sedang menjalani pelayanan kesehatan. Petugas yang terdekat pada saat terjadinya kekerasan fisik terhadap pasien segera tanggap dan cepat merespon sebelum tindakan yang lebih fatal terjadi

29

pada pasien, khususnya bayi, anak-anak, manula dan orang tua yang tidak 3.

dapat melindungi dirinya sendiri. Untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, diruang rawat inap disediakan bel (alarm) yang dapat dijangkau oleh pasien bila membutuhkan pertolongan petugas, untuk pasien yang tidak mampu menjangkau atau mempergunakan bel, agar dapat dijaga oleh keluarga atau orang yang dapat

4.

dipercaya oleh pasien. Pertolongan pertama saat terjadinya kekerasan fisik dapat dilakukan oleh petugas yang terdekat oleh pasien, dan untuk selanjutnya dapat menghubungi

5.

petugas keamanan untuk menjaga kejadian yang lebih buruk lagi. Kejadian kekerasan fisik terhadap pasien, baik yang dilakukan oleh pengunjung, pasien lain ataupun petugas akan dilakukan proses lebih lanjut (investigasi) dan bila diperlukan dapat menghubungi Kepolisian setempat untuk

6.

membantu penyelesaiannya dari sisi hukum yang berlaku. Petugas ruangan dan petugas keamanan membuat laporan kejadian kekerasan fisik sebagai bukti adanya tindakan, kronologi kejadian dan dilaporkan kepada pimpinan Rumah Sakit dan bila diperlukan diberikan kepada pihak Kepolisian yang terkait.

Tata laksana Pelaporan Tindak Kekerasan Fisik 1.

Apabila terjadi suatu tindak kekerasan fisik di rumah sakit, seluruh yang mengetahui/menemukan insiden segera melaporkan ke kepala bagian tempat terjadinya tindak kekerasan untuk ditindaklanjuti

(dicegah/ditangani) untuk

2.

mengurangi dampak/ akibat yang tidak diharapkan. Lakukan pengamanan internal yang dilakukan oleh staf medis yang

3.

terdekat/terkait yang melihat langung tindak kekerasan fisik kepada pasien. Segera menghubungi petugas keamanan rumah sakit untuk penanganan lebih

4.

lanjut sebagai antisipasi risiko tindakan yang berlebih terhadap pasien. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift paling lambat 2x24 jam,

5.

jangan menunda laporan. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada Atasan Langsung

6.

pelapor : Kepala Bagian/unit Atasan langsung akan memeriksa laporan apakah kekerasan fisik yang terjadi dapat diselesaikan pada tingkat kepala bagian/unit atau memerlukan keputusan

7.

yang lebih tinggi. Pada kasus insiden tindak kekerasan yang tidak selesai di tingkat bagian/unit setelah menerima laporan segera membentuk Tim Investigasi yang terdiri dari Personel keamanan rumah sakit dan pihak yang berwajib. 30

8.

Setelah selesai melakukan investigasi, lakukan sistem pelaporan hasil investigasi kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala.

BAB IV DOKUMENTASI PENCATATAN SELURUH KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN PADA REKAM MEDIS 1. 2.

Dicatat oleh pemberi pelayanan kesehatan (PPK) yang berkompeten Dicatat pada lokasi yang seragam

31

BAB V PENUTUP Panduan Pelayanan Pasien yang beresiko ini disusun agar dapat dipakai sebagian pegangan dan acuan oleh setiap staf medis dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kepada pasien , serta sebagai dasar paduan bagi Seluruh staf medis dibawah ruang lingkupnya dalam melaksanakan kegiatannya. Panduan Pelayanan Pasien yang beresiko berlaku sejak tanggal ditetapkan

Bondowoso, Januari 2016 KEPALA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA BONDOWOSO

dr. SIGIT LESMONOJATI. KOMISARIS POLISI NRP. 76081057

32