Panduan Manajemen Resiko Rumah Sakit [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 069.1/I-PER/DIR/I/2018 TENTANG PANDUAN MANAJEMEN RESIKO RUMAH SAKIT DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA, Menimbang

:

a. Bahwa terdapat lima isu global tentang keselamatan rumah sakit yaitu Keselamatan pasien, Keselamatan pegawai, Keselamatan bangunan dan peralatan rumah sakit yang bisa berdampak kepada keselamatan dan keamanan pasien dan pegawai, Keselamatan lingkungan yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan bisa berdampak terhadap kesehatan dan keselamatan pasien, pegawai, pengunjung rumah sakit, serta Keselamatan bisnis rumah sakit, terkait kelangsungan pelayanan rumah sakit. b. Bahwa Rumah Sakit Prima Husada senantiasa berupaya menjaga keselamatan rumah sakit secara komprehensif dan terintegrasi dengan menerapkan manajemen risiko, mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku secara nasional dan internasional. c. Bahwa sehubungan dengan pernyataan pada butir a, b, tersebut diatas, maka perlu adanya pedoman manajemen risiko yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Prima Husada

Mengingat

:

1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; 2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

4. Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438/MENKES/Per/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan Kedokteran.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

7. Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN Menetapkan

: PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA TENTANG PANDUAN MANAJEMEN RESIKO RUMAH SAKIT.

1

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. (2) Risiko adalah peluang/probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang akan berdampak merugikan bagi pencapaian sasaransasaran keselamatan pasien dan menurunkan mutu pelayanan. (3) Manajemen Risiko Rumah Sakit adalah upaya mengidentifikasi dan mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko tersebut baik secara proaktif risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang sudah terjadi agar memberikan dampak negatif seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu Rumah Sakit. BAB II TUJUAN Pasal 2 (1) Memberikan panduan sistem manajemen risiko yang baku dan berlaku di Rumah Sakit (2) Memastikan sistem manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses identifikasi, analisa, dan pengelolaan risiko ini dapat memberikan manfaat bagi keselamatan pasien dan peningkatan mutu Rumah Sakit secara keseluruhan (3) Membangun sistem monitoring dan komunikasi serta konsultasi yang efektif demi tercapainya tujuan di atas dan penerapan yang berkesinambungan BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Panduan ini mencakup seluruh manajemen risiko di area pelayanan Rumah Sakit Prima Husada, termasuk seluruh area pekerjaan, unit kerja dan area klinis. Manajemen risiko merupakan tanggungjawab semua komponen di Rumah Sakit. Tujuan manajemen risiko untuk identifikasi dan pengendalian risiko strategis dan operasional tidak akan tercapai apabila semua perangkat yang ada di Rumah Sakit tidak bekerjasama dan berpartisipasi pada pelaksanaannya. Pasal 4 Pada dasarnya dalam pelaksanaan manajemen risiko, terdapat beberapa tahapan dalam manajemen risiko. Tahapannya adalah : 1. Identifikasi risiko Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian. 2. Menafsirkan kerugian atau risiko yang dapat terjadi 3. Menangani risiko 2

4. 5. 6.

Implementasi risiko Memontior dan mengevaluasi pengimplementasian Manajemen Risiko Lingkungan 1) Penilaian persyaratan sarana dan prasarana serta kondisi di lingkungan Rumah Sakit 2) Identifikasi risiko kondisi lingkungan yang berdampak pada pasien, karyawan dan lingkungan sekitar Rumah Sakit 3) Tata laksana penerapan manajemen risiko 4) Pemantauan penerapan manajemen risiko

Pasal 5 Rumah sakit memiliki program manajemen resiko fasilitas dan lingkungan yang dapat terjadi pada pasien, keluarga, staf, dan pengunjung secara tertulis serta risiko yang dapat terjadi yang berhubungan dengan keselamatan dan keamanan, bahan berbahaya dan beracun, bencana alam, kebakaran, peralatan medis, dan sistem utilitas. Pasal 5 Rumah sakit memiliki program manajemen resiko yang diterapkan dan dikaji secara berkala Pasal 6 Program-program dalam manajemen resiko akan dikaji minimal setiap tahun sekali dan dikaji serta dipantau jika ada pembaharuan Pasal 7 Setiap program dan peninjauan dari program manajemen resiko dilaporkan kepada Direktur RS Prima Husada minimal setahun sekali. Pasal 8 Rumah sakit wajib membuat program pengawasan terhadap manajemen resiko dan diperbarui secara berkala serta dilaporkan kepada Direktur RS Prima Husada. Pasal 9 Rumah sakit memiliki alur tentang pelaporan insiden terjadinya kecelakaan kerja atau insiden yang berhubungan dengan manajemen risiko. BAB X PENUTUP Pasal 10 Peraturan Direktur Rumah Sakit Prima Husada ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Malang Pada tanggal 09 Januari 2018 Direktur Rumah Sakit Prima Husada,

dr. Lovi Krissadi Endari

3

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR 069.1/I-PER/DIR/I/2018 TENTANG PANDUAN MANAJEMEN RISIKO

BAB I DEFINISI 1. Risiko : peluang/ probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang akan berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan menurunkan mutu pelayanan 2. Manajemen Risiko Rumah Sakit : upaya mengidentifikasi dan mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko tersebut baik secara proaktif risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang sudah terjadi agar memberikan dampak negatif seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu Rumah Sakit. 3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) : setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien. IKP terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC) 4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) : insiden yang mengakibatkan cidera pada pasien 5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC) : insiden yang berpotensi menimbulkan cidera pada pasien tapi yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak ada cidera pada pasien 6. Kejadian Tidak Cidera (KTC) : insiden yang berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien dan sudah terpapar ke pasien, tetap ternyata tidak menimbulkan cidera pada pasien 7. Kondisi Potensial Cidera (KPC) : kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi 8. Kejadian Setinel : suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah mengakibatkan kematian atau cidera fisik/psikologis serius, atau kecacatan pada pasien. Termasuk di dalam kejadian sentinel antara lain: kematian yang tidak dapat diantisipasi dan tidak berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau kondisi medis dasar pasien; bunuh diri, kehilangan permanen dari sebagian besar fungsi tubuh yang tidak berhubungan dengan penyakit dasar pasien; pembedahan yang salah lokasi /salah prosedur /salah pasien; penculikan bayi atau bayi yang dibawa pulang oleh orang tua yang salah 9. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien : suatu sistim untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, menganalisa dan mengantisipasi / mengelola / mengendalikan insidensecara berkesinambungan 10. Risiko Sisa : sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah upaya pengendalian / tindakan dilakukan 11. Penilaian Risiko : upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau berpotensi terjadi dalam pelayanan di Rumah Sakit dengan mempertimbangkan klasifikasi dan derajat (grading) kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko tersebut 12. Penilaian Risiko Anggota : staf (manager atau yang lain) yang telah menghadiri pelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggung jawab manajemen untuk memastikan bahwa tiap divisi memiliki paling sedikit satu penilai risiko per divisi 13. Internal : merujuk kepada aktifitas atau dokumen di dalam organisasi 14. Eksternal : merujuk kepada aktifitas atau dokumen yang bukan berasal dari Rumah Sakit Prima Husada 4

BAB II RUANG LINGKUP Panduan ini mencakup seluruh manajemen risiko di area pelayanan Rumah Sakit Prima Husada, termasuk seluruh area pekerjaan, unit kerja dan area klinis. Manajemen risiko merupakan tanggungjawab semua komponen di Rumah Sakit. Tujuan manajemen risiko untuk identifikasi dan pengendalian risiko strategis dan operasional tidak akan tercapai apabila semua perangkat yang ada di Rumah Sakit tidak bekerjasama dan berpartisipasi pada pelaksanaannya. Manajemen risiko meliputi identifikasi, analisa, evaluasi dan pengelolaan risiko: A. Risiko yang berpotensi terjadi (pro-aktif) Pada dasarnya dalam pelaksanaan manajemen risiko, terdapat beberapa tahapan dalam manajemen risiko. Salah satu tahapannya adalah : 7. Identifikasi risiko Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses terpenting, karena dengan proses inilah semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu pekerjaan harus diidentifikasikan. Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain : a. Investigasi Kecelakaan b. Inspeksi c. Ceklist d. Pemeriksaan 8. Menafsirkan kerugian atau risiko yang dapat terjadi 9. Menangani risiko 10. Implementasi risiko 11. Memontior dan mengevaluasi pengimplementasian 12. Manajemen Risiko Lingkungan a. Penilaian persyaratan sarana dan prasarana serta kondisi di lingkungan Rumah Sakit b. Identifikasi risiko kondisi lingkungan yang berdampak pada pasien, karyawan dan lingkungan sekitar Rumah Sakit c. Tata laksana penerapan manajemen risiko d. Pemantauan penerapan manajemen risiko B. Insiden yang telah terjadi (reaktif / responsive) 1. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan atau karena tidak bertindak dan bukan karena underlying disease atau kondisi pasien. Masalah KTD bisa terjadi dikarenakan : a. Masalah Komunikasi b. Arus informasi yang tidak kuat c. Masalah SDM d. Hal-hal yang berhubungan dengan pasien e. Kegagalan pasien f. Kejadian dan prosedur yang tidak kuat 2. Kejadian Nyaris Celaka (KNC) Kejadian Nyaris Celaka (KNC) adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar 5

3. 4.

ke pasien. Kejadian Tidak Cedera (KTC) Insiden yang sudah terjadi ke pasien tapi tidak timbul cedera Kejadian Potensial Cedera (KPC) Kondisi yang berpotensi untuk menimbulkan cedera tetapi tidak timbul cedera

6

BAB III TATA LAKSANA

3.1.

Keselamatan Dan Keamanan Keselamatan kerja merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan, dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang berhubungan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja, secara langsung dan tidak langsung. Salah satu bentuk keselamatan Rumah Sakit yaitu: A. Bangunan/Ruangan Persyaratan teknis Bangunan Rumah Sakit, terdiri atas: 1. Rencana Blok Bangunan; Rencana Blok Bangunan harus sesuai peruntukan dan intensitas bangunan Rumah Sakit, yaitu : a. Geografis Kontur tanah mempengaruhi perencanaan struktur, arsitektur, dan mekanikal elektrikal rumah sakit. Selain itu kontur tanah juga berpengaruh terhadap perencanaan sistem drainase, kondisi jalan terhadap tapak bangunan dan lainlain b. Lokasi Rumah Sakit 1) Berada pada lingkungan dengan udara bersih dan lingkungan yang tenang. 2) Bebas dari kebisingan yang tidak semestinya dan polusi atmosfer yang datang dari berbagai sumber. 3) Tidak di tepi lereng. 4) Tidak dekat kaki gunung yang rawan terhadap tanah longsor. 5) Tidak dekat anak sungai, sungai atau badan air yang dapat mengikis pondasi. 6) Tidak di atas atau dekat dengan jalur patahan aktif. 7) Tidak di daerah rawan tsunami. 8) Tidak di daerah rawan banjir. 9) Tidak dalam zona topan. 10) Tidak di daerah rawan badai 11) Tidak dekat stasiun pemancar. 12) Tidak berada pada daerah hantaran udara tegangan tinggi. c. Peruntukan Lokasi Bangunan rumah sakit harus diselenggarakan pada lokasi yang sesuai dengan peruntukannya yang diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan daerah setempat d. Aksesibilitas Untuk Jalur Transportasi dan Komunikasi Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah, yaitu tersedia transportasi umum, pedestrian, jalur-jalur yang aksesibel untuk disable 2. Fasilitas Parkir Perancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat penting, karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak lahan. Dengan asumsi perhitungan kebutuhan lahan parkir pada RS idealnya adalah 37,5m2 s/d 50m2 per tempat tidur (sudah termasuk jalur sirkulasi kendaraan) atau menyesuaikan kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Tempat parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir, penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan yang telah ditetapkan

7

3. Utilitas Publik Rumah sakit memastikan ketersediaan air bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik, dan jalur telepon selama 24 jam 4. Fasilitas Pengelolaan Kesehatan Lingkungan Rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan kesehatan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 5. Massa Bangunan; Massa bangunan Rumah Sakit harus memenuhi syarat sirkulasi udara dan pencahayaan, kenyamanan, keselarasan, dan keseimbangan dengan lingkungan. 6. Bentuk Bangunan a. Bentuk denah bangunan rumah sakit berbentuk simetris guna mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa b. Perencanaan bangunan rumah sakit harus mengikuti Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yang meliputi persyaratan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Daerah Hijau (KDH), Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Pagar (GSP) c. Penentuan pola pembangunan rumah sakit baik secara vertikal maupun horisontal, disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang diinginkan rumah sakit (health needs), kebudayaan daerah setempat (cultures), kondisi alam daerah setempat (climate), lahan yang tersedia (sites) dan kondisi keuangan manajemen rumah sakit (budget) 7. Struktur Bangunan a. Struktur bangunan rumah sakit direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur bangunan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit b. Kemampuan memikul beban baik beban tetap maupun beban sementara yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur diperhitungkan c. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban sesuai dengan standar teknis yang berlaku d. Struktur bangunan rumah sakit direncanakan terhadap pengaruh gempa sesuai dengan standar teknis yang berlaku. e. Pada bangunan rumah sakit, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya dapat memungkinkan pengguna bangunan menyelamatkan diri. f. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan Pedoman Teknis atau standar yang berlaku serta dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai 8. Tata Letak Bangunan (Site Plan); Tata letak bangunan (site plan) memenuhi syarat zonasi berdasarkan tingkat risiko penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi, dan zonasi berdasarkan pelayanan atau kedekatan hubungan fungsi antar ruang pelayanan. Zonasi ruang adalah pembagian atau pengelompokan ruangan-ruangan berdasarkan kesamaan karakteristik fungsi kegiatan untuk tujuan tertentu. Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit terdiri atas: 1) Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit

8

a.

area dengan risiko rendah, diantaranya yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis b. area dengan risiko sedang, diantaranya yaitu ruang rawat inap penyakit tidak menular, ruang rawat jalan c. area dengan risiko tinggi, diantaranya yaitu ruang gawat darurat, ruang rawat inap penyakit menular (isolasi infeksi), ruang rawat intensif, ruang bersalin, laboratorium, pemulasaraan jenazah, ruang radiodiagnostik d. area dengan risiko sangat tinggi, diantaranya yaitu ruang operasi 2) Zonasi berdasarkan privasi a. area publik, yaitu area dalam lingkungan rumah sakit yang dapat diakses langsung oleh umum, diantaranya yaitu ruang rawat jalan, ruang gawat darurat, ruang farmasi, ruang radiologi, laboratorium b. area semi publik, yaitu area dalam lingkungan rumah sakit yang dapat diakses secara terbatas oleh umum, diantaranya yaitu ruang rawat inap, ruang diagnostik, ruang hemodialisa c. area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, diantaranya yaitu seperti ruang perawatan intensif, ruang operasi, ruang kebidanan, ruang sterilisasi, ruangan-ruangan petugas 3) Zonasi berdasarkan pelayanan a. zona pelayanan medik dan perawatan, diantaranya yaitu ruang rawat jalan, ruang gawat darurat, ruang perawatan intensif, ruang operasi, ruang kebidanan, ruang rawat inap, ruang hemodialisa. Perletakan zona pelayanan medik dan perawatan harus bebas dari kebisingan b. zona penunjang dan operasional, diantaranya yaitu ruang farmasi, ruang radiologi, laboratorium, ruang sterilisasi c. zona penunjang umum dan administrasi, diantaranya yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang pertemuan, ruang rekam medis 9. Pemanfaatan Ruang; Pemanfaatan ruang dalam bangunan Rumah Sakit harus efektif sesuai fungsi pelayanan. a. Perhitungan perkiraan kebutuhan total luas lantai bangunan untuk rumah sakit umum kelas A minimal 100 m2/ tempat tidur b. Perhitungan perkiraan kebutuhan total luas lantai bangunan untuk rumah sakit umum kelas B minimal 80 m2/ tempat tidur c. Perhitungan perkiraan kebutuhan total luas lantai bangunan untuk rumah sakit umum kelas C minimal 60 m2/ tempat tidur d. Perhitungan perkiraan kebutuhan total luas lantai bangunan untuk rumah sakit umum kelas D minimal 50 m2/ tempat tidur 10. Desain Tata Ruang Dan Komponen Bangunan Desain tata ruang dan desain komponen bangunan dapat meminimalisir risiko penyebaran infeksi dan memperhatikan alur kegiatan petugas dan pengunjung Rumah Sakit. Desain komponen bangunan Rumah Sakit: a.

Atap Atap kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya

b.

Langit-Langit 1) Langit-langit kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur. 2) Rangka langit-langit kuat. 9

3) Tinggi langit-langit di ruangan minimal 2,80 m, dan tinggi di selasar (koridor) minimal 2,40 m. 4) Tinggi langit-langit di ruangan operasi minimal 3,00 m. 5) Pada ruang operasi dan ruang perawatan intensif, bahan langit-langit memiliki tingkat ketahanan api (TKA) minimal 2 jam 6) Pada tempat-tempat yang membutuhkan tingkat kebersihan ruangan tertentu, lampu-lampu penerangan ruangan dipasang dibenamkan pada plafon (recessed) c.

Dinding/Partisi 1) Dinding keras, rata, tidak berpori, kedap air, tahan api, tahan karat, mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur 2) Warna dinding cerah, tidak menyilaukan mata 3) Khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas pelayanan anak, pelapis dinding berupa gambar untuk merangsang aktivitas anak 4) Pada daerah yang dilalui pasien, dindingnya dilengkapi pegangan tangan (handrail) yang menerus dengan ketinggian berkisar 80 - 100 cm dari permukaan lantai. Pegangan mampu menahan beban orang dengan berat minimal 75 kg yang berpegangan dengan satu tangan pada pegangan tangan yang ada 5) Bahan pegangan tangan terbuat dari bahan yang tahan api, mudah dibersihkan dan memiliki lapisan permukaan yang bersifat non-porosif 6) Khusus ruangan yang menggunakan peralatan x-ray, maka dinding memenuhi persyaratan teknis proteksi radiasi sinar pengion 7) Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah yang mudah terpicu api, dinding dari bahan yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA) minimal 2 jam, tahan bahan kimia dan benturan 8) Pada ruang yang terdapat peralatan menggunakan gelombang elektromagnetik (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro Wave Diathermy, tidak menggunakan pelapis dinding yang mengandung unsur metal atau baja 9) Ruang yang mempunyai tingkat kebisingan tinggi (misalkan ruang mesin genset, ruang pompa, ruang boiler, ruang kompressor, ruang chiller, ruang AHU, dan lain-lain) bahan dinding menggunakan bahan yang kedap suara atau menggunakan bahan yang dapat menyerap bunyi 10) Pada area dengan resiko tinggi yang membutuhkan tingkat kebersihan ruangan tertentu, pertemuan antara dinding dengan dinding dibuat melengkung/conus untuk memudahkan pembersihan 11) Khusus pada ruang operasi dan ruang perawatan intensif, bahan dinding/partisi memiliki Tingkat Ketahanan Api (TKA) minimal 2 jam

d.

Lantai 1) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan 2) Tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas yang tinggi yang dapat menyimpan debu 3) Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan 4) Penutup lantai berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata 5) Ram mempunyai kemiringan kurang dari 70, bahan penutup lantai dari lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah) 6) Khusus untuk ruang yang sering berinteraksi dengan bahan kimia dan mudah terbakar, bahan penutup lantai berasal dari bahan yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA) minimal 2 jam, tahan bahan kimia 7) Khusus untuk area perawatan pasien (area tenang) bahan lantai menggunakan bahan yang tidak menimbulkan bunyi 10

8) Pada area dengan resiko tinggi yang membutuhkan tingkat kebersihan ruangan tertentu, pertemuan antara lantai dengan dinding berbentuk melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (hospital plint) 9) Pada ruang yang terdapat peralatan medik, lantai dapat menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan sehingga tidak membahayakan petugas dari sengatan listrik e.

Pintu Dan Jendela 1) Pintu utama dan pintu-pintu yang dilalui brankar/tempat tidur pasien memiliki lebar bukaan minimal 120 cm, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses tempat tidur pasien memiliki lebar bukaan minimal 90 cm 2) Di daerah sekitar pintu masuk tidak ada perbedaan ketinggian lantai tidak menggunakan ram 3) Pintu Darurat a) Setiap bangunan rumah sakit yang bertingkat lebih dari 3 lantai dilengkapi dengan pintu darurat b) Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman) c) Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimal 25 m dari segala arah 4) Pintu untuk kamar mandi di ruangan perawatan pasien dan pintu toilet untuk aksesibel, terbuka ke luar, dan lebar daun pintu minimal 85 cm 5) Pintu-pintu yang menjadi akses tempat tidur pasien dilapisi bahan anti benturan 6) Ruangan perawatan pasien memiliki bukaan jendela yang dapat terbuka secara maksimal untuk kepentingan pertukaran udara 7) Pada bangunan rumah sakit bertingkat, lebar bukaan jendela aman dari kemungkinan pasien dapat melarikan/ meloloskan diri 8) Jendela berfungsi sebagai media pencahayaan alami di siang hari

f.

Toilet/Kamar Mandi 1) Toilet umum a) Toilet atau kamar mandi umum memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna b) Ketinggian tempat duduk kloset sesuai dengan ketinggian pengguna (36 - 38 cm) c) Permukaan lantai tidak licin dan tidak menyebabkan genangan d) Pintu mudah dibuka dan ditutup e) Kunci-kunci toilet atau grendel dapat dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat 2) Toilet untuk aksesibilitas a) Toilet atau kamar mandi umum yang aksesibel dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol "disabel" pada bagian luarnya b) Toilet atau kamar kecil umum memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda c) Ketinggian tempat duduk kloset sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 - 50 cm) d) Toilet atau kamar kecil umum dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda e) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapanperlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan dipasang 11

sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda f) Permukaan lantai tidak licin dan tidak menyebabkan genangan g) Pintu mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi roda h) Kunci-kunci toilet atau grendel dapat dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat i) Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan 3) Koridor Ukuran koridor sebagai akses horizontal antar ruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan jumlah pengguna. Ukuran koridor yang aksesibilitas tempat tidur pasien minimal 2,40 m 4) Tangga a) Memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 – 17 cm b) Memiliki kemiringan tangga kurang dari 600 c) Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau situasi darurat lainnya d) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga e) Dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) f) Pegangan rambat mudah dipegang dengan ketinggian 65-80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang g) Pegangan rambat ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm h) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, dirancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya

Gambar 1. Tipe Tangga

12

Gambar 2. Desain Tangga

Gambar 3. Pegangan Rambat Pada Tangga

Gambar 4. Detail Pegangan Rambat

13

Gambar 5. Detail Pegangan Rambat Pada Dinding 5) RAM a) Ram adalah jalur sirkulasi yang memiliki kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga b) Kemiringan suatu ram di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ram (curb ramps/landing) c) Panjang mendatar dari satu ram (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ram dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang d) Lebar minimum dari ram adalah 2,40 m dengan tepi pengaman e) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ram bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dan brankar/tempat tidur pasien, dengan ukuran minimum 160 cm f) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ram memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan g) Lebar tepi pengaman ram (low curb) maksimal 10 cm sehingga dapat mengamankan roda dari kursi roda atau brankar/ tempat tidur pasien agar tidak terperosok atau keluar ram h) Apabila letak ram berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan, ram dibuat tidak mengganggu jalan umum i) Pencahayaan cukup membantu penggunaan ram saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ram yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan j) Dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai Bangunan Rumah Sakit harus memenuhi peil banjir dengan tetap menjaga keserasian lingkungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada masing-masing wilayah. Peil sebagaimana dimaksud merupakan elevasi atau titik ketinggian yang dinyatakan dengan satuan meter sebagai pedoman dalam mendirikan bangunan. Lahan bangunan Rumah Sakit harus dibatasi dengan pemagaran yang dilengkapi dengan akses/pintu yang jelas. Akses/pintu yang jelas sebagaimana dimaksud paling sedikit yaitu: a) akses/pintu utama, harus terlihat dengan jelas agar pasien dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.

14

b)

akses/pintu pelayanan gawat darurat, harus mudah diakses dan mempunyai ciri khusus c) akses/pintu layanan servis, berdekatan dengan dapur dan daerah penyimpanan persediaan/gudang penerimaan barang logistik dari luar serta berdekatan dengan lift servis Bangunan Rumah Sakit harus menyediakan fasilitas yang aksesibel bagi penyandang cacat dan lanjut usia untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi semua pengguna baik di dalam maupun diluar bangunan Rumah Sakit secara mudah, aman, nyaman dan mandiri. B. Peralatan Medis Peralatan medis sebagai bagian peralatan kesehatan yaitu yang memerlukan kalibrasi, pemeliharaan, perbaikan,pelatihan pengguna, dan dekomisioning. Kegiatan biasanya dikelola oleh para tenaga teknis (elektromedis/clinical engineer). Peralatan medis digunakan untuk tujuan diagnosis tertentu dan pengobatan penyakit atau rehabilitasi setelah penyakit atau luka yang dapat digunakan baik sendiri atau bersamaan dengan aksesori bahan operasional, atau bagian lain dari peralatan medis. 1. Perencanaan Pengadaan Alat Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan kebutuhan terkait jenis, spesifikasi dan jumlah peralatan medis sesuai dengan kemampuan pelayanan/klasifikasi rumah sakit, beban pelayanan, perkembangan teknologi kesehatan, sumber daya manusia yang mengoperasikan dan memelihara sarana dan prasarana. Perencanaan kebutuhan peralatan sangat bermanfaat untuk penyediaan anggaran, pelaksanaan pengadaan peralatan medis secara efektif, efisien dan prosesnya dapat dipertanggungjawabkan. Ruang lingkup kegiatan perencanaan meliputi : a. Penilaian Kebutuhan Penilaian kebutuhan peralatan medis pada dasarnya dimaksudkan untuk pemenuhan standar peralatan medis sesuai kemampuan/klasifikasi rumah sakit, penggantian peralatan medis dan pengembangan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan masyarakat atau perkembangan teknologi. Dalam melakukan penilaian kebutuhan peralatan medis, tim perencana memerlukan data sebagai berikut: a) Inventori peralatan medis meliputi jenis, spesifikasi, jumlah, harga, tahun pengadaan dan kondisi peralatan medis b) Kualitas peralatan: data pemeliharaan meliputi frekuensi kerusakan, lama perbaikan, suku cadang, biaya pemeliharaan c) Kinerja peralatan : data pemanfaatan dan kapasitas alat sesuai spesifikasi d) Keamanan peralatan : data vigillance meliputi frekuensi insiden, akibat yang ditimbulkan, publikasi vigilance e) Sumber daya manusia meliputi ketersediaan tenaga pengguna dan pemelihara serta kompetensinya pengguna yang akan mengoperasikan f) Informasi harga peralatan medis dengan spesifikasi yang sama dari berbagai produsen/distributor termasuk biaya pemeliharaan, ketersediaan suku cadang dan jaminan purna jual (respond time,lama perbaikan) g) Data dan informasi penunjang lainnya seperti kesiapan ruangan, listrik dan air b. Prioritas Pemenuhan Kebutuhan a) Tingkat utilitas Merupakan tingkat penggunaan atau pemakaian peralatan medis pada pelayanan. Hal ini terkait dengan terhadap banyaknya kebutuhan peralatan tersebut sehingga akan berpengaruh pada tingkat pelayanan dan penghasilan dari rumah sakit b) Brand image rumah sakit

15

c)

d)

e)

Beberapa peralatan medis dapat diasosiakan terhadap pencitraan yang positif oleh masyarakat. Peralatan medis dengan jenis tertentu, canggih dan peralatan dengan teknologi terkini diyakini dapat mendorong nilai jual (marketable) seperti CT-Scan, MRI, USG 4 Dimensi, dll Pelayanan unggulan Setiap rumah sakit pasti memiliki program pelayanan unggulan yang merupakan suatu kelebihan dibanding dengan rumah sakit lainnya. Pelayanan unggulan tersebut haruslah didukung dengan ketersedian peralatan medis yang sesuai dengan tuntutan pelayanan unggulan Peralatan life support Merupakan peralatan yang menopang hidup pasien, tanpa peralatan ini pasien akan berdampak pada kematian misalanya peralatan bantu pernapasan (alat resusitasi, ventilator, Mesin Anaesthesi), baby incubator, Peralatan kriteria ini haruslah selalu tersedia oleh rumah sakit karena sangat terkait dengan keselamatan pasien Kesiapan bangunan/ruangan dan prasarana Beberapa peralatan medis di rumah sakit memerlukan ruangan/tempat khusus dalam operasionalnya. Bangunan/ruangan tempat peralatan medis berada harus sudah dipersiapkan dan didesain sedemikian rupa serta dilengkapi dengan prasarana seperti listrik, air, gas medik, pembumian, sistem komunikasi, dan lain – lain sesuai persyaratan. Hal ini agar pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan baik serta untuk keamanan petugas, pasien serta masyarakat dari risiko peralatan medis, bahaya getaran, panas, bising atau radiasi

2. Pengadaan Alat Yang perlu diperhatikan dalam pengadaan peralatan medis adalah penyusunan spesifikasi alat kesehatan, Spesifikasi harus sesuai kebutuhan user/pelayanan. Spesifikasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan biaya yang cukup tinggi. Spesifikasi terlalu rendah bias mengakibatkan pelayanan tidak bias berjalan optimal. Hal-hal yang perlu diperhatikan : a. Ketersediaan suku cadang b. Biaya operasional (listrik, bahan habis pakai). c. Kebutuhan pra-instalasi (pekerjaan sipil, listrik khusus, perpipaan dan komponen pengaman/keselamatan) d. Kebutuhan sarana (bangunan/ruangan) e. Kebutuhan prasarana (listrik, air, gas) 3. Penerimaan Alat Penerimaan peralatan medis/komisioning adalah proses melalui proses: a. Pemeriksaan fisik dan administratif, Kegiatan yang meliputi penilaian fisik alat, kelengkapan alat. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengecek kesesuaian : 1) Merk, tipe/model, jumlah 2) Bagian-bagian alat 3) Aksesori yang dipesan 4) Kelengkapan dokumen teknis yang terdiri dari : b. Certificate of Origin c. Test Certificate d. Manual (operation, service, installation, wiring/schematic diagram) e. Uji coba dan uji fungsi untuk memastikan bahwa peralatan medis itu sesuai dengan spesifikasi dan kontrak, berfungsi dengan baik sebelum digunakan dalam rangka menjamin tersedianya peralatan medis yang bermutu, aman dan laik pakai. Uji fungsi dilakukan untuk mengetahui kinerja alat sesuai dengan 16

yang diharapkan atau sesuai dengan standard keamanan dan standard dari pabrikan. Pelaksanaan uji fungsi adalah sebagai berikut: 1) Pemeriksaan fungsi komponen/bagian alat (tombol, saklar, indikator, putaran, motor, pengereman, dll) 2) Kinerja output Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap hasil sisa keluaran dari alat, misal : X-Ray, temperature, putaran, energi, daya hisap, sistem perekaman, dll). Pada pengujian keluaran ini, supplier melakukan pengukuran, dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dengan keluaran yang dihasilkan setiap jenis alat. 3) Pengujian aspek keselamatan: a) arus bocor b) impedansi kabel pembumian c) radiasi bocor dan paparan radiasi d) anasthesia gas scavenging sistem e) keseimbangan f) sistem pengamanan tertentu 4) Pelatihan operator dan tenaga teknik (elektromedis) Kegiatan pelatihan dilakukan setelah uji fungsi dan sebelum kegiatan uji coba dilakukan. Pelatihan operator meliputi : a) Prosedur penggunaan alat yang benar dan aman b) Pengoperasian peralatan secara optimal c) Pemeliharaan harian, penyimpanan alat dan penggantian bahan habis pakai d) Penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO)

5)

6)

7)

Pembinaan teknis kepada operator, meliputi : a) Pemeliharaan harian Salah satu jenis pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan harian. Tugas Ini diserahkan kepada pengguna berupa melakukan pembersihan alat bagian luar dan dilaksanakan setiap hari sebelum alat digunakan untuk pelayanan. b) Aspek keselamatan Dalam mengoperasikan alat, operator harus memperhatikan keselamatan bagi pasien, petugas dan lingkungan terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi, seperti bahaya listrik, radiasi, mekanik, bahaya akan bahan kimia. Pelatihan teknisi/elektromedis meliputi : Penjelasan fungsi masingmasing bagian alat, Mempelajari schematic diagram, Mendeteksi kerusakan, Pengukuran dan kalibrasi, Pemeliharaan preventif, Penggantian suku cadang Uji coba Kegiatan pengujian peralatan dengan melakukan penggunaan langsung pada pasien yang dilaksanakan setelah melalui proses uji fungsi dengan baik. Uji coba dilaksanakan oleh operator yang telah dilatih untuk membiasakan penggunaan alat sesuai prosedur kerjanya dalam kurun waktu tertentu atau berdasarkan jumlah pemakaian. Pencatatan peralatan medis Semua perangkat baru akan ditempatkan pada daftar aset peralatan oleh petugas atau staf yang bertanggungjawab dan ditunjuk Pelabelan dan pendokumentasian Melampirkan label yang sesuai, sebagai informasi kepada tenaga kesehatan dan tenaga teknis bahwa perangkat ini peralatan medis dalam kondisi baru 17

8)

9)

atau baru saja diterima dan penyesuaian oleh pengguna mungkin diperlukan, memperingatkan kepada pengguna bahwa peralatan medis tidak boleh digunakan sampai adanya pelatihan bagi pengguna dan tenaga teknis. Harus ada informasi siapa yang akan dihubungi apabila terjadi kerusakan atau insiden Perencanaan pemeliharaan preventif Semua pengguna dan tenaga teknis diberitahu tentang prosedur pemeliharaan yang tepat, termasuk waktu dilakukan pengujian, kalibrasi dan perawatan peralatan medis Cara penanganan peralatan medis Informasi untuk pengguna dan tenaga teknis untuk penanganan dan penyimpanan peralatan medis, pentingnya memastikan semua aksesori lengkap dan tersedia dan bimbingan tentang bagaimana baterai internal harus diisi ulang Peralatan yang diterima harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. telah selesai diinstalasi 2. telah!dilakukan pemeriksaan fisik, instalasi dan uji fungsi 3. telah melewati masa uji coba dengan hasil baik 4. telah melewati masa pemeliharaan peralatan sesuai program

4. Pengoperasian Kesalahan dalam pengoperasian suatu peralatan medis dapat mengakibatkan kerusakan peralatan hasil pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan bahkan terkadang dikarenakan kesalahan pengoperasian, harus dilakukan pemeriksaan ulang yang berakibat adanya inefisiensi dan ketidakpuasan pelanggan. Agar hal-hal yang tidak diinginkan tersebut terjadi, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengoperasian suatu peralatan medis. Dalam mengoperasikan peralatan medis ada beberapa ketentuan yang harus dipertimbangkan dan menjadi persyaratan agar alat dapat dioperasikan secara aman dan benar. Persyaratan pengoperasian mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan pengoperasian peralatan yang terdiri dari: 1. Sumber daya manusia 2. Kelengkapan alat/aksesori 3. Bahan operasional 4. Sarana pendukung 5. Pemeliharaan Adakalanya dalam masa penggunaan, peralatan medis berkurang, tidak sesuai dengan kinerja atau tidak dapat digunakan, diperlukan adanya perbaikan untuk mengembalikan fungsi peralatan medis tersebut. Pemeliharaan peralatan medis dibagi menjadi dua, yaitu: a. Pemeliharaan preventif Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, untuk memperpanjang umur peralatan dan mencegah kegagalan yaitu kalibrasi, penggantian bagian, pelumasan, pembersihan, dll b. Pemeliharaan korektif Kegiatan perbaikan terhadap peralatan dengan tujuan mengembalikan fungsi peralatan sesuai dengan kondisi awalnya. Ciri dari kegiatan korektif adalah biasanya tidak terjadwal, berdasarkan permintaan dari pengguna peralatan atau dari personel yang melakukan kegiatan performing maintenance. Masing-masing peralatan kesehatan mempunyai bobot pada klasifikasi risiko berdasarkan:

18

1)

Fungsi peralatan kesehatan Tabel 1. Kelompok berdasarkan fungsi peralatan kesehatan Kategori Jenis Definisi Contoh Peralatan untuk Penunjang Peralatan yang Defibrillator, penyembuhan kehidupan, terapi digunakan ventilator, dengan radiasi menunjang pacemaker, infant kehidupan, peralatan incibator untuk terapi dengan radiasi Peralatan bedah dan Peralatan untuk Electrosurgical unit, perawatan intensif penyembuhan tetapi laser bukan sebagai penunjang kehidupan Terapi fisik dan Peralatan yang Dialysis machine, pengobatan digunakan untuk infusion pump, mengobati pasien traction unit diathermy Peralatan diagnostic Monitoring kegiatan Memonitor kegiatan EEG machine, nonbedah dan bedah dan perawatan invansive blood perawatan intensif, intensif, sistem pressure monitor, sistem radiologi radiologi X-Ray generator Montoring kondisi Peralatan yang tidak Adult scale, fisik dan unit rutin digunakan di tympanic ultrasonografi untuk perawatan intensif thermometer, diagnostik ultrasound unit Peralatan analitis Analisa di Peralatan yang Blood gas Laboratorium digunakan di analyzer, clinical Laboratorium Klinik chemistry analyzer, untuk mendiagnosa cell counter spesimen Aksesori alat Peralatan yang Shaker, centrifuge, Laboratorium digunakan untuk incubator, mempersiapkan microtome analisa spesimen Komputer dan Peralatan yang Komputer, ticket related digunakan untuk printer, QC Sistem menyimpan, mencetak, mengambil atau mendistribusikan data Lain-lain Yang berhubungan Peralatan yang X-Ray view box, dengan pasien berhubungan dengan sterilizer, chair lift perawatan, tapi tidak secara langsung Tidak berhubungan Peralatan yang tidak ECG simulator, dengan pasien, berhubungan dengan office equipment peralatan pengujian pasien, peralatan dapur, UPS

19

2)

Risiko fisik Tabel 2. Kelompok Berdasarkan Risiko Fisik Dan Penggunaan Klinis Kategori Jenis Definisi Menyebabkan kematian Kegagalan peralatan Defibrillator, ventilator, pasien kesehatan dapat anesthesia menyebabkan kematian pasien Menyebabkan pasien atau Kegagalan peralatan Hypo/hypethermia unit, operator peralatan luka kesehatan tidak laser, electrosurgical unit menyebabkan kematian tetapi luka Menyebabkan terapi yang Kegagalan peralatan ECG machine, blood gas tidak tepat dan kesalahan kesehatan menyebabkan analyzer, centrifuge diagnosa kesalahan diagnosa atau penanganan yang tidak tepat Menyebabkan risiko Kegagalan peralatan yang Gel warmer, heat sealer, menimal menyebabkan penanganan suction pump buruk kepada pasien dan mempengaruhi keamanan pasien dan operator Tidak menyebabkan risiko Kegagalan yang tidak Exam light, terminal yang signifikan menyebabkan penanganan komputer, video printer pada pasien dan tidak mempengaruhi keamanan pasien dan operator

3)

Pemeliharaan preventif Tabel 3. Kelompok Berdasarkan Persyaratan Pemeliharaan Kategori Jenis Definisi Pemeliharaan perlu Perangkat yang sebagian Dialysis machine, perhatian khusus besar berupa mekanis, ventilator, anesthesia pneumatik, atau fluida machine, X-ray table Pemeliharaan di atas rataPeralatan kesehatan yang Infant incubator, rata menyediakan pneumatik blood warmer, laser, mekanik atau komponen portable X-ray system fluida tetapi memiliki keaslian utama elektronika Pemeliharaan rata-rata Peralatan kesehatan yang Defibrillator, infusion membutuhkan verifikasi pump, electrosurgical kinerja dan pengujian unit, traction unit keamanan, yang di dukung rangkaian kelistrikan Pemeliharaan di bawah Peralatan kesehatan yang Lab microscope, rata-rata membutuhkan sedikit scales, general pengujian kinerja medical device Pemeliharaan minimal Peralatan kesehatan yang Exam light, computer hanya membutuhkan terminal, video inspeksi secara camera visual/pengamatan

20

4)

Riwayat insiden Tabel 4. Kelompok Berdasarkan Riwayat Insiden Peralatan Kesehatan Kategori Definisi Siginifikan Lebih dari 1 kali insiden setiap 6 bulan Di atas rata-rata 1 kali insiden setiap 6-9 bulan Rata-rata 1 kali insiden setiap 9-18 bulan Minimal 1 kali insiden setiap 18-30 bulan Tidak bermakna Kurang dari 1 kali insiden pada kurun waktu 30 bulan 6. Pelaporan Memiliki checklist seperti itu juga berfungsi sebagai pengingat untuk setiap langkah dalam proses inspeksi dan dengan demikian membantu menghindari terlampaui atau dalam menghadap langkah-langkah tertentu. Merekam pengukuran dan mendokumentasikan hasil akhir (baik dengan pernyataan ‘laik/tidak laik’ atau dengan skoring) membantu dalam pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan di masa depan, termasuk perbaikan. Untuk kegiatan perbaikan, teknisi mencatat tindakan apa yang telah diambil, termasuk waktu dan biaya untuk tindakan tersebut. Setiap kegiatan pelayanan teknis harus dilengkapi dengan pelaporan yang dapat dimengerti, baik oleh pemberi tugas, manajemen rumah sakit maupun unit pelayanan terkait. Jenis laporan antara lain : 1. Kartu pemeliharaan alat. 2. Catatan pemeliharaan alat. 3. Laporan kerja pemeliharaan preventif. 4. Laporan kerja pemeliharaan korektif. 5. Laporan hasil pemantauan fungsi. 6. Laporan penggunaan bahan pemeliharaan/suku cadang 7. Pengujian Dan Kalibrasi Keseluruhan tindakan meliputi pemeriksaan fisik dan pengukuran untuk menentukan karakteristik alat kesehatan, sehingga dapat dipastikan kesesuaian alat kesehatan terhadap keselamatan kerja dan spesifikasinya. Kalibrasi alat kesehatan bertujuan untuk menjaga kondisi alat kesehatan agar sesuai dengan supplier besaran pada spesifikasinya. Dengan adanya kalibrasi maka akurasi, ketelitian, dan keamanan alat kesehatan dapat dijamin sesuai dengan besaran-besaran yang tertera/diabadikan pada alat kesehatan yang bersangkutan. Pengujian dan kalibrasi wajib dilakukan terhadap alat kesehatan dengan kriteria: a. Belum memiliki sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi b. Masa berlaku sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi telah habis. c. Diketahui penunjukkannya atau keluarannya atau kinerjanya atau keamanannya d. Tidak sesuai lagi, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku. e. Telah mengalami perbaikan, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku f. Telah dipindahkan bagi yang memerlukan instalasi, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku. g. Atau jika tanda laik pakai pada alat kesehatan tersebut hilang atau rusak, sehingga tidak dapat memberikan informasi yang sebenarnya Alat kesehatan yang lulus kalibrasi akan mendapatkan Sertifikat Kalibrasi serta tanda Laik Pakai, demikian juga alat kesehatan yang lulus uji akan Mendapatkan Sertifikat Pengujian/Kalibrasi dan tanda ”Laik Pakai”. Alat kesehatan yang tidak lulus kalibrasi dan/atau uji akan mendapatkan Tanda Tidak Laik Pakai dan tidak boleh digunakan di pelayanan. Sertifikat, Tanda Laik Pakai dan Tanda Tidak Laik Pakai dikeluarkan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan, Loka Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.

21

8. Penarikan Suatu kekurangan pada produk alat kesehatan baik pada kualitas maupun keamanan sehingga tidak sesuai dengan spesifikasi atau tujuannya, dapat menyebabkan gangguan bahkan kegagalan dalam pelayanaan kesehatan yang berdampak pada gangguan kesehatan bahkan kematian. Jika kekurangan tersebut diketahui setelah dipasarkan atau digunakan konsumen, maka produk bersangkutan akan ditarik oleh perusahaan yang bertanggung jawab terhadap peredaran alat tersebut. Recall adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah pada suatu peralatan medis, bila tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku atau dapat menyebabkan suatu bahaya pada penggunaannya. Suatu produk yang ditarik dari peredaran, akan diteliti ulang oleh produsen sehingga dapat ditentukan apakah produk tersebut akan diperbaiki atau di musnahkan. Contoh jenis-jenis tindakan yang dapat dianggap Recall : 1. Memeriksa peralatan medis terhadap masalah 2. Perbaikan peralatan medis 3. Menyesuaikan pengaturan pada peralatan medis 4. Pelabelan ulang peralatan medis 5. Menghancurkan peralatan medis 6. Memberitahukan kepada pengguna tentang masalah pada peralatan medis. 7. Pemantauan masalah kesehatan pasien akibat penggunaan peralatan medis C. Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) 1. Identifikasi B3 Suatu tindakan yang dilakukan untuk mengenal ciri-ciri dan karakteristik dari bahan berbahaya dan beracun untuk selanjutnya diberi label atau kode untuk dapat membedakan satu sama lainnya. Tata laksana mengidentifikasi atau inventarisasi bahan berbahaya dan beracun dengan melakukan telusur tiap bahan kimia tersebut apakah termasuk dalam daftar atau golongan B3 sebagai lampiran Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2001, yaitu : a. mudah meledak (explosive) b. pengoksidasi (oxidizing) c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) d. sangat mudah menyala (highly flammable) e. mudah menyala (flammable) f. amat sangat beracun (extremely toxic) g. sangat beracun (highly toxic) h. beracun (moderately toxic) i. berbahaya (harmful) j. korosif (corrosive) k. bersifat iritasi (irritant) l. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) m. karsinogenik (carcinogenic) n. teratogenik (teratogenic) o. mutagenik (mutagenic) Golongan yang tidak termasuk atau belum masuk dalam daftar seperti dalam lampiran Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2001, tentang Pengelolaan B3, maka cara identifikasi dilakukan melalui uji karakteristik B3 meliputi: a. mudah meledak b. mudah terbakar c. bersifat reaktif d. beracun 22

e. menyebabkan infeksi f. bersifat korosif 2. Pemasangan Label B3 Proses penandaan atau pemberian label yang dilekatkan atau dibubuhkan ke kemasan langsung dari suatu B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang memuat klasifikasi dan jenis B3. a. Bentuk dasar, ukuran dan bahan

1) 2) 3)

Simbol berbentuk bujursangkar diputar 450 sehingga membentuk belah ketupat berwarna dasar putih dan garis tepi tebal merah dengan ukuran 10 cm x 10 cm Ukuran label B3 berbentuk persegi panjang dengan ukuran disesuaikan dengan kemasan yang digunakan dengan ukuran perbandingan panjang : lebar = 3 : 1

dengan warna dasar putih dan tulisan serta garis tepi tebal hitam a. Nama B3, komposisi, No.CAS/No.UN, produsen 1) Nama dagang B3/nama bahan kimia 2) Komposisi atau formulasi bahan kimia 3) Informasi lengkap mengenai penghasil bahan kimia b. Gambar simbol Disesuaikan dengan klasifikasi B3 c. Kata peringatan Pilih salah satu “BAHAYA” atau “AWAS” atau “PERINGATAN” sesuai dengan tingkat resiko d. Pernyataan bahaya seperti klasifikasi B3, fisik, kesehatan dan lingkungan Menjelaskan simbol secara lebih detail sesuai dengan klasifikasi B3, misal : sangat mudah menyala, sangat beracun, karsinogenik, dan lain sebagainya e. Informasi penanganan Prosedur penanganan kecelakaan dan darurat f. Keterangan tambahan Tanggal kadaluarsa, tujuan penggunaan, jumlah dan isi kemasan g. Identitas pemasok Informasi lengkap mengenai pemasok

b. Pengisian label B3 1. Label diisi dengan huruf cetak yang terbaca jelas, tidak mudah terhapus dan dipasang pada setiap kemasan B3 2. Cantumkan informasi berupa :

23

a. Penghasil Nama perusahaan yang menghasilkan limbah b. Alamat Alamat jelas perusahaan termasuk kode wilayah c. Telepon/Fax Nomor telepon/fax penghasil limbah termasuk kode wilayah d. Nomor penghasil Nomor yang diberikan oleh Bapedal saat melapor e. Tanggal pengemasan Berisi data tanggal saat pengemasan f. Kode limbah Kode sesuai dengan Lampiran I PP 85 tahun 1999 g. Jenis limbah Cair; padat; campuran h. Jumlah limbah Jumlah total dalam kemasan (kg/ton/m3/liter) i. Sifat limbah Mudah menyala, korosif, beracun, dan lain-lain j. Nomor Nomor urut pengemasan c. Pemasangan label B3 Label B3 dipasang pada kemasan bawah simbol dan harus terlihat jelas 3. Penanganan B3 Bahan berbahaya dan beracun adalah bahan yang karena sifatnya dan/atau konsentrasi dan/atau jumlah baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. 1. Penanganan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun harus sesuai prosedur untuk masing-masing bahan berbahaya dan beracun 2. Ventilasi yang benar dan pengadaan exhaust mengurangi petugas dari paparan kontaminasi yang ada di udara 3. Petugas yang bekerja dengan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) selama bekerja sesuai dengan yang tercantum di MSDS bahan berbahaya dan beracun 4. Gunakan bahan berbahaya dan beracun secukupnya, jangan berlebihan yang menyebabkan sisa 5. Petugas yang bekerja dengan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun harus ditraining tentang bahan berbahaya dan beracun dan penggunaan MSDS

24

4. Pelaporan Dan Investigasi Tumpahan B3 Pelaporan kejadian tumpahan bahan berbahaya dan beracun (B3)adalah kegiatan yang dilakukan untuk memonitoring danmengevaluasi kejadian tumpahan bahan berbahaya dan beracun yang terjadi di rumah sakit. Lakukan penanganan tumpahan B3 dan limbah B3 sesuai prosedur: a. Ringan, segera tangani sesuai dengan MSDS Sedang – Berat, b. Lapor ke IPSRS (petugas kesehatan lingkungan) c. Antar yang terkena paparan/tumpahan/insiden ke IGD (dekontaminasi) d. Lakukan pengisian formulir tumpahan B3 e. Laporkan dan serahkan formulir tumpahan B3 kepada petugas IPSRS (petugas kesehatan lingkungan) paling lambat 2 x 24 jam f. Petugas IPSRS (petugas kesehatan lingkungan) membuat laporan rekapitulasi kejadian tumpahan B3 setiap bulan dan dilaporkan kepada Panitia Pembina K3RS (P2K3RS) g. Sekretaris P2K3RS melanjutkan ke Bag.SDM h. Edukasi karyawan, treatment dan konsultasi kepada Dokter Ahli terkait i. Laporan akhir ke Direktur RS Prima Husada 5. Penyimpanan B3 Kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh Penghasil Limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara Limbah B3 yang dihasilkannya. 1. Pilah bahan berbahaya dan beracun sesuai dengan potensi bahaya (mudah terbakar,mudah meledak, dan lain-lain), limbah dan B3 dengan karakteristik yang tidak cocok disimpan terpisah agar tidak bereaksi satu sama lain, dibatasi dengan sekat, tanggul, tembok rendah, atau penghalang lainnya 2. Berikan tanda/label sesuai dengan potensi bahaya 3. Penyimpanan B3 harus disertai Material Safety Data Sheet (MSDS) atau Lembar Data Penanganan (LDP) yang memuat identitas bahan berbahaya yang ditimbulkan serta cara penanggulangan tumpahan/paparan/kebocoran serta penanggulangan kedaruratan. 4. Jangka waktu penyimpanan limbah B3 adalah maksimal 90 hari terhitung sejak limbah tersebut dihasilkan. a. Penyimpanan limbah B3 dengan jumlah sedikit kurang dari 50 kg/hari, penyimpanan dapat dilakukan lebih dari 90 hari. b. Penyimpanan limbah infeksius pada musim kemarau maksimal adalah 1 x 24 jam, sedangkan pada musim hujan maksimal adalah 2 x 24 jam 5. Limbah B3 disimpan, dijaga dalam kondisi yang baik selama penyimpanan: tidak penyok dan berkarat, tidak bocor, serta tidak menggembung 6. Jangan menggelindingkan kemasan apalagi dengan tangan kosong 6. Pembuangan B3 Suatu cara untuk membuang sisa sisa dari kegiatan penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun. 1. Limbah yang termasuk dalam kategori limbah B3 adalah botol/wadah bekas kemasan, bekas tumpahan, abu incinerator, bola lampu, obat kadaluarsa, batu baterai 2. Petugas yang menggunakan bahan kimia beracun dan berbahaya mengumpulkan kedalam kantong plastik kuning. 3. Petugas membawa ke TPS limbah B3 setiap pagi dan siang. 4. Petugas TPS limbah B3 menimbang,mencatat pada neraca limbah, menyimpan 5. Petugas TPS Limbah B3 melaporkan kepada Kepala IPSRS.

25

6. Petugas TPS menghubungi pihak ketiga yang ditugaskan untuk mengangkut limbah setelah masa simpan berakhir atau jika volume limbah sudah penuh. 7. Pihak ketiga menimbang limbah dan mencatat pada lembar manifest. 8. Petugas TPS B3 menandatanggani lembar manifest dan memastikan lembar ketujuh manifest diterima. 9. Pihak ketiga membawa limbah ketempat pengolahan 7. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Alat yang digunakan sebagai teknik pencegahan mikroorganisme patogen dari seseorang ke orang lain yang disebut “carrier”. Barrier yang umum digunakan masker, kacamata pelindung, gaun/apron, sarung tangan, penutup kepala, pelindung kaki. a. Masker N95 Langkah-langkah: 1. Genggam respirator dengan satu tangan, posisikan sisi depan bagian hidung pada ujung jari-jari, biarkan tali pengikat menjuntai bebas di bawah tangan Anda 2. Posisikan respirator di bawah dagu dan sisi untuk hidung berada di atas 3. Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak tinggi di belakang kepala di atas telinga. Tarik tali pengikat respirator yang bawah dan posisikan tali di bawah telinga 4. Letakkan jari-jari kedua tangan Anda di atas bagian hidung yang terbuat dari logam. Tekan sisi logam tersebut (gunakan dua jari dari masing-masing tangan) mengikuti bentuk hidung. Jangan menekan respirator dengan satu tangan karena dapat mengakibatkan respirator bekerja kurang efektif 5. Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan dan hati-hati agar posisi respirator tidak berubah b. Masker Biasa Langkah-langkah pemasangan: 1. Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher 2. Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung 3. Paskan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan baik 4. Periksa ulang pengepasan masker Langkah-langkah melepaskan: 1. Jangan disentuh bagian depan masker karena telah terkontaminasi 2. Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas 3. Buang ke tempat sampah limbah infeksius c. Kacamata Pelindung Pasang pada wajah dan mata dan disesuaikan agar pas Langkah-langkah melepaskan: 1. Bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah terkontaminasi 2. Pegang karet atau gagang kacamata 3. Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk di proses ulang atau dalam tempat limbah infeksius d. Gaun/Apron Langkah-langkah pemasangan: 1. Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung 2. Ikat di bagian belakang leher dan pinggang Langkah-langkah pelepasan: 26

1. Bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi 2. Lepas tali 3. Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja 4. Balik gaun pelindung 5. Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk di proses ulang atau buang di tempat limbah infeksius e. Sarung Tangan Langkah-langkah pemasangan: 1. Buka pembungkus sarung tangan dengan hati-hati pilih sesuai ukuran 2. Hindarkan sarung tangan terkontaminasi obyek tidak steril 3. Jari telunjuk dan ibu jari non dominan membuka lipatan sarung tangan bagian atas dan masukkan jari secara pelan-pelan 4. Sarung tangan sebelah kiri gunakan empat jari tangan dominan, masukkan dalam lipatan sarung tangan (bagian luar), segera masukkan tangan non dominan secara perlaha-lahan Langkah-langkah melepaskan: 1. Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi 2. Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan 3. Pegang sarung tangan yang telah di lepas dengan menggunakan tangan yang masih memakai sarung tangan 4. Selipkan jari tangan yang belum di lepas di pergelangan tangan 5. Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama 6. Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius 7. Cuci tangan sesuai prosedur f. Penutup Kepala 1. Pakailah pelindung kepala sesuai ukuran sehingga menutup semua rambut 2. Lepaskan pelindung kepala dan langsung di buang ke tempat sampah g. Pelindung Kaki 1. Gunakan sepatu karet atau plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki bisa digunakan sepatu boot dari bahan kulit 2. Sepatu harus selalu bersih 3. Harus selalu digunakan di dalam kamar operasi dan tidak boleh di pakai keluar, tidak dianjurkan memakai sandal, sepatu terbuka dan telanjang kaki D. Penanggulangan Bencana 1) Tanda Arah Bila suatu eksit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju ruang besar (hal), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan. 2) Sistem Peringatan Bahaya Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat suara (public address), diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh informasi panduan yang tepat dan jelas. 3) Sarana Evakuasi

27

Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan sarana evakuasi bagi orang yang berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang meliputi : a) sistem peringatan bahaya bagi pengguna b) pintu keluar darurat c) jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan rumah sakit untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat E. Proteksi Kebakaran 1) Sistem Proteksi Pasif Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur rumah sakit sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam rumah sakit. a) Rumah sakit harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran b) Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk membatasi kobaran api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat: (1) melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan (2) mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain yang berdekatan (3) menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran c) Proteksi Bukaan Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi bangunan 2) Sistem Proteksi Aktif Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit. a) Sistem Springkler Otomatis Sistem springkler otomatis harus dirancang untuk memadamkan kebakaran atau sekurang-kurangnya mempu mempertahankan kebakaran untuk tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepada springkler pecah b) Pemadam Api Ringan (PAR) Alat pemadam api ringan kimia (APAR) harus ditujukan untuk menyediakan sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi APAR dapat dari jenis portabel (jinjing) atau beroda c) Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran Sistem deteksi dan alarm kebakaran berfungsi untuk mendeteksi secara dini terjadinya kebakaran, baik secara otomatis maupun manual F. Sistem Utilitas 1) Sistem Kelistrikan a. Sistem tegangan rendah (TR) dalam gedung adalah 3 fase 220/380 Volt, dengan frekuensi 50 Hertz. Sistem tegangan menengah (TM) dalam gedung adalah 20 KV atau kurang, dengan frekuensi 50 Hertz, mengikuti ketentuan yang berlaku. Untuk Rumah Sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari PLN minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki 28

b.

c.

d. e.

f.

g.

2)

sistem jaringan listrik Tegangan Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa Rumah Sakit Kelas C mempunyai Kapasitas daya listrik ± 300 KVA s/d 600 KVA, dengan perhitungan 3 KVA per Tempat Tidur (TT). Instalasi listrik tegangan menengah tersebut antara lain: d) Penyediaan bangunan gardu listrik rumah sakit (ukuran sesuai standar gardu PLN) e) Peralatan pembantu dan sistem pengamanan (grounding) f) Penyediaan bangunan gardu listrik rumah sakit (ukuran sesuai standar gardu PLN) g) Peralatan panel TM 20 KV dan aksesorisnya Harus tersedia peralatan UPS (Uninterruptable Power Supply) untuk melayani Kamar Operasi (Central Operation Theater), Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit), Ruang Perawatan Intensif Khusus Jantung ( Intensive Cardiac Care Unit). Persyaratan : 1) Harus tersedia Ruang UPS minimal 2 X 3 m2 (sesuai kebutuhan) terletak di Gedung COT,ICU, ICCU dan diberi pendingin ruangan 2) Kapasitas UPS setidaknya 30 KVA Sistem Penerangan Darurat (emergency lighting) harus tersedia pada ruangruang tertentu Harus tersedia sumber listrik cadangan berupa diesel generator (Genset). Genset harus disediakan 2 (dua) unit dengan kapasitas minimal 40% dari jumlah daya terpasang pada masing-masing unit. Genset dilengkapi sistem AMF dan ATS Sistem kelistrikan RS Kelas C harus dilengkapi dengan transformator isolator dan kelengkapan monitoring sistem IT kelompok 2E minimal berkapasitas 5 KVA untuk titik-titik stop kontak yang mensuplai peralatan-peralatan medis penting (life support medical equipment). Sistem Pembumian (grounding system) harus terpisah antara grounding panel gedung dan panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh kurang dari 0,2 Ohm.

Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara (HVAC) a. Ventilasi 1) Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya 2) Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami 3) Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran b. Pengkondisian Udara 1) Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara 2) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat pengkondisian udara yang mempertimbangkan : a) fungsi bangunan rumah sakit/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan b) kemudahan pemeliharaan dan perawatan c) prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan

29

Tabel . Tabel Standar Suhu, Kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang atau Unit No. Ruangan Suhu (oC) Kelembaban (%) Tekanan 1 Operasi 19-24 45-60 Positif 2 Bersalin 24-26 45-60 Positif 3 Perawatan 22-24 45-60 Seimbang 4 Observasi Bayi 21-24 45-60 Seimbang 5 Perawatan Bayi 22-26 35-60 Seimbang 6 Perawatan Prematur 24-26 35-60 Positif 7 ICU 22-23 35-60 Positif 8 Jenazah/Otopsi 21-24 Negatif 9 Penginderaan Medis 19-24 45-60 Seimbang 10 Laboratorium 22-26 35-60 Positif 11 Radiologi 22-26 45-60 Seimbang 12 Sterilisasi 22-30 35-60 Positif 13 Dapur 22-30 35-60 Seimbang 14 Gawat Darurat 19-24 45-60 Positif 15 Administrasi 21-24 Seimbang 16 Ruang Luka Bakar 24-26 35-60 Positif 3) Sistem Pencahayaan Setiap rumah sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/ mekanik, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. a) Rumah sakit tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi rumah sakit dan fungsi masing-masing ruang di dalam rumah sakit c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam rumah sakit dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan d) Pencahayaan di RS harus memenuhi standar kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai standar intensitas cahaya sebagai berikut:

2 3

Tabel . Tabel Indeks Pencahayaan Ruangan Intensitas Cahaya (lux) Ruang Pasien: a. Saat tidak tidur 100-200 b. Saat tidur max. 50 R. Operasi Umum 300-500 Meja Operasi 10.000-20.000

4 5 6 7 8 9 10 11

Anastesi, pemulihan Endoscopy, lab Sinar-X Koridor Tangga Administrasi Gudang Farmasi

No. 1

300-500 75-100 min. 60 min. 100 min. 100 min. 100 min. 200 min. 200

Keterangan warna cahaya sedang

warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan

malam hari

30

12 13 14 15 16

Dapur Ruang Cuci Toilet R. isolasi khusus tetanus Ruang Luka Bakar

min. 200 min. 100 min. 100 0,1-0,5 100-200

warna cahaya biru

4) Sistem Fasilitas Air Bersih a. Harus tersedia air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan, atau dapat mengadakan pengolahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku b. Tersedia air bersih minimal 500 lt/tempat tidur/hari c. Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan secara berkesinambungan d. Tersedia penampungan air (reservoir) bawah atau atas e. Distribusi air minum dan air bersih di setipa ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif f. Penyediaan Fasilitas air panas dan uap terdiri atas Unit Boiler, sistem perpipaan dan kelengkapannya untuk distribusi ke daerah pelayanan g. Dalam rangka pengawasan kualitas air maka RS harus melakukan inspeksi terhadap sarana air minum dan air bersih minimal 1 (satu) tahun sekali h. Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 (dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada musim hujan), titik sampel yaitu pada penampungan air (;reservoir) dan keran terjauh dari reservoir i. Kualitas air yang digunakan di ruang khusus, seperti ruang operasi j. RS yang telah menggunakan air yang sudam diolah seperti dari PDAM, sumur bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan pengolahan tambahan dengan cartridge filter dan dilengkapi dengan desinfeksi menggunakan ultra violet k. Ruang Farmasi dan Hemodialisis : yaitu terdiri dari air yang dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam hemodialysis l. Tersedia air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan mengikuti ketentuan yang berlaku 5) Sistem Penyaluran Air Hujan Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. a. Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan b. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku c. Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku d. Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang e. Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran

31

6) Sistem Instalasi Gas Medik a. Sistem gas medik dan vakum medik harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya b. Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku wajib bagi semua sistem perpipaan untuk oksigen, nitrous oksida, udara tekan medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum medik untuk pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan campuran dari gas-gas tersebut. Bila terdapat nama layanan gas khusus atau vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas tersebut c. Sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan ini boleh tetap digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah memastikan bahwa penggunaannya tidak membahayakan jiwa d. Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan sistem perpipaan sentral gas medik dan sistem vakum medik harus dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan sistem ini e. Identifikasi dan pelabelan sistem pasokan terpusat harus jelas f. Silinder/tabung dan kontainer yang boleh digunakan harus yang telah dibuat, diuji, dan dipelihara sesuai spesifikasi dan ketentuan dari pihak berwenang g. Isi silinder/tabung harus diidentifikasi dengan suatu label atau cetakan yang ditempelkan yang menyebutkan isi atau pemberian warna pada silinder/tabung sesuai ketentuan yang berlaku h. Sebelum digunakan harus dipastikan isi silinder/tabung atau kontainer dengan memperhatikan warna tabung, keterangan isi tabung yang diemboss pada badan tabung, label (bila ada) i. Label tidak boleh dirusak, diubah atau dilepas, dan fiting penyambung tidak boleh dimodifikasi j. Pengoperasian sistem pasokan sentral: 1. Tidak dibenarkan menggunakan adaptor atau fiting konversi untuk menyesuaikan fiting khusus suatu gas ke fiting gas lainnya 2. Tidak dibenarkan merubah fiting/soket/adaptor yang telah sesuai dengan spesifikasi gas medic 3. Tidak dibenarkan penggunaan silinder tanpa warna dan penandaan yang disyaratkan 4. Hanya silinder gas medik dan perlengkapannya yang boleh disimpan dalam ruangan tempat sistem pasokan sentral atau silinder gas medic 5. Tidak dibenarkan menyimpan bahan mudah menyala, silinder berisi gas mudah menyala atau yang berisi cairan mudah menyala, di dalam ruang penyimpanan gas medic 6. Bila silinder terbungkus pada saat diterima, pembungkus tersebut harus dibuang sebelum disimpan 7. Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila silinder sedang tidak digunakan k. Perancangan dan pelaksanaan Lokasi untuk sistem pasokan sentral dan penyimpanan gas-gas medik harus memenuhi persyaratan berikut : 1. Dibangun dengan akses ke luar dan masuk lokasi untuk memindahkan silinder, peralatan, dan sebagainya 2. Dijaga keamanannya dengan pintu atau gerbang yang dapat dikunci, atau diamankan dengan cara lain 3. Jika di luar ruangan/bangunan, harus dilindungi dengan dinding atau pagar dari bahan yang tidak dapat terbakar

32

4. Jika di dalam ruangan/bangunan, harus dibangun dengan menggunakan bahan interior yang tidak dapat terbakar/ sulit terbakar, sehingga semua dinding, lantai, langit-langit dan pintu sekurangkurangnya mempunyai tingkat ketahanan api 1 jam 5. Dilengkapi lampu atau indikator pada bagian luar ruang penyimpanan yang menunjukkan kondisi kapasitas gas medis yang masih tersedia 6. Dilengkapi dengan rak, rantai, atau pengikat lainnya untuk mengamankan masing-masing silinder, baik yang terhubung maupun tidak terhubung, penuh atau kosong, agar tidak roboh 7. Dipasok dengan daya listrik yang memenuhi persyaratan sistem kelistrikan esensial 8. Apabila disediakan rak, lemari, dan penyangga, harus dibuat dari bahan tidak dapat terbakar atau bahan sulit terbakar 7) Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran 1. Kebisingan Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan kegiatan. Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat pendengaran. Untuk memproteksi gangguan tersebut perlu dirancang lingkungan akustik di tempat kegiatan dalam bangunan yang sudah ada dan bangunan baru. Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit harus mempertimbangkan jenis kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya baik yang berada pada bangunan gedung maupun di luar bangunan rumah sakit. Setiap bangunan rumah sakit dan/atau kegiatan yang karena fungsinya menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau terhadap bangunan rumah sakit yang telah ada, harus meminimalkan kebisingan yang ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan. Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan rumah sakit harus dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan gedung. Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan/ unit dalam RS adalah sebagai berikut : Tabel 5. Tabel Indeks Kebisingan No Ruang Maksimum Kebisingan (Waktu pemaparan 8 jam dan satuan dBA) 1 Ruang pasien: a. Saat tidak tidur 45 b. Saat tidur 40 2 R.operasi umum 45 3 Anastesi, pemulihan 45 4 Endoscopy, lab 65 5 Sinar-X 40 6 Koridor 40 7 Tangga 45 8 Kantor/Lobi 45 9 Gudang 45 10 Farmasi 45 11 Dapur 78 12 Ruang cuci 78 13 Ruang isolasi 40 14 Ruang poli gigi 80 33

2. Getaran Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran yang tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang dalam melakukan kegiatannya. Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau seismik baik yang berasal dari penggunaan peralatan atau sumber getar lainnya baik dari dalam bangunan maupun dari luar bangunan. 8) Lift (Elevator) Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur pasien. a. Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya b. Lift penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan c. Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan vertikal dalam bangunan gedung harus mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan, sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna bangunan rumah sakit d. Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lift harus tersedia litf kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor) e. Lift kebakaran dapat berupa lift khusus kebakaran atau lift penumpang biasa atau lift barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan secara khusus oleh petugas kebakaran

34

BAB V DOKUMENTASI Sebuah cara yang dilakukan untuk menyediaan dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber-sumber informasi khusus. FORMULIR LAPORAN INSIDEN KE TIM KP DI RS RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAKSIMAL 2 x 24 JAM LAPORAN INSIDEN (INTERNAL) I. DATA PASIEN Nama : ...................................................................................................................................... No. RM : ........................................................................................ Ruangan : Umur* :  0-1 bulan  > 1 bulan – 1 tahun  > 1 tahun – 5 tahun  > 5 tahun – 15 tahun  > 15 tahun – 30 tahun  > 30 tahun – 65 tahun  > 65 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki / Perempuan Penanggungjawab Biaya Pasien :  Pribadi  Asuransi Swasta  ASKES Pemerintah  Perusahaan*  JAMKESMAS Tanggal masuk RS : ......................................................................................................................... Jam II. RINCIAN KEJADIAN 1. Tanggal dan Waktu Insiden Tanggal : ............................................................................................................................ Jam .............................. 2. Insiden : ................................................................................................................................. 3. Kronologis Insiden : ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. 4. Jenis Insiden* :  Kejadian Nyaris Cedera (KNC/near miss)  Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/adverse event)  Kejadian Sentinel (sentinel event) 5. Orang pertama yang melaporkan insiden* :  Karyawan : Dokter/Perawat/Petugas Lainnya  Pasien  Keluarga/Pendamping Pasien 35

 

Pengunjung Lain-Lain (sebutkan) ...................................................................................................................... 6. Insiden terjadi pada* :  Pasien  Lain-Lain (sebutkan) ...................................................................................................................... Misal: karyawan/pengunjung/pendamping/keluarga pasien, lapor K3RS 7. Insiden menyangkut pasien :  Pasien rawat inap  Pasien rawat jalan  Pasien UGD  Lain-Lain (sebutkan) ...................................................................................................................... 8. Tempat Insiden : Lokasi kejadian (sebutkan) ................................................................................................................................. (tempat pasien berada) 9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit/spesialisasi)  Penyakit Dalam dan Sub-spesialisasinya  Anak dan Sub-spesialisasinya  Bedah dan Sub-spesialisasinya  Obstetri Gynekologi dan Sub-spesialisasinya  THT dan Sub-spesialisasinya  Mata dan Sub-spesialisasinya  Saraf dan Sub-spesialisasinya  Anastesi dan Sub-spesialisasinya  Kulit & Kelamin dan Sub-spesialisasinya  Jantung dan Sub-spesialisasinya  Paru dan Sub-spesialisasinya  Jiwa dan Sub-spesialisasinya  Lain-Lain (sebutkan) ...................................................................................................................... 10. Unit terkait yang menyebabkan insiden Unit kerja penyebab (sebutkan) ................................................................................................................................. 11. Akibat insiden terhadap pasien* :  Kematian  Cedera Berat (cedera irreversibel)  Cedera Sedang (cedera reversibel)  Cedera Ringan  Tidak Cedera 12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya : ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. 13. Tindakan dilakukan oleh* : Tim terdiri dari :  Dokter ...................................................................................................................... ................................................

36



Perawat ...................................................................................................................... .............................................  Petugas lainnya ...................................................................................................................... ............................. 14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*  Ya  Tidak Apabila ‘Ya’, isi dibagian bawah ini : Kapan dan langkah/tindakan apa yang telah diambil pada Unit Kerja tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama? ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ................................................................................................................................. ........... Pembuat Laporan Paraf Tgl. Lapor

: .......................................... : .......................................... : ..........................................

Penerima Laporan Paraf Tgl. Terima

Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) : Biru Hijau Kuning NB.* : pilih satu jawaban

: .......................................... : .......................................... : ..........................................

Merah

37

FORM PENILAIAN RISIKO No : ...........................................................................

Bagian : ............................................................................................................................................... ...................... Unit : ............................................................................................................................................... ...................... Deskripsi risiko/insiden/komplain/temuan audit:

Risiko Teridentifikasi:

Siapa (atau apa) yang terkena risiko dan bagaimana ? (misal : dokter, perawat, staf, pasien, pengunjung, gedung, reputasi RS)

Akar masalah (root cause) :

Tindakan pengendalian risiko yang ada (jika ada) (misal : peralatan, kesiapan staff, lingkungan, kebijakan/prosedur, pelatihan, dokumentasi): 1. ........................................................................................................................................ ................................................. 2. ........................................................................................................................................ ................................................. 3. ........................................................................................................................................ ................................................. 1 2 3 4 5 Consequence Tidak Kecil Sedang Besar Malapetaka Bermakna Likelihood 5-10 tahun 2-5 tahun Setahun Triwulan Sebulan Peringkat risiko saat ini (consequence x likelihood) → ....................... x .......................... = .......................  Extreme (15-25)  High (8-12)  Medium (4-6)  Low (1-3) Rencana tindakan untuk mencegah/mengurangi risiko (misal: perubahan dalam pelaksanaan, peralatan, kesiapan staff, lingkungan, kebijakan/prosedur, pelatihan, dokumentasi): No

Tindakan

Penanggungjawab

Batas Penyelesaian

Waktu

38

Penilai Resiko,

( .......................................)

Diperiksa Oleh, Manager Risiko

(......................................)

Menyetujui, Kepala Instalasi……………………

(....................................)

Catatan : ............................................................................................................................................ ............................................................................................................................................ ............................................................................................................................................ ............................................................................................................................................ ..................................................................................

Ditetapkan di Malang Pada tanggal 09 Januari 2018 Direktur Rumah Sakit Prima Husada

dr. Lovi Krissadi Endari

39