34 0 757KB
i
TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK
HALAMAN JUDUL
SAMPUL
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh : FARASHYELLA LUMINTANG RAGAZASUSILO D1A019162
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2021
ii
TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK
HALAMAN SAMPUL
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh : FARASHYELLA LUMINTANG RAGAZASUSILO D1A019162
Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kurikuler pada Praktikum Mata Kuliah Teknologi Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2021
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK
Oleh: FARASHYELLA LUMINTANG RAGAZASUSILO D1A019162
Diterima dan disetujui Pada tanggal : ………………………..
Koordinator Asisten
Asisten Pendamping
Tiara Utami Yuniar
Desta Lestari
iv
NIM. D1A017023
NIM. D1A017232 PRAKATA
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun berdasarkan hasil praktikum Teknologi Reproduksi, guna memenuhi persyaratan kelulusan praktikum mata kuliah Teknologi Reproduksi. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu penyusun antara lain dosen pengampu dan para asisten mata kuliah Teknologi Reproduksi yang telah memberikan dukungan moril pada penyusun, serta rekan-rekan semua yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu saya dalam penyusunan laporan ini. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik guna penulisan yang lebih baik. Semoga laporan ini berguna bagi kita semua dan akan bermanfaat dikemudian hari.
Purwokerto, November 2021
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.........................................................................................................i HALAMAN JUDUL...........................................................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................iii PRAKATA.......................................................................................................................iv DAFTAR ISI......................................................................................................................v PENGENALAN DAN PERAKITAN VAGINA TIRUAN............................................................1 PEMBUATAN BAHAN PELICIN (LUBRICANT)....................................................................8 PEMBUATAN BAHAN PENGENCER (DILUTER)................................................................15 KOLEKSI SEMEN............................................................................................................22 EVALUASI SEMEN.........................................................................................................29 PROSESING SEMEN CAIR...............................................................................................38 TEKNIK INSEMINASI BUATAN (IB).................................................................................46
vi
1 TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK PENGENALAN DAN PERAKITAN VAGINA TIRUAN
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh : Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo NIM : D1A019162 Kelompok : 6E Asisten : Indri Lestari
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2021
2 I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hewan ternak adalah dengan memanfaatkan teknologi perkawinan secara buatan. Perkawinan buatan merupakan perkawinan antara pejantan dan betina melalui perantara suatu alat dengan cara tertentu. Perkawinan buatan yang sering dilakukan adalah dengan Inseminasi Buatan. Inseminasi Buatan biasa disebut IB adalah pemasukan atau penyampaian sperma ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia. Proses pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina tidak secara langsung melainkan melalui bantuan manusia dengan menggunakan alat. Semen yang akan digunakan dimasukkan terlebih dahulu ke dalam saluran reproduksi betina dengan menggunakan alat buatan manusia. Perkawinan seperti ini memungkinkan pertemuan spermatozoa dengan sel telur, sehingga perlu diperhatikan saat-saat ovulasi pada hewan betina agar perkawinan tepat pada waktunya. Perkawinan dengan metode inseminasi buatan dapat dilakukan dengan menampung semen untuk perkawinan selanjutnya. Penampungan semen dapat dilakukan dengan beberapa teknik seperti vagina tiruan, elektroejakulator, dan massage. Vagina tiruan yang digunakan sebagai alat penampung semen dipasang pada penis ketika pejantan sudah memperlihatkan tanda-tanda akan menaiki betina penggoda. Vagina tiruan merupakan suatu teknik yang paling efektif diterapkan pada sapi, kuda, kerbau, domba dan kambing. 1.2. Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan dari vagina tiruan. 2. Mahasiswa dapat mengetahui bagian atau komponen dari vagina tiruan. 3. Mahasiswa dapat mengetahui penggunaan dari vagina tiruan.
3 II. MATERI DAN CARA KERJA 2.1. Materi 2.1.1. Alat dan Bahan a. Selongsong karet tebal (outerliner) b. Selongsong karet tipis (innerliner) c. Corong karet (connector) d. Karet gelang e. Tali rafia f. Tabung gelas berskala (tabung kolektor) 2.2. Cara Kerja Air dipanaskan dan dimasukan pada termos, disimpan Selongsong karet tebal dijepit dengan kedua paha, iner liner dimasukan dan diikat dengan karet gelang
Bagian ujung dekat penis diikat dengan tali rafia Corong karet dipasang pada ujung selongsong dekat katup, diikat dengan karet gelang/ rafia
Gelas penampung/tabung reaksi dipasang pada ujung corong karet lalu ditutup Katup dibuka, dimasukan air suhu 50-550C, diisi 2/3 bagian dan ditutup kembali Katup ditiup hingga inner liner mengembang, dan ujung iner liner membentuk seperti vagina
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
4 3.1. Hasil 3.1.1. Gambar
a
b
d
e
c
Gambar 1. Vagina Tiruan Keterangan : a. Lubang penutup saluran b. Selongsong karet tipis (innerliner) c. Selongsong karet tebal (outerliner) d. Corong karet e. Tabung penampung 3.2. Pembahasan Vagina tiruan merupakan salah satu metode penampungan semen yang dilakukan dengan membuat alat berbentuk tabung yang dibuat sedemikian rupa disesuaikan dengan kondisi fisiologis vagina asli. Vagina tiruan biasanya digunakan untuk menampung semen dari ternak domba, kambing, sapi dan kuda. Terdapat beberapa macam model vagina tiruan dari beberapa negara. Hal ini sesuai dengan pendapat Afiati et al. (2013) yang menyatakan bahwa penggunaan vagina buatan merupakan metode yang dipakai secara umum dan meluas baik untuk penampungan semen pejantan sapi perah maupun sapi potong. Alat ini dirancang untuk meniru vagina alami baik dari segi suhu, tekanan dan gesekan untuk merangsang terjadinya ejakulasi. Metode vagina tiruan memiliki hambatan tertentu dalam beberapa waktu pemakaian pada ternak, salah satunya pada ternak babi. Pada babi, bentuk penis babi yang spiral dan seperti bor menyulitkan untuk dilakukan pengoleksian semen menggunakan vagina tiruan. Karakteristik babi yang aktif juga menjadi salah satu penghambat yang menyuklitkan kolektor untuk mengoleksi semen. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
5 Susilawati (2013), bahwa dalam proses inseminasi buatan pada babi, kesulitan yang sering dijumpai adalah pada saat pengoleksian semen yang disebabkan karena sifat babi yang aktif, liar dan bentuk penis yang spiral dan seperti bor. Vagina tiruan tentu memiliki temperatur yang dianjurkan agar kualitas semen yang tertampung tetap terjaga. Suhu yang digunakan pada bagian dalam vagina buatan mencapai 40-45°C dan vagina buatan disimpan dalam incubator pada suhu 45-50°C. Hal tersebut sesuai dengan Septiani dan Effendi (2017), bahwa suhu yang digunakan pada penyimpanan vagina buatan setelah dilakukan pengoleksian semen berada pada suhu 4055°C. Menurut Yendraliza et al. (2019), penampungan semen menggunakan vagina buatan dengan temperature 42˚C satu kali dalam satu minggu selama 10 minggu. Vagina tiruan terdiri dari beberapa bagian. Bagian-bagian dari vagina tiruan yaitu selongsong karet tebal (outerliner), selongsong karet tipis (innerliner), lubang penutup saluran, corong karet, dan tabung penampung atau tabung kolektor. Hal tersebut sesuai dengan Dewi et al. (2012), alat yang digunakan untuk penampungan semen adalah vagina buatan, yang terdiri dari silinder karet kuat dengan lapisan karet bagian dalam, rongga di antara silinder dan lapisan dalam, dan rongga tersebut diisi air yang suhunya dapat diatur (40-45˚C), dengan tekanan menyerupai keadaan alamiah. Pada vagina tiruan, lapisan dalam terbuat dari bahan yang lembut sehingga tidak menyebabkan iritasi pada penis, karena berfungsi sebagai tempat masuknya penis. Sedangkan lapisan luar terbuat dari bahan yang bersifat keras yang berbentuk silinder/tabung, bertujuan supaya mudah untuk dipegang. Lubang dan penutup berfungsi untuk saluran tempat masuk dan keluarnya air dan udara. Hal tersebut sesuai dengan Irfan (2017), yang menyatakan bahwa lubang dan penutup yang terdapat pada vagina tiruan antara lain berfungsi untuk mengatur suhu
6 IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan 1. Vagina tiruan digunakan sebagai media perangsang buatan untuk ternak, terutama pada ternak ruminansia besar seperti sapi dan sebagai media penampungan semen. 2. Vagina tiruan terdiri dari beberapa bagian, diantaranya selongsong karet tipis (innerliner), selongsong karet tebal (outerliner), lubang penutup saluran, corong karet, dan tabung koleksi. 3. Perakitan vagina tiruan diawali dengan memasukkan selongsong karet tipis (innerliner) ke dalam tabung atau selongsong berbahan karet tebal (outerliner) lalu kedua ujung selongsong karet tipis yang berlebih dilipat. Kedua memasang corong karet sebagai penghubung antara outerliner dengan tabung penampung semen. 4.2. Saran Semoga acara praktikum lebih aktif lagi dalam menanyakan dan waktu yang digunakan lebih efektif.
7 DAFTAR PUSTAKA
Afiati, F., Herdis, dan S. Syahruddin. 2013. Pembibitan Ternak dengan Inseminasi Buatan. Penebar Swadaya. Jakarta. Dewi A.S., Y. S. Ondho, dan E. Kurnianto. 2012. Kualitas Semen Berdasarkan Umur pada Sapi Jantan Jawa. Animal Agriculture. 1(2) : 126-133. Irfan, I., Wahjuningsih, S., & Susilawati, T. 2017. Pengaruh Karakteristik Lendir Servik Sebelum Inseminasi Buatan (IB) Terhadap Keberhasilan Kebuntingan Sapi Komposit. Ternak Tropika Journal Of Tropical Animal Production. 18(1) : 10-14. Septiani, D., & Effendi, E. M. 2017. Penyimpanan Spermatozoa Pada Suhu Preservasi Dan Berbagai Pengencer Semen Terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa. Ekologia: Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar Dan Lingkungan Hidup. 17(2) : 18-23. Susilawati, T. 2013. Pedoman inseminasi buatan pada ternak. Universitas Brawijaya Press.
8 TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK PEMBUATAN BAHAN PELICIN (LUBRICANT)
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh : Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo NIM : D1A019162 Kelompok : 6E Asisten : Indri Lestari
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2021
9 I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pengaturan proses reproduksi merupakan salah satu upaya untuk memaksimalkan mutu genetik ternak. Saat ini proses reproduksi ternak dibantu dengan adanya teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan dan keberlangsungan ternak. Keberhasilan proses reproduksi sangat dipengaruhi oleh kondisi pejantan dan betina yang melakukan perkawinan. Hal paling penting adalah kualitas semen yang dihasilkan pejantan untuk membuahi sel telur betina. Kualitas semen yang baik dapat didapatkan dengan memanfaatkan penampungan semen menggunakan teknik vagina tiruan. Vagina tiruan dilakukan dengan menggunakan alat berupa tabung yang menyerupai seperti kondisi vagina asli. Pengambilan semen menggunakan vagina tiruan menggunakan bantuan bahan lain seperti bahan pelicin atau lubricant. Bahan pelicin atau berupa jelly dioleskan pada vagina tiruan yang akan digunakan. Vagina tiruan yang telah diolesi dengan lubricating jelly memiliki kemungkinan tidak akan melukai penis dari ternak pejantan. Hal tersebut menjelaskan bahwa fungsi dari bahan pelicin untuk melindungi penis dari luka dan memudahkan pengeluaran semen. 1.2. Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan dari pembuatan bahan pelicin.
10 II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi 2.1.1 Alat a. Cawan porselin b. Kaca pengaduk c. Botol steril dengan penutup yang rapat d. Kompor listrik 2.1.2 Bahan a. Gom Arabicum sebanyak 6 gram b. Glicerin sebanyak 10 ml c. Aquabidestillata sebanyak 50 ml 2.2 Cara Kerja Gom arabicum 6 gram dan aquabidestilata 50ml dicampurkan pada cawan porselin lalu dipanaskan dengan kompor listrik
Diaduk dengan pengaduk kaca hingga larut dan homogen
Ditambahkan glicerin 6 ml
Disimpan pada botol dalam keadaan dingin
11 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Gambar
Gambar 2. Pelicin (Lubricant) 3.2. Pembahasan Bahan pelicin memiliki prinsip bahwa kondisi fisiologi vagina secara in vivo saat estrus akan mengeluarkan cairan lender yang berfungsi untuk mempermudah saat kopulasi. Penggunaan vagina tiruan harus ditambahkankan dengan pelicin buatan pada lubangnya agar tidak terjadi iritasi pada ternak dan kelecetan pada alat kopulasi ternak. Hal tersebut sesuai dengan Sonatha (2016), yang menyatakan bahwa pelicin khusus untuk dioleskan di lubang vagina tiruan, eosin 2% sebagai pewarna, NaCl fisiologis 0,9% digunakan saat pengamatan gerak individu spermatozoa. Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan bahan pelicin, diantaranya gom arabicum, aquabidestillata, dan gliserin. Gom arabicum mempunyai karakteristik seperti berwujud serbuk halus, eksudat dari pohon akasia, berwarna putih sampai kekuningan namun setelah diencerkan akan berwarna transparan dan lengket, serta tidak berbau. Hal ini sesuai dengan pendapat Afiati dan Said (2013), bahwa garam Arab memiliki sifat yang lengket dan transparan ketika sudah dipanaskan serta berfungsi sebagai stabilizer. Penggunaan gom arabicum memiliki kelebihan dan kekurangannya. Gom arabicum memiliki sifat mudah larut dalam air dan sebagai stabilizer. Namun, penyebaran gom arabicum dalam air tergolong lambat dan tidak dapat larut dalam etanol. Hal tersebut
12 sesuai dengan Santoso et al. (2013), bahwa gom arabicum merupakan hidrokoloid yang berfungsi sebagai bahan penstabil dan pembentuk gel. Kemampuan gom arabicum dalam mengikat air dipengaruhi oleh jumlah gugus hidroksil (-OH) dan massa molekulnya. Bahan lain dalam pembuatan bahan pelicin adalah gliserin. Gliserin merupakan cairan dengan karakteristik yang tidak berwarna, tidak berbau, teksturnya kental, dan higroskopis. Penambahan gliserin pada pembuatan bahan pelicin (lubricant) dimaksudkan sebagai pelembab, menurunkan viskositas, mempermudah suatu zat untuk larut dalam air, mempermudah daya sebar gel, serta menurunkan pH. Hal tersebut sesuai dengan Utami et al. (2016), bahwa gliserin dalam hal tersebut berfungsi sebagi humektan (pelembab) dan bersifat higroskopis. Penggunaan
aquabidestillata
berfungsi
sebagai
pelarut
atau
pengencer.
Aquabidestillata merupakan air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan dua kali. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh Khotimah (2017), yang menjelaskan bahwa tujuan dari destilasi yaitu untuk memperoleh cairan murni dari cairan yang telah dicemari zat terlarut, atau bercampur dengan cairan lain yang berbeda titik didihnya.
13 IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Pembuatan bahan pelicin bertujuan untuk mempermudah saat kopulasi agar tidak terdapat luka pada ternak. Bahan bahan yang digunakan adalah gom arabicum, gliserin, dan aquadestilata. 4.2. Saran Semoga acara praktikum lebih aktif lagi dalam menanyakan dan waktu yang digunakan lebih efektif .
14 DAFTAR PUSTAKA
Afiati, F., & Said, I. S. 2013. Pembibitan Ternak Dengan Inseminasi Buatan. Penebar Swadaya Grup. Khotimah, H., E.W. Anggraeni, dan A. Setianingsih. 2017. Karakterisasi Hasil Pengolahan Air Menggunakan Alat Destilasi. Chemurgy. 1(2) : 26-38. Santoso, B., Herpandi, Pitayati, dan Pambayun. 2013. Pemanfaatan Keragenan dan Gum Arabic sebagai Edibe Film Berbasis Hidrokoloid. Agritech. 33(2) : 140-145. Sonatha,P., D. Samsudewa, dan E. Purbowati. 2016. Pengaruh Body Condition Score (Bcs) terhadap Kualitas Semen Domba Wonosobo di Kabupaten Wonosobo. Agromedia. 34(2) : 27-34. Utami, P., Samsudewa, D., & Lestari, C. 2016. Perbandingan Kawin Alam Dan Inseminasi Buatan Terhadap Persentase Kebuntingan, Lama Bunting, Litter Size Dan Bobot Lahir Kelinci New Zealand White. Doctoral Dissertation. Fakultas Peternakan & Pertanian Undip.
15 TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK PEMBUATAN BAHAN PENGENCER (DILUTER)
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh : Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo NIM : D1A019162 Kelompok : 6E Asisten : Indri Lestari
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2021
16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inseminasi buatan merupakan teknik perkawinan dengan memasukkan semen segar atau semen beku ke dalam saluran kelamin kambing atau sapi betina dengan menggunakan alat yang dibuat oleh manusia. Tujuannya untuk perbaikan mutu genetika ternak, menghindari penyebaran penyakit kelamin, meningkatkan jumlah keturunan dari pejantan unggul, mengoktimalkan penggunaan semen untuk mengawini lebih banyak hewan betina. Keberhasilan IB baik menggunakan semen cair maupun beku membutuhkan semen yang berkualitas baik dengan daya hidup tinggi, sehingga memerlukan proses pengenceran semen yang efektif, efisien dan murah. Penggunaan semen segar yang diencerkan terbukti menghasilkan fertilitas tinggi dengan biaya lebih murah. Pengencer diberikan pada semen segar bertujuan sebagai media tempat spermatozoa itu hidup dan harus dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya serta tidak menurunkan daya fertilitas spermatozoa tersebut. Spermatozoa tidak dapat tahan hidup pada waktu yang lama, kecuali bila ditambahkan berbagai unsur kedalam semen. Pembuatan bahan pengencer (diluter) pada praktikum ini dilakukan untuk menstabilkan, menutrisi, dan menjaga kualitas dari semen hasil penyadapan. Bahanbahan yang dipakai pun mudah dijangkau oleh kalangan masyarakat. Bahan pengencer ini dapat bertahan cukup lama jika disimpan dalam lemari es dengan suhu 5˚C. 1.2. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui tentang bahan pengencer dan fungsi dari setiap bahan yang terkandung dalam bahan pengencer. 2. Mahasiswa mengetahui syarat syarat bahan pengencer.
17 II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi 2.1.1 Alat a. Waterbath b. Beiker glass c. Gelas ukur dan pipet biasa d. Tabung reaksi e. Kertas saring f. Labu erlenmeyer 2.1.2 Bahan a. Kuning telur b. Antibiotik c. Aquadestillata d. Susu skim e. Gliserol 2.2. Cara Kerja Kuning dan putih telur dipisahkan dengan alat pemisah Kuning telur dikocok perlahan Bagian ujung dekat penis diikat dengan tali rafia susu skim dicairkan dengan 10-20 gram/ 100 ml aquadestilata Lalu disaring dengan kertas saring Antibotik ditambahkan, disimpan pada suhu 50C
18 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Gambar
Gambar 3. Pengencer (Diluter) 3.2. Pembahasan Bahan pengencer atau diluter bertujuan untuk mengurangi kepadatan spermatozoa dan menjaga kelangsungan hidup spermatozoa. Menurut Effendi et al. (2015), pengenceran semen bertujuan untuk mendapatkan jumlah semen yang lebih banyak sebelum diinseminasikan dan mempertahankan kualitas semen sebelum disemprotkan kedalam alat reproduksi betina. Pengenceran semen tergantung pada volume semen, konsentrasi semen, persentase spermatozoa hidup dan bergerak progresif serta dosis semen untuk diinseminasikan. Bahan pengencer terbagi menjadi bahan pengencer produk jadi dan racikan. Produk jadi seperti NaCl fisiologis, ringer laktat, dan TCM 199. Sedangkan bahan pengencer racikan seperti susu skim, kuning telur, dan Trisamonemetan. Suhu yang baik untuk penyimpanan bahan pengencer adalah suhu 5˚C. Hal tersebut sesuai dengan Zega et al. (2015), yang menunjukkan bahwa pengencer kuning telur 15% mampu mempertahankan persentase viabilitas spermatozoa sapi Limousin yang terbaik saat mencapai penyimpanan pada suhu 5˚C. Pengencer memiliki fungsi yang beragam antara lain sebagai sumber energy, sebagai buffer atau penyangga, menambah volume, melindungi spermatozoa dari kejut dingin, dan menghambat pertumbuhan bakteri atau mikroba. Hal tersebut sesuai dengan Bunga et al. (2014), bahwa pertumbuhan mikroba pada semen yang dikoleksi dapat dicegah dengan menggunakan campuran pengencer pada volume semen yang didapat. Hal
19 tersebut juga didukung oleh Susilawati (2011), yang menjelaskan bahwa beberapa fungsi dari diluter adalah: (1) bahan tidak bersifat toksik terhadap spermatozoa, (2) mengandung sumber energi, (3) bersifat isotonis, (4) mengandung buffer, (5) melindungi dari pengaruh pendinginan secara cepat, (6) menghambat pertumbuhan bakteri, (7) dan meningkatkan volume sehingga bisa digunakan beberapa kali IB. Kuning telur dalam bahan pengencer terdiri dari lipoprotein, lesitin, dan karbohidrat. Lipoprotein dan lesitin berfungsi untuk melindungi selubung protein spermatozoa. Karbohidrat golongan glukosa berfungsi sebagai sumber energi. Hal tersebut juga disampaikan oleh Widjaya (2011) bahwa manfaat kuning telur terletak pada lipoprotein dan lesitin yang terkandung di dalamnya yang bekerja mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel spermatozoa. Beberapa syarat yang harus ada pada bahan pengencer diantaranya mengandung karbohidrat, lemak, protein, lesitin, dan mineral. Hal tersebut sesuai dengan Pubiandra et al. (2016), yang menjelaskan bahwa pengencer sitrat kuning telur juga mengandung karbohidrat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi spermatozoa. Penambahan karbohidrat dapat berfungsi sebagai nutrisi yang dapat digunakan oleh spermatozoa untuk melakukan aktivitas fisiologisnya sebelum spermatozoa dideposisikan ke alat kelamin betina.
20 IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan 1. Pembuatan bahan pengencer bertujuan sebagai sumber energi, buffer, menambah volume, melindungi spermatozoa dari kejut dingin, dan menghambat pertumbuhan mikroba. 2. Beberapa fungsi dari bahan-bahan yang terkandung dalam diluter, diantaranya : Kuning telur sebagai pelindung selubung protein pada spermatozoa atau waterjacket. Susu skim sebagai sumber energi karena mengandung karbohidrat golongan laktosa dan mengandung enzim Gliserol sebagai agen pelindung spermatozoa, mencegah kerusakan pada sel-sel spermatozoa pada proses pendinginan, dan mengurangi tingkat kematian pada spermatozoa saat proses pembuatan semen beku. Antibiotik sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme. 3. Syarat untuk bahan pengencer diantaranya mengandung karbohidrat, lemak, protein, lesitin, dan mineral. 4.2. Saran Semoga acara praktikum lebih aktif lagi dalam menanyakan dan waktu yang digunakan lebih efektif.
21 DAFTAR PUSTAKA
Bunga, V. D., Susilawati, T., & Wahjuningsih, S. 2014. Kualitas Semen Sapi Limousin Pada Pengencer Yang Berbeda Selama Pendinginan. Ternak Tropika Journal Of Tropical Animal Production. 15(1) : 13-20. Effendi, F. I., Wahjuningsih, S., & Ihsan, M. N. 2015. Pengaruh Pengencer Tris Aminomethane Kuning Telur Yang Disuplementasi Sari Kulit Manggis (Garcinia Mangostana) Terhadap Kualitas Semen Sapi Limousin Selama Penyimpanan Suhu Dingin 5˚C. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal Of Animal Science). 25(3) : 69-79. Pubiandara, S., Suharyati, S., & Hartono, M. 2016. Pengaruh Penambahan Dosis Rafinosa Dalam Pengencer Sitrat Kuning Telur Terhadap Motilitas, Persentase Hidup Dan Abnormalitas Spermatozoa Sapi Ongole. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 4(4), 292-299. Susilawati, T. 2011. Spermatology. UB Press. Universitas Brawijaya. Malang. Widjaya, N. 2011. Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC. Sains Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan. 9(2): 72-76. Zega, I., S. Ilyas dan S. Hutahaean. 2015. Kualitas Spermatozoa Sapi Limousin Dalam Pengencer Twostetm Extender Dengan Suplementasi Kuning Telur Bebek Selama Penyimpanan Pada Refrigerator. Jurnal Biosains. 1(3): 66-72.
22 TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK KOLEKSI SEMEN
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh : Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo NIM : D1A019162 Kelompok : 6E Asisten : Indri Lestari
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2021
23 I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang IB merupakan salah satu teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan produktivitas dan mutu genetik ternak sapi potong dengan memanfaatkan potensi pejantan unggul agar dapat membuahi lebih dari satu induk. Keberhasilan inseminasi buatan ditentukan oleh kualitas semen beku pejantan yang juga dipengaruhi oleh karakteristik semen segarnya melalui pemeriksaan baik makroskopis maupun mikroskopis. Kualitas spermatozoa setiap bangsa dan masing-masing ternak berbeda-beda. Faktor genetik, umur, bangsa ternak dan variasi individu dapat mempengaruhi ketahanan sel spermatozoa. Koleksi semen atau menampung semen adalah upaya yang dilakukan untuk mendapatkan semen yang berkualitas dari pejantan. Proses mendapatkan semen mengharuskan pejantan yang akan dikoleksi harus dirangsang oleh seekor betina atau bisa juga menggunakan pejantan atau boneka yang meyerupai sapi yang telah dipersiapkan sebagai betina penggoda (pemancing libido). Koleksi semen yang dilakukan seorang kolektor harus hati-hati, karena ternak jantan yang akan dikoleksi umumnya bersifat temperamental, sehingga cukup berbahaya. Penampungan semen bertujuan untuk memperoleh semen yang jumlah volumenya banyak dan kualitasnya baik untuk diproses lebih lanjut untuk keperluan inseminasi buatan. Hasil dari kualitas semen yang baik akan menghasilkan anakan dengan sifat unggul. Perlu diperhatikan juga bahwa kualitas semen dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui alat yang digunakan dalam proses koleksi semen 2. Mengetahui keuntungan penggunaan metode koleksi semen
24 II.
MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi 2.1.1 Alat a. Vagina Tiruan b. Service crate 1.1.2 Bahan a. Sapi betina atau sapi betina tiruan b. Sapi Pejantan 1.2
Cara Kerja Dimasukan betina kedalam service crate kemudian lepas pejantan agar mendekati betina
Ditarik sapi pejantan saat sudah mendekati betina kemudian dilepaskan kembali, lakukan sampai 2-3x agar pejantan menjadi libido
Ditarik reputium meuju vagina tiruan saat pejantan sudah menaiki betina.
Ditunggu hingga sapi selesai ejakulasi dan turun dari tubuh betina dengan sendirinya
25 III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil 3.1.1 Gambar
Gambar 4. Koleksi Semen Sapi 3.2 Pembahasan Koleksi semen merupakan upaya yang dilakuakn oleh kolektor untuk mendapatkan semen secara sengaja. Penampungan semen bertujuan untuk memperoleh semen dengan jumlah volume yang banyak dan kualitas yang baik. Sesuai dengan Sufyanhadi (2012), bahwa penampungan semen dilakukan bertujuan untuk memperoleh semen yang jumlah (volume) nya banyak dan dengan kualitas yang baik untuk diproses lebih lanjut untuk keperluan inseminasi buatan. Afiati et al. (2013), menyatakan bahwa penampungan semen merupakan salah satu tahapan yang penting dalam rangkauan IB pada ternak. Penampungan semen yang tidak benar dan tidak lege artis atau kotor dapat menyebabkan kualitas semen yang dihasilkan tidak memenuhi syarat untuk inseminasi. Hal tersebut juga disampaikan oleh Ratnawati et al. (2015), bahwa sapi jantan yang digunakan sebagai sumber semen maupun pemacek harus mempunyai performans yang optimal sehingga hasil keturunannya baik. Sapi jantan sebagai pemacek maupun sebagai sumber semen seharusnya adalah pejantan yang memiliki libido dan kualitas semen yang baik serta secara morfologis unggul dibandingkan dengan pejantan di lingkungan sekitarnya. Secara umum penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh factor internal dan ekternal. Faktor internal yaitu hormone, metabolism, keturunan, makanan, umur, dan kesehatan secara umum dari pejantan tersebut. Sedangkan faktor eksternal
26 adalah suasana lingkungan, tempat penampungan, manajemen, cuaca, dan kolektor. Sesuai dengan Herdis (2012), menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas semen segar antara lain adalah faktor metode penampungan, faktor lingkungan dan manajemen yang digunakan, faktor individu dan faktor umur pejantan yang digunakan. Volume semen yang didapatkan dari pejantan memiliki kualitas yang berbeda-beda. Penampung semen yang digunakan sebagai wadah penampung memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Waktu penampunan semen yang baik adalah saat pagi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Herdis (2012) bahwa penampungan semen yang berbeda berpengaruh terhadap perbedaan suhu udara sekitar, waktu penampungan pukul 06.00 menghasilkan kualitas gerakan massa spermatozoa paling baik berbeda nyata dibandingkan pukul 12.00. Pada pengambilan semen sapi beberapa hal dapat mempengaruhi kualitas, kuantitas, maupun sifat semen itu sendiri seperti umur ternak, cuaca, interval pengkoleksian, kesehatan ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Melita et al. (2014), bahwa sifat semen dipengaruhi oleh umur pejantan dan interaksi antara umur dengan interval penampungan. Selain ini adanya perbedaan nilai rata-rata volume semen tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi masing-masing individu seperti kualitas reproduksi, kondisi ternak, metode koleksi dan sering tidaknya sapi tersebut dikoleksi semennya. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi koleksi semen adalah umur. Umur pada ternak mempengaruhi hasil dari koleksi semen, semakin tua ternak volume semakin meningkat. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Dewi (2012), yang menyatakan bahwa umur ternak mempengaruhi volume dari sperma yang dihasilkan oleh ternak jantan, yang mana volume tertinggi pada usia kurang dari 2 tahun lalu volume sperma akan turun pada usia 2-3 tahun, hal ini disebabkan ternak memasuki masa pubertas di usia 1 tahun.
27 IV.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan 1. Alat yang digunakan dalam proses koleksi semen adalah vagina tiruan. 2. Keuntungan koleksi semen yaitu didapatkannya kualitas semen yang baik dengan volume yang banyak, agar dihasilkan anak pejantan yang memiliki sifat unggul. 4.2 Saran Praktikum Teknologi Reproduksi Ternak selanjutnya pada praktikum kedua ini mungkin bisa dibagi ke dalam dua pertemuan dan tidak digabung dalam satu pertemuan supaya materi yang diberikan tidak terlalu banyak sehingga praktikan dapat fokus pada materi.
28 DAFTAR PUSTAKA
Afiati, F., & Said, I. S. 2013. Pembibitan Ternak Dengan Inseminasi Buatan. Penebar Swadaya Grup. Dewi, A. S., Ondho, Y. S., &Kurnianto, E. 2012. Kualitas Semen Berdasarkan Umur Pada Sapi Jantan Jawa. Animal Agriculture Journal. 1(2) : 126-133. Herdis. 2012. Pengaruh Waktu Penampungan Semen terhadap Gerakan Massa Spermatozoa dan Tingkah Laku Kopulasi Pejantan Domba Garut. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 14(1) : 38-43 Ratnawati, D., Y. Widyaningrum, dan T. A. Sulistya. 2020. Perlakuan Exercise pada Sapi Jantan PO terhadap Peningkatan Kualitas Semen." Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 81-87 Sufyanahdi. 2012. Metode Penampungan Semen. Penerbit Angkasa. Bandung. Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
29 TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK EVALUASI SEMEN
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh : Nama : Farashyella Lumintang Ragazasusilo NIM : D1A019162 Kelompok : 6E Asisten : Indri Lestari
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK TERAPAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2021
30 I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kualitas semen sapi pejantan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan perkawinan, baik secara alami maupun Inseminasi Buatan (IB). Mutu bibit genetik yang rendah akan berpengaruh ke reproduksi dan produk yang dihasilkan ternak. Evaluasi semen menjadi salah satu cara untuk memperbaiki mutu genetik ternak yang ada. Tujuan evaluasi semen adalah mengetahui kelayakan semen untuk diproses lebih lanjut. Evaluasi atau pemeriksaan semen merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan untuk melihat kuantitas (jumlah) dan kualitas semen. Pemeriksaan semen dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pemeriksaan secara makroskopik dan pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan makroskopis merupakan suatu evaluasi semen dengan mata secara langsung tanpa memerlukan alat bantu seperti volume, bau, warna, pH, dan konsisistensi semen. Pemeriksaan mikroskopis meliputi gerak massa, gerak individu dan konsentrasi sel. Kualitas semen harus diketahui sebelum proses pembekuan. Semen yang diejakulasikan oleh sapi, dievaluasi terlebih dahulu untuk mengelompokkan tingkatantingkatan kualitas semen. Kualitas semen yang baik akan disimpan dan diproses untuk di IBkan pada ternak betina yang sudah disediakan. Praktikum evaluasi semen bertujuan untuk mengetahui kualitas semen terbaik yang digunakan untuk inseminasi buatan. 1.2 Tujuan a. Mengetahui faktor yang mepengaruhi konsentrasi semen b. Mengetahui evaluasi secara makroskopis c. Mengetahui evaluasi secara mikroskopis
31 II.
MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi 2.1.1 Alat a. Mikroskop b. Api bunsen c. Beker glass d. Pipet biasa e. Pewarna eosing f. Tabung reaksi g. Penyedot h. Spuit 10 dan 1 ml i.
Tabung koleksi
j.
Cover glass
k. Objeks glass 2.1.2 Bahan a. Semen b. Larutan NaCl fisiologis 1.2
Cara Kerja
1.2.1 Motilitas Spermatozoa Diencerkan semen dengan NaCl fisiologis dengan perbandingan 1:10 dan dihomogenkan yang dilakukan dengan begerak membentuk angka 8
Diambil satu tetes yang ditaruh di atas object glass
Ditutup objeck glass dengan cover glass dan spermatozoa siap untuk diamati
32
1.2.2 Konsentrasi Semen kambing Peranakan Etawa Dicampurkan larutan NaCl fisiologis dengan 1 tetes pewarna eosin kemudian dihomogenkan.
Diambil semen dengan pipet eristrosit sampai mencapai skala 5 dan dicapurkan dengan larutan diambil campuran antara NaCl fisiologis+eosin mencapai skala 101 kemudian di homogenkan
Tetesan 1-2 dibuang dan tetesan selanjutnya diteteskan diatas dwipoma dan tutup menggunakan cover glass dan siap untuk diamati 1.2.3 Pengukuran daya hidup Dismatis Spermatozoa Diteteskan 1 tets semen diatas objek glass kemudian diteteskan 1 tetes eosin negrosin
Diratakan kedua bahan tersebut kemudian diulas menggunakan object glass hingga setipis mungkin
Dikeringkan dengan cara didekatkan ke api bunsen, kemudian diamati menggunakan mikroskop
33 III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil 3.1.1 Tabel Volume Warna 4 ml Putih keruh 3.1.2 Perhitungan Konsentrasi
Konsistensi Kental
Bau Khas bunga akasia
pH 6,8
= 4 ml . 10 . 106 = 167. 10 . 106 = 1670 . 106 spermatozoa/ml
3.1.3 Gambar
Gambar 5. Spermatozoa pada Bilik Hitung Neubauer (Thoma) 3.2 Pembahasan Evaluasi semen adalah suatu metode pemeriksaan yang dilakukan untuk memperbaiki genetik ternak sebelum diaplikasikan kepada ternak betina. Hal tersebut sependapat dengan Nugroho dan Dwi (2018), yang mengatakan bahwa evaluasi semen atau pemeriksaan semen merupakan salah satu tindakan yang perlu dilakukan untuk melihat kuantitas (jumlah) dan kualitas semen. Evaluasi semen dilakukan langsung setelah penampungan, karena spermatozoa tidak dapat bertahan lama di luar tubuh sehingga perlu dilkukan evaluasi secara cepat. Evaluasi semen dibagi menjadi dua kelompok yaitu secara makroskopik dan mikroskopik. Evaluasi semen meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan makroskopik terdiri dari lima aspek yaitu volume semen, konsistensi semen, bau semen, warna semen dan pH semen sedangkan aspek yang diamati untuk evaluasi secara mikroskopik meliputi motilitas spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, presentase hidup
34 mati spermatozoa dan abnormalitas spermatozoa. Hal tersebut sependapat dengan Komariah et al. (2013) yang mengatakan bahwa evaluasi makroskopis pada semen meliputi warna, volume, konsistensi, pH dan juga bau khas seperti bunga akasia. Nilai pH pada spermatozoa merupakan salah satu hal yang mempengaruhi kualitas sperma itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Contri et al. (2013), yang menjelaskan bahwa pH merupakan cerminan metabolisme spermatozoa, nilainya dipengaruhi oleh metode koleksi semen, selain itu pH juga berhubungan erat dengan gerak kinetic spermatozoa dan fertilitasnya. Serta tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh beberapa alasan salah satunya Kesehatan ternak. Semen yang sudah ditampung dari sapi pejantan yang digunakan dalam IB lebih dari satu harus melewati proses penilaian apakah layak atau tidak digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilawati (2013), bahwa perbedaan nilai abnormalitas sekunder tersebut dimungkinkan karena perbedaan penanganan pasca penampungan sebelum masuk tahap evaluasi kualitas semen, akan tetapi hal ini perlu dievaluasi dan dibuktikan lebih lanjut. Nilai abnormalitas primer maupun sekunder pada kedua kelompok umur pada penelitian ini diperoleh