Resume Buku Kepemimpinan [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

Nama: Abdu Rizal Syam NPM: 103112351550020 Resume Buku : Kepemimpinan Dalam Manajemen Penulis : Miftah Thoha BAB 1 PENDAHULUAN Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Suatu ungkapan yang mulia mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, merupakan ungkapan yang mendudukkan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yangterpenting. Sementara itu digambarkan pula bahwa pemimpin itu adalah penggembala, dan setiap pengembala akan ditanyakan tentang perilaku pengembalaannya. Ungkapan ini membuktikan bahwa seorang pemimpin apapun wujudnya, dimanapun letaknya akan selalu mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Pemimpin seperti ini lebih banyak bekerja dibandingkan berbicara, lebih banyak memberikan contoh-contoh baik dalam kehidupannya dibandingkan berbicara besar tanpa bukti dan lebih banyak berorientasi pada bawahan dan kepentingan

umum

dibandingkan

dari

orientasi

dan

kepentingan

diri

sendiri.

Membicarakan kepemimpinan memang menarik, dan dapat dimulai dari sudut mana saja ia akan diteropong. Dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian manusia. Ada yang berpendapat masalah kepemimpinan itu sama tuanya dengan sejarah manusia. Kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin. Disinilah timbulnya kebutuhan akan pemimpin dankepemimpinan. Kepemimpinan kadangkala, diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Ada juga yang mengartikan suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. Lebih jauh lagi

George R. Terry merumuskan bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapaitujuanorganisasi. Konsep kepemimpinan dan kekuasaan sebagai terjemahan dari power telah menurunkan suatu minat yang menarik untuk senantiasa didiskusikan sepanjang evolusi pertumbuhan pemikiran manajemen. Konsep kekuasaan amat dekat dengan konsep kepemimpinan. Kekuasaan merupakan sarana bagi pemimpin untuk mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya. Dalam rangka memberikan ulasan tentang hubungan yang integral antara kepemimpinan dan kekuasaan, Hersey, Blanchard dan Natemeyer merasakan bahwa pemimpin-pemimpin itu hendaknya tidak hanya menilai perilaku kepemimpinan mereka agar mengerti bagaimana sebenarnya mereka mempengaruhi orang lain, akan tetapi mereka seharusnya juga mengamati posisi mereka dan cara menggunakan kekuasaannya. Setiap organisasi apapun bentuk dan namanya, adalah suatu system yang memungkinkan setiap orang dapat mengembangkan kekuasaannya untuk berbuat sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Setiap manajer, atau administrator, atau pemimpin adalah seseorang yang diharapkan melaksanakan beberapa jenis kekuasaan di dalam atau diatas suatu organisasi. BAB 2 LEADERSHIP DAN MANAGEMENT A. PERBEDAAN LEADERSHIP DAN MANAGEMENT Manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan organisasi lewat usaha orang-orang lain. Dengan demikian manajer ialah orang yang senantiasa memikirkan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Manajemen itu dapat diterapkan pada setiap organisasi, apakah organisasi perusahaan, pendidikan, rumah sakit, organisasi politik, dan bahkan keluarga. Supaya dapat mencapai tujuan organisasi

harus

melewati

suatu

proses

kegiatan

kepemimpinan.

Kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak orang. Walaupun demikian antara keduanya terdapat perbedaan yang penting untuk diketahui. Pada hakikatnya kepemimpinan mempunyai pengertian agak luas dibandingkan dengan manajemen. Manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi. Kunci perbedaan diantara kedua konsep pemikiran ini terjadi setiap

saat dan dimana pun asalkan ada seseorang yang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, tanpa mengindahkan bentuk alasannya. Dengan demikian kepemimpinan bisa saja karena berusaha mencapai tujuan seseorang atau tujuan kelompok, dan itu bisa saja sama atau tidak selaras dengan tujuan organisasi. Seorang leader atau pemimpin belum tentu seorang manajer, tetapi seorang manajer bisa berperilaku sebagai seorang leader atau pemimpin.

B.PERANAN MANAJER Menurut Mintzberg ada 3 peranan utama yang dimainkan oleh setiap manajer dimanapun letak hierarkinya. Peranan-peranan itu antara lain. 1. Peranan Hubungan AntarPribadi (Interpersonal Role) 2. Ada dua gambaran umum yang dihubungkan dengan peranan ini, yakni hal yang bertalian dengan status dan otoritas manajer, dan hal-hal yang bertalian dengan pengembangan Peranan

ini

hubungan oleh

Mintzberg

dibagi

atas

antarpribadi. 3

peranan

lagi,

diantaranya:

a. Peranan sebagai Figurehead b. Peranan sebagai pemimpin (leader) c. Peranan sebagai pejabat perantara (liaison manager) 2. Peranan yang Berhubungan Dengan Informasi (Informational Role) Peranan interpersonal diatas meletakkan manajer pada posisi yang unik dalam hal mendapatkan informasi. Hubungan-hubungan ke luar membawa padanya mendapatkan informasi yang special dari lingkungan luarnya. Sebagai kelanjutan dari peran interpersonal di atas Mintzberg merancang peranan kedua: a. Sebagai monitor b. Sebagai disseminator

c. Sebagai jurubicara (spokesman) 3. Peranan Pembuat Keputusan (Decisional Role) Peranan ini membuat manajer harus terlibat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi yang dipimpinnya. Proses pembuatan strategi ini secara sederhana dinamakan sebagai suatu proses yang menjadikan keputusan-keputusan organisasi dibuat secara signifikan dan berhubungan. Ada empat peranan manajer yang dikelompokkan ke dalam pembuatan keputusan, yakni: a. Peranan sebagai entrepreneur b. Peranan sebagai penghalau gangguan (disturbance handler) c. Peranan sebagai pembagi sumber (resource allocator) d. Peranan sebagai negosiator BAB 3 PENEMUAN-PENEMUAN KLASIK TENTANG KEPEMIMPINAN A. STUDI IOWA Usaha untuk mempelajari kepemimpinan pada mulanya dilakukan pada tahun 1930 oleh Ronald Lippitt dan Ralph K. White dibawah pengarahan Kurt Lewin di Universitas Iowa. Dalam penelitian ini klub hobi dari anak-anak umur 10 tahun dibentuk. Setiap klub diminta memainkan tiga style kepemimpinan, yakni; otokratis, demokratis, dan semaunya sendiri (laissez faire). Pemimpin yang otoriter bertindak sangat direktif, selalu memberikan pengarahan, dan tidak memberikan kesempatan timbulnya partisipasi. Kepemimpinan seperti ini cenderung memberikan perhatian individual ketika memberikan pujian dan kritik, tetapi berusaha untuk lebih bersikap impersonal dan berkawan dibandingkan dengan bermusuhan secara terbuka. Pemimpin yang demokratis mendorong kelompok diskusi dan pembuat keputusan. Peminpin ini mencoba untuk bersikap obyektif di dalam pemberian pujian atau kritik, dan menjadi satu dengan kelompok dalam hal memberikan spirit.

Adapun pemimpin semaunya sendiri (laissez faire) memberikan kebebasan yang mutlak pada kelompok. Pemimpin semacam ini pada hakikatnya tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan. B. PENEMUAN OHIO Dalam tahun 1945, Biro Penelitian Bisnis dari Universitas Negeri Ohio melakukan serangkaian penemuan dalam bidang kepemimpinan. Suatu tim riset interdisipliner mulai dari ahli psikologi, sosiologi, dan ekonomi mengembangkan dan mempergunakan Kuesioner Deskripsi Perilaku Pemimpin (the Leader Behaviour Description Questionnaire,-LBDQ), untuk menganalisa kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan situasi. Penelitian ini dilakukan atas beberapa komandan Angkatan Udara dan anggota-anggota pasukan pengebom, pejabat-pejabat sipil di Angkatan Laut, pengawas-pengawas dalam pabrik, admninistrator-administrator perguruan tinggi, guru, kepala guru, pemilik-pemilik sekolah, pemimpin-pemimpin berbagai gerakan mahasiswa, dan kelompok-kelompok sipil lainnya. Studi Ohio memulai dengan pesimis bahwa tidak ada kepuasan atas rumusan atau defenisi kepemimpinan yang ada. Mereka juga mengetahui bahwa hasil kerja yang terdahulu darinya adalah terlalu banyak beransumsi bahwa “Kepemimpinan” itu selalu diartikan sama dengan “Kepemimpinan yang baik”. Tim peneliti Ohio telah menetapkan mempelajari kepemimpinan dengan tidak memperdulikan rumusan-rumusan yang ada atau apakah hal tersebut efektif atau tidak efektif. Staf peneliti dari Ohio ini merumuskan kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu grup kearah pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini pemimpin mempunyai deskripsi perilaku atas dua dimensi, yakni; struktur pembuatan

inisiatif

(initiating

structure),

dan

perhatian

(consideration).

C. STUDI KEPEMIMPINAN MICHIGAN\ Pada saat yang hamper bersamaan dengan Universitas Ohio, kantor riset dari Angkatan Laut mengadakan kontrak kerja sama dengan Pusat Riset Survey Universitas Michigan untuk melakukan suatu penelitian. Tujuan dari kerja sama penelitian ini antara lain untuk menentukan prinsip-prinsip produktivitas kelompok, dan kepuasan anggota kelompok yang diperoleh dari partisipasi mereka. Untuk mencapai tujuan ini maka tahun 1947, dilakukan penelitian di Newark, New Jersey, pada perusahaan asuransi Prudential. Pada umumnya, orientasi pengawasan karyawan telah memberikan patokan untuk pendekatan hubungan kemanusiaan secara tradisional bagi kepemimpinan. Hasil-hasil dari

penemuan Prudential telah banyak dikutip untuk membuktikan teori-teori hubungan kemanusiaan. Penemuan ini kemudian banyak diikuti oleh ratusan penemuan-penemuan berikutnya di bidang yang luas pada pemerintahan, industri, rumah sakit, dan organisasi lainnya. Sebagai bukti pada tahun 1961, Rensis Likert, direktur dari Institut Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Michigan, mengeluarkan hasil riset tahunannya yang berjudul New Pattern of Management.

BAB 4 TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN 1. TEORI SIFAT Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman yunani kuno dan zaman roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori the great man menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Teori great man barangkali dapat memberikan arti lebih realities terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi. Adalah suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian maka perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat. Manakala pendekatan sifat ini diterapkan pada kepemimpina organisasi, ternyata hasilnya menjadi gelap, karena banyak para manajer yang menolak. Ereka beranggapan jika manajer mempunyai sifat-sifat pemimpin sebagaimana yang disebutkan dalam hasil penelitian itu maka manajer tersebut dikatakan sebagai manajer yang berhasil. Padahal keberhasilan manajer selalu ditentukan oleh sifat-sifat tersebut. Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi: 1) Keceerdasan

2) Kedewasaan dan kekuasaan hubungan social 3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi\ 4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan

2. TEORI KELOMPOK eori kelompo ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Kepemimpinan yang ditekankan pada adanya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya ini, melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan mengembangkan peranan. Penelitian psikologi social dapat dipergunakan untuk mendukung konsep-konsep

peranan

dan

pertukaran

yang

diterapkan

dalam

kepemimpinan.

Suatu contoh penemuan Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksanakan pekerjaanb secara baik, maka pemimpin cenderung menekankan pada struktur pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Tetapi jika bawahan dapat melaksanakn pekerjaan dengan baik, maka pemimpin menaikan penekannanya pada pemberian perhatian (perilaku tata hubungan). Barrow dalam study laboratoriumnya meneukan bahwa produktivitas kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap gaya kepemimpinan dibandingkan dengan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap produktivitas. 3. TEORI SITUASIONAL DAN MODEL KONTIJENSI Pada tahun 1967, Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untuk efektivitas kepemimpinan. Konsep model ini dituangkan dalam bukunya a theory of leadership effectiveness. Fiedle mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan suatu skor yng dapat menunjukan dugaan kesamaan

diantara

keberlawanan

(assumed

similarity

between

opposites,

ASO).

Dua pengukuran yang dipergunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan gaya kepemimpinan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut : 1) Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak (lenient) dihubungkan pemimpin yang tidak melihat perbedaan yang besar diantara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disukai

(ASO) atau memberika suatu gambaran yang relative menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC). 2) Gaya yang berorientasi tugas atau “hard nosed” dihubungkan dengan pemimpin yang melihat suatu perbedaan besar di antara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disenangi (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang paling tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit disukai (LPC).

4. MODEL KEPEMIMPINAN KONTIJENSI DARI FIEDLER Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh fiedler dalam hubungan dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini : 1) Hubungan pemimpin anggota. 2) Derajat dari struktur tugas 3) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal Suatu situasi akan dapat menyenangkan pemimpin jika ketiga dimensi diatas mempunyai derajat yang tinggi, dengan kata lain, situasi akan menyenangkan jika : - Pemimpin diterima oleh para pengikutnya - Tugas-tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas - Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin. Jikalau yang timbul sebaliknya, maka menurut fiedler akan tercipta suatu situasi yang tidak menyenangkan bagi pemimpin. Fiedler benar-benar yakin bahwa kombinasi anatar situasi yang menyenangkan

dengan

gaya

kepemimpinan

akan

menentukan

efektifitas

kerja.

5. TEORI JALAN KECIL-TUJUAN (PATH-GOAL THEORY) Usaha pengembangan teori path-goal ini sebenarnya telah dimulai oleh Georgepoulos dan kawan-kawannya di institute penelitian social universitas Michigan. Dalam pengembangannya yang modern Martin Evans dan Robert House secara terpisah telah menulis karangan dengan bentuk yang sama. Secara pokok teori path-goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin

terhadap

motivasi

kepuasan,

dan

pelaksanaan

pekerjaan

bawahannya.

Apapun teori path-goal versi house, memasukkan empat tipe atau gaya utama kepemimpinan sebagai berikut: 1) Kepemimpinan derectif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis dari lippit dan white, 2) Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership). 3) Kepemimpinan partisipatif. 4) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Menurut teori path-goal ini macam-macam gaya kepemimpinan tersebut dapat dapat terjadi dan dipergunakan senyatanya oleh pemimpin yang sama dalam situasi yang berbeda. Dua diantara factor-faktor situasional yang telah diidentifikasikan. Untuk situasi pertama path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau atau sebagai instrument bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Untuk situasi kedua path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi factor motivasi terhadap para bawahannya jika, 1)

Perilaku

tersebut

memungkinkan

dapat

memuaskan

tercapainya

kebutuhan-kebutuhan

efektivitas

dalam

bawahannya pelaksanaan

sehingga kerja.

2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang berupa memberikan latihan, dukungan dan penghargaanyang diperlukan untuk mengefektifitaskan pelaksanaan kerja. 6.

PENDEKATAN

“SOSIAL

LEARNING”

DALAM

KEPEMIMPINAN

Penekanan pendekatan social learning ini dan yang dapat memberikannya dari pendekatan-

pendekatan lainnya, ialah terletak pada peranan perilaku kepemimpinan , kelangsungan, dan interaksi timbale balik diantara semua variable-variabel yang ada. Aplikasi dari kepemimpinan ini secara lebih spesifik ialah bawahan secara aktif ikut terlibat dalam proses kegiatan organisasi, dan bersama-sama dengan pimpinan memusatkan pada perilakunya sendiri dan perilaku lainnya, beserta memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan lingkungan dan kognisi-kognisi yang memperantarakan.

Contoh

pendekatan

ini

secara

terperinci

sebagai

berikut

:

1) Pemimpin menjadi lebih mengetahui dengan variable-variabel mikro dan makro yang mengendalikan perilakunya. 2) Pemimpin bekerja bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mengatur perilaku bawahan. 3) Pemimpin bersama-sama dengan bawahan berusaha menemukan cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mengatur perilaku individu guna menghasilkan hasil-hasil yang produktif yang lebih bisa menguatkan bersama organisasi. Dengan pendekatan social learning ini antara pemimpin dan bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua perkara yang timbul.

BAB 5 GAYA KEPEMIMPINAN A. GAYA KEPEMIMPINAN KONTINUN Gaya ini sebenarnya termasuk klasik, menurut Robert Tennenbaum ada dua bidang pengaruh ekstrem pertama, bidang pengaruh pimpinan kedua, bidang pengaruh kebebesan bawahan. Tujuh model keputusan pemimpin adalah: 1)

Pemimpin

membuat

keputusan

dan kemudian

mengumumkan

keoada

bawahan.

2) Pemimpin menjual keputusan. 3) Pemimpijn memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaanpertanyaan. 4) Pemimpin memberikan keputusan yang bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. 5)

Pemimpin

memberikan

persoalan,

meminta

saran,

dan

membuat

keputusan.

6) Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. 7) Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsi nya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. B. GAYA MANAGERIAL GRID Menurut Blake dan Mouton, ada empat gaya kepemimpinan yang dikelompokan sebagai gaya yang ekstrem, sedangkan lainnya hanya satu gaya yang dikatakan di tengan-tengah gaya ekstrem tersebut. Gaya kepemimpinan dalam managerial grid itu antara lain sebagai berikut: 1) Manajer sedikit sekali usahanya untuk memikirkan orang-orang yang bekerja dengan , dan produksi yang seharusnya dihasilkan oleh organisasinya. 2) Manajer mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan baik produksi maupun orang-orang yang bekerja dengannya. 3) Gaya kepemimpinan dari manajer ini ialah mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk selalu memikirkan orang-orang yang bekerja dalam organisasinya tetapi pemikirannya mengenai produksi

rendah.

4) Kadangkala manajer disebut sebagai manajer yang menjalankan tugas secara otokratis. Manajer seperti ini hanya memikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi pelakasanaan kerja, tidak mempunyai atau hanya sedikit rasa tanggung jawabnya pada orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. 5) Manajer mempunyai sedikit pemikiran medium baik pada produksi maupun pada orang-orang. C. TIGA KEPEMIMPINAN DARI REDDIN Dipopulerkan oleh W.J REDDIN. Gaya ini menjadi dua yaitu gaya kepemimpinan efektif dan tidak

efektif.

Ada

empat

gaya

dalam

- Eksekutif - Pecinta pengembangan (developer). - Otokratis yang baik (benevolent autocrat). - Birokrat.

gaya

yang

efektif

ini

antara

lain.

Gaya kepemimpinan yang tidak efektif. Ada emapat gaya kepemimpinan yang tergolong tidak efektif antara lain: - Pencinta kompromi (compromiser). - Missionary - Otokrat - Lari dari tugas (deserter). D.

EMPAT

SISTEM

MANAJEMEN

DARI

LIKERT

Gaya yang amat menarik ialah pendapar Rensis Likert ini. Dalam serangkaian penelitiannya Likert telah mengembangkan suatu ide dan pendekatan yang penting untuk memahami perilaku pemimpin. Menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participant management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut : 1) Manajer dalam hal ini sangat otokratis mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahannya. Suka mengeksploitasi bawahandan bersikap paternalistic. 2) Dalam system ini pemimpin dinamakan Otokratis yang baik hati (benevolent authoritative). 3) Dalam system ini gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif. Manajer dalam hal ini mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya dalam hal kalau ia membutuhkan informasi, idea tau pendapat bawahan dan masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya. 4) Oleh Likert system ini dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok berpartisipatif (partisipative group. Dalam hal ini manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Menurut Likert, manajer yang termasuk system 4 mempunyai kesermpatan untuk lebih sukses sebagai pemimpin (leader). BAB 6 KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

Kepemimpinan situasional menurut Harley dan Blanchard adalah didasarkan pada saling berhubungan di antara hal-hal berikut : 1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, 2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan, 3. Tingkat kesiapan atau kematang para pengikut yang ditunjukan dalam melaksanakan ugas khusus, fungsi, tujuan tertentu. Konsepsi ini telah dikembangkan untuk membantu orang menjalan kepemimpinan dengan tanpa mementingkan perannya, yang lebih efektif di dalam interaksinya dengan orang-orang lain setiap harinya. Konsepsional melengkapi pimpinan dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan para pengikutnya. Dengan demikian, walaupun terdapat banyak variabel-variabel situasional yang lainnya mesalnya: organisasi, tugastugas pekerjaan, pengawasan daan waktu kerja, akan tetapi penekanan dalam kepemimpinan situasional ini hanyalah pada perilaku pimpinan dan bawahannya saja. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional. Karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pimpinbannya, akan tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dap;at menentukan kekuatan pribadi apa pun yang dipunyai pemimpin. A. GAYA DASAR KEPEMIMPINAN Dalam hubungannya dengan perilaku pimpinan ini, ada dua hal yang biasanya dilakukan olehnya terhadap bawahan atau pengikutnya, yakni: perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung. Perilaku mengarah dapat dirumuskan sejauh mana seseorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi satu arah. Sedangkan perilaku mendukung adalah sejauh mana seseorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah. Kedua norma perilaku tersebut ditempatkan pada dua poros yang terpisah dan berbeda. Dapat diketahui empat gaya dasar kepemimpinan. Dalam gaya 1, seorangb pemimpin menunjukkan perilaku yang banyak memberikan pengarahan dan sedikit dukungan. Pemimpin ini memberikan intruksi yang spesifik tentang peranan dan

tujuan bagi pengikutnya, dan secara ketat mengawasi pelaksanaan tugas mereka. Dalam gaya, pemimpi8n menunjukan perilaku yang benyak mengarahkan dan banyak memberikan dukungan. Pemimpin dalam gaya seperti ini mau menjelaskan keputusan dan kebijaksanaan yang ia ambil dan mau menerima pendapat dari pengikutnya. Tetapi pemimpin dalam gaya ini masih terus memberiukan pengawasan dan pengarahan dalam penyelesaian tugas-tugas pengikutnya. Pada gaya, perilaku pemimpin menekankan pada banyaknya memberikan dukungan dan sedikit dalam pengarahan. Dalam gaya seperti ini pemimpin menyusun keputusan bersama-sama dengan para pengikutnya, dan mendukung usaha-usaha mereka dalam menyelesaikan tugas. Adapun gaya (G4), pemimpin memberikan sedikit dukungan dan sedikit pengarahan. Pemimpin dengan gaya seperti ini mendelegasi keputusan-keputusan dan tanggung jawab pelaksanaan tugas kepada pengikutnya. B. PERILAKU GAYA DASAR KEPEMIMPINAN DALAM PNGAMBILAN KEPUTUSAN Pada hakikatnya perilaku dasar pemimpin yang mendapat tanggapan para pengikutnya, sewaktu pemimpin tersebut melakukan proses pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, maka empat gaya dasar yang diuraikan sebelumnya dapat diaplikasikan dan diidentifikasikan dengan suatu proses pengambilan keputusan tersebut. Perilaku yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan (G1) dirujuk sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Perilaku pemimpin yang tinggi pengahan dan tinggi dukungan (G2) dirujuk sebagai konsultasi. Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan (G3) dirujuk sebagai partisipasi. Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan (G4) dirujuk sebagai deligasi. C. KEMATANGAN PARA PENGIKUT Kematangan (maturity) dalam kepemimpinan situasional dapat dirumuskan sebagai suatu kemampuan dan kemauan dari orang-orang untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri. Kemampuan yang merupakan salah satun unsur dalam kematangan, berkaitan dengan pengetahuan atau keterampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan, latihan atau pengalaman. Adapun kemauan unsur yang lain dari kematangan bertalian dengan keyakinan diri dan motivasi seseorang. Dalam kaitannya dengan tingkat kematangan seseorang dalam suatu organisasi tertentu perlu diingat bahwa tidak ada seorangpun yang mampu berkembang secara penuh (fully developed)

atau sebaliknya dibawah garis kematangan (under developed). Dengan kata lain kematangan atau perkembangan bukanlah suatu konsep global, melainkan sebuah konsep tentang tugas spesifik. Dalam hubungan ini seseorang cenderung berada pada tingkat yang berbeda-beda yang tergantung

atas

fungsi,

atau

tujuan

tertentu

yang

ditugaskan

kepada

mereka.

Instruksi adalah untuk pengikut yang rendah kematangannya. Orang yang tidak mampu dan mau (M1) memiliki tanggung jawab untuk melaksankan sesuatu adalah tidak kompeten atau memiliki keyakinan. Konsultasi adalah untuk tingkat kematangan rendah ke sedang. Orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan (M2) untuk memikul tanggung jawab memiliki keyakinan tetapu memiliki keterampilan. Partisipasi adalah bagi tingakta kematangan dari sedang ke tinggi. Orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan tetapi tidak berkeinginan (M3) untuk melakukan suatu tugas yang diberikan. Delegasi adalah bagi timgkat kematangan yang tinggi. Orang-orang dengfan tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab (M4). D. GAYA KEPEMIMPINAN Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kepemimpinan itu adalah suatu proses untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok didalam usahanya untuk mencapai tujuan pada suatu situasi tertentu. Dan gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang kita tunjukan dan sebagai yang diketahui oleh pihak lain ketika kita berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Perilaku ini dikembangkan setiap saat dan yang dipelajari pihak lain untuk mengenal kita sebagai pemimpin, gaya kepemimpinan kita atau kepribadian kepimpinan kita. Pola umum yang biasanya terlibat antara perilaku yang berorientasi pada tugas atau perilaku hubungan atau beberapa kombinasi darikeduanya.Dua bentuk perilaku tugas dan hubungan yang merupakan titik pusat dari konsep kepemimpinan situasional. Perilaku tugas ialah suaatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur dan merumuskan peranan-peranan dari anggota-anggota kelompok atau para pengikut; menerangkaan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota, kapan dilakukan, dimana melaksanakannya, dan bagaimana tugas-tugas itu harus dicapai. Perilaku hubungan ialah suatu prilaku seorang pemimpin yang ingin memelihara hubungan-hubungan antarpribadi diantara dirinya dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara membuka lebar-lebar jalur komunikasi, mendelegasdikan tanggung jawab, dan memberikan kesempatan pada para bawahan untuk menggunakan potensinya. Orang yang berada dalam usaha pengaruh seseorang, ataun

tepatnya seoarng bawahana yang setiap hari bekerja sama dengan pimpinannya mereka ankan memberikan reaksi dan penilaian terhadap pimpinannya sesuai dengan persepsi atas kenyataan yang dilihatnya bukan berdasarkan kemauan pimpinannya. Oleh karena itu bisa saja pemimpin beranggapan bahwa dirinya sangat hangat, berkawan, demokratis, adil / rapi, tapi kalau orangorang yang berkerja sama dengannya melihat bahwa dia kerasv kepala, otokratis, mencari musuh, suka memihak, atau ceroboh, maka persepsi orang-orang tersebut akan menyatakan seperti yang dilihatnya tersebut. Setelah diketahui du aspek pusat perilaku pemimpin yakni perilaku tugas dan hubungan diatas, maka dapat kita simpulkan gaya kepemimpinan yang baik itu misalnya pada suatu saat gaya tinggi tugas dan tinggi hubungan di pertimbangkan sebagai yang terbaik sementara rendah tugas dan

rendah

hubungan

dipertimbangkan

sebagai

gaya

yang

terjelek.

Pemimpin-pemimpin yang brrhasil adalah mereka yang bisa menyesuaikan perilaku dirinya sesuai tuntutan dari keunikan lingkungannnya. Dengan kata lain, kepemimpinan yang efektif atau tidak efektif itu sangat tergantung akan gaya perilaku yang disesuaikan dengan situasi tertentu. E. PENYESUAIAN GAYA Penyesuaian gaya ini adalah suatu derajat perilaku pemimpin yang sesuai dengan kehendak dari suatu lingkungan tertentu. Gaya ini dapat juga dinamakan keluwesan (flexibility) gaya, karena dengan mudah perilaku pemimpin tersebut menyesuaikan dengan lingkungan tertentu. Dengan demikian seorang pemimpin yang mempunyai tingkat gaya (style range) yang sempit dapat efektif sepanjang periode waktu tertentu asalkan pemimpin tersebut tetap berada pada situasi yang memungkinkan gayanya mempunyai sukses yang besar. Sebaliknya, seseorang pemimpin yang mempunyai tingkat gaya yang besar, bisa tidak efektif kalau gaya perilakunya tidak sesuai dengan tuntutan situasi. BAB 7 KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN A. PENGERTIAN KEKUASAAN Pelopor

utama

yang

menggunakan

istilah

kekuasaan

adalah

sosiolog

bernama

maxweber.dia merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan

keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan.walter nord merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran,energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan laiannya.russel mengartikan kekuasaan itu sebagai suatu produksi dari akibat yang di inginkan.bierstedt mengatakan bahwa kekuasaan itu kemampuan untuk mempergunakan kekuatan.wrong membatasi kekuasaan hanya pada suatu kontrol atas orang lain yang berhasil.dahl mengatakan jika orang A mempunyai kekuasaan atas orag B , maka A bisa meminta B untuk melaksanakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan B terhadap A.rogers berusaha membuat jelas kekaburan istilah dengan merumuskan kekuasaan sebagai suatu potensi dari suatu pengaruh,dengan demikian kekuasaan adalah suatu sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan.penggunaan kekuasaan selalu mengakibatkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan mengangkat suatu perubahan prilaku yang diinginkan. Kepemimpinan seperti yang dirumuskan didepan ialah suatu prosesuntuk mempengaruhi aktivitas-aktivitas individu atau kelompok dalam usahanya untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.dengan demikian secara sederhana kepemimpinan adalah setiap usaha untuk mempengaruhi,sementara itu kekuasaan dapat diartikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin tersebut.inimerupakan suatu sumber yang memungkinkan seorang pemimpin mendapatkan hak untuk mengajak atau mempengaruhi orang-orang lain.

1. Membuka diri (open self).dalam bentuk interaksi ini seseorang mengetahui tentang dirinya dan tentang diri orang lain.dalam hal ini pada umumnya terdapat keterbukaan,kerja sama dan sedikit alasan untuk menjadi bertahan.bentuk hubungan antar pribadi seperti ini akan cenderung menyababkan sedikit(kalau ada)konflik antar pribadi. 2. Menutup diri(hidden self).dalam situasi seperti ini seseorang mengerti dan memahami dirinya sendiri akan tetapi mengetahui tentang diri orang lain.hasilnya ialah seseorang tersebut akan tetap tertutup dari orang lain,karena rasa takut bagaimana kalau orang lain itu beraksi 3. Membutakan diri(blind self).dalam situasi ini seseorang mengetahui diri orang lain akan tetapi tidak mengetahui diri sendiri.orang ini kemungkinan tidak berniat menyakiti orang lain,dan sebenarnya orang lain dapat pula memberitahukan kepadanya akan tetapi takut kalau menyinggung perasaannya.

4. Tidak menemukan diri(undiscovered self).situasi seperti ini merupakan potensi situasi yang paling eksplosif.seseorang tidak mengetahui dirinya dan diri orang lain.

• Strategi Pemecahan Konflik Dalam Organisasi Secara tradisional, pendekatan konflik dalam organisasi dapat dilakukan secara sederhana dan optimistik. Pendekatan tersebut dapat didasarkan atas asumsi-asumsi berikut ini: 1. Konflik pasti dapat dihindari 2. Konflik timbul karena ada pemainnya yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut. 3. Bentuk otoritas yang legistik seperti “penyelesaian lewat saluran formal” sangat ditekankan 4. Kambing hitam diterima sebagai suatu yang tidak bisa dihindari. Pendekatan lain yang disarankan oleh Louis Pondy dalam mengatasi konflik organisasi antara lain meliputi 3 pendekatan berikut : 1. Pendekatan tawar menawar Pendekatan ini dalam cara-cara yang dilakukan oleh bangsa Indonesia ialah dengan musyawarah. 2. Pendekatan birokratis. Pendekatan ini digunakan untuk mengatasi konflik yang terjadi karena persoalan-persoalan hierarki baik vertikal,horizontal,maupun hubungan-hubungan otoritas dalam suatu hierarki organisasi. 3. Pendekatan sistim. Kalau pendekatan bergaining menekankan pada masalah persaingan antara beberapa unit organisasi dan pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitannya melakukan kontrol, maka pendekatan sistim ini menekankan pada kesulitan dalam mengatasi persoalan-persoalan koordinasi. Strategi yang dipakai untuk menyelesaikan konflik dari persoalan ini dapat dikemukakan atas 2 strategi utama: 1. Dikurangi perbedaan yang mencolok dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai dengan cara menyempurnakan intensif atau dengan cara seleksi yang tepat,latihan jabatan atau memperbaiki prosedur kerja.

2. Dikurangi ketergantunga fungsional antara beberapa satuan organisasi dengan cara mengurangi tekanan-tekanan dan bermusyawarah atau dengan mengendorkan bebeapa skedul. Strategi-strategi lain yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik secara praktis antara lain dikemukakan

oleh

Kilman

dan

Thomas

sebagai

berikut

:

1. Pahami atau alami konflik-konflik yang tidak dapat diterima. 2. Selidiki sumber-sumber konflik. 3. Tentukan cara untuk mengatasi atau interpensi. Joseph Litterer mengemukakan 3 dasar strategi intervensi terhadap konflik antara lain : 1. Ciptakan batas antara pihak-pihak yang konflik. 2. Membantu pihak-pihak yang konflik untuk mengembangkan suatu cara yang lebih baik dengan melihat kedalam diri masing-masing dan bagimana dirinya mempengaruhi orang lain.

3. Menata kembali struktur organisasi sehingga konflik bisa dihindarkan.