Tugas Anastesi [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

Tugas PR Anestesi Nama : Asep Hidayat FK YARSI NPM : 1102007047

1. Mekanisme Shivering

General Anastesi : Temperatur inti pada anestesi umum akan mengalami penurunan antara 1,0‐1,50C selama satu jam pertama anestesi yang diukur pada membran timpani. Spinal Anastesi : pada anestesi spinal dan epidural menurunkan ambang vasokonstriksi dan menggigil pada tingkatan yang berbeda, akan tetapi ukurannya kurang dari 0,60C dibandingkan anestesi umum dimana pengukuran dilakukan di atas ketinggian blok.

1

2

2. Obat-obat Lokal Anesthesi. Salah satu faktor yang mempengaruhi spinal anestesi blok adalah barisitas (Barik Grafity) yaitu rasio densitas obat spinal anestesi yang dibandingkan dengan densitas cairan spinal pada suhu 370C. Barisitas penting diketahui karena menentukan penyebaran obat anestesi lokal dan ketinggian blok karena grafitasi bumi akan menyebabkan cairan hiperbarik akan cendrung ke bawah. Densitas dapat diartikan sebagai berat dalam gram dari 1ml cairan (gr/ml) pada suhu tertentu. Densitas berbanding terbalik dengan suhu (Gwinnutt, 2011). Obat-obat lokal anestesi berdasarkan barisitas dan densitas dapat di golongkan menjadi tiga golongan yaitu: 1)

Hiperbarik

Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih besar dari pada berat jenis cairan serebrospinal, sehingga dapat terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Agar obat anestesi lokal benar–benar hiperbarik pada semua pasien maka baritas paling rendah harus 1,0015gr/ml pada suhu 37C. contoh: Bupivakain 0,5% (Gwinnutt, 2011). 2) Hipobarik Merupakan sediaan obat lokal anestesi dengan berat jenis obat lebih rendah dari berat jenis cairan serebrospinal. Densitas cairan serebrospinal pada suhu 370C adalah 1,003gr/ml. Perlu diketahui variasi normal cairan serebrospinal sehingga obat yang sedikit hipobarik belum tentu menjadi hipobarik bagi pasien yang lainnya. contoh: tetrakain, dibukain. (Gwinnutt, 2011). 3)

Isobarik

Secara definisi obat anestesi lokal dikatakan isobarik bila densitasnya sama dengan densitas cairan serebrospinalis pada suhu 370C. Tetapi karena terdapat variasi densitas cairan serebrospinal, maka obat akan menjadi isobarik untuk semua pasien jika densitasnya berada pada rentang standar deviasi 0,999-1,001gr/ml. contoh: levobupikain 0,5% (Viscomi 2004). Spinal anestesi blok mempunyai beberapa keuntungan antara lain: perubahan metabolik dan respon endokrin akibat stres dapat dihambat, komplikasi terhadap jantung, paru, otak dapat di minimal, tromboemboli berkurang, relaksasi otot dapat maksimal pada daerah yang terblok sedang pasien masih dalam keadaan sadar. (Kleinman et al,2006).

3

3. INTUBASI ENDOTRAKHEAL 1. Persiapan pasien • Beritahukan pasien tentang tindakan yang akan dilakukan • Mintakan persetujuan keluarga / informed consent • Berikan support mental • Hisap cairan / sisa makanan dari naso gastric tube. • Yakinkan pasien terpasang IV line dan infus menetes dengan lancar 2. Alat-alat yang dipergunakan Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu : - Blade lengkung (McIntosh). à dewasa. - Blade lurus. (blade Magill) bayi dan anak-anak. Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm. Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :

Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya. Pipa orofaring atau nasofaring. à mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi. Plester à memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi. Stilet atau forsep intubasi. (McGill) à mengatur kelengkungan pipa endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring. Alat pengisap atau suction.

3. Persiapan obat-obatan Obat-obatan untuk intubasi 4

• Sedasi - Pentothal 25 mg / cc dosis 4-5 mg/kgbb - Dormicum 1 mg / cc dosis 0,6 mg/kgbb - Diprivan 10 mg/cc 1-2 mg/kgbb • Muscle relaksan - Succynilcholin 20 mg / cc dosis 1-2 mg/kgbb - Pavulon 0,15 mg/kgbb - Tracrium 0,5-0,6 mg/kgbb - Norcuron 0,1 mg/kgbb • Obat-obatan emergency (troley emergency) - Sulfas Atropine - Epedrine - Adrenalin / Epinephrin - Lidocain 2% 4. Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi. Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air position. Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher. Posisi Untuk Intubasi 5. Penampakan faring posterior pada tes Mallampati. Penting untuk dicatat luas lapangan pandang dari laring yang telah kita dapatkan. Informasi ini penting, apabila di kemudian hari dilakukan kembali tindakan manajemen jalan napas. Gambaran standart yang digunakan adalah klasifikasi menurut Cormack dan Lehane (1984): 1. Grade 1 : seluruh laring dapat terlihat 2. Grade 2 : bagian posterior dari laring saja yang dapat terlihat 3. Grade 3 : hanya epiglotis saja yang dapat terlihat 4. Grade 4 : tidak ada bagian laring yang dapat terlihat 6. Prosedur Tindakan Intubasi. A. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus)à kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus. B. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan. C. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan 5

lapangan pandang akan terbuka. Blade laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V. D. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan blade laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester. E. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup. F. Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.

6. Correct (endotracheal) vs. Incorrect (Esophageal) Intubation Tanda-tanda ETT Dada mengembang Terdapat embun di ET Kemballinya bellow baik Auskultasi di lapang paru + Auskultasi di epigastrium –

EKSTUBASI Ekstubasi adalah mengeluarkan pipa endotrakheal setelah dilakukkan intubasi(6) Tujuan Ekstubasi 1. Untuk menjaga agar pipa endotrakheal tidak menimbulkan trauma. 2. Untuk mengurangi reaksi jaringan laringeal dan menurunkan resiko setelah ekstubasi Syarat Ekstubasi 6

insufisiensi nafas (-) hipoksia (-) hiperkarbia (-) kelainan asam basa (-) gangguan sirkulasi (TD turun, perdarahan) (-) pasien sadar penuh mampu bernafas bila diperintah kekuatan otot sudah pulih tidak ada distensi lambung Kriteria Ekstubasi Ekstubasi yang berhasil bila 1. Vital capacity 10 – 15 ml/kg BB 2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O 3. PaO2 diatas 80 mm Hg 4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil 5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot 6. reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh Pelaksanaan Ekstubasi Sebelum ekstubasi dilakukan terlebih dahulu membersihkan rongga mulut efek obat pelemas otot sudah tidak ada, dan ventilasi sudah adequate. Melakukan pembersihan mulut sebaiknya dengan kateter yang steril. Walaupun diperlukan untuk membersihkan trachea atau faring dari sekret sebelum ekstubasi, hendaknya tidak dilakukan secara terus menerus bila terjadi batuk dan sianosis. Sebelum dan sesudah melakukan pengisapan, sebaiknya diberikan oksigen. Apabila plester dilepas, balon sudah dikempiskan, lalu dilakukan ekstubasi dan selanjutnya diberikan oksigen dengan sungkup muka. Pipa endotrakheal jangan dicabut apabila sedang melakukan pengisapan karena kateter pengisap bisa menimbulkan lecet pita suara, perdarahan, atau spasme laring Sesudah dilakukan ektubasi, pasien hendaknya diberikan oksigen dengan sungkup muka bila perlu rongga mulut dilakukan pembersihan kembali. Sebelum dan sesudah ektubasi untuk menghindari spasme laring., ekstubasi dilakukan pada stadium anestesi yang dalam atau dimana reflek jalan sudah positif. Napas sudah baik. Untuk mencegah spasme bronchus atau batuk, ekstubasi dapat dilakukan pada stadium anestesi yang dalam dan pernapasan sudah spontan. Spasme laring dan batuk dapat dikurangi dengan memberikan lidokain 50 – 100 mg IV (intra vena) satu menit atau dua menit sebelum ektubasi Kadang-kadang dalam melakukan ekstubasi terjadi kesukaran, kemungkinan kebanyakan disebabkan oleh balon pada pipa endotrakheal besar, atau sulit dikempiskan, pasien mngigit pipa endotrakheal. Ekstubasi jangan dilakukan apabila ada sianosis, hal ini disebabkan adanya gangguan pernapasan yang tidak adequate atau pernapasan susah dikontrol dengan menggunakan sungkup muka pada pembedahan penuh ekstubasi napas. Pasien dengan lambung penuh ekstubasi dilakukan apabila pasien sudah bangun atau dilakukan ekstubasi pada posisi lateral. 7

Pada pembedahan maxillofacial daerah jalan napas bila perlu dipertimbangkan untuk melakukan trakheostomy sebelum ekstubasi. Apabila pasien mengalami gangguan pernapasan atau pernapasan tidak adequate pipa hendaknya jangan dicabut sampai penderita sudah yakin baik, baru ke ruang pulih dengan bantuan napas terus menrus secarra mekanik sehingga adequate.

8