Presentasi Kasus (Osteomielitis) [PDF]

PRESENTASI KASUS OSTEOMIELITIS FEMUR DISTAL SINISTRA Pembimbing: dr. H. Sunaryo, SpOt, SH, MH.Kes Oleh: Devi Haryati N

39 0 411KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD PDF FILE

Presentasi Kasus (Osteomielitis) [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

PRESENTASI KASUS OSTEOMIELITIS FEMUR DISTAL SINISTRA

Pembimbing: dr. H. Sunaryo, SpOt, SH, MH.Kes

Oleh: Devi Haryati NPM. 09310056

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA TASIKMALAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI 2013

BAB I LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama

: An. J

Umur

: 13 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status

: Belum menikah

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: Singaparna

Pekerjaan

: Pelajar

MRS

: 07 Oktober 2013

No. Rekam Medis : 13855475 II.

ANAMNESIS Tanggal 08 oktober 2013 jam 16.15 wib Keluhan Utama Nyeri dan bengkak pada tungkai kiri.

2

Riwayat Perjalanan Penyakit: Sejak 5 bulan yang lalu os mengeluh nyeri dan bengkak pada kaki kiri, sehingga os kesulitan untuk menggerakan kakinya. Keluhan tersebut timbul setelah os terjatuh saat mendorong gerobak penganggut bambu, dengan posisi kaki kiri menumpu terlebih dahulu dan membentur batu. Pasca benturan os merasa badannya lemas, dan kaki kiri sulit digerakkan dan bengkak. 3 hari setelah kejadian, os dibawa ke tukang urut, dilakukan pemijatan oleh tukang urut selama 1 minggu sebanyak 3 kali pemijatan. Karena kaki terlihat membengkak os dibawa ke mantri puskesmas dan di beri obat anti nyeri. Keluarga os merasa tidak puas dengan pengobatan di puskesmas, lalu os kembali dibawa ke tukang urut yang berbeda, dilakukan pemijatan pada kaki kiri dan diikat menggunakan perban elastis. Beberapa hari setelah pulang dari tukang urut, kaki os semakin membengkak, dan timbul benjolan di paha sebesar kelereng. Kemudian os kembali dibawa ke mantri untuk mengobati benjolan dip aha kiri, os diberi obat dan 3 hari kemudian benjolan pecah dan mengeluarkan cairan berwarna kuning kehijauan. Os dirujuk ke RSUD Tasikmalaya untuk ditindak lanjuti. Ketika dilakukan pemeriksaan di RSUD Tasikmalaya, baru diketahui bahwa os mempunyai penyakit tuberkulosis paru, os disarankan untuk dikonsulkan ke bagian penyakit dalam untuk pengobatan tuberkulosa paru.

3

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya Riwayat Pengobatan Pasien dibawa ke tukang urut dan diselingi berobat ke mantri puskesmas. Riwayat Operasi Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya Riwayat keluarga Tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien Tidak anggota keluarga yang memiliki riwayat minum obat lama III.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 90/70 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,5ºC

a. Kepala

: dalam batas normal

b. Mata

: dalam batas normal

4

c. Leher

: dalam batas normal

d. Thorax

: dalam batas normal

e. Abdomen

: dalam batas normal

Status Lokalis Regio femur distal sinistra 

Look : terdapat jaringan parut dengan diameter ± 4 cm, bagian distal femur sinistra tampak lebih besar dibandingkan distal femur dextra.



Feel : teraba lebih hangat dibanding femur dextra, nyeri tekan (-), krepitasi (-), sensibilitas (+)



Move : nyeri mobilisasi (-)

5

Regio Cruris Lateral Sinistra 

Look : terdapat luka yang sudah kering dengan diameter ±2 cm



Feel : teraba lebih hangat dibanding cruris dextra, nyeri tekan (-), krepitasi (-), sensibilitas (+)



Move : nyeri mobilisasi (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Hematologi -

Waktu perdarahan (BT) 1,30 m

(N : 1-3 m)

-

Waktu pembekuan (CT) 4,00 m

(N : 1-7 m)

-

Hb

: 14 g/dl

(N : laki-laki 14-18 g/dl)

-

Ht

: 39%

(N : 40-50 %)

6



-

Trombosit

: 376.000/dl

(N : 150.000-350.000/dl)

-

Leukosit

: 8.600/ul

(N : 5.000-10.000/dl)

-

Serologi CRP

: Positif 48

(N : negative)

Radiologi

Kesan : Densitas tulang menurun

7

V.

RESUME Seorang laki-laki umur 13 tahun tanggal 25 September 2013 jam 11.00 WIB datang ke poli orthopedi RSUD Tasikmalaya untuk berobat jalan kaki kiri yang bengkak dan pembersihan luka abses yang pecah, pasca terjatuh ± 5 bulan yang lalu. Setelah terjatuh saat mendorong gerobak pengangkut bambu dan kaki kiri terbentur batu os dibawa ke tukang urut, kemudian ke mantri tapi tidak kunjung sembuh, dan os dibawa kembali ke tukang urut yang berbeda dan kaki diikat perban elastik, kaki menjadi bengkak, dan kembali ke mantri untuk pengobatan bengkak tapi malah timbul benjolan dan pecah dengan mengeluarkan cairan berwarna kuning kehijauan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: -

Status generalisata : Compos Mentis, T: 90/70 mmHg, N: 80x/menit, R: 20x/menit, S: 36,5OC. Kepala: DBN, Mata: DBN, Leher: DBN, Thorax: DBN, Abdomen: DBN

8

-

Status Lokalis Regio femur distal sinistra Look : terdapat jaringan parut dengan diameter ±4 cm, bagian distal femur sinistra tampak lebih besar dibandingkan distal femur dextra. Feel : teraba lebih hangat dibanding femur dextra, nyeri tekan (-), krepitasi (-), sensibilitas (+) Move : nyeri mobilisasi (-) Regio Cruris Lateral Sinistra Look : terdapat luka yang sudah kering dengan diameter ±2 cm Feel : teraba lebih hangat dibanding cruris dextra, nyeri tekan (-), krepitasi (-), sensibilitas (+) Move : nyeri mobilisasi (+)

-

Pemeriksaan penunjang Waktu perdarahan (BT) 1,30 m

(N : 1-3 m)

Waktu pembekuan (CT) 4,00 m

(N : 1-7 m)

Hb

: 14 g/dl

(N : laki-laki 14-18 g/dl)

Ht

: 39%

(N : 40-50 %)

Trombosit

: 376.000/dl

(N : 150.000-350.000/dl)

Leukosit

: 8.600/ul

(N : 5.000-10.000/dl)

Serologi CRP

: Positif 48

(N : negative)

9

-

Pemeriksaan Radiologi : Densitas tulang kaki kiri menurun

VI. DIAGNOSIS BANDING - Osteomielitis - Selullitis - Tumor Ewing’s VII. DIAGNOSIS KERJA Osteomielitis Femur Distal Sinistra VII. PENATALAKSANAAN Medikamentosa: - Antibiotik - Analgetik (Meloxicam) - Terapi OAT (INH 300 mg, Rifampisin 300 mg, Etambutol 500 mg, dan Pirazinamid 500 mg), Neurodec, dan vit B12 - Debridement luka. VII. PROGNOSIS Ad vitam : bonam Ad functionam : bonam

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik. Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan periosteum. 2. Gejala Osteomielitis hematogeneus biasanya memiliki progresivitas gejala yang lambat.osteomielitis

langsung

(direct

osteomyelitis)

umumnya

lebih

terlokalisasi dengan tanda dan gejala yang menonjol. Gejala umum dari osteomielitis meliputi : a. Osteomielitis hematogenus tulang panjang 

Demam yang memiliki onset tiba-tiba tinggi (demam hanya terdapat dalam 50% dari osteomielitis pada neonates)  Kelelahan  Rasa tidak nyaman  Irritabilitas 

Keterbatasan gerak (pseudoparalisis anggota badan pada neonates)  Edema lokal, eritema dan nyeri. b. Osteomielitis hematogenus vertebral 

Onset cepat

11



Adanya riwayat episode bakterimia akut  Diduga berhubungan dengan insufisiensi pembuluh darah disampingnya  Edema lokal, eritema dan nyeri  Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal. c. Osteomielitis kronik 

Ulkus yang tidak sembuh



Drainase saluran sinus  Kelelahan kronik  Rasa tidak nyaman Pada pemeriksaan fisik didapatkan : 

Demam (terdapat pada 50% dari neonates)  Edema  Teraba hangat  Fluktuasi 

Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan dalam berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat pseudoparalisis anggota badan pada neonatus).  Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.  Drainase saluran sinus (biasanya ditamukan pada stadium lanjut atau jika terjadi infeksi kronis). 3. Etiologi Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen.

12

Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi: a. Osteomielitis hematogenus akut i.

Bayi baru lahir (kurang dari 4 bulan): S. Aureus, Enterobacter, dan kelompok Streptococcus α dan β.

ii.

Anak-anak (usia 4 bulan sampai 4 tahun): Streptococcus α dan β, Haemophilus influenzae, dan Enterobacter.

iii. Remaja (usia 4 tahun sampai dewasa): S. aureus (80%), kelompok Streptococcus α, H influenzae, dan Enterobacter iv.

Dewasa: S.aureusdan kadangkadang Enterobacter dan Streptococcus

b. Osteomielitis langsung 

umumnya disebabkan oleh S. Aureus, spesies enterobacter, dan spesies pseudomonas.



Tusukan melalui separtu atletik : s. aureus dan spesies pseudomonas.  Penyakit sel sabit : staphylococcus dan salmonella. 4. Patogenesis Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan percobaan; pada studi ini ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan terhadap infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan oleh inokulum, trauma, atau adanya benda asing. Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara dibawah ini :

13



Melalui aliran darah. Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang panjang pada lengan dan kaki.



Dari infeksi di dekatnya. Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.



Kontaminasi langsung Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti sendi atau memperbaiki fraktur. Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang dengan mengekspresikan reseptor (adhesins) untuk komponen matriks (fibronektin, laminin, kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen- binding adhesion memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan. Fibronektin-binding adhesin dari S. Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan dimasukan dalam tulang, baru-baru ini telah dijelaskan. S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan hidup secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler (kadang-kadang merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka muncul sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat

14

menunjukan adanya infeksi tulang persisten. Ketika mikroorganisme melekat pada tulang pertama kali, mereka akan mengekspresikan fenotip yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat menjelaskan tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek. Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang baik antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel tulang merupakan factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada remodeling tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba menyerang sel yang mengandung mikroorganisme dan, dalam proses pembentukan radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factor-faktor yang memodulasi tulang (bone modulating factors). Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang merupakan agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap patah tulang, menurunkan jumlah dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk menghasilkan infeksi.Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis pembuluh darah merupakan temuan histologis utama dalam osteomielitis akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang adanya osteosit yang hidup.

dapat diketahui

dengan

tidak

15

5. Insiden a. Morbiditas Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM). insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT). Perkembangan penyebarluasan infeksi.

DVT

juga dapat

menjadi

penanda adanya

Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai dengan StaphylococcusAureus yang resiten terhadap methacilin yang didapat dari komunitas (Community-Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya diakui. b. Mortalitas Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau keberadaan kondisi medis berat yang mendasari.

16

6. Klasifikasi A.

Osteomielitis hematogenik akut. Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang

biasanya terjadi pada tulang yang sedang tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai osteomielitis primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke tubuh secara langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi, atau kulit secara hematogen. Berbeda dengan osteomielitis primer, infeksi osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan yang lebih superfisial seperti ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen ulkus tropikum, akibat fraktur terbuka yang mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan protesis sendi. Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami iskemi dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis akan terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar ke sendi dan sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam akan menyebabkan infeksi medula dan dapat terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel. Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sebagai sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang secara perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini disebut involukrum. Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering adalah di daerah metafisis tulang panjang femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran infeksi diperkirakan karena : 1) daerah metafisis merupakan daerah pertumbuhan

17

sehingga sel-sel mudanya rawan terjangkit infeksi; 2) dan metafisis kaya akan rongga darah sehingga risiko penyebaran infeksi secara hematogen juga meningkat; 3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik dan aliran darah di daerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi. Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri biasanya terlokalisasi meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.Etiologi tersering adalah kuman gram positif yaitu Staphylococcus aureus. Gejala klinis osteomielitis akut sangat cepat, diawali dengan nyeri lokal hebat yang terasa berdenyut. Pada anamnesis sering dikaitkan dengan riwayat jatuh sebelumnya disertai gangguan gerak yang disebut pseudoparalisis. Dalam 24 jam akan muncul gejala sistemik berupa seperti demam, malaise, cengeng, dan anoreksia. Nyeri terus menghebat dan disertai pembengkakan. Setelah beberapa hari, infeksi yang keluar dari tulang dan mencapai subkutan akan menimbulkan selulitis sehingga kulit akan menjadi kemerahan. Oleh karenanya, setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai osteomielitis sampai terbukti sebaliknya. Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis dengan predominasi sel-sel PMN, peningkatan LED dan protein reaktif-C (CRP). Aspirasi dengan jarum khusus untuk membor dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus infeksi di metafisis. Kelainan tulang baru tampak pada foto rongent akan tampak 2-3 minggu. Pada awalnya tampak reaksi periosteum yang diikuti dengan gambaran radiolusen ini baru akan tampak setelah tulang kehilangan 40-50% masa

18

tulang. MRI cukup efektif dalam mendeteksi osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%. Skintigrafi tulang tiga fase dengan teknisium dapat menemukan kelainan tulang pada osteomielitis akut, skintigrafi tulang khusus juga dapat dibuat dengan menggunakan leukosit yang di beri label galium dan indium Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak menjadi osteomielitis kronik. Diberikan antibiotik parenteral berspektrum luas berdosis tinggi selama 4-6 minggu. Selain obat-obatan simtomatik untuk nyeri, pasien sebaiknya tirah baring dengan memperhatikan kelurusan tungkai yang sakit dengan mengenakan bidai atau traksi guna mengurangi nyeri, mencegah kontraktur, serta penyebaran kuman lebih lanjut. Bila setelah terapi intensif 24 jam tidak ada perbaikan, dilakukan pengeboran tulang yang sakit di beberapa tempat untuk mengurangi tekanan intraoseus. Cairan yang keluar dapat dikultur untuk menentukan antibiotik yang lebih tepat. Diagnosis banding pada masa akut yaitu demam reumatik, dan selulitis biasa. Setelah minggu pertama, terapi antibiotik dan analgetik sudah diberikan sehingga gejala osteomielitis akut memudar. Gambaran rongent pada masa ini berupa daerah hipodens di daerah metafisis dan reaksi pembentukan tulang subperiosteal. Gambaran rongent dan klinis yang menyerupai granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan osteosarkoma. Komplikasi dini osteomielitis akut yaitu berupa abses, atritis septik, hingga sepsis, sedangkan komplikasi lanjutnya yaitu osteomielitis kronik, kontraktur sendi, dan gangguan pertumbuhan tulang. B.

Osteomielitis Subakut.

Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis

19

yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans’ atau Ewing’s Sarcoma. 

Brodie Abses. Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832, merupakan bentuk lokal osteomielitis subakut, dan sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Insiden tertinggi (sekitar 40%) pada dekade kedua. Lebih dari 75% kasus terjadi pada pasien laki-laki. Onset ini sering membahayakan, dan untuk manifestasi sistemik pada umumnya ringan atau tidak ada. Abses, biasanya terlokalisasi di metaphysis dari tibia atau tulang paha, dan dikelilingi oleh sclerosis reaktif. Sesuai teori tidak terdapatnya sekuester, namun gambaran radiolusen mungkin akan terlihat dari lesi ke lempeng epifisis. Abses tulang mungkin menyebrang ke lempeng epifisis namun jarang terlokalisir. C.

Osteomielitis Kronik.

Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase pus atau

20

fistel, malaise, dan fatigue. Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan nyeri lokal yang hilang timbul disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari suatu luka pascaoperasi atau bekas patah tulang. Pemeriksaan rongent memperlihatkan gambaran sekuester dan penulangan baru. Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk mengeluarkan jaringan nekrotik dalam ruang sekuester, dan penyaliran nanah. Pasien juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur. Involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang telah hancur menjadi sekuester sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi oleh gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridement serta sekuesterektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat. 7. Pemeriksaan penunjang: a. Pemeriksaan darah lengkap: Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal.

Adanya

pergeseran ke kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas dalam menentukan osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal. b. Kultur : Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi dengan bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan yang terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih

21

lanjut untuk mengisolasi organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik sekitar 77% pada semua studi. c. Radiografi Bukti radiografi dari osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh adanya edema jaringan lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi. Perubahan tulang tidak terlihat untuk 14-21 hari dan pada awalnya bermanifestasi sebagai elevasi periosteal diikuti oleh lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28 hari, 90% pasien menunjukkan beberapa kelainan. Sekitar 40-50% kehilangan fokus tulang yang menyebabkan terdeteksinya lucency pada film biasa. d. MRI MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis. Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning memiliki akurasi yang mirip dengan MRI. e. CT scan CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan, dan kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering menjadi pilihan pencitraan ketika MRI tidak tersedia.

22

f. Ultrasonografi Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk ultrasound aspirasi. Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks tulang. 8. Diagnosis banding pada osteomielitis Osteomielitis mudah didiagnosis secara klinis, pemeriksaan radiologis dan tambahan seperti CT dan MRI jarang diperlukan. Namum demikian, seringkali osteomielitis memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan yang lain. Khususnya dalam keadaan akut, gejala klinis yang muncul sama seperti pada histiocytosis sel Langerhans atau sarkoma Ewing. Perbedaan pada setiap masing-masing kondisi dari jaringan lunak. Pada osteomielitis, jaringan lunak terjadi pembengkakan yang difus. Sedangkan pada sel langerhan histiocytosis tidak terlihat secara signifikan pembengkakan jaringan lunak atau massa. Sedangkan pada ewing sarkoma pada jaringan lunaknya terlihat sebuah massa. Durasi gejala pada pasien juga memainkan peranan penting untuk diagnostik. Untuk sarkoma ewing dibutuhkan 4-6 bulan untuk menghancurkan tulang sedangkan osteomielitis 4-6 minggu dan histiocytosis sel langerhans hanya 7-10 hari. 9. Terapi Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan

23

elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED. Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat

24

dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:  





Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah inflamasi) Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat sesuai dengan waktu paruhnya. Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi terapi antibiotika.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas,

25

kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. Indikasi dilakukannya pembedahan ialah : 1.

Adanaya sequester.

2.

Adanya abses.

3.

Rasa sakit yang hebat.

4.

Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

26

Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh: 1. Pemberian antibiotik yang penyebabnya 2. Dosis yang tidak adekuat 3. Lama pemberian tidak cukup 4. Timbulnya resistensi 5. Kesalahan hasil biakan

tidak

cocok

dengan

mikroorganisme

6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk 7. Kesalahan diagnostik 8. Pada pasien yang imunokempremaise 10. Komplikasi 1. 2. 3. 4.

Abses tulang Bakteremia Fraktur Selulitis

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Adam, Greenspan. Orthopedic Imaging: A Practical Approach, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2004. 2. Anonym, “Osteomyelitis”.2011. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/ osteomyelitis/DS00759 3. Anonym, “OSTEOMIELITIS : Perkembangan 10 tahun Terakhir”. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_023_sendi_&_tulang.pdf 4. Daniel, Lew, et al. 2012. “Review Article Current Concepts OSTEOMYELITIS”available from : “http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/nejm199704033361406” 5. David R, Barron BJ, Madewell JE. Osteomyelitis, acute and chronic. Radio Clin North Am 1987;25:1171-1201. 6. David C. Dugdale, 2009. http://www.umm.edu/imagepages/9712.htm 7. Hidyaningsih, Referat Osteomielitis. Jakarta:2012. h : 10-24. 8. Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall 9. Robin, Cotrans. Pathologic Basis of Disease 7th Edition. 2007 10. Sjamsuhidajat, Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi 11. Song, Kit M ; Sloboda, John F. Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2001.

28