41 1 892KB
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG HIV/AIDS merupakan salah satu pandemi besar pada masyarakat modern dan menjadi salah satu masalah nasional maupun internasional. Hal ini dikarenakan HIV/AIDS meluas dengan cepat dan menjadi epidemi di seluruh dunia. Selain itu, HIV/AIDS juga menyerang berbagai golongan usia, jenis kelamin dan pekerjaan (Nasronudin, 2007). Penyakit infeksi HIV/AIDS sejak kemunculannya hingga kini terus menyebabkan berbagai permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan yang dimaksud adalah masih tingginya transmisi infeksi, angka kesakitan, serta angka kematian akibat HIV/AIDS. Masalah kesehatan yang berkembang terkait dua hal pokok tersebut, yaitu pertama, interaksi HIV dengan tubuh manusia; kedua, perilaku yang mengantarkan individu sehingga terpapar HIV (Nasronudin, 2007). Berdasarkan hasil statistik dalam triwulan Januari sampai dengan Maret 2013, dilaporkan jumlah penderita infeksi baru HIV sebanyak 5.369 orang dan tambahan kasus penderita AIDS sebanyak 460 kasus di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat keenam dengan kasus penderita HIV sebanyak 417 kasus setelah DKI Jakarta, Papua, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali sedangkan kasus AIDS tidak ada tambahan penderita. Sumatera Utara memiliki prevalensi sebesar 3,2 penderita per 100.000 penduduk. Secara kumulatif kasus penderita HIV berdasarkan provinsi di Indonesia dari tanggal 1 Januari 1987 sampai dengan 31 Maret 2013 adalah 103.759 kasus sedangkan penderita AIDS sebanyak 43.347 kasus, dengan jumlah kematian sebesar 8.288 jiwa. Jumlah persentasi infeksi HIV pada kelompok umur 5-14 tahun (1,1%), 15-19 tahun (3,0%), 20-24 tahun (14%), sedangkan jumlah presentase AIDS pada kelompok umur 5-14 tahun (0,8%), 15-19 tahun (3,3%), 20-29 tahun (26,1%) (Depkes RI, 2013). Selain itu pada data yang didapatkan dari dinas kesehatan kabupaten karangasem jumlah kasus HIV dari tahun 2000-2016 sebanyak 611 kasus dan di wilayah kecamatan kubu terdapat 115 kasus HIV menempati peringkat ke 2 sekabupaten karangasem. (Dinkes karangasem, 2016) Pengetahuan tentang infeksi HIV/AIDS harus disosialisasikan kepada masyarakat. Dalam mengembangkan tingkat pengetahuan mengenai penyakit infeksi HIV/AIDS, 1
sebelumnya sangat perlu memahami berbagai konsep dan teori sehubungan dengan munculnya penyakit infeksi HIV/AIDS tersebut. Mengkaji perkembangan penyakit infeksi HIV/AIDS berarti mendalami karakteristik penyakit tersebut secara sistematik, radikal, dan universal. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS serta cara penularannya menjadi salah satu faktor penting pendukung sikap dan tindakan masyarakat terhadap pencegahan penyakit HIV/AIDS (Nasronudin, 2007). Rentannya remaja terhadap penyimpangan seksual dan AIDS bersumber dari perubahan fisiologis dan psikologis, berkaitan dengan perkembangan organ reproduksi mereka. Remaja dan kaum muda merupakan cikal bakal sekaligus generasi penerus bangsa yang seharusnya dilindungi dan mendapat perhatian khusus. Djoerban (2000) mengatakan bahwa hasil studi pengetahuan, diantaranya beberapa penelitian pada remaja dalam kaitannya dengan AIDS di berbagai lapisan masyarakat di berbagai kota di Indonesia menunjukkan hal yang memprihatinkan. Pengetahuan remaja mengenai AIDS ternyata masih kurang, padahal pengetahuan ini diperlukan untuk dasar pencegahan HIV/AIDS (Rustamiji, 2000). Pandangan bahwa seks adalah tabu membuat remaja enggan berdiskusi tentang kesehatan reproduksinya dengan orang lain yang lebih memprihatinkan dan merasa paling tidak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan anggota keluarganya sendiri, informasi yang salah tentang seks dapat mengakibatkan pengetahuan dan presepsi seseorang mengenai seluk-beluk seks itu sendiri menjadi salah (Selamiharja &Yudana 1997 dalam Evlyn, 2007). Melihat begitu banyaknya masyarakat khususnya remaja yang belum mempunyai pengetahuan yang benar tentang penyakit HIV/AIDS dan seks bebas dikalangan remaja membuat penulis tertarik untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS di SMA Negeri 1 Kubu. Sebagai bahan pertimbangan karena di SMA tersebut tidak pernah dilakukan penyuluhan dan edukasi tentang HIV/AIDS dan perilaku seksual remaja.
1.2 PERNYATAAN MASALAH Berdasarkan program kerja bagian P2M, penyakit HIV/AIDS tidak tergolong 10 penyakit terbanyak di Puskesmas kubu 1. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pak Nyoman Kari selaku pemegang program sub pelayanan HIV di Puskesmas Kubu 1, hal ini berkaitan dengan rendahnya pengetahuan masyarakat akan penyakit HIV/AIDS dan masyarakat cenderung memilki paradigma untuk menutupi penyakit yang dideritanya akibat
2
rasa malu atau segan. Sehingga jumlah kunjungan di Puskesmas Kubu I mengenai penyakit HIV/AIDS tergolong rendah. Berdasarkan koordinasi dengan Kepala Sekolah SMAN 1 Kubu dan pak nyoman kari selaku pemegang Promosi Kesehatan Puskesmas Kubu I, dikatakan bahwa jumlah penderita HIV di wilayan puskesmas kubu lumayan banyak tetapi untuk kunjungan masih kurang. Sehingga dipandang perlu diadakannya kegiatan ini karena dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai HIV/AIDS meliputi pengertian, penyebab, faktor risiko, gejala dan tanda, cara penularan dan cara pencegahan. Selain itu, diharapkan penyuluhan ini dapat membantu dalam pencegahan sejak usia remaja untuk dapat menekan angka morbiditas khususnya di daerah kubu.
1.3 TUJUAN 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Pelajar SMA Negeri 1 Kubu terhadap HIV/AIDS.
1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Pelajar SMA Negeri 1 Kubu terhadap HIV/AIDS tahun 2017.
1.4 MANFAAT Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat bagi pelajar SMA Negeri 1 Kubu. 2. Bagi penulis lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya berkenaan topik penulis dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi. 3. Bagi penulis dapat menambahkan ilmu penulis tentang topik penelitian dan mengembangkan kemampuan dalam bidang penulis. 4. Bagi puskesmas dapat memberikan informasi tambahan untuk puskesmas
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV/AIDS Salah satu penyakit infeksi yang banyak meresahkan masyarakat di dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya karena penyebarannya yang cepat adalah HIV/AIDS (Nasution, dkk, 2000 dalam Khairatunnisa, 2005). 2.1.1. DEFINISI HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyebabkan terjadinya AIDS (Acquired immune deficiency syndrome) pada seseorang (Brashers, 2008). Penderita HIV akan mengalami infeksikerusakan pada sistem imun tubuh yang ditandai dengan gejala AIDS (Nursalam, 2007).
2.1.2 CARA PENULARAN Virus ini hanya dapat ditularkan kepada seseorang melalui cairan darah, semen, cairan vagina, cairan rektal dan ASI dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak.Cairan ini harus datang dalam kontak dengan membran mukosa atau jaringan yang rusak atau langsung disuntikan ke dalam aliran darah seperti dari jarum suntik (CDC, 2014). Penularan HIV yang utama adalah melalui (CDC, 2014): 1. Hubungan seksual, baik secara vagina atau anal tanpa menggunakan kondom. 2. “Multiple partners” atau memiliki infeksi menular seksual lain dapat meningkatkan resiko infeksi saat hubungan seksual. 3. Penggunaan jarum suntik secara bergantian.
Penularan HIV yang jarang adalah melalui (CDC, 2014): 1. Penularan melalui ibu yang terinfeksi HIV. HIV dapat ditularkan dari ibu kepada anak saat mengandung, saat melahirkan dan pemberian ASI. 2. Menerima transfusi darah atau transplantasi organ yang terkontaminasi dengan HIV. 3. Makan makanan yang telah dikunyah oleh orang yang terinfeksi HIV. 4
4. Digigit oleh orang yang terinfeksi HIV. Penularan melibatkan trauma berat dengan kerusakan jaringan yang luas dan adanya darah. Tidak ada resiko penularan jika kulit tidak rusak. 5. “Oral sex” menggunakan mulut dan proses ejakulasi pada mulut dari orang yang terinfeksi HIV. 6. Kontak antara kulit rusak, luka atau selaput lendir dan darah yang terinfeksi HIV atau cairan tubuh darah yang terkontaminasi. 7. “Open- mouth kissing” jika orang dengan HIV memiliki luka atau gusi berdarah. 8. Tato atau “body piercing” jika jarum tidak diganti.
HIV tidak ditransmisi melalui (CDC, 2014): 1. Kontak kasual seperti berjabat tangan, memeluk, penggunaan kamar mandi yang sama, penggunaan piring dan gelas yang sama dan “social kissing” (berciuman sambil mulut tertutup). 2. Udara 3. Air liur dan air mata 4. Gigitan serangga misalnya nyamuk 5. Makanan dan Minuman
2.1.3 FAKTOR RESIKO Lima kelompok dewasa telah diidentifikasi mempunyai faktor resiko untuk mengembangkan AIDS (Kumar, 2010) : 1. Kelompok homoseksual atau biseksual 2. Kelompok penyalahguna narkoba intravena 3. Kelompok haemophiliacs 4. Kelompok penerima darah dan komponen darah 5. Kelompok heteroseksual
5
2.1.4 PATOGENESIS DAN GEJALA KLINIS Meskipun berbagai sel dapat menjadi target dari HIV, namun ada dua target utama infeksi HIV yaitu sistem imunitas tubuh dan sistem saraf pusat. Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4. Partikel HIV yang berikatan dengan molekul CD4 akan kemudiannya masuk ke sel hospes melalui fusi antara membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp 41 yang terdapat pada permukaan virus (CDC, 2014). Molekul CD4 banyak terdapat pada sel limfosit T helper, namun sel lain seperti makrofag dan sel dendritik dapat juga terinfeksi HIV dengan kombinasi virus-antibodi. Partikel virus yang terinfeksi akan terbentuk pada saat sel limfosit T teraktivasi. Aktivasi sel T CD4+ akan mengakibatkan aktivasi provirus. Karena protein virus dibentuk dalam sel hospes, maka membran plasma sel hospes akan disisipi oleh glikoprotein virus yaitu gp 41 dan gp 120. RNA virus dan protein akan membentuk membran dan menggunakan membran plasma sel hospes yang telah dimodifikasi dengan glikoprotein virus, membentuk selubung virus dalam proses yang dikenal “budding” (CDC, 2014). Menurut CDC ( Centre for Disease Control) fase perjalanan infeksi HIV dapat dibagi kepada tiga tahap yaitu:
1. Tahap infeksi akut HIV Dalam waktu 2- 4 minggu setelah terinfeksi virus HIV, kebanyakan tapi tidak semua orang mengalami gejala mirip flu yang digambarkan “worst flu ever.Fase ini terdapat pada 40-90% kasus yang merupakan keadaan klinis yang bersifat sementara yang berhubungan dengan replikasi virus pada stadium tinggi dan ekspansi virus pada respon imun spesifik. Proses replikasi tersebut menghasilkan virus-virus baru yang jumlahnya jutaan dan menyebabkan terjadinya viremia yang memicu timbulnya sindroma infeksi akut atau “primary HIV infection”. Gejalanya bisa berupa demam yaitu yang paling umum, pembengkakan kelenjar, sakit tenggorokan, ruam, kelelahan, nyeri otot dan sendi dan sakit kepala.Gejala ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa minggu.Virus ini menggunakan sel CD4 untuk mereplikasi dan menghancurkan sel tersebut dan ini menyebabkan jumlah CD4 menurun dengan cepat. Oleh karena ini, respon kekebalan tubuh akan mulai membawa tingkat virus tubuh kembali ke tingkat yang disebut viral set point yang merupakan tingkat relatif stabil virus dalam tubuh. Pada titik ini, jumlah CD4 mulai meningkat, tetapi kemungkinan tidak kembali ke tingkat pra-infeksi. 6
2. Tahap Klinikal Latensi Setelah tahap infeksi akut HIV, penyakit ini kemudian berubah ke fasa yang dikenali sebagai latensi klinikal.Latensi berarti suatu periode di mana virus hidup atau berkembang dalam tubuh manusia tanpa gejala.Selama tahap ini, orang yang terinfeksi HIV tidak memiliki gejala terkait HIV atau hanya yang ringan atau dikenali sebagai tahap asimptomatik atau infeksi kronik HIV. Virus HIV terus memproduksi pada tingkat yang sangat rendah, meskipun virusnya aktif.Dengan pengambilan ART, orang yang terinfeksi HIV dapat hidup dengan klinik latensi selama beberapa dekade karena pengobatan membantu menjaga virus dari memproduksi lagi. Bagi orang yang tidak mengambil ART, tahap klinik latensi berlangsung rata-rata 10 tahun, tetapi beberapa orang mungkin maju tahap ini dengan lebih cepat. Orang dalam tahap bebas gejala ini masih dapat menularkan HIV kepada orang lain bahkan dengan pengambilan ART walaupun ART mengurangi resiko penularan. Selama periode laten, HIV dapat berada dalam bentuk provirus yang berintegrasi dengan genom DNA hospes, tanpa mengadakan transkripsi. Ada beberapa faktor yang dapat mengaktivasi proses transkripsi. Monosit pada orang yang terinfeksi HIV cenderung melepaskan sitokin dalam jumlah besar sehingga dapat menyebabkan meningkatkan transkripsi virus. Infeksi beberapa virus dapat meningkatkan transkripsi provirus DNA pada HIV sehingga berkembang menjadi AIDS.
3. Tahap AIDS Ini adalah tahap infeksi HIV yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh rusak dengan parah dan menjadi rentan terhadap infeksi dan kanker yang berhubungan dengan infeksi yang disebut infeksi oportunistik oleh karena peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. Ketika jumlah sel CD4 menurun di bawah 200 sel/mm3, maka seseorang telah memasuki tahapAIDS. Pada seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat, jumlah CD4 adalah antara 500 dan 1,600 sel/mm3. Selama tahap akhir infeksi HIV ini, orang yang terinfeksi HIV mungkin memiliki gejala seperti penurunan berat badan yang cepat, demam berulang atau berkeringat pada malam hari, kelelahan, pembengkakan kelenjar getah bening yang berkepanjangan di leher, diare yang berlangsung lebih dari seminggu, luka pada mulut, anus atau alat kelamin, pneumonia dan kehilangan memori, depresi dan gangguan neurologis lain. Tanpa pengobatan, orang dengan AIDS biasanya dapat bertahan hidup sekitar 3 tahun. Saat menderita infeksi oportunistik yang berbahaya, harapan hidup tanpa pengobatan jatuh sekitar 1 tahun. 7
2.1.5 DIAGNOSIS Tes antibodi adalah tes HIV yang paling umum untuk mencari antibodi HIV dalam tubuh. Tes EIA ( Enzyme immunoassay) menggunakan darah, cairan oral atau urin untuk mendeteksi antibodi HIV. Hasil untuk tes ini dapat mengambil waktu untuk dua minggu manakala tes antibodi Rapid HIV mengambil masa 10- 20 menit untuk menunjukan hasilnya. Jika hasil positif diperoleh dari salah satu dari tes tersebut, maka tes Western Blot harus dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil tersebut. Tes ini membutuhkan waktu selama dua minggu untuk mengkonfirmasi hasil positif. Tes yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi HIV pada orang tertentu membutuhkan sensitivitas dan spesifisitas. Di Amerika Serikat, ini dicapai dengan penggunaan algoritma menggabungkan dua tes untuk antibodi HIV. Jika antibodi terdeteksi oleh tes awal dengan menggunakan metode ELISA ( enzyme- linked immunoabsorbent assay), maka tes kedua digunakan dengan prosedur Western bolt untuk menentukan ukuran antigen dalam test kit yang mengikat dengan antibodi. Kombinasi dari kedua metode ini adalah sangat akurat (Samant, 2005). Hasil tes negatif adalah normal tetapi orang dengan infeksi HIV awal atau infeksi HIV akut sering memiliki hasil tes negatif. Hasil positif pada tes skrining ELISA tidak berarti bahawa seseorang itu memiliki infeksi HIV. Kondisi tertentu dapat menyebabkan hasil false positive seperti penyakit Lyme, sifilis dan SLE. Tes Western Bolt positif yang mengkonfirmasi infeksi HIV. Tes Western Bolt yang negatif berarti tes ELISA adalah tes false positive. Tes negatif tidak menyingkirkan infeksi HIV karena terdapat periode waktu yang disebut window period di mana terjadinya infeksi HIV dan munculnya antibodi anti- HIV. Selama periode ini, antibodi biasanya tidak dapat diukur (AVERT, 2013).
2.1.6 PENATALAKSANAAN Pengambilan dua atau lebih obat antiretroviral sekali disebut terapi kombinasi. Pengambilan kombinasi dari tiga atau lebih obat anti-HIV dikenali sebagai Highly Active Antiretroviral Theraphy ( HART). Dengan pengambilan satu obat sahaja, HIV dengan cepat akan menjadi resisten terhadap obat tersebut dan kerja obatnya berhenti. Pengambilan dua atau lebih ART pada saat yang sama akan mengurangi tingkat di mana resistensi berkembang dan membuat pengobatan lebih efektif dalam jangka panjang. Namun, mereka masih bisa menularkan virus kepada orang lain ( NIH, 2009). Kombinasi obat pertama yang harus 8
diberikan adalah terapi lini pertama yang terdiri dari dua obat Nucleoside/ Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs) dan satu obat dari Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTIs). Beberapa orang menghadapi kegagalan terapi pada lini pertama karena terjadinnya resistensi obat terhadap HIV, penyerapan obat yang lemah atau kombinasi obat yang lemah (AVERT, 2013). Bagi ART lini kedua, dua NRTI dan satu protease inhibitor (PI) obat digunakan bersama.ART lini kedua lebih kuat dari ART lini pertama tetapi membutuhkan seseorang untuk mengambil lebih ARV, pengaturan pola makanan dan kemungkinan memiliki lebih banyak efek samping. Jika ART lini kedua gagal, maka ART lini ketiga harus digunakan. Obat yang digunakan pada ART lini ketiga adalah etravirine (ETV), darunavir (DRV) dan raltegravir (RAL). Akan tetapi, biayanya lebih tinggi dibandingkan ART lini pertama dan lini kedua yang dapat mengurangi akses di negara miskin (AVERT, 2013).
2.1.7 PENCEGAHAN Dalam usaha mengurangi infeksi HIV, berbagai kaedah telah diterapkan, salah satunya adalah kaedah ABCD, yaitu: a. Abstinence, yaitu menunda atau tidak melakukan kegiatan seksual sebelum menikah. b. Be faithful, yaitu saling setia kepada pasangannya. c. Condom, yaitu menggunakan kondom bagi orang yang melakukan perilaku seks berisiko. d. Drugs, tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian dan tidak secara bersamasama dalam penggunaan napza (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011). WHO memainkan peranan dalam usaha menanggulangi infeksi HIV/ AIDS dengan berbagai cara. Beberapa langkah yang dianjurkan oleh WHO adalah : a. Pendidikan kesehatan reprodukasi untuk remaja. b. Program penyuluhan rekan sebaya (peer group) untuk kelompok sasaran. c. Program kerjasama dengan media cetak dan media elektronik. d. Pencegahan komprehensif untuk pengguna narkoba, narkotika, termasuk program jarum suntik steril. e. Pendidikan agama. f. Program pelayanan infeksi menular seksual (IMS). 9
g. Program promosi kondom di lokasi pelacuran. h. Pelatihan keterampilan hidup. i. Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling. j. Dukungan untuk anak jalanan dan pemberantasan prostitusi anak. k. Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan dan dukungan. Program strategi pencegahan dan pengurangan risiko HIV/AIDS pada remaja, yaitu: 1. Informasi tentang HIV/AIDS, transmisi dan pencegahan. 2. Instruksi dan demonstrasi cara penggunaan kondom. 3. Informasi untuk membantu remaja menilai sendiri perilaku yang berhubungan dengan risiko. 4. Informasi dan latihan main peran untuk membantu remaja mengembangkan kemampuan komunikasi dan ketegasan (assertive) untuk negoisasi penggunaan kondom dengan pasangan seksual dan bertahan terhadap tekanan teman sebaya untuk terlibat perilaku berisiko (Soetjiningsih, 2004).
2.2 PENGETAHUAN Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan melalui pancaindera manusia, yakni, penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo 2003). Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan menjadi kebiasaan yang baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: (Notoatmodjo 2003) 1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu 2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus (objek) 3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan buruk sesuatu) hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, orang yang telah mulai mencoba perilaku baru 5. Adaptation, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. 10
Namun, dalam penelitian yang dilakukan Rogers, beliau menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bertahan selamanya. Sebaliknya perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: (Notoadmodjo, 2003) 1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya dan merupakan pengetahuan yang rendah. 2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. 4. Analisis (analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evalusi (evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang didapat dari pendidikan (Notoadmodjo, 2003).
11
BAB III METODE
3.1 SASARAN Sasaran penyuluhan ini adalah perwakilan anggota OSIS, Pramuka dan PMR dari siswa-siswi SMA Negeri 1 Kubu yang berjumlah 40 orang dengan pertimbangan keterbatasan tempat yang tidak cukup untuk menampung semua siswa-siswi di satu tempat.
3.2 STRATEGI Strategi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS di SMA Negeri 1 Kubu. 3.2.1 Mempersiapkan ketenagaan a. Persiapan materi penyuluhan b. Penguasaan materi penyuluhan c. Penguasaan cara-cara penyampaian materi d. Penguasaan dalam pemilihan dan penggunaan media peraga 3.2.2 Pelaksanaan Penyuluhan a. Perkenalan tim penyuluhan b. Dilakukan pre-test kepada para siswa sebelum penyuluhan untuk mengetahui pengetahuan mereka mengenai HIV/AIDS c. Setelah pre-test, kemudian dilanjutkan dengan penyuluhan oleh tim penyuluh d. Dilakukan post-test untuk mengukur pengetahuan setelah penyuluhan
3.3 METODE Penyuluhan akan dilakukan dengan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab.
3.4 MEDIA PENYULUHAN Adapun media yang digunakan antara lain: a. LCD b. Layar presentasi c. Slide materi penyuluhan (power point) d. Video, leaflet dan poster mengenai HIV/AIDS 12
TEMPAT dan WAKTU PELAKSANAAN Tempat
: SMA Negeri 1 kubu
Waktu
: Senin, 14 Agustus 2017, pukul 09.00-11.00 WITA
3.5 RENCANA EVALUASI 3.5.1 Indikator penilaian a. Peningkatan pengetahuan peserta tentang HIV/AIDS, melalui peningkatan nilai posttest dibandingkan dengan nilai pre-test. b. Kehadiran minimal 70% dari jumlah peserta yang ditentukan. 3.5.2 Waktu penilaian Penilaian dilakukan sebelum, selama dan setelah pelaksanaan penyuluhan. 3.5.3 Cara penilaian Pre-test dan post-test.
13
BAB IV HASIL
4.1 PROFIL PESERTA Peserta penyuluhan HIV/AIDS hari Senin tanggal 14 Agustus 2017 adalah siswasiswi SMAN 1 Kubu berjumlah 40 orang. Yang terdiri dari 20 laki-laki dan 20 perempuan Peserta terdiri dari pengurus dang anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Palang Merah Remaja (PMR), Pramuka, perwakilan pengurus kelas X dan XI. 4.2 DATA GEOGRAFIS Tempat dilaksanakannya penelitian ini yaitu di SMAN 1 Kubu. SMAN 1 Kubu merupakan salah satu dari Sekolah Menengah Atas Negeri di daerah Kubu. Sekolah ini telah terakreditasi dengan status akreditasi A. SMAN 1 Kubu beralamat di Jalan karangasemsingaraja, Kecamatan kubu, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali, dengan kodepos 80853. dengan posisi letak lintang -8.2171 dan letak bujur 115,5246 SMAN 1 Kubu terletak pada ketinggian 10 meter diatas permukaan laut. Nomor kontak yang dapat dihubungi yaitu 087863112543,
email,
[email protected]
dengan
alamat
website
http://www.smansakubu.sch.id Adapun gambaran letak SMAN 1 Kubu adalah sebagai berikut.
Gambar 4.2.1 Peta SMA 1 Kubu 14
4.3 DATA DEMOGRAFIS Dalam pelaksanaan penelitian ini, peserta yang ikut dalam penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 20 siswa perempuan dan 20 siswa laki-laki. Jumlah total peserta didik di SMAN 1 Kubu yaitu 395 orang dengan jumlah tenaga pendidik 60 orang. Di SMAN 1 Kubu terdapat 24 rombongan belajar dengan jumlah jurusan sebanyak 3jurusan yang 144 pelajaran. selain pelajaran akademik, di SMAN 1 Kubu juga terdapat pembelajaran non akademik yang meliputi 9 kegiatan ekstrakurikuler. Berikut ini merupakan struktur organisasi dari SMAN 1 Kubu.
4.4 PROSES PELAKSANAAN Pada hari Senin, 14 Agustus 2017 dilakukan koordinasi dengan dr. Dimas Adrianto selaku pembimbing internsip dan Bapak Nyoman Kari selaku pemegang program promosi kesehatan di Puskemas Kubu I. Koordinasi yang dilakukan berupa pemilihan topik penyuluhan, sasaran penyuluhan dan waktu penyuluhan akan dilaksanakan. Setelah koordinasi, ditetapkan bahwa materi yang akan diangkat adalah HIV/AIDS, bertempat di SMAN 1 Kubu, waktu sekitar pertengahan bulan Agustus 2017. Pengangkatan tema HIV/AIDS didasarkan pada program kerja bagian P2M. Penyakit HIV/AIDS tidak tergolong 10 penyakit menular terbanyak di Puskesmas Kubu 1. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pak Made Rajendra selaku pemegang program P2M di Puskesmas Banjar I, rendahnya laporan penderita penyakit HIV/AIDS ini berkaitan dengan rendahnya pengetahuan masyarakat akan penyakit HIV/AIDS. Masyarakat cenderung memiliki paradigma untuk menutupi penyakit HIV/AIDS yang dideritanya akibat rasa malu atau takut dikucilkan lingkungannya. Namun karena wilayah kerja Puskesmas kubu I di daerah pariwisata dapat membawa pengaruh kebudayaan asing yang menganut seks bebas akan mungkinan untuk terjadi peningkatan angka morbiditas penyakit HIV/AIDS terutama yang tidak dilaporkan dan tidak diobati hingga stadium lanjut. Berdasarkan koordinasi dengan Kepala Sekolah SMAN 1 Kubu, dikatakan bahwa penyuluhan mengenai HIV/AIDS masih jarang dilakukan. Sehingga dipandang perlu diadakannya kegiatan ini karena dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai 15
HIV/AIDS meliputi pengertian, penyebab, faktor risiko, gejala dan tanda, cara penularan, cara pencegahan. Pada hari Jumat, 11 Agustus 2017 dilakukan pertemuan dan koordinasi dengan kepala sekolah SMAN 1 Kubu dan guru yang bertanggung jawab untuk program OSIS. Dikatakan bahwa penyuluhan kesehatan mengenai HIV/AIDS masih jarang dilakukan, sehingga acara penyuluhan ini dipandang sebagai ide yang baik untuk menambah wawasan dan kesadaran para siswa-siswi SMAN 1 Kubu tentang HIV/AIDS. Berdasarkan koordinasi yang telah dilakukan, maka disepakati waktu penyuluhan yaitu pada hari Senin, 14 Agustus 2017 pukul 09.00-11.00 WITA. Peserta penyuluhan diperkirakan 40 orang yang terdiri dari pengurus OSIS, anggota PMR, anggota pramuka dan pengurus perwakilan kelas X dan XI. Sebagai persiapan materi yang akan disampaikan dibuat dalam bentuk power point sebagai media penyuluhan. Pada hari pelaksanaan penyuluhan, kami datang sekitar pukul 08.30 WITA. Setelah tiba di tempat penyuluhan kami diterima oleh Bapak I Nyoman Diarsa, spd, Mpd selaku kepala sekolah dan Bapak Wayan sebagai guru koordinator pada acara penyuluhan ini. Dengan bantuan beliau kami mempersiapkan tempat penyuluhan di laboratorium Fisika SMAN 1 Kubu dan mengumpulkan siswa-siswi peserta penyuluhan. Pada pukul 09.00 WITA acara dibuka oleh pak nyoman kari sebagai perwakilan puskesmas Kubu I. Acara diawali pengisian informed consent yang menyatakan persetujuan peserta terhadap pemyuluhan HIV/AIDS. Dilanjutkan pretest selama 10 menit untuk mengetahui tingkat pengetahuan dasar peserta mengenai HIV/AIDS. Peserta juga diminta mengisi daftar hadir yang telah disediakan dan didapatkan jumlah kehadiran 40 orang. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan pemberian materi dengan media power point yang berlangsung sekitar 40 menit. Kemudian penulis mempersilahkan peserta mengajukan pertanyaan dengan mengangkat tangan lebih dahulu. Peserta sangat antusias bertanya mengenai materi HIV/AIDS. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : 1. Mengapa gay bisa lebih beresiko terkena infeksi HIV ? 2. Apakah HIV dapat menular dari ibu ke bayi ? 3. Bagaimana mekanisme penularan dari ibu yang positif HIV/AIDS ke bayinya? 4. Apakah berciuman dengan bertukar air liur dapat menularkan HIV/AIDS?
16
5. Apakah bisa orang dengan HIV (+) menikah dengan HIV (+) mempunyai anak HIV (-) ? 6. Mengapa HIV/AIDS tidak dapat menyebar melalui nyamuk meskipun nyamuk menghisap darah pasien HIV/AIDS sebelumnya? 7. Apa yang harus saya lakukan kalau saya curiga teman atau keluarga ada yang menderita HIV/AIDS? 8. Bagaimana kita menditeksi orang yang terkena HIV pada Stadium awal ? Penulis pun memberi jawaban mengenai pertanyaan tersebut dan memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya lebih lanjut apabila jawaban penulis belum jelas. Di akhir sesi diberikan post-test untuk mengevaluasi pengetahuan peserta setelah penyuluhan disampaikan. Diberikan pertanyaan lisan pada peserta berdasarkan materi penyuluhan HIV/AIDS yang telah disampaikan dan apabila mereka menjawab dengan tepat mereka mendapat hadiah doorprize. Sebelum pulang kami pun berpamitan dengan bapak kepala sekolah dan guru koordinator penyuluhan. Tabel 4.4.1. Susunan Acara Penyuluhan HIV/AIDS No
Kegiatan
Waktu
Pembawa Materi
Keterangan
1.
Persiapan dan perizinan
08.00 s.d.
Dokter
Ruangan yang
kepada Wakil Kepala
09.00
Pembimbing,
disediakan untuk
Sekolah dan Kepala
Dokter Internsip
penyuluhan yaitu
sekolah.
dan Petugas
Laboratorium
Promkes.
Fisika
2.
Pembukaan penyuluhan
09.00 s.d.
Pak Nyoman Kari
Pembagian snack
dan Perkenalan
09.10
(Petugas Promkes)
dan soal pretest untuk peserta
3.
Pre-test
09.10 s.d. 09.20
Dokter Internsip
Peserta mengerjakan soal pretest
17
4.
5.
Penyuluhan dengan
09.20 s.d.
materi HIV/AIDS
10.00
Sesi tanya jawab Pertama
10.00 s.d.
Dokter Internsip
Dokter Internsip
3 orang pertama
Dokter Internsip
3 orang kedua
Dokter Internsip
2 orang ketiga
Dokter Internsip
Peserta
10.20 6.
Sesi tanya jawab Kedua
10.20 s.d. 10.40
7.
Sesi Tanya jawab ketiga
10.40 s.d. 10.50
8.
Post Test
10.50 s.d. 11.00
mengerjakan soal post-test
9.
Penutupan
11.00 s.d.
-
Selesai
Pembagian snack dan
Dokter Internsip
makan siang
4.5 PREVALENSI PENGETAHUAN SISWA-SISWI SMAN 1 KUBU SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN HIV/AIDS Tabel 4.5.1.Prevalensi Peserta berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase
Laki-laki
20
50%
Perempuan
20
50%
Total
40
100%
18
prevalensi peserta berdasarkan jenis kelamin
laki-laki Perempuan
Tabel 4.5.1.Prevalensi Peserta berdasarkan Jenis Kelamin Dari tabel dan diagram di atas dapat diketahui bahwa dari 40 peserta yang diteliti, perbandingan jenis kelamin peserta yaitu 20 orang laki-laki (50%) dan 20 orang perempuan (50%).
19
Tabel 4.5.2.Prevalensi Pengetahuan Sebelum Penyuluhan Tingkat (n=40)
Jumlah
Persentase
Tinggi (skor 8-10)
10
25%
Sedang (skor 6-7)
17
42,5%
Rendah (skor 0-5)
13
32,5%
Total
40
100%
Tingkat Pengetahuan HIV-AIDS Sebelum penyuluhan Tinggi (skor 8-10)
Sedang (skor 6-7)
Rendah (skor 0-5)
25%
33%
42%
Gambar 4.5.2 Diagram Pie Prevalensi Pengetahuan Sebelum Penyuluhan
Dari tabel dan diagram di atas dapat diketahui bahwa dari 40 peserta yang diteliti, pada hasil tingkat pengetahuan sebelum diberikan penyuluhan HIV/AIDS didapatkan 10 orang (25%) memiliki pengetahuan tinggi, 17 orang (42%) memiliki pengetahuan sedang dan 13 orang (32%) memiliki pengetahuan rendah.
20
Tabel 4.5.3. Prevalensi Pengetahuan Sesudah Penyuluhan Tingkat (n=50)
Jumlah
Persentase
Tinggi (skor 8-10)
30
75%
Sedang (skor 6-7)
7
17,5%
Rendah (skor 0-5)
3
7,5%
Total
40
100%
Tingkat Pengetahuan HIV Setelah Penyuluhan Tinggi ( skor 8-10)
Sedang (Skor 6-7)
Rendah ( Skor 0-5)
8% 17%
75%
Gambar 4.5.3 Diagram Pie Prevalensi Pengetahuan Sesudah Penyuluhan
Dari tabel dan diagram di atas dapat diketahui bahwa dari 40 peserta yang diteliti, pada hasil tingkat pengetahuan sesudah diberikan penyuluhan HIV/AIDS didapatkan 30 orang (75%) memiliki pengetahuan tinggi, 7 orang (17,5%) memiliki pengetahuan sedang dan 3 orang (7,5%) memiliki pengetahuan rendah.
21
BAB V DISKUSI
5.1 PENILAIAN PROSES Pihak SMAN 1 kubu dan pihak Puskesmas kubu I memberikan dukungan penuh terhadap kegiatan penyuluhan yang penulis laksanakan. Pihak SMAN 1 Kubu bersedia membantu memfasilitasi sarana yang penulis butuhkan dalam penyuluhan berupa tempat penyuluhan (Laboratorium Biologi), sound system, LCD Monitor, dan membantu dalam mengumpulkan peserta yang akan menghadiri penyuluhan. Target peserta yang mengikuti penyuluhan sebanyak 40 orang yang dapat terpenuhi. Waktu pelaksanaan sesuai dengan jadwal yang sudah direncanakan. 5.2 PENILAIAN HASIL Kegiatan evaluasi pelaksanaan program penyuluhan tentang HIV/AIDS ini dilakukan dengan cara mengamati beberapa aspek yaitu: aspek peserta, proses diskusi itu sendiri serta pre-test dan post-test. Dari aspek peserta, evaluasi dilakukan berdasarkan kualitas serta kuantitas pertanyaan yang diajukan disepanjang acara serta besarnya minat dan antusiasme peserta saat acara tanya jawab. Sehingga dengan demikian maka dapat dinilai apakah terjadi peningkatan pengetahuan para peserta tentang HIV/AIDS. Berdasarkan pengamatan penulis selama berlangsungnya acara penyuluhan, peserta terlihat sangat antusia mendengarkan materi, tidak ada peserta yang tidak memperhatikan saat penyuluh menyampaikan materi. Dari segi proses diskusi yang telah berlangsung dapat dilaporkan bahwa diskusi telah berlangsung dua arah, dapat dilihat bahwa adanya komunikasi timbal balik antara pembicara dengan peserta. Untuk kualitas proses diskusi tersebut dapat dilaporkan tidak adanya kevakuman saat diskusi berlangsung. 5.3 PENGETAHUAN TERHADAP HIV/AIDS Responden menjawab total 10 pertanyaan Multiple Choice tentang HIV/AIDS. Setiap responden yang menjawab benar diberi skor 1 dengan rentang skor pengetahuan 0-10. Perbandingan prevalensi sebelum dan sesudah penyuluhan akan diperlihatkan dalam kedua diagram dibawah ini. 22
Tingkat Pengetahuan HIV-AIDS Sebelum penyuluhan Tinggi (skor 8-10)
Sedang (skor 6-7)
Rendah (skor 0-5)
25%
33%
42%
Gambar 5.3.1 Diagram Pie Tingkat Pengetahuan Sebelum Penyuluhan
Tingkat Pengetahuan HIV Setelah Penyuluhan Tinggi ( skor 8-10)
Sedang (Skor 6-7)
Rendah ( Skor 0-5)
8% 17%
75%
Gambar 5.3.2 Diagram Pie Tingkat Pengetahuan Sesudah Penyuluhan
23
Dari perbandingan diagram di atas terdapat peningkatan skor setelah di berikan penyuluhan. Persentase skor tinggi (8-10) naik 2 kali lipat lebih dari sebelumnya 30% menjadi 75%. Persentase skor sedang (6-7) turun sebesar 25% dari sebelumnya 42% menjadi 17%. Sedangkan persentase skor rendah (6-7) turun sebesar 18% dari sebelumnya 33% menjadi 8%. Hal ini menunjukan peningkatan pengetahuan yang signifikan sehingga dapat dilihat pemberian penyuluhan membawa dampak peningkatan pengetahuan siswa-siswi SMAN 1 Kubu mengenai HIV/AIDS . 5.4 HAMBATAN Dalam pelaksanaan mini project ini, hambatan yang ditemui adalah berbenturan dengan jam pelajaran disekolah, tetapi peserta sudah mencapai harapan dengan jumlah lakilaki 20 orang dan perempuan 20 orang, Selain itu penjaringan untuk HIV/AIDS dari Puskesmas Kubu I untuk para siswa-siswi SMAN 1 Kubu tidak dilakukan karena masih merupakan hal yang tabu di masyarakat sehingga hanya ditekankan pada tindakan preventif berupa penyuluhan. 5.5 MANFAAT Penyuluhan HIV/AIDS ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak saja bagi peserta penyuluhan tapi juga bagi pemberi materi. Bagi pemberi materi, kegiatan ini dapat memberikan pengalaman berinteraksi dengan remaja. Selain itu pemberi materi dapat belajar menyampaikan informasi yang benar dan dapat dipercaya dihadapan masyarakat khususnya remaja. Bagi peserta yang mengikuti penyuluhan HIV/AIDS ini yaitu siswa-siswi SMAN 1 Kubu, diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan tentang Infeksi Penyakit Menular Seksual khususnya HIV/AIDS. Peserta menyebarkan informasi yang telah didapat kepada teman sepergaulan, keluarga, maupun masyarakat di lingkungannnya. Pada akhirnya mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat HIV/AIDS.
24
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN 6.1.1 Pelaksanaan mini project berupa penyuluhan tentang HIV/AIDS yang direncanakan telah dapat direalisasikan dengan baik. 6.1.2 Terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan dari para siswa-siswi SMAN 1 Kubu yang mengikuti penyuluhan tentang HIV/AIDS, yaitu dinilai dari peningkatan skor post-test jika dibandingkan dengan pre-test. 6.2 SARAN 6.2.1 Para siswa-siswi SMAN 1 Kubu diharapkan menerapkan pencegahan HIV/AIDS dalam kehidupan bermasyarakat serta berbagi informasi di lingkungan sekitarnya mengenai materi yang didapatkan dari penyuluhan yang ini. 6.2.2 Puskesmas Kubu I hendaknya lebih pro-aktif dalam memberikan penyuluhan mengenai HIV/AIDS kepada kalangan remaja, khususnya siswa didik di Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas yang belum mendapatkan penyuluhan ini, dan juga memberikan penyuluhan ke wilayah dengan risiko tinggi HIV/AIDS misalnya kawasan wisata dimana banyak pekerja seksual untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas HIV/AIDS di wilayah kerja.
25
Nama :
Kelas : 1. HIV adalah virus menyerang sistem ? a. Pencernaan b. Pernafasan c. Kekebalan tubuh d. Perkemihan
yang
2. Virus HIV masuk ke dalam tubuh akan menyerang ? a. Sel darah putih b. Sel darah merah c. Sel keping darah d. Plasma darah 3. Kapan seseorang dikatakan menderita HIV ? a. Pekerja Seks Komersial b. Tes Darah Hiv Positif c. Pecandu Narkoba suntik d. Memiliki banyak Tatto 4. Seseorang yang terkena HIV akan berkembang menjadi penderita AIDS dalam kurun waktu ? a. 6-10bulan b. 1-2tahun c. 3-10tahun d. 10-15tahun 5. Gejala utama/ mayor pada stadium AIDS adalah ? a. Demam > 3 bulan b. Diare kronis lebih dari 1 bulan c. Penurunan berat badan lebih dari 1/10 dalam 3 bulan. 6. HIV dapat ditularkan melalui cairan tubuh kecuali ? a. Sperma b. Keringat c. Darah d. Air susu ibu
tahan tubuh pengertian dari ? a. HIV b. AIDS c. IMS d. SARS
merupakan
8. Dibawah ini yang merupakan tindakan untuk mencegah penularan infeksi HIV ? a. Berhubungan seksualmenggunakan kondom dengan kelompok berisiko HIV/AIDS b. Menjauhkan diri dari orang yang menderita HIV/AIDS c. Tidak menggunakan kamar mandi yang digunakan oleh penderita HIV/AIDS d. Membedakan peralatan makan dan minum dengan penderita HIV/AIDS 9. Apakah penyakit HIV –AIDS bisa disembuhkan? a. Ya, dengan obat-obatan b. Ya, sembuh sendiri c. Tidak d. Tidak tahu 10. AIDS singkatan dari ? a. Acquired Imunodeficiency System b. Acquired Imunodiferential System c. Acquired Imunodiferential Syndrome d. Acquired Imunodeficiency Syndrom
7. Kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya 26
DAFTAR PUSTAKA
1. Nasronudin. 2007. HIV dan AIDS Pendekatan Biologi molekuler klinis dan sosial. Surabaya : Airlangga University press. 2. Dinas Kesehatan kabupaten karangasem. Data kasus HIV-AIDS kabupaten karangasem. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan republik Indonesia. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Situasi dan Analisis HIV-AIDS. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan Republik Indonesia. 4. Djorban, Zubairi. 2000. Membidik AIDS Ikhitsar memahami HIV dan ODHA. Yogyakarta: galang press 5. Rustamiji.2000. memahami HIV- AIDS dan ODHA. Yogyakarta : Galang press 6. Nasution, Rizal H, dkk. 2000. AIDS kita bisa kena kita bisa cegah. Jakarta : Monora 7. Brashers, Valentina L. 2008. Patofisiologi HIV –AIDS. Jakarta : EGC 8. Nursalam, M Nurs. 2007. HIV AIDS dan paradigm di masyarakat. Jakarta ; University press 9. Center for Disease Control and Prevention CDC,2014 . About HIV AIDS http // www.cdc.gov/hiv/basic/whatisHIV.html diakses: agustus 2017 10. Kumarrasamy N, Venkatesh KK, Srikrishnan AK, Prasad L, Balakrisnan P , et al. 2010. Risk Factor for HIV Transmision among heterosexual discordant couple in south india . HIV medicine. 178-186 11. AVERT.2013. What is AIDS available from: Http//www.avert.org/aids.htm. ( accesed 8 agustus 2017. 12. Soetjaningsih. 2004. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta : Pt Sagung seto 13. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2011. Rangkuman Eksekutif Upaya Penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia. Jakarta : KPA Nasional. 14. Notoadmojo Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
27
28