Laporan Kasus Tuberkulosis Paru [PDF]

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP TB PARU Disusun oleh: Aprilyya Azzahra Bandangan Dokter Pendamping : dr. Andreas Widj

47 0 1019KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD PDF FILE

Laporan Kasus Tuberkulosis Paru  [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

TB PARU

Disusun oleh: Aprilyya Azzahra Bandangan

Dokter Pendamping : dr. Andreas Widjaja, Sp. PD dr. Wydia Potabuga

RSUD KOTA KOTAMOBAGU KOTA KOTAMOBAGU 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus (lapkas) dengan tema “TB PARU” dalam rangka melengkapi persyaratan program internsip periode Februari 2019 Februari 2020 di RSUD Kota Kotamobagu. Dalam kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih kepada dokter pembimbing yang telah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan

penulis selama

menjalani program internsip dan dalam menyusun tulisan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Kotamobagu, Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI LAPORAN KASUS.................................................................................................1 KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2 DAFTAR ISI............................................................................................................ 3 BAB I ....................................................................................................................... 4 LAPORAN KASUS.................................................................................................4 A. IDENTITAS PASIEN ............................................................................... 4 B. ANAMNESIS............................................................................................ 4 C. PEMERIKSAAN FISIK ........................................................................... 5 D. PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................. 6 E.

DIAGNOSIS KERJA ................................................................................ 7

F.

PENATALAKSANAAN .......................................................................... 7

G. PROGNOSIS ............................................................................................. 7 BAB II...................................................................................................................... 8 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 8 A. PENDAHULUAN ..................................................................................... 8 B. EPIDEMIOLOGI ...................................................................................... 9 C. ETIOLOGI ................................................................................................ 9 D. PATOGENESIS ...................................................................................... 10 E.

MANIFESTASI KLINIS ........................................................................ 13

F.

DIAGNOSIS ........................................................................................... 14

G. TATALAKSANA ................................................................................... 22 H. KOMPLIKASI ........................................................................................ 27 I.

PROGNOSIS ........................................................................................... 27

BAB III .................................................................................................................. 28 PEMBAHASAN ....................................................................................................28 BAB IV .................................................................................................................. 33 KESIMPULAN ......................................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 34

BAB I LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Nama

: Sdr. TS

No. CM

: 057281

TTL/Usia

: 20 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Poyowa

Tgl Masuk RS

: 25 Maret 2019

Tgl Keluar RS

: 28 Maret 2019

B. ANAMNESIS Keluhan Utama

: Batuk

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD KK dengan keluhan batuk berdahak yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Dahak kental berwarna kuning. Pasien sudah sering berobat ke puskesmas namun batuknya tidak pernah hilang. Selain itu, pasien juga mengeluh demam sejak 1 bulan yang lalu, sering berkeringat dingin pada malam hari, nafsu makan berkurang sejak 1 bulan terakhir sehingga pasien merasa badanya semakin kurus. Selain itu, pasien juga sering merasa mual namun tidak sampai muntah. Pasien menyangkal adanya nyeri pada ulu hati. Kadang-kadang pasien juga mengeluhkan kepalanya terasa pusing dan badannya terasa lemas sehingga pasien tidak dapat melakukan pekerjaannya lagi. Buang air kecil normal dengan frekuensi 3-4x/hari, warna kuning jernih, Sejak 1 minggu yang lalu pasien mengalami BAB encer namun tidak disertai dengan lendir maupun darah. Warna kekuningan dan frekuensi BAB 1-2x/hari. Riwayat Penyakit Dahulu : o Keluhan serupa (-) o Riwayat penyakit lain (-) Riwayat Penyakit Keluarga: o Keluhan serupa (-) Riwayat Personal Sosial : o Riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak jelas (-)

o Pasien merupakan seorang pekerja tambang, 2 bulan terakhir sudah tidak bekerja akibat penyakitnya

C. PEMERIKSAAN FISIK 1. KEADAAN UMUM & TANDA VITAL 

Keadaan Umum

: Tampak sakit

Kesadaran

: Composmentis

Tekanan darah

: 110/70

Nadi

: 82 kpm

Respirasi

: 22 kpm

Temperatur

: 37,1ºC

2. STATUS GENERALISATA 

KEPALA

:

Inspeksi

: Normocephal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

bibir tidak sianosis 



Palpasi

: Tidak ada nyeri tekan

LEHER

:

Inspeksi

: Tidak ada tanda trauma/inflamasi

Palpasi

: Limfonodi multiple ± 1 cm, tidak nyeri tekan

THORAX

:

Inspeksi

: Bentuk normal, simetris, tidak ada retraksi

Palpasi

: Simetris, tidak ada nyeri tekan

Pulmo Inspeksi

: Pergerakan simetris

Palpasi

: Vocal fremitus normal

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler, rhonki +/+ (rhonki basah kasar pada

apeks dan medial paru kanan, rhonki basah pada apeks dan basalparu sinistra), wheezing -/Cor Perkusi

: Batas atas jantung kanan pada SIC II parasternalis dextra, batas

atas jantung kiri pada SIC II parasternalis sinistra, batas bawah jantung kanan pada SIC IV parasternalis dextra, dan batas bawah jantung kiri pada SIC V LMC sinistra

Auskultasi 



: SI tunggal, SII split, bising tidak ada

ABDOMEN : Inspeksi

: Flat, ikut gerak nafas, tidak ada tanda trauma/inflamasi

Auskultasi

: Peristaltik normal

Perkusi

: Timpani

Palpasi

: Supel, tidak nyeri tekan, hepar lien tidak teraba

EKSTREMITAS : SUPERIOR : Akral hangat, CRT 2 minggu

-

Batuk darah

-

Sesak napas

-

Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. 

Gejala sistemik

-

Demam

-

Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun



Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. 

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.



Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.



Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-

kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess. 3. Pemeriksaan penunjang 

Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah dan gula darah. Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm). Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat.



Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

-

Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).

-

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan, cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan pertama), pagi (keesokan harinya), sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. (6)

-

Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring: o Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak ± 1ml.

o Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak. o Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil. o Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi. o Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak, dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium. -

Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain. Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, bronchoalveolar lavage/BAL, urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara: (6) MIKROSKOPIK Biakan Pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa

: pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens

:

pewarnaan auramin-rhodamin

(khususnya

untuk screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila: o 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif o 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian o bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif o bila 3 kali negatif ® BTA negatif Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi

WHO).

Skala

IUATLD

(International

Union

Against

Tuberculosis and Lung Disease): o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+) Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M. tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara : o Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh o Agar base media : Middle brook Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul. RADIOLOGI Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).6 Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular. Bayangan bercak milier. o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif: o Fibrotik o Kalsifikasi o Schwarte atau penebalan pleura Luluh Paru (destroyed Lung ) :

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit. (6) Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) : o Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti o Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal. PEMERIKSAAN KHUSUS Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat. (6,7) o Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT). (6,7) o Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. (6,7)

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat. (6,7) o Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda: 

Enzym linked immunosorbent assay (ELISA). Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. (6,7)



ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. 6,7



Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah. 6,7



Uji peroksidase anti peroksidase (PAP). Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. 6,7



Uji serologi yang baru / IgG TB. Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi

dengan

cara

mendeteksi

antibodi

IgG

dengan

antigen

spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.6,7

G. TATALAKSANA Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip: 1. Pengobatan diberikan dalam bentuk pengobatan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi 2. Diberikan dalam dosis yang tepat 3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) sampai pengobatan selesai 4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan Pengobatan TB harus meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud: o Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Panduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu. o Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang paling penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Tabel 1. OAT Lini Pertama

Jenis Isoniazid (H)

Sifat Bakterisidal

Efek samping Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan fungsi hati, kejang

Rifampisin (R)

Bakterisidal

Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urin berwarna

merah,

gangguan

fungsi

hati,

trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas, anemia hemolitik Pirazinamid (Z)

Bakterisidal

Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout artritis

Etambutol (E)

Bakterisidal

Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer

Streptomisin (S) Bakterisidal

Nyeri

ditempat

keseimbangan anafilaktik,

suntikan,

dan

gangguan

pendengaran,

anemia,

renjatan

agranulositosis,

trombositopeni

Tabel 2. Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa Dosis OAT

Harian

3x/ minggu

Kisaran dosis

Maksimum

Kisaran dosis

Maksimum

(mg/kgBB)

(mg)

(mg/kgBB)

(mg)

5 (4-6)

300

10 (8-12)

900

Rifampisin (R)

10 (8-12)

600

10 (8-12)

600

Pirazinamid (Z)

25 (20-30)

-

35 (30-40)

Etambutol (E)

15 (15-20)

-

30 (25-35)

Streptomisin (S)

15 (12-18)

-

15 (12-18)

Isoniazid (H)

1000

Catatan: o Pemberian streptomosin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau pasien dengan berat badan 500mg/hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi 10mg/kgBB/hari.

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) adalah: o Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 o Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 o Kategori anak: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR o Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta obat lini 1, yaitu pirazinamid etambutol.2,5 Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu: a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping. b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep. c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya. a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: 

Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis



Pasien TB paru terdiagnosis klinis



Pasien TB ekstra paru

Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Tabel 4. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3

Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan ulang): 

Pasien kambuh



Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya



Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Tabel 5. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Tabel 6. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3

Catatan: 

Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.



Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).



Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan. ( ² )



Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.



OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.

Tabel 7. OAT yang digunakan pada pengobatan TB MDR

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. H. KOMPLIKASI Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah: batuk darah, pneumotoraks, gagal napas, gagal jantung dan efusi pleura.1,3 I. PROGNOSIS Prognosis sangat bergantung pada deteksi dini kasus TB secara cepat dan tepat, serta sarana laboratorium untuk evaluasi pola kepekaan M. tuberculosis terhadap OAT.

BAB III PEMBAHASAN TEORI 

PEMBAHASAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi Ditemukan gejala khas TB berupa batuk yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium berdahak ± 1 bulan, dahak kental berwarna

Tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini kuning, demam naik turun ± 1 bulan, keringat merupakan organisme patogen maupun dingin malam hari, nafsu makan berkurang saprofit. Basil tuberkel ini berukuran panjang sejak 1 bulan terakhir sehingga pasien merasa 1- 10 µm, lebar 0,2 – 0,6 µm, ukuran ini lebih badannya semakin kurus, mual tapi tidak kecil dari satu sel darah merah. Kuman ini muntah, BAB encer namun tidak disertai dapat

menyerang

bagian-bagian

tubuh lendir maupun darah. Warna feses kekuningan

seperti tulang, sendi, usus, kelenjar limfe, dengan frekuensi 1-2x/hari. Pasien sudah 

selaput otak dan terutama paru-paru.

berobat beberapa kali namun belum membaik.

Gejala Klinis :

Pasien seorang pekerja tambang, 2 bulan

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi terakhir

sudah

tidak

bekerja

akibat

menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan penyakitnya gejala sistemik. a. Gejala lokal: batuk > 2 minggu, .

sesak napas, nyeri dada b. Gejala

sistemik:

demam

pada

penyakit tuberculosis biasanya hilang timbul, biasanya muncul pada sore hari. Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun

Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan Pada pemeriksaan fisik pasien, ditemukan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. 

kesadaran pasien composmentis, kesan umum

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang tampak sakit, tekanan darah 110/70, nadi 82 didapat tergantung luas kelainan struktur kpm, respirasi 22 kpm, temperatur 37,1ºc, paru. Pada permulaan (awal) perkembangan demam pada pasien naik turun, saat datang penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) tidak

dalam

keadaan

demam.

Pada

menemukan kelainan. Kelainan paru pada pemeriksaan thorax, auskultasi pada pulmo

umumnya terletak di daerah lobus superior didapatkan suara dasar vesikuler, suara terutama daerah apeks dan segmen posterior tambahan (+/+) rhonki basah kasar pada apeks (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior dan medial paru kanan, rhonki basah pada (S6). Pada pemeriksaan dapat ditemukan apeks dan basal paru kiri. antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tandatanda

penarikan

paru,

diafragma

dan

mediastinum. 

Pada

pleuritis

tuberkulosis,

kelainan

pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. 

Pada

limfadenitis

tuberkulosis,

terlihat

pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.



Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, Pemeriksaan Penunjang laju endap darah dan gula darah. Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm). Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat.



Pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,

Laboratorium : Tidak menunjukkan hal yang bermakna dalam mendiagnosis tuberkulosis. Pemeriksaan leukosit menunjukkan leukosit normal dengan angka 10,6 ribu/ul yang menandakan adanya infeksi bakteri. Infeksi bisa saja menunjukkan hasil leukosit normal, rendah ataupun tinggi.

bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/ Sputum BTA : untuk menegakkan diagnosis TB paru, menggunakan 3 spesimen dahak

BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (Sewaktu – Pagi – Sewaktu) didapatkan hasil (termasuk biopsi jarum halus/BJH). Cara +++ (3+) artinya pada dahak pasien ditemukan pengumpulan dan pengiriman bahan, cara >10 BTA dalam 1 lapang pandang. pengambilan Sewaktu/spot kunjungan

dahak

3

(dahak pertama),

kali sewaktu

pagi

(SPS): saat

(keesokan

harinya), sewaktu (pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturutturut. lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila: o 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif o 1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian o bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif o bila 3 kali negatif ® BTA negatif Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease): o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan radiologi



Pemeriksaan radiologi standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran

radiologi

yang

dicurigai

sebagai lesi TB aktif: o Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. o Kaviti,

terutama

lebih

dari

satu,

dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular. Bayangan bercak milier. o Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif: o Fibrotik o Kalsifikasi o Schwarte atau penebalan pleura Luluh Paru (destroyed Lung): Gambaran radiologi

yang

menunjukkan

kerusakan

jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit.



Panduan OAT yang digunakan oleh Program O2 NK 2-4 lpm Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Infus RL 17 tpm Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan Ceftriaxon 1gr/12 jam/IV ISTC) adalah: Ranitidine /12 jam/IV o Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 Ambroxol 3x1 PO o Kategori 2: Paracetamol 3x1 PO 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 o Kategori

anak:

2(HRZ)/4(HR)

atau Salbutamol 3x4mg PO

2HRZA(S)/4-10HR

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 1x3 tab fase

Obat yang digunakan pada TB resisten obat di intensif indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin,

Kapreomisin,

Levofloksasin,

Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta obat lini 1 yaitu pirazinamid etambutol.

BAB IV KESIMPULAN

Prevalensi terjadinya tuberculosis pada dewasa semakin meningkat setiap tahunnya. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis, yang bersifat aerob yang terutama menyerang paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke daerah diluar paru (ekstrapulmonal), dan dapat menular antar manusia melalui droplet (udara). Gejala TB terbagi menjadi gejala local dan sistemik berupa batuk, sesak, penurunan berat badan, demam, lesu atau malaise yang menetap lebih dari 2 minggu dan tidak ada perbaikan walaupun sudah diberikan pengobatan yang adekuat, dan gejala spesifik terkait organ yang terkena (TB ekstrapulmonal). Diagnosis TB dapat dilakukan dengan pemeriksaan bakteriologis, pemeriksaan penunjang berupa foto thorax serta histopatologi (PA). Pengobatan TB meliputi pengobatan profilaksis dan pengobatan untuk sakit TB. Pengobatan pada sakit TB dapat diberikan 4 macam OAT pada fase inisial (2 bulan pertama), serta fase lanjutan (4 bulan berikutnya) dengan pemberian Rifampisin dan INH.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tanto, Christ [et. al.]. (2016). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI. 2. Kementirian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. 2014. 3. WHO The Global Plan to Stop TB 2011-2015 : Transforming the fight toward Elimination of TB. 2011. 4. Dinas Kesehatan PemProv Jawa Tengah., Draf Pedoman Standar Keamanan

Petugas

Laboratorium Pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis. April 2012. 5. Bulletin CRID-TROPHID. Universitas Indonesia. Celebrating World Tuberculosis Day. 2011.Vol 2 6. Mahon, R. C. Textbook of Diagnostic Microbiology 4th ed. WB Sanders Co, 2011 7. Pfyffer GE. Mycobacterium : General characteristics Laboratory Detection and Staining Procedure in manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R Murray. 9th ed. ASM Press. Washington DC. 2007. 8. Vincet V, Gutierrez MC. Mycobacterium : Laboratory Charateristics of Slowly Growing Mycobacterium. in manual of Clinical Microbiology. Editor Patrick R Murray. 9th ed. ASM Press. Washington DC. 2007. 9. Siddiqi S. Drug Resistant TB; Role of culture-based testing compared with new technologies. Bacton-Dickinson product information. 2012 10. Kolegium PAMKI, Modul MK/07: Penanganan Mikrobiologi Klinik Penyakit Tuberculosis dan Non Tuberculosis Mycobacterium, Modul Pendidikan Spesialis Mikrobiologi Klinik Berbasis Kompetensi. 2010. 7.1-7.13.