Artikel Konseptual [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

Artikel Konseptual/ Nonpenelitian Artikel konseptual atau nonpenelitian adalah hasil pemikiran penulis atas suatu permasalahan, yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan terlebih dahulu mengkaji sumbersumber yang relevan dengan permasalahannya. Pendapat atau pendirian penulis merupakan bagian yang paling vital di artikel tersebut. Atau dapat disebut sebagai artikel yang tidak didasarkan pada penelitian dan biasanya merupakan ulasan konsep. Artikel konseptual pada umumnya berisi pemikiran teoritis mengenai sesuatu yang disajikan melalu analisis secara kritis. Artikel konseptual sama seperti artikel peneltian yang disajikan dengan gaya yang lebih formal. Misalnya saja untuk contoh dalam artikel konseptual ialah Pendidikan Karakter Dalam Upaya Mendisiplinkan Siswa. Struktur Teks pada Artikel Konseptual Dalam pembuatan Artikel Konseptual, ada beberapa struktur yang harus ada didalamnya antara lain adalah abstrak, pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan simpulan. Struktur reks artikel konseptual adalah teks eksposisi. Struktur teks artikel konseptual lebih fleksibel daripada struktur teks artikel penelitian.Kefleksibelan itu bahkan sering berdampak pada pemberian judul pada tahapantahapan yang tidak selalu sama dengan nama nama tahapan pada struktur teks. Hubungan Genre pada Teks Artikel Konseptual Pada dasarnya artikel ilmiah populer sama dengan artikel konseptual. Dalam artikel konseptual formulasi bahasanya disajikan dengan gaya yang formal sedangkan pada artikel ilmiah populer lebih cenderung pada informal. Dalam struktur teks ilmiah konseptual disusun dengan struktur teks yang mengandung tahapan-tahapan yang fleksibel. Dalam teks artkel konseptual terdapat abstrak yang memiliki fungsi menyajikan ringkasan dan keseluruhan artikel. Contoh Artikel Konseptual

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM UPAYA MENDISIPLINKAN SISWA

Patmayani, Aprillia Putri.2015.Pendidikan Karakter Dalam Upaya Mendisiplinkan Siswa. Prodi PPKn. Jurusan PKn. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.

Abstrak: Di era reformasi sekarang ini, banyak terjadi masalah-masalah sosial . Masalahmasalah tersebut juga berimbas kepada kehidupan sekolah – bahkan di sekolah dasar. Masalahmasalah sosial tersebut mengarah kepada kedisiplinan siswa. Solusi atas kedisiplinan siswa

tersebut adalah melalui pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter, diperlukan pemahaman yang baik terhadap pendidikan karakter, yaitu pemahaman tentang pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar. Kata Kunci: pendidikan karakter, kedisiplinan, siswa PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia saat ini berada di era reformasi. Era reformasi adalah era baru setelah era orde baru. Era reformasi ditandai dengan pelaksanaan hak asasi manusia secara utuh, dalam arti semua hak-hak manusia dihargai dan dijunjung tinggi dengan memperhatikan hak-hak orang lain. Namun hal ini disalah artikan dalam pelaksanaannya. Hak-hak seseorang diminta untuk dihargai dengan sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan hak-hak orang lain serta norma dan aturan yang berlaku. Akibatnya, banyak terjadi masalah-masalah sosial di masyarakat. Sebagai contoh adalah adanya tindak kekerasan yang terjadi di mana-mana, tawuran antar pelajar, kurangnya rasa hormat dan sopan santun kepada orang yang lebih tua dan lain sebagainya. Masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat juga memberi imbas kepada kehidupan di sekolah tidak hanya di sekolah-sekolah tingkat atas, bahkan di sekolah dasar pun kerap terjadi masalah-masalah sosial tersebut. Adapun masalah-masalah tersebut meliputi pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat. Masalah-masalah yang sering dijumpai adalah adanya siswa yang kurang hormat kepada Bapak/Ibu Guru, kekerasan kepada siswa lainnya dan lain sebagainya. Identifikasi masalah-masalah sosial di sekolah mengarah kepada adanya kurang disiplinannya siswa. Diakibatkan penyebab-penyebab adanya kekurang disiplinan siswa adalah kurangnya kepedulian pihak-pihak di sekitar siswa. Penyebab lainnya adalah mudahnya siswa mendapatkan “informasi” tanpa adanya penyaringan terlebih dahulu. Pendidikan karakter dipandang sebagai solusi adanya kurangnya kedisiplinan siswa di sekolah. Pendidikan karakter dijadikan alat untuk“mengkarakterkan “siswa. Melalui kegiatan ini, siswa dilatih bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Melalui kegiatan ini pula, siswa dibiasakan melaksanakan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat seperti gotong-royong, sopan santun, saling menghormati, dan lain sebagainya. Sejak Indonesia berdiri, pendidikan karakter terus dikumandangkan. Sebagai bukti adalah Presiden Soekarno mencanangkan nation and character building dalam rangka membangun dan mengembangkan karakter bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Puskur,2010:1). Dilanjutkan pada masa orde baru, Presiden Soeharto mencanangkan pelatihan atau penataran P 4. Pada masa reformasi ini, pendidikan karakter juga menjadi prioritas pendidikan karakter juga. Adanya

bukti-bukti tadi memberikan gambaran bahwa pendidikan karakter bukan lah hal yang baru. Namun demikian, di era reformasi ini, pendidikan karakter juga menjadi prioritas pembangunan SDM bangsa Indonesia. Hal ini tampak dalam UU Sisdiknas. Namun demikian, pelaksanaannya nampak surut bahkan tidak ada sama sekali. Untuk itu, diperlukan adanya penghidupan kembali pendidikan karakter. Diperlukan pemahaman lebih lanjut untuk melaksanakan pendidikan karakter. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dihasilkan adalah sebagai berikut (1) pengertian pendidikan karakter (2) nilai-nilai pendidikan karakter (3) ruang lingkup pendidikan karakter dan (4) penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan pengertian pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, ruang lingkup pendidikan karakter, dan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar.

PEMBAHASAN Pengertian Pengertian pendidikan karakter berkaitan dengan pengertian pendidikan dan karakter. Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi siswa (Puskur, 2010: 4). Pengertian karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain (Puskur, 2010 : 5). Bila dua pengertian tadi digabung, akan menjadi pendidikan yang “mengkarakterkan” siswa. Lebih lanjut, pengertian pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri siswa sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Puskur, 2010 : 4). Pengertian pendidikan karakter memiliki dua kata kunci. Kata kunci yang pertama adalah isi pendidikan karakter. Isi berkaitan dengan “apa yang akan dilaksanakan” dalam pendidikan karakter. Isi pendidikan karakter meliputi nilai nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional (Puskur, 2010 : 6). Kata kunci yang kedua adalah pelaksanaan pendidikan karakter. Untuk dapat melaksanakan pendidikan karakter, perlu diketahui fungsi dan tujuan pendidikan karakter. Adapun fungsi pendidikan karakter adalah 1) pengembangan: pengembangan potensi siswa untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi siswa yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.2) perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi

siswa yang lebih bermartabat dan, 3) penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. (Puskur, 2010 : 7). Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian seseorang. Tujuan Pendidikan Karakter Tujuan Pendidikan Karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Meletakkan tujuan pendidikan karakter dalam rangka tantangan diluar kinerja pendidikan, seperti situasi kemrosotan moral dalam masyarakat yang melahirkan adanya kultur kematian sebagai penanda abad, memang bukan merupakan landasan yang kokoh bagi pendidikan karakter itu sendiri. Sebab dengan demikian, pendidikan karakter memperhambakan demi tujuan korektif, kuratif situasi masyarakat. Sekolah bukanlah lembaga demi reproduksi nilai-nilai sosial, atau demi kepentingan korektif bagi masyarakat diluar dirinya, melainkan juga mesti memiliki dasar internal yang menjadi ciri bagi lembaga pendidikan itu sendiri. tujuan pendidikan karakter adalah: 1) mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, 2) mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious, 3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa, 4) mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan dan 5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa Kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). (Puskur, 2010 : 7). Nilai-Nilai Sebagai Materi Pendidikan Karakter Menentukan nilai-nilai yang relevan bagi pendidikan karakter tidak dapat dilepaskan dari situasi dan konteks historis masyarakat tempat pendidikan karakter itu mau diterapkan. Sebab, nilai-nilai tertentu mungkin pada masa tertentu lebih relevan dan dalam situasi lain, nilai lain akan lebih cocok. Oleh karena itu, kriteria penentuan nilai-nilai ini sangat dinamis dalam arti, aplikasi praktisnya di dalam masyarakat yang akan mengalami perubahan terus menerus, sedangkan jiwa dari nilai-nilai itu tetap sama. Menurut Komensky (Koesoma; 2007; 9208)., bahwa kepada anak didik semestinya diajarkan seluruh keutamaan tanpa mengecualikannya. Ini adalah prinsip dasar pendidikan karakter, sebab sekolah merupakan sebuah lembaga yang dapat menjaga kehidupan nilai-nilai

sebuah masyarakat. Oleh karena itu, bukan sembarang cara bertindak, pola perilaku, yang diajarkan di dalam sekolah, melainkan nilai-nilai yang semakin membawa proses membudaya dan manusialah yang boleh masuk di dalam penanaman nilai di sekolah. Sikap-sikap anti demokrasi seperti pemaksaan kehendak, tirani mayoritas, penindasan terhadap manusia lain. Untuk itu, ada beberapa kriteria nilai yang bisa menjadi bagian dalam kerangka pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah. Nilai-nilai ini diambil sebagai garis besarnya saja, sifatnya terbuka, masih bisa ditambahkan nilai-nilai lain yang relevan dengan situasi kelembagaan pendidikan tempat setiap individu bekerja. Nilai-nilai itu antara lain : Nilai keutamaan, Nilai keindahan, Nilai kerja, Nilai patriotisme, Nilai demokrasi, Nilai kesatuan, Nilai moral, Nilai-nilai kemanusiaan, Nilai keadilan dan Kerjasama. Dalam pendidikan karakter Lickona (1991, dalam Dwi Hastuti Martianto, 2002) menekankan pentingya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan. Indonesia Heritage Foundation adalah yayasan yang bergerak dalam bidangCharacter Building (Pendidikan Karakter) yang mempunyai visi “Membangun Bangsa Berkarakter” melalui pengkajian, dan pengembangan pendidikan holistik dengan fokus menanamkan sembilan pilar karakter (Ratna Megawangi, 2007). Adapun sembilan pilar karakter ini adalah nilai-nilai luhur universal yang terdiri dari: Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya. Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian. Kejujuran,Hormat, dan santun. Kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah. Keadilan dan kepemimpinan. Baik dan rendah hati. Toleransi, cinta damai, dan persatuan. Penilaian Hasil Belajar Pendidikan Karakter Penilaian adalah proses yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap ketuntasan belajar peserta didik dan efektifitas proses pembelajaran (BNSP, 2006: 5). Penilaian menurut Howard Gardner (2003: 252) menetapkan penilaian sebagai memperoleh informasi mengenai keterampilan dan potensi dari individu, dengan dua sasaran yaitu memberi umpan balik yang bermanfaat kepada individual yang bersangkutan dan data yang berguna kepada masyarakat yang ada di sekitarnya. Penilaian pendidikan karakter dilakukan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai pendidikan karakter telah dipahami, dihayati, dan diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat di lingkungan sekolah. Penilaian pendidikan karakter dapat berbentuk penilaian perilaku, baik individu maupun kelompok. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang penghayatan nilainilai pendidikan karakter yang tercermin dalam kualitas hidup sehari-hari.

Kewenangan Dalam Penilaian Dalam penilaian pendidikan karakter yang paling utama ialah individu itu sendiri, sebab sebagai usaha sadar, proses pendidikan mengandaikan adanya sikap reflektif dalam diri individu dalam menilai menerapkan perkembangan dan pertumbuhan karakternya sendiri. Namun, penilaian pendidikan karakter harus menyertakan penilaian dari pihak-pihak lain sebagai bagian integral pendidikan sebagai proses objektivitas. Penyertaan akan kehadiran orang lain adalah untuk menghindarkan pendekatan dan penilaian yang subyekif yang bisa terjadi dalam diri individu (Koesoma, 2007: 280). Sementara itu, komunitas menilai sejauh mana struktur yang ada dalam lingkungan pendidikan mampu menumbuhkan karakter moral tiap individu yang berkerja dalam sistem tersebut. Yang pertama berkaitan dengan relasi intrapersonal, sedangkan yang lain lebih interpersonal yang tata acuannya adalah komitmen bersama dalam komunitas. Hakekat dan Tujuan Penilaian pendidikan karakter pada hakekatnya adalah evaluasi atas proses pembelajaran secara terus menerus dari inividu untuk menghayati peran dan kebebasannya bersama orang lain dalam sebuah lingkungan sekolah demi pertumbuhan integritas moralnya sebagai manusia. Keberhasilan pendidikan karakter tidak akan dapat diukur jika subjek yang mengukur adalah pribadi lain di luar diri individu, sebab kondisi struktural antropologis mereka tidak memungkinkan menilai penghayatan moral yang dilakukan oleh orang lain. Penilaian pendidikan karakter berkaitan erat dengan adanya unsur pemahaman, motivasi, kehendak, dan praksis dari individu. Pendidikan karakter menjadi semakin bertumbuh ketika motivasi dalam diri individu menjadi pendorong semangat bagi perilaku moralnya dalam kebersamaan dengan orang lain. Dari hakikat pendidikan karakter, kita dapat menyimpulkan tentang tujuan penilaian pendidikan karakter. Penilaian pendidikan karakter dalam lembaga sekolah bukanlah terutama untuk menentukan kelulusan siswa. Namun, lebih sebagai penentu apakah kita sebagai individu yang hidup dalam lembaga pendidikan mau mengembangkan daya-daya reflektif yang ada dalam diri kita sehingga hidup kita dalam kebersamaan dengan orang lain menjadi semakin bermutu. Untuk itu, penilaian pendidikan karakter semestinya mengevaluasi dan menelaah berbagai macam corak relasional antar individu di dalam lembaga pendidikan, hubungan antar siswa dengan siswa lainnya, siswa dengan guru, orang tua dengan sekolah, sekolah dengan masyarakat dan Negara. Kriteria Penilaian Santrock (2004: 643) menyebutkan tipe-tipe atau kriteria pembelajaran yang dapat digabungkan dalam instruksi dan penilaian, yaitu: a) Pengetahuan. Ini melibatkan apa yang perlu diketahui murid untuk memecahkan masalah dan menerapkan keahlian. b) Penalaran/pikiran. Salah satu tujuan pembelajaran adalah murid bukan hanya

mendapatkan pengetahuan, akan tetapi juga mampu berfikir tentang pengetahuan. c) Produk. Produk adalah contoh dari hasil kerja murid. Essai, paper, laporan sains merefleksikan kemampuan murid untuk menggunakan pengetahuan dan penalaran. d) Perasaan. Target afektif adalah emosi, perasaan, dan nilai-nilai murid. Misalnya mendeskripsikan arti penting dari upaya membantu murid untuk mengembangkan kesadaran emosional sendiri (seperti memahami penyebab perasaan mereka), mengelola emosi (seperti menahan amarah), membaca emosi (seperti menjadi pendengar yang baik), dan mengelola hubungan (seperti kompeten dalam memecahkan problem hubungan). Menurut Koesoma (2007: 282) yang dinilai dalam pendidikan karakter adalah perilaku dan tindakan, bukan pengertian, pengetahuan, kata-kata yang diucapkan. Ketika suatu ucapan baru sebatas pemahaman dan pengertian, belum sampai pada tindakan, atau aktualisasi nilai tersebut, kata-kata itu belum menjadi objek penilaian bagi pendidikan karakter. Oleh karena itu, penilaian tentang pendidikan karakter semestinya mengarah pada bagaimana perilaku merefleksikan perbuatan dan keputusannya dalam kaitannya dengan perkembangan diri sendiri dan orang lain. Kejujuran adalah prinsip penting bagi penilaian pendidikan karkater. Kejujuran membuat individu mampu semakin maju dalam penyempurnaan dirinya sebagai manusia berkarakter. Kejujuran dan keterbukaan akan tampil dalam kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain dalam menilai dirinya. Individu yang memiliki keterbukaan dan menyadari kepentingan pendidikan karakter bagi dirinya sendiri akan dengan mudah menerima masukan dari orang lain. Dengan demikian, ia juga semakin dapat mengembangkan dirinya.Secara praktis ada hal-hal yang memang secara objektif bisa dipakai sebagai kriteria untuk menilai apakah pendidikan karakter telah berhasil dilaksanakan atau tidak. Objektif maksudnya ialah data-data dan fakta-fakta, entah berupa tindakan maupun dampak-dampak dari keputusan yang dapat diverifikasi oleh semua. Kriteria dan objek yang dibahas di sini hanya berkaitan dengan hal-hal yang bisa secara objektif dipakai sebagai pedoman penilaian pendidikan karakter di sekolah. Koesoma (2007: 282-288) mengatakan bahwa dari data-data dan fakta, kita dapat melihat sejauh mana siswa dan individu di dalam melaksanakan pendidikan karakter, data dan fakta itu dapat berupa: a) Sejauh mana individu di dalam suatu lembaga pendidikan melaksanakan nilai tanggung jawab bagi tugas-tugas mereka, kuantitas kehadiran adalah instrument penting dalam penilaian terhadap tanggung jawab tersebut. b) Penilaian pendidikan karakter juga bisa dilihat kedisiplinan siswa maupun komponen sekolah lainnya. Misalnya berapa siswa dari jumlah siswa yang secara tepat (disiplin) waktu menyerahkan tugas yang diembankan kepadanya. c) Keberhasilan sekolah dalam pendidikan karakter adalah bagaimana meminimalisir kenakalan remaja seperti, tawuran, minum-minuman keras, narkoba dan lain sebagainya. d) Pendidikan karakter yang berhasil akan menciptakan suasana yang baik bagi proses pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu kriteria objektif pendidikan karakter adalah

prestasi akademis siswa. e) Sejauh mana para siswa telah mempraktekkan nilai-nilai kejujuran. Nilai-nilai ini dapat dipantau dengan data-data tentang jumlah anak yang ketahuan menyontek. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. nilai ini berlaku universal, karena dapat digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu. Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 2)Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan Kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya. Deskripsi beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah. Adapun deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter adalah sebagai berikut: Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tau, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, tanggung jawab.

Ruang Lingkup Pendidikan Karakter Pendidikan karakter meliputi dua aspek-aspek yang dimiliki manusia, yaitu aspek ke dalam dan aspek keluar. Aspek ke dalam atau aspek potensi meliputi aspek kognitif (olah pikir), afektif (olah hati), dan psikomotor (olah raga). Aspek ke luar yaitu aspek manusia dalam konteks sosiokultur dalam interaksinya dengan orang lain yang meliputi interaksi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Masing-masing aspek memiliki ruang yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter.

Penerapan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar

Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan kokurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Adapun penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah sebagai berikut.

Kegiatan Pembelajaran Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan pendekatan kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata. Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga) (Puskur, 2011 : 8). Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain: (a) pembelajaran berbasis masalah, (b) pembelajaran kooperatif, (c) pembelajaran berbasis proyek, (d) pembelajaran pelayanan, dan (e) pembelajaran berbasis kerja. Puskur (2011 : 9) menjelaskan bahwa kelima strategi tersebut dapatmemberikan nurturant effectpengembangan karakter siswa, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.

Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan, pengkondisian. Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:

Kegiatan Rutin Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.

Kegiatan spontan Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental. Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.

Keteladanan Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8). Contoh kegiatan ini misalnya guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel.

Pengkondisian Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas (Puskur, 2011: 8). Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.

Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan-kegiatan ko dan ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada siswa.

Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat Kegiatan ini merupakan kegiatan penunjang pendidikan karakter yang ada di sekolah. Rumah (keluarga) dan masyarakat merupakan partner penting suksesnya pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Pelaksanaan pendidikan karakter sebaik apapun, kalau tidak

didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat akan sia-sia. Dalam kegiatan ini, sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah dan masyarakat (Puskur, 2011: 8).

PENUTUP SIMPULAN Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses menumbuhkan, mengembangkan dan mendewasakan kepribadian seseorang.Pendidikan karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter di sekolah dasar, diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (Wina sanjaya, 2008: 29). Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, dan cenderung memiliki tujuan hidup. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. SARAN Bagi Pihak Sekolah: Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam kerangka dinamika dan dialektika proses pembentukan individu, para insan pendidik diharapkan semakin dapat menyadari pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk pedoman perilaku, pengayaan nilai individu dengan cara menyediakan ruang bagi figur keteladanan bagi anak didik dan menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif bagi proses pertumbuhan berupa, kenyamanan, keamanan yang membantu suasana pengembagan diri satu sama lain dalam keseluruhan dimensinya (teknis, intelektual, psikologis, moral, sosial, estetis, dan religius). Nilainilai pendidikan karakter perlu dikembangkan di sekolah. Nilai ini berlaku universal, karena dapat digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu. Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional Bagi peserta didik : Pendidikan karakter dipandang sebagai solusi adanya kekurang disiplinan siswa di sekolah. Pendidikan karakter dijadikan alat untukmengkarakterkan siswa. Melalui

kegiatan ini, siswa dilatih bertindak sesuai dengan norma dan aturan berlaku. Melalui kegiatan ini pula, siswa dibiasakan melaksanakan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat seperti gotongroyong, sopan santun, saling menghormati, dan lain sebagainya.