35 0 310KB
PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO DAN PERAN K3 DI PERUSAHAAN PERTAMBANGAN Oleh : Agrista Septiani (DBD 114 027) Universitas Palangkaraya
ABSTRAK Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan instrument yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand sehingga mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia Internasional masih sangat rendah. Karena itu di samping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dapat di tegakkan sehingga diperlukan peraturan prundang-undangan yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Ditinjau dari aspek ekonomis dengan menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan kerja juga menurun dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Dalam hal ini keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk mencegah, mengurangi resiko kecelakaan kerja guna meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bahkan untuk mengetahui system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan. Dengan melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dan resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan demikian keselamatan dan kesehatan kerja sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia. Oleh karena itu masih diperlukan upaya untuk memperdayakan Lembaga-Lembaga keselamatan dan kesehatan kerja yang ada di masyarakat, meningkatnya sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma keselamatan dan kesehatan kerja agar berjalan dengan baik.
Kata kunci : K3, K3 pertambangan, APD
1
PENDAHULUAN Pada dasarnya pertambangan adalah segala upaya yang dilakukan untuk mengambil dan memanfaatkan semua bahan galian dari muka bumi yang mempunyai nilai ekonomi yang rangkaian kegiatan dimulai dari penyelidikan bahan galian sampai pemasaran bahan galian. Dalam hal metode ada 2 metode yaitu Metode Tambang Terbuka dan Metode Tambang Bawah Tanah. Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian Nasional, baik dalam sector fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan Negara, berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau coorporate social responsibility, memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan, meningkatkan investasi, memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan, menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan, dan menjadi salah satu sumber energi dan bahan baku domestik. Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki resiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan. Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional. Ditinjau dari aspek ekonomis dengan menerapkan K3 maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya 2
tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial. Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia. Dengan demikian untuk mewujudkan K3 diperusahaan perlu dilaksanakan dengan perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya resiko yang diperoleh perusahaan, mulai diterapkan manajemen resiko, sebagai inti dan cikal bakal Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Penerapan ini sudah mulai menerapkan pola preventif terhadap kecelakaan kerja yang akan terjadi. Manajemen resiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait. Pada konsep ini, bahaya sebagai sumber kecelakaan kerja harus teridentifikasi, kemudian diadakan perhitungan dan prioritas terhadap resiko dari bahaya tersebut dan terakhir adalah pengontrolan resiko. Ditahap pengontrolan resiko, peran manajemen sangat penting karena pengontrolan resiko membutuhkan ketersediaan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, karena pihak manajemen yang sanggup memenuhi ketersediaan ini. Semua konsep-konsep utama tersebut semakin menyadarkan akan pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk mengelola K3 menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
3
ULASAN Pada dasarnya kecelakaan tambang itu adalah kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerjaan usaha pertambangan dalam waktu antara mulai pekerjaan sampai akhir pekerjaan. Menurut UU Nomor 11 Tahun 1967 Pasal 14 yang termasuk dalam pekerjaan usaha pertambangan adalah penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan atau pemurnian, pengangkutan dan penjualan mineral. Dalam setiap fase kegiatan pertambangan dapat terjadi kecelakaan kerja tambang , dan dalam Kepmen 555 K 26 Tahun 1995 dipaparkan bahwa kecelakaan tambang adalah : 1. 2. 3. 4. 5.
Kecelakaan terjadi akibat dari pekerja tambang Kecelakaan itu memang terjadi Kecelakaan terjadi pada jam kerja atau giliran kerja Kecelakaan kerja itu menimpa pekerja tambang Kecelakaan terjadi pada daerah tambang, yaitu daerah kontrak karya atau KP.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beranekaragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU Nomor 14 Tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai ketenaga kerja yang selanjutnya mngalami perubahan UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan. Peraturan tersebut adalah UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, di dalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berda di wilayah kekuasaan hokum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syaratsyarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas 4
sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja : 1.
Faktor Personil A.
Kelemahan Pengetahuan dan Skill
B.
Kurang Motivasi
C.
Problem Fisik
D.
Faktor Pekerjaan i.
Standar kerja tidak cukup Memadai
ii.
Pemeliharaan tidak memadai
iii.
Pemakaian alat tidak benar
iv.
Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja 1.
Tindakan Tidak Aman A.
Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
B.
Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
C.
Posisi kerja yang salah
D.
Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
E.
Kondisi Tidak Aman i.
Tidak cukup pengaman alat
ii.
Tidak cukup tanda peringatan bahaya
iii.
Kebisingan/debu/gas di atas NAB
iv.
Housekeeping tidak baik
5
Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian Berdasarkan Prosentasenya: 1.
Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
2.
Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
3.
Diluar kemampuan manusia (2%)
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja. Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional. Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut : 1.
Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak diinginkan’).
2.
Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa yang tidak diinginkan.
3.
Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
6
4.
Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko. Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut : 1.
Menimalkan kerugian yang lebih besar
2.
Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
3.
Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Salah satu cara pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri ). APD adalah suatu alat yang memiliki kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya ditempat kerja. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Hal ini tertulis di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri. Adapun bentuk dari alat tersebut adalah : 1.
Safety Helmet Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.
Gambar 1 : Safety Helmet 2.
Sabuk Keselamatan Berfungsi sebagai alat alat transportasi ataupun (mobil, pesawat, alat berat,
(safety belt) pengaman ketika menggunakan peralatan lain yang serupa dan lain-lain)
7
Gambar 2 : Safety Belt 3.
Sepatu Karet (sepatu boot) Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
Gambar 3 : Sepatu Boot 4.
Sepatu pelindung (safety shoes) Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dsb.
Gambar 4 : Safety Shoes 5.
Sarung Tangan Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
8
Gambar 5 : Sarung Tangan
6.
Tali Pengaman (Safety Harness) Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
Gambar 6 : Tali Pengaman
7.
Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff) Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
Gambar 7 : Penutup Telinga 8.
Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses) Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).
Gambar 8 : Kacamata Pengaman 9.
Masker (Respirator) Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
9
Gambar 9 : Masker 10. Pelindung wajah (Face Shield) Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda)
Gambar : Pelindung Wajah
11. Jas Hujan (Rain Coat) Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).
Gambar 11 : Jas Hujan Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan dan kesehatan kerja.
10
KESIMPULAN Kecelakaan kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau tidak dikehendaki yang benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT sebagai akibat kegiatan pertambangan pada jam kerja tambang dan pada wilayah pertambangan. Peran K3 sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll.Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat
11
kerja.Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
REFERENSI Ansyari, Isya.”Dasar Teori Makalah Tentang APD dan K3”.2015 http://learnmine.blogspot.co.id/2015/01/dasar-teori-makalah-tentang-apd-dank3.html Nurhidayah, Evy.”Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Pertambangan”.2012 https://evynurhidayah.wordpress.com/2012/06/01/kesehatan-dan-keselamatankerja-di-pertambangan/ Yina, Boba.”Makalah K3 Pertambangan”.2015 http://mechanicalngineeringlibrary.blogspot.co.id/2015/10/makalah-k3pertambangan.html
12