Tugas KLMPK 3 Trauma Abdomen [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

DISUSUN OLEH: KELOMPOK III 1. NONGKI KARI 2. HILLERY TULANDI 3. WANDI BAMBUNGAN 4. SARTIKA LUTAM

MATA KULIAH : KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DOSEN : NS. YANERIT PURBA S.KEP, M.KEP

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO 2020

KATA PENGANTAR Segala puji kehadirat Tuhan yang maha esa, pencipta alam semesta, karena atas rahmat dan karuniaNya tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dan teman–teman semua yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas akademik Keperawatan Gawat Darurat Program Studi S1 Ilmu Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah ini. Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.

Manado, 13 April 2020

Kelompok III

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul. Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga membungkus organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis. Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna: lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas; Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti limpa (lien). Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering

berpa tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan,

infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ.

Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel. Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen. Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis. B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum: Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur keperawatan gawat darurat I dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang trauma abdomen dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen. 2. Tujuan khusus: a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen. b. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen. c. Untuk mengetahui etiologi. trauma abdomen. d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen. e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen. f. Untuk mengetahui komplikasi trauma abdomen. g. Untuk mengetahui pemeriksaan medis. trauma abdomen. h. Untuk mengetahui penatalaksanaan. trauma abdomen. i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan trauma abdomen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli 2000). Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995). Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).

B. Klasifikasi Trauma pada dinding abdomen terdiri dari : 1. Kontusio dinding abdomen Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.

2. Laserasi Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari: a. Perforasi organ viseral intraperitoneum Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen. b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah. c. Cedera thorak abdomen Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi. C. Etiologi Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu : 1. Paksaan /benda tumpul Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. 2. Trauma tembus Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.. D. Patofisiologi Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–faktor fisik

dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi

berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:

1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga. 2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks. 3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler..

Pathway Trauma paksa (jatuh, benda tumpul, kompresi dll)

Trauma benda tajam (Pisau, peluru, dll)

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & Viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi Trauma Abdomen

Trauma Tajam

Trauma Tumpul

Kerusakan Jaringan Kulit

Luka terbuka

Resiko infeksi

Kerusakan organ abdomen Perforasi lapisan abdomen(Kontusio, Laserasi, jejas, hematoma)

Kompresi organ abdomen

Kerusakan jaringan vaskuler

Perdarahan intra abdomen

Perdarahan Resiko kekurangan volume cairan

Peningkatan TIA Distensi Abdomen

Nyeri akut Syok Hipovilemik Kerusakan integritas kulit

Mual/muntah

Resiko ketidak seimbangan nutrisi

E. Manifestasi klinis Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya: 1. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen 2. Terjadi perdarahan intra abdominal. 3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena). 4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma. 5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat: 6. Terdapat luka robekan pada abdomen. 7. Luka tusuk sampai menembus abdomen. 8. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan. 9. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu : 1. Nyeri 2. Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas. 3. Darah dan cairan 4. Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi. 5. Cairan atau udara dibawah diafragma 6. Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.

7. Mual dan muntah 8. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) 9. Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi. F. Komplikasi Menurut smaltzer ( 2002), komplikasi dari trauma abdomen adalah : 1. Hemoragi 2. Syok 3. Cedera 4. Infeksi G. Pemeriksaan penunjang 1. Foto thoraks Untuk melihat adanya trauma pada thorak. 2. Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar. 3. Plain abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro perineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus. 4. Pemeriksaan urine rutin Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital. 5. VP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal 6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard). a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut:  Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya  Trauma pada bagian bawah dari dada  Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas  Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)  Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)  Patah tulang pelvis b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:  Hamil  Pernah operasi abdominal  Operator tidak berpengalaman  Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan 7. Ultrasonografi dan CT Scan Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum. Pemeriksaan khusus a. Abdomonal Paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga

peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi. b. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya. c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi. H. Penatalaksanaan Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah : 1. Abdominal

paracentesis

menentukan

adanya

perdarahan

dalam

rongga

peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi 2. Pemasangan NGT

memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma

abdomen 3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi 4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal. 5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan 6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri 7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi. Sedangkan menurut (Hudak & Gallo, 2001). penatalaksanaannya adalah : 1. Pre Hospital Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka

trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. a. Airway Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. b. Breathing Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). c. Circulation Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengalsengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas). d. Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul):  Stop makanan dan minuman  Imobilisasi  Kirim kerumah sakit e. Penetrasi (trauma tajam)  Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.  Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.

 Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.  Imobilisasi pasien.  Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.  Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.  Kirim ke rumah sakit. 2. Hospital a. Trauma penetrasi Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. b. Skrinning pemeriksaan rontgen Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum. c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada d. Uretrografi Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra. e. Sistografi Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada:  Fraktur pelvis  Trauma non – penetrasi 3. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:

a. Pengambilan contoh darah dan urine Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase. b. Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera. c. Study kontras urologi dan gastrointestinal Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendensatau decendens dan dubur.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN A. Pengkajian Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah : 1. Aktifitas/istirahat  Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,  Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma) 2. Sirkulasi  Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll). 3. Integritas ego  Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)  Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi. 4. Eliminasi  Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi. 5. Makanan dan cairan  Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.  Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen. 6. Neurosensori.  Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo  Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan  Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.  Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih. 8. Pernafasan  Data Subyektif : Perubahan pola nafas. 9. Keamanan  Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.  Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak. B. Diagnosa keperawatan 1. DX 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan 2. DX 2: Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen 3. DX 3: Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh. 4. DX 4: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang. C. Perencanaan keperawatan

No.Dx Tujuan 1. Tujuan:

Rencana Setelah Mandiri

diberikan

tindakan

keperawatan diharapkan

volume

cairan

tidak

mengalami kekurangan.

Rasionl

— Kaji tanda-tanda vital.

— Pantau

cairan

parenteral

dengan

elektrolit,

antibiotik

dan vitamin

— awasi

cairan

parenteral

sesuai

indikasi.

line ) sesuai dengan umur. — Pemberian

tranfusi

darah. setelah Mandiri karakteristik

nyeri. nyeri — Beri

Kriteria hasil:  Skala nyeri 0  Ekspresi tenang

posisi

semi

fowler. — Anjurkan

manajemen

tehnik nyeri

seperti distraksi lingkungan

yang

nyaman.

parenteral

membantu

memenuhi

kebutuhan

nuitrisi

— Mengganti cairan dan

elektrolit secara adekuat dan cepat. — menggantikan

darah

yang keluar.

— Mengetahui

tingkat

nyeri klien. — Mengurngi

kontraksi

abdomen — Membantu mengurangi

rasa

nyeri

dengan

— lingkungan

yang

nyaman

dapat

memberikan

— Kolaborasi pemberian

indikasi.

— cara

mengalihkan perhatian

— Managemant

analgetik

untuk

tubuh.

— Cairan parenteral ( IV

tindakan — Kaji

tetesan

kebutuhan cairan.

— Berikan

terkontrol.

memungkinkan

mengidentifikasi

Kolaborasi :

atau

sirkulasi volume cairan

segera. — Kaji tetesan infus.

hilang

Penurunan

terapi pergantian cairan

 Perdarahan (-)

dapat

perdarahan,

serta

dini

 Turgor kulit baik

diharapkan

keadaan

pemekatan urin. Deteksi

seimbang

keperawatan

— mengidentifikasi

kekeringan mukosa dan

 Intake dan output

diberikan

defisit volume cairan.

menyebabkan

Kriteria hasil:

2. Tujuan:

— untuk mengidentifikasi

sesuai

rasa

nyaman klien — analgetik

membantu

mengurangi rasa nyeri.

A. UPAYA-UPAYA PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, TERSIER PADA KASUS TRAUMA ABDOMEN No Jenis Trauma 1. Trauma Abdomen

Pencegahan Primer Upaya yang dilakukan perawat

Pencegahan Sekunder Lakukan pemeriksaan

untuk pencegahan primer

Fisik secara cermat

Pencegahan Tersier 1) Pada Trauma Limpa :  Imunisasi rutin

meliputi penyuluhan kepada

dengan vaksin

masyarakat luas melalui

pneumucocus,

lembaga swadaya masyarakat

dilakukan pada

dan lembaga sosial lainnya.

pasien yang baru

Program penyuluhan diarahkan

menjalani

ke pengguna lalu lintas agar

splenektomi yang

selalu menaati aturan lalu

baru pulanng dari

lintas, bahaya kekerasan fisik,

rumah sakit,

jangan Mengemudikan

untuk mengurangi

kendaraan dengan kecepatan

risiko

yang tinggi.

overwhelming postsplenectomy infection ( OPSI)  Pada pasien yang mengalami hematoma Limpa Subkapsular Menghindarai aktivitas yang berat dan olahraga fisik selama kurang lebih 3 bulan untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang yang menyebabkan

ruptur limpa. 2) Pada pasien yang mengalami cedera colon :  Pasien yang diduga cedera colon atau rekrum harus diberikan profillaksis antibiotik parenteral untuk mengatasi kuman – kuman gram negatif aerob ( se perti Escherichia Coli ), dan anerob ( seperti Bcateroides fragilis ), sehingga kadar darah yang adekuat dapat dicapai pada saat laparatomi. 3) Pada cedera vaskular abdomen : tindakan umtuk mencegah hipotermi  Menghangatkan semua cairan infus kristaloid dan darah  Menggunakan rangkaian proses pemanasan leawt ventilator  Memberikan selimut hangat dan memasang lampu

 Menutup kepala pasien

B. TREND & ISSUE/HASIL PENELITIAN TERKAIT KASUS TRAUMA ABDOMEN a. Pengertian Trend & Issue Trend adalah hak yanag sangat mendaar dalam berbagai pendekatan analisa, trend juga dapat didefenisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini yang biasanya sedang populer dimasyarakat. Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang. Isu adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak orang namun masih belum jelas faktanya atau buktinya. Trend dan isu keperawatan adalah sesuatu yang sedang di bicarakan banyak orang tentang praktek / mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta maupun tidak. Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai hedaruratan Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asukan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. sistem pelayana bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepeda pesien. b. Trend & Issue pada kasus trauma abdomen -

Trend Pada Kasus Trauma Abdomen 1)

Koagulopati dini sebagai faktor resiko mortalitas pada trauma abdomen Trauma abdomen terutama yang terjadi sebagai akibat trauma tumpul pada abdomen dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada semua usia, akan tetapi jenis trauma ini merupakan keadaan yang cukup

memberikan tantangan bagi setiap departemen gawat darurat maupun bagi tenaga medis yang bekerja pada departemen tersebut dikarenakan oleh presentasi maupun gejala klinis yang sangat bervariasi pada setiap kasus yang terjadi. Adanya perbedaan antara gejala yang didapatkan dengan trauma yang sesungguhnya pada banyak kasus yang terjadi membutuhkan diagnosis dan tatalaksana yang tepat dan cepat. Perlu diingat bahwa cedera yang tampak ringan pada beberapa kasus dapat menjadi suatu penyebab trauma mayor pada organ-organ intraabdomen, sehingga deteksi yang cepat pada pasien dengan trauma abdomen menjadi suatu tujuan utama untuk

dapat

memeperbaiki

kondisi

pasien

serta

mendapatkan hasil tatalaksana yang maksimal. Trauma dapat menyebabkan koagulopati dini terutama pada pasien dengan syok dengan ditandai dengan adanya antikoagulasi sistemik dan hiperfibrinolisis, di mana terjadinya syok merupakan faktor inisiasi primer yang terjadi dalam proses ini.3 Koagulopati merupakan suatu keadaan di mana terdapat ketidakmampuan dari darah untuk membeku secara normal. Pada pasien trauma pada umumnya hal ini bersifat multifaktorial dan merupakan suatu proses akut yang kompleks. Banyak faktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya koagulopati yang disebabkan oleh trauma, di antaranya adalah hipotermia, asidosis, hipoperfusi, hemodilusi dan pemberian cairan. Timbulnya koagulopati dini harus selalu dipertimbangkan pada seluruh pasien dengan riwayat trauma terutama pada pasien trauma dengan energi tinggi, di mana koagulopati dini merupakan fenomena yang umum terjadi pada pasien dengan trauma sebagai salah satu penanda dari keparahan suatu cedera. Pada fase awal dari trauma, kelainan koagulasi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan resiko

perdarahan

yang

diikuti

oleh

fase

hiperkoagulabilitas dan peningkatan resiko terjadinya thrombosis.

C. EVIDENCE BASED PRACTISE DALAM PENATALAKSANAAN TRAUMA ABDOMEN  Penerapan Prosedur Teknik Relaksasi Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi Di Rsud Koja Jakarta Utara Laparatomi merupakan pembedahan abdomen, membuka selaput abdomen dengan operasi yang dilakukan untuk memeriksa organ-organ abdomen dan membantu diagnosis masalah termasuk penyembuhan penyakit-penyakit pada bagian abdomen. Pembedahan itu memberikan efek nyeri pada pasien sehingga memerlukan penanganan khusus. Karena nyeri bersifat objektif jadi dalam menyikapi nyeri berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Teknik relaksasi sangat penting untuk mengurangi gangguan rasa nyaman: nyeri pada pasien terutama pada pasien laparatomi. Hasil pengkajian data pada Ny. M menunjukan bahwa klien mengalami kesakitan pada luka post operasi. Hal ini sesuai dengan teori Rampengan ( 2014) Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariasi. Nyeri akut berhenti dengan sendirinya (self-limiting) dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih dan area yang terjadi kerusakan. Nyeri ini biasanya disebabkan trauma bedah atau inflamasi. pada pengkajian tentang riwayat keluarga diperoleh data bahwa di keluarga pasien memiliki riwayat penyakit asma dan tidak ada hubungannya dengan pasien dirawat saat ini, tetapi pasien juga memliki riwayat asma. Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu diperoleh data bahwa pasien pernah dirawat selama 3 hari di RSUD Koja pada bulan Januari 2018 akibat kista yang diderita dan dokter telah menyarankan untuk operasi tetapi pasien belum siap karna pasien merasa cemas dan takut. Penulis melakukan tindakan teknik relaksasi napas dalam pada Ny. M dan Ny.I yaitu untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien dengan cara mengajarkan bagaimana teknik relaksasi nafas dalam, kapan pasien harus menggunakan teknik tersebut, observasi tanda-tanda vital, mengukur skala nyeri. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Tamsuri (2007) yang menjelaskan bahwa Teknik relaksasi dengan pernafasan dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktifitas simpatik dalam sistem saraf otonom. Caranya yaitu perawat

mengajarkan kepada pasien bangaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat, dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain untuk menurunkan intensitas nyeri, teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Berdasarkan evaluasi yang penulis lakukan, maka respon yang diperoleh dari Ny.M pada hari pertama adalah pasien mengatakan setelah diberikan teknik relaksasi napas dalam nyeri berkurang, skala nyeri 3, pasien bisa duduk tanpa dibantu, pasien tanpak rileks. Sedangkan respon yang diperoleh dari Ny. I pada hari pertama adalah pasien mengatakan mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 5, pasien mengatakan pasien masih merasa linu ketika menggerakan badannya, dan baru bisa melakukan miring kana miring kiri, pasien masih tampak lemas. Dengan hasil respon kedua pasien penulis dapat menyimpulkan bahwa penerapan prosedur teknik relaksasi napas dalam dapan membantu dalam memperbaiki kondisi umum pasien. Evaluasi keberhasilan penerapan prosedur teknik relaksasi pada kedua pasien menunjukan bahwa kondisi Ny. M lebih cepat membaik dibandingkan dengan kondisi Ny. I. Hal tersebut disebabkan Ny.M lebih sering dalam melakukan teknik relaksasi, mobilisasi dini. Hal ini ditandai dengan pasien sudah bisa melakukan mobilisasi dini, skala nyeri 3 dan pasien tampak rileks sedangkan Ny.I lebih sering dalam keadaan tidur dan kurangnya dukungan dalam diri sendiri maupun keluarga. Hal ini ditandai dengan pasien hanya beraring di tempat tidur, skala nyeri 5, pasien jarang ditungguin oleh suami. Metode : Penelitian ini menggunakan metode studi kasus bertujuan untuk memperoleh gambaran terhadap penerapan prosedur teknik relaksasi dengan relaksasi napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien post operasi laparatomi. Hasil : Hasil studi kasus menunjukan adanya penurunan nyeri pada pasien dengan post operasi laparatomi dengan melakukan teknik relaksasi sehingga pasien merasa nyaman dan terlihat rileks.

D. MANAJEMEN KASUS KEGAWATDARURATAN 1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen 2. Pemberian antibiotik mencegah infeksi

3. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal. 4. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan 5. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri 6. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah perdarahan teratasi. 2) Pre Hospital Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. c. Airway Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. d. Breathing Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). e. Circulation

Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengalsengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas). -

Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul):

 Stop makanan dan minuman  Imobilisasi  Kirim kerumah sakit -

Penetrasi (trauma tajam)

 Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.  Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.  Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.  Imobilisasi pasien.  Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.  Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.  Kirim ke rumah sakit. 3) Hospital a. Trauma penetrasi Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. b. Skrinning pemeriksaan rontgen

Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum. c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada d. Uretrografi Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra. e. Sistografi Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada:  Fraktur pelvis  Trauma non – penetrasi -

Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:

 Pengambilan contoh darah dan urine Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase. -

Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis

adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.  Study kontras urologi dan gastrointestinal Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendensatau decendens dan dubur.

E. PERAN DAN FUNGSI PERAWAT DALAM ADVOKASI a) Pengertian Arti advokasi menurut ANA adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun. Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan. Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak klien tersebut antara lain : a. Hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan. Hak mendapat informasi yang meliputi hal-hal berikut : 1) Penyakit yang dideritanya; 2) Tindakan medik apa yang hendak dilakukan; 3) kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya; 4) Alternatif terapi lain beserta resikonya; 5) Prognosis penyakitnya; 6) Perkiraan biaya pengobatan/rincian biaya atas penyakit yang dideritanya; b. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur; c. Hak untuk memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi; d. Hak menyetujui/ memberi izin persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh perawat/ tindakan medik sehubungan dengan penyakit yang dideritanya (informed consent);

e. Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya. b) Tanggung jawab perawat advokat Nelson (1988) dalam Creasia & Parker (2001) menjelaskan bahwa tanggung jawab perawat dalam menjalankan peran advokat pasien adalah :  Sebagai pendukung pasien dalam proses pembuatan keputusan, dengan cara : memastikan informasi yang diberikan pada pasien dipahami dan berguna bagi pasien dalam pengambilan keputusan, memberikan berbagai alternatif pilihan disertai penjelasan keuntungan dan kerugian dari setiap keputusan, dan menerima semua keputusan pasien.  Sebagai mediator (penghubung) antara pasien dan orang-orang disekeliling pasien, dengan cara : mengatur pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien dengan tenaga kesehatan lain, mengklarifikasi komunikasi antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lain agar setiap individu memiliki pemahaman yang sama, dan menjelaskan kepada pasien peran tenaga kesehatan yang merawatnya.  Sebagai orang yang bertindak atas nama pasien dengan cara : memberikan

lingkungan

yang

sesuai

dengan

kondisi

pasien,

melindungi pasien dari tindakan yang dapat merugikan pasien, dan memenuhi semua kebutuhan pasien selama dalam perawatan. c) Tujuan dan Hasil yang Diharapkan dari Peran Advokat Pasien Tujuan dari peran advokat berhubungan dengan pemberdayaan kemampuan pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan. Saat berperan sebagai advokat bagi pasien, perawat perlu meninjau kembali tujuan peran tersebut untuk menentukan hasil yang diharapkan bagi pasien. -

Menjamin bahwa pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain adalah partner dalam perawatan pasien. Pasien bukanlah objek tetapi partner perawat dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Sebagai partner, pasien diharapkan akan bekerja sama dengan perawat dalam perawatannya.

-

Melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan Pasien adalah makhluk yang memiliki otonomi dan berhak untuk menentukan pilihan dalam pengobatannya. Namun, perawat

berkewajiban untuk menjelaskan semua kerugian dan keuntungan dari pilihan-pilihan pasien. -

Memiliki saran untuk alternatif pilihan Saat pasien tidak memiliki pilihan, perawat perlu untuk memberikan alternatif pilihan pada pasien dan tetap memberi kesempatan pada pasien untuk memilih sesuai keinginannya.

-

Menerima

keputusan

bertentangan

dengan

pasien

walaupun

pengobatannya.

keputusan

Perawat

tersebut

berkewajiban

menghargai semua nilai-nilai dan kepercayaan pasien. -

Membantu pasien melakukan yang mereka ingin lakukan Saat berada di rumah sakit, pasien memiliki banyak keterbatasan dalam melakukan berbagai hal. Perawat berperan sebagai advokat untuk membantu dan memenuhi kebutuhan pasien selama dirawat di rumah sakit.

BAB IV PENUTUP A. Keimpulan Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. Trauma abdomen disebabkan oleh Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian B. Saran 1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada trauma abdomen untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan. 2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan. 3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma abdomen.

DAFTAR PUSTAKA Indah J. Umboh (2016) Hubungan penatalaksanaan operatif trauma abdomen dan kejadian laparotomi negatif di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Skripsi dipublikasikan (diakses dari http://ejournal.unsrat.ac.id/ pada tanggal 13 April 2020) Serri Hutahaean (2019) Penerapan prosedur teknik relaksasi terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi di rsud koja jakarta utara Skripsi dipublikasikan (diakses dari http://ejurnal.husadakaryajaya.ac.id/ pada tanggal 13 April 2020) Cynthia Tanaka (2018) Koagulopati dini sebagai faktor resiko mortalitas pada trauma abdomen

di

Rumah

Sakit

Sanglah

Skripsi

dipublikasikan

www.medicinaudayana.org pada tanggal 13 April 2020) https://www.academia.edu/31108352/askep_trauma_abdomen

(diakses

dari