38 0 261KB
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Skin Tag Skin tag merupakan suatu tumor jinak kulit yang umum dijumpai pada penderita obesitas. Tampilannya berupa tonjolan kecil, lunak dan berwarna seperti warna kulit. Skin tag juga disebut achrochordon, softwart, soft fibroma, polip fibroepithelial, fibroma pedunculous, dan pedunculated fibroma. Lesi ini berbentuk papul dengan konsistensi lunak, menonjol atau bertangkai di atas permukaan kulit dan biasanya timbul pada daerah fleksural atau yang sering mengalami gesekan. Penyebab pasti skin tag belum diketahui dengan jelas namun banyak faktor dapat mempengaruhi timbulnya lesi skin tag (Crook, 2000; Sudy et al., 2008; Rezzonico, et al., 2009; Sari, R. 2010).
2.2. Tanda klinis skin tag Diagnosis skin tag umumnya ditegakkan secara klinis dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu menemukan adanya lesi yang khas, berukuran kecil berdiameter antara 1 mm sampai 1 cm, warnanya seperti warna kulit di sekitarnya, memiliki konsistensi yang lunak, kadang menonjol atau bertangkai di atas permukaan kulit, biasanya timbul pada daerah fleksural atau pada tempat yang sering mengalami gesekan seperti pada leher, ketiak atau pada lipatan paha (Thomas, et al., 2012). Gambaran lesi skin tag dapat dilihat pada Gambar 2.1.
8
9
Tiga tipe klinis skin tag yaitu tipe furrowed, filiformis dan large bag-like protuberances. Tipe furrowed ditandai dengan bentuk lesi berupa papul kecil berukuran lebar dan tinggi ± 2 mm dengan permukaan beralur, sewarna dengan kulit disekitarnya, konsistensi lunak dan sering terdapat pada daerah leher. Tipe filiformis merupakan tipe yang paling sering dijumpai, ditandai dengan lesi kecil berukuran lebar ± 1 mm dan tumbuh meninggi di atas permukaan kulit dengan tinggi ± hingga 5 mm dan konsistensinya lunak. Tipe large bag-like protuberances yang merupakan tipe skin tag dengan bentuk paling besar dan jarang dijumpai, biasanya terdapat pada punggung atau tubuh bagian bawah. Tipe yang terbesar ini sering disebut tipe fibroepithelial polyp dan jarang muncul secara multipel pada satu individu (Thomas, et al., 2012).
Gambar 2.1 Skin tag yang multipel (Allegue, et al., 2008)
Skin tag tipe furrowed biasanya didiagnosis banding secara klinis dengan keratosis seboroik namun perbedaannya lesi ini memiliki warna yang lebih gelap dan konsistensi lebih keras, diagnosis banding dengan hiperplasia kelenjar sebasea
10
karena memiliki permukaan lesi yang mirip yaitu beralur namun lesi ini memiliki warna yang sedikit kekuningan dan sering terdapat pada bagian wajah. Veruka plana sering sebagai diagnosis banding skin tag tipe furrowed namun veruka plana memiliki konsistensi keras dan predileksi biasanya pada ektremitas atas atau bawah. Diagnosis banding skin tag tipe filiformis adalah akantosis nigrikan yang sering terdapat pada leher bagian belakang seorang individu yang mengalami obesitas namun memiliki warna yang lebih gelap sampai kehitaman dibandingkan lesi skin tag. Veruka pilaris mirip seperti skin tag tipe filiformis namun memiliki konsistensi yang keras. Diagnosis banding skin tag tipe large bag-like protuberances adalah neurofibromatosis namun lesi ini tidak memilki tangkai dan sering dijumpai multipel pada tubuh penderita, sementara tipe large bag-like protuberances jarang dijumpai lesi yang multipel (Thomas, et al., 2012). Penegakan diagnosis skin tag seringkali cukup berdasarkan klinis, namun pada tipe lesi yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi. (Thomas, et al., 2012). Gambaran histopatologi skin tag secara umum adalah tampak adanya hiperplasia epidermis dan jaringan ikat longgar serta serabut kolagen longgar pada dermis yang bervariasi sesuai dengan tipe klinisnya. Gambaran histopatologi skin tag secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.2. (Weedon, 2010).
11
Gambar 2.2 Gambaran histopatologi skin tag (Weedon, 2010)
2.3 Epidemiologi Epidemiologi skin tag sekitar 46% berdasar penelitian yang dilakukan di Jerman (Barbato, et al. 2012). Berdasarkan penelitian retrospektif yang dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2005-2009, prevalensi skin tag sebesar 9,8% dari seluruh penderita tumor jinak kulit (Laksmi-Dewi dkk, 2010). Dari penelitian yang dilakukan oleh Darjani, dkk (2013) didapatkan angka kejadian skin tag sebesar 47,2% pada populasi penderita berumur 60-69 tahun. Angka kejadian skin tag meningkat dengan bertambahnya usia yaitu sebesar 48,6% pada populasi penderita berumur 70-79 tahun, dan sebesar 58,7% pada populasi penderita berumur ≥80 tahun.
2.4 Patogenesis Sampai saat ini terdapat beberapa pendapat mengenai patogenesis dari skin tag. Teori terdahulu menyebutkan bahwa skin tag terjadi sebagai akibat tekanan yang persisten ataupun gesekan yang terus menerus pada daerah permukaan kulit,
12
terutama pada penderita obesitas, yang mengakibatkan gangguan pada jaringan elastik kulit (Safoury, et al., 2009). Crook (2000) merupakan peneliti pertama yang melaporkan dalam sebuah jurnal mengenai studi serial kasus yang mendapati koinsidensi skin tag dengan abnormalitas tampilan profil lipid. Penelitian oleh Garpelioglu (2009) juga menyimpulkan bahwa pada penderita skin tag didapati adanya peningkatan kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, penurunan kadar HDL, dan peningkatan free fatty acid. Beberapa penelitian mengungkapkan peranan gangguan metabolisme karbohidrat dan gangguan metabolisme lipid dalam patogenesis terjadinya skin tag (Woo, 2004; Alberti dan Zimmet, 2005; Erkek, et al.,2011). Skin tag terkait dengan obesitas dan terjadi gangguan hormonal, terjadi peningkatan hormon estrogen dan androgen. Keidakseimbangan hormonal ini berperanan pada patogenesis skin tag. Sejumlah besar lemak disimpan di dalam jaringan tubuh utama yaitu jaringan adiposa dan hati. Jaringan adipose disebut juga deposit lemak. Fungsi utama jaringan adiposa adalah menyimpan trigliserida. Enzim lipase dan hormon dikatalisis untuk melepaskan asam lemak bebas. Pada penderita obesitas terjadi penimbunan lemak dan sering didapatkan gangguan sistem metabolik, terjadi dislipidemia yaitu terjadi peningkatan trigliserida dan penurunan HDL. Sistem lain yang juga sering terganggu pada penderita obesitas yaitu sistem hormonal berupa gangguan keseimbangan hormonal antara hormon androgen dan estrogen, terjadi peningkatan hormon estrogen (paling sering
13
ditemukan pada pria dan wanita dengan obesitas) (Safoury, et al., 2009; Safoury, et al., 2010; Salem, et al. 2013). Fungsi dari hormon ini adalah sebagai pengaktivasi/pemecah trgliserida dalam jaringan adiposa. Pada penderita obesitas terjadi penimbunan/penumpukan jaringan adiposa dimana trigliserida yang tersimpan didalamnya mengalami penumpukan dan resistensi, sehingga hormon estrogen yang seharusnya sebagai pemecah
trigliserida,
dalam
hal
ini
merangsang
keratinosit
untuk
mengekspresikan reseptor estradiol (ER dan ER ) guna mengikat estrogen sehingga merangsang aktivitas keratinosit dan mengakibatkan terjadinya proliferasi keratinosit dan fibroblast. Sel mast berinteraksi dengan keratinosit dan fibroblas sehingga terbentuk skin tag. (Zaher, et al., 2007; Taildeman, et al., 2009; Safoury, et al., 2010). Skema pembentukan skin tag dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Skema pembentukan skin tag (Safoury, et al. 2010)
14
2.5 Profil Lipid 2.5.1 Lipid Lipid adalah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi serupa lemak, termasuk asam lemak, lemak netral, lilin dan steroid yang bersifat larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid yang mudah disimpan dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi, merupakan bahan yang terpenting dalam struktur sel dan mempunyai fungsi biologik lain (Kershaw dan Flier, 2004). Didalam tubuh manusia, sumber energi yang diperlukan berasal dari oksidasi karbohidrat dan lipid. Lipid yang tersimpan di dalam sel pada seluruh tubuh disebut dengan jaringan adiposa atau depot lipid. Sel-sel jaringan adiposa mengandung trigliserida yang mengisi hampir 90% dari volume sel. Sedangkan lipid pada darah harus berikatan dengan protein agar dapat larut dalam air dan ikatan ini disebut lipoprotein. (Javidi et.al., 2007). Di dalam peredaran darah, lipoprotein merupakan suatu komplek yang biasa disebut lipoprotein partikel yang terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam (inti) yang tidak larut terdiri dari trigliserida dan ester kolesterol, dan bagian luar yang larut terdiri dari kolesterol bebas, fosfolipid dan apoprotein (Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004).
2.6 Beberapa tipe lipoprotein dalam darah Beberapa tipe dari lipoprotein dalam darah antara lain: a. Kilomikron Dibentuk di dinding usus dari trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan. Lalu trigeliserida ini dihidrolisa oleh lipoprotein lipase dan sisanya
15
diekskresi oleh hati. Kilomikron ini memiliki nilai perbandingan lemak dan protein yang tertinggi (lebih banyak lemaknya dibandingkan protein), dan tugasnya adalah membawa energi dalam bentuk lemak ke otot. Walaupun molekul-molekul ini tinggi lemak, diyakini bahwa kilomikron tidak menyebabkan penyakit jantung karena dua alasan. Pertama, kilomikron adalah 90% trigliserida dalam beratnya dan hanya memiliki sedikit saja kolestrol di dalamnya. Kedua, orang dengan metabolisme lipid yang normal membersihkan kilomikron dari aliran darah sekitar 12 jam setelah mengonsumsi makanan yang berlemak. Ini merupakan dasar mengapa dokter meminta penderita untuk berpuasa selama 12 jam sebelum menjalani tes kolesterol sehingga kilomikron tidak akan ada dalam darah sama sekali. lni memungkinkan dokter untuk mendapatkan angka akurat dari lipoprotein lainnya, yang dianggap memiliki dampak lebih besar dalam risiko penyakit jantung atau aterosklerosis (Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004). b. Very Low Density Lipoprotein (VLDL) Molekul VLDL diproduksi di hepar dan mengandung trigliserol dan kolesterol yang tidak diperlukan oleh hepar dalam sintesis asam empedu. VLDL merupakan pembawa utama dari trigliserida. VLDL akan mengalami degradasi menjadi LDL (Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004). c. Low Density Lipoprotein (LDL) LDL adalah karier utama kolesterol dalam darah dan masing-masing molekul mengandung sekitar 1.500 molekul kolesterol ester. Bila jumlah kolesterol dalam darah berlebih, reseptor LDL akan dihambat sehingga molekul LDL tidak akan diambil. Sebaliknya, reseptor LDL akan lebih banyak dihasilkan bila di dalam sel
16
kekurangan kolesterol. Bila regulasi sistem ini terganggu, banyak molekul LDL muncul di darah tanpa reseptor sehingga akan teroksidasi dan ditangkap oleh makrofag membentuk foam cell. Sel-sel ini terperangkap dalam dinding pembuluh darah yang akan membentuk plak aterosklerotik. Low Density Lipoprotein memiliki waktu paruh yang lebih lama dibandingkan dengan VLDL sehingga LDL merupakan lipoprotein yang paling sering ditemukan pada peredaran darah. Kadar kolesterol LDL yang normal adalah kurang dari 100 mg/dL. Dikatakan risiko tinggi apabila kadar kolesterol LDL melebihi 130 mg/dL. Menurut The Adult Treatment Panel III (ATP III), kadar kolesterol LDL dikatakan optimal apabila 100 mg/dL, mendekati optimal bila 100-129 mg/dL, batas atas 130-159 mg/dL, dan sangat tinggi bila 160 mg/dL (Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004). d. High Density Lipoprotein (HDL) Molekul HDL akan menghantarkan kolesterol kembali ke hepar untuk diekskresikan atau dihantarkan ke jaringan lainnya untuk sintesis hormon yang disebut dengan proses reverse cholesterol trigliseride (RCT). Kadar molekul HDL yang tinggi berhubungan dengan status kesehatan yang lebih baik sehingga HDL ini sering disebut dengan lemak baik. High Density Lipoprotein menunjukkan kondisi sistem metabolik yang sehat dari individu, semakin tinggi kadar HDL pada seseorang, semakin baik pula sistem metaboliknya. Nilai normal HDL adalah 35-85 mg/dL. Menurut klasifikasi ATP III, kadar HDL rendah apabila 40 mg/dL, marginal bila 40-59 mg/dL, dan tinggi bila 60 mg/dL (Jellinger, 2000; Khovidhunkit W, 2004).
17
e. Trigliserida Trigliserida adalah komponen utama dari VLDL dan kilomikron. Trigliserida merupakan komponen lemak yang tidak larut dalam air dan tersimpan pada jaringan lemak. Trigliserida berasal dari dua sumber yaitu sumber eksogen dari asupan makanan yang mengandung lemak dan sumber endogen dari hati yang dibawa partikel VLDL. Obesitas merupakan kondisi metabolik yang paling sering dikaitkan dengan hipertrigliseridemia. Hal ini disebabkan individu dengan jaringan adipose viseral berlebih seperti pada pasien obesitas seringkali menunjukkan peningkatan plasma trigliserida yang disertai rendahnya kadar HDL. Kadar normal trigliserida adalah kurang dari 150 mg/dL. Borderline bila 150-199 mg/dL, 200-499 mg/dL dikatakan tinggi, dan lebih dari 500 mg/dL adalah sangat tinggi (Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004). f. Total Kolesterol Kolesterol adalah steroid dengan kelompok hidroksil sekunder pada C3. Kolesterol disintesis di berbagai macam jaringan, terutama hepar dan dinding usus. Hampir tiga per empat dari kolesterol baru disintesis dan seperempat lagi berasal dari makanan. Pemeriksaan kolesterol digunakan untuk skrining risiko aterosklerosis. Kadar total kolesterol dianggap normal bila 200 mg/dL, batas atas bila 200-240 mg/dL, dan tinggi bila 240 mg/dL (Jellinger, 2000; Khovidhunkit, 2004).
18
2.7 Mekanisme Metabolisme Trigliserida dan Kolesterol Dalam Tubuh Sebagian besar lemak dalam makanan berada dalam bentuk trigliserida, yaitu lemak netral yang terdiri dari satu molekul gliserol dengan tiga asam lemak. Selama pencernaan, dua dari tiga molekul asam lemak tersebut terpisah, meninggalkan satu monogliserida, satu molekul gliserol dengan satu molekul asam lemak. Karena itu, produk akhir pencernaan lemak adalah monogliserida dan asam lemak bebas, yaitu satuan lemak yang dapat diserap (Javidi et.al., 2007). Makanan yang dikonsumsi akan masuk ke dalam tubuh untuk diolah dalam sistem pencernaan. Dalam proses tersebut, makanan yang mengandung lemak dan kolesterol akan diurai secara alami menjadi trigliserida, kolesterol, asam lemak bebas, dan fosfolipid (Javidi et.al., 2007; Schaefer dan Santos 2012). Senyawasenyawa di atas akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Karena sifatnya yang sulit larut dalam cairan seperti darah, kolesterol bekerja sama dengan protein membentuk partikel yang bernama lipoprotein. Dalam bentuk inilah kolesterol dan lemak didistribusikan ke seluruh tubuh. Pendistribusian lemak dan kolesterol dalam darah dilakukan melalui 2 jalur yakni jalur eksogen dan jalur endogen (Schaefer dan Santos, 2012). 2.7.1 Jalur Eksogen Setelah makanan tersebut diurai oleh tubuh, uraian yang dihasilkan berupa trigliserida dan kolesterol dikemas lagi dalam usus dalam bentuk partikel besar lipoprotein, yang disebut kilomikron. Kilomikron ini akan membawanya ke dalam aliran darah. Kemudian trigliserida dalam kilomikron tadi akan mengalami
19
penguraian lebih lanjut oleh enzim lipoprotein lipase, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnan. Asam lemak bebas yang dihasilkan akan menembus jaringan lemak di bawah kulit dan sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali sebagai cadangan energi. Sedangkan kilomikron remnan akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Sebagian kolesterol yang mencapai hati akan diubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi seperti pembersih dan membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi dari kolesterol yang dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme lagi kemudian menjadi asam empedu yang oleh hati akan didistribusikan ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen (Bhargara, P dan Mathur, D. 2006; Schaefer dan Santos, 2012). Skema jalur eksogen metabolisme lipid dapat dilihat pada Gambar 2.4. 2.7.2 Jalur Endogen Makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan kandungan karbohidrat yang tinggi akan diolah oleh hati menjadi asam lemak yang akhirnya akan terbentuk trigliserida. Trigliserida tersebut akan ditransportasikan di dalam tubuh dalam bentuk lipoprotein yang bernama VLDL (Very Low Density Lipoprotein). VLDL ini akan dimetabolisme kembali oleh tubuh menjadi IDL (Intermediate Density Lipoprotein) yang akan diproses kembali oleh tubuh menjadi LDL (Low Density Lipoprotein) yang kaya akan kolesterol. LDL tersebut akan mendistribusikan kolesterol yang dimilikinya ke seluruh jaringan tubuh melalui sistem peredaran darah untuk digunakan tubuh dan sebagian lagi akan dilepaskan di dalam darah. Kolesterol yang dilepaskan tersebut kemudian akan berikatan dengan HDL (High
20
Density Lipoprotein) yang akan membawa kelebihan kolesterol tersebut dalam darah menuju hati untuk diproses kembali (Gil, Y. et al., 2007; Schaefer dan Santos, 2012). Trigliserida adalah salah satu bentuk lemak yang diserap oleh usus setelah mengalami hidrolisis. Trigliserida kemudian masuk ke dalam plasma dalam 2 bentuk yaitu sebagai kilomikron yang berasal dari penyerapan usus setelah asupan lemak, dan sebagai VLDL yang dibentuk oleh hati dengan bantuan insulin. Trigliserida ini di dalam jaringan diluar hati (pembuluh darah, otot, jaringan lemak), dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase. Sisa hidrolisis kemudian oleh hati dimetabolisme menjadi LDL. Kolesterol yang terdapat pada LDL ini kemudian ditangkap oleh suatu reseptor khusus di jaringan perifer itu, sehingga LDL sering disebut sebagai kolesterol jahat. Kelebihan kolesterol dalam jaringan perifer akan dibawa oleh HDL ke hati untuk kemudian disekresi melalui saluran empedu sebagai lemak empedu sehingga sering disebut sebagai kolesterol baik. Trigliserida merupakan lemak-lemak darah yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol, peningkatan berat badan, diet yang kaya dengan gula dan lemak serta gaya hidup yang kurang aktivitas (Tsalissavrina et.al., 2006). Skema jalur endogen metabolisme lipid dapat dilihat pada Gambar 2.4.
21
Gambar 2.4 Jalur endogen dan eksogen dari metabolisme lipid (Schaefer dan Santos, 2012)
Obesitas dengan peningkatan kadar profil lipid plasma merupakan salah satu faktor risiko terjadinya skin tag dan hal ini merupakan penanda terjadinya gangguan metabolisme lemak dalam tubuh serta dapat meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Pada suatu laporan kasus dengan empat penderita skin tag multipel dan dilakukan pengukuran kadar profil lipid yang bersifat aterogenik, dalam hal ini seluruh penderita mengalami peningkatan kadar trigliserida serum dan penurunan kadar HDL serum ( Inoue, S. dan Zimmet, P. 2000; Crook, et al., 2000).
22
Jumlah lesi skin tag dilaporkan berhubungan dengan peningkatan berat badan dan prevalensi obesitas pada penderita dengan skin tag dilaporkan sebesar 28,7%. (Patel, S.B., 2008; Millington, et al., 2010; Erkek, et al., 2011).