33 2 165KB
MAKALAH JUVENILLE DIABETES Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak Dosen Pengajar: Ayu Puspita, Ners, M. Kep
OLEH : Kelompok 9 Hepi Nopita Sari Janwaria Changrila
(2019.C.11a.1011) (2019.C.11a.1013)
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TINGKAT AKADEMIK 2021/2022
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, sehingga dapat menyelesaikan
Makalah tentang Juvenile
Diabetes pada anak. dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya berharap makalah ini dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan kita. Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya kritik, saran untuk pembuatan makalah. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-katanyang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR....................................................................................i DAFTAR ISI...................................................................................................ii BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1 1.1 Latar Belakang............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................2 BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................3 2.1. Definisi Juvenile Diabetes.........................................................................3 2.2 Klasifikasi ..................................................................................................3 2.3 Etilogi.........................................................................................................4 2.4 Patofisologi ................................................................................................5 2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................6 2.6 Tanda dan Gejala........................................................................................7 2.7 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................9 BAB 3 PENUTUP...........................................................................................12 3.1
Kesimpulan .............................................................................................12
3.2
Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................13
ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah. Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian dan bantuan. Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin. Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe I. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin. World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut penyakit kencing manis. Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial
yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap 1
terjadinya
komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya jika
mereka memahami
penyakitnya dan
prinsip-prinsip
penatalaksanaan
diabetes.
Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis melalui proses keperawatan. 1.2 Rumusan Masalah Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain : 1.1.1
Tujuan Umum Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes melitus.
1.1.2
Tujuan Khusus 1. Mengetahui Definisi diabetes melitus. 2. Mengetahui Klasifikasi diabetes melitus. 3. Mengetahui Etiologi diabetes melitus. 4. Mengetahui Patofisologi diabetes melitus. 5. Mengetahui Manifestasi Klinis diabetes melitus. 6. Mengetahui Komplikasi diabetes melitus. 7. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang diabetes melitus.
2
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Definisi Juvenile Diabetes Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif (WHO, 2017). Secara umum, terdapat dua kategori utama DM, yaitu DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 ditandai dengan kurangnya produksi insulin sedangkan DM tipe 2 disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh (Pusdatin Kemenkes RI, 2014). Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2015 terdapat 415 juta (8,8%) penderita DM di seluruh dunia dan diprediksikan angka tersebut akan terus bertambah menjadi 642 juta (10,4%) penderita DM tahun 2040. Sedangkan jumlah estimasi penyandang DM di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta yang menempatkan Indonesia dalam urutan ke7 tertinggi di dunia bersama China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko (IDF, 2015). Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2018, tercatat 1220 anak penyandang DM tipe-1 di Indonesia. Insiden DM tipe-1 pada anak dan remaja meningkat sekitar tujuh kali lipat dari 3,88 menjadi 28,19 per 100 juta penduduk pada tahun 2000 dan 2010.2-4 Data tahun 2003-2009 menunjukkan pada kelompok usia 10-14 tahun, proporsi perempuan dengan DM tipe 1 (60%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (28,6%).4 Pada tahun 2017, 71% anak dengan DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD), meningkat dari tahun 2016 dan 2015, yaitu 63%.2 Diduga masih banyak pasien DM tipe-1 yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis saat pertama kali berobat ke rumah sakit. 2.2 Klasifikasi Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006): 2.2.1
Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
2.2.1.1 Hipoglikemia Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering 3
membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan. 3
Koma Diabetik Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi,
dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah: a. Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar) b. Minum banyak, kencing banyak Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton c. Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke-5) berupa : a. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1. b. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina. Komplikasi lainnya:
Gangguan pertumbuhan dan pubertas
Katarak
Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
Hepatomegali
2.3 Etiologi Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ), gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut : 2.3.1
Faktor genetic Faktor
herediter,
juga
dipercaya
memainkan
peran
munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan
genetic
kearah
terjadinya
diabetes
tipe
I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe 4
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4). Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita. 2.3.2
Faktor lingkungan Lingkungan
merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh
karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme
infeksi
sitolitik
dalam
sel
beta,
virus
ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. 2.3.3
Faktor imunologi Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.
2.4 Patofisiologi Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu: 2.4.1
Periode pra diabetes Pada periode ini gejala gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses destruksi sel pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi.Kadar C peptide mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
2.4.2
Periode manifestasi klinis diabetes Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β- pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi / meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran 5
cairan
dan
elektrolit
melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di ( uptakekedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di uptakekedalam sel. 2.4.3
Periode honeymoon Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa -sisa sel β pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap
2.4.4
Periode ketergantungan insulin yang menetap Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan periode terakhir
dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan
membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya. 2.5 Manifestasi Klinis Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl )
Polifagi
Poliuria
Polidipsi
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak.
Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
Ketonemia dan ketonuria Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat mengakibatkan asidosis dan koma. 6
Mata kabur, Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma).
2.6 Tanda Dan Gejala Pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa pemberian insulin. Ada hal -hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines. 2009). Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu: 2.6.1
Insulin Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan. 2.6.1.1 Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat,
kerja pendek, kerja menengah,
campuran
(campuran
kerja
kerja panjang, maupun insulin
cepat/pendek
dengan
kerja menengah).
Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang digunakan. 2.6.1.2 Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor- faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya. 2.6.1.3 Regimen:
kita
mengenal
dua
macam
regimen,
yaitu
regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split regimendapat berupa pemberian
dua kali
suntik/hari atau
tiga kali
suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis 2.6.1.4 Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya),
lengan
atas,
lateral
paha.
dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.e.
7
Daerah
bokong
tidak
2.6.1.5 Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit. 2.6.2
Diet Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait
dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya.Kebutuhan kalori perharisebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian insulin 2.6.3
Aktivitas fisik/exercise Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan
membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badanapabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis).Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan bolus. Untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman. Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia 2.6.4
Edukasi Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun
orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan. 2.6.5
Monitoring kontrol glikemik Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau
belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk 8
mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau. 2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang diabetes mellitus tipe 1 berupa pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium utama berupa pemeriksaan kadar gula darah dan HbA1c untuk diagnosis dan kontrol diabetes mellitus. 2.7.1
Pemeriksaan Gula Darah Diabetes mellitus didiagnosa berdasarkan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL atau kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL. Jika kadar gula darah di bawah angka tersebut tapi pasien memiliki gejala klasik diabetes (polidipsi, poliuria, polifagia), lakukan pemeriksaan ulang. Jika hasil tetap di bawah batas di atas, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa. Pada pasien yang tidak memiliki gejala klasik diabetes, jika kadar gula darah puasa di antara 100-125 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu antara 140-199 mg/dL, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa. Pasien tanpa gejala klasik dengan kadar gula darah puasa