32 2 277KB
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
Disusun Oleh : I WAYAN AGUS HERI SUMERTA
PROGAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG 2022
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS A. DEFINISI Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2019). Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2017) Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, diabetes merupakan suatu kelompok panyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa (Rab, 2018). Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, S.C., 2015). B. KLASIFIKASI Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu (Corwin, 2019) :
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun. 2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan,
jika
preparat
oral
tidak
dapat
mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada orang yang obesitas. 3. DM tipe lain Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin. 4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. C. ETIOLOGI 1. Diabetes Melitustergantung insulin (DMTI) a. Faktor genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA
merupakan
kumpulan
gen
yang
bertanggungjawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor imunologi : Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. c. Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel β pancreas. 2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) a. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula
mengikat
dirinya
kepada
reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2018). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. c. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: 1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) 2) Obesitas 3) Riwayat keluarga 4) Kelompok etnik D. PATOFISIOLOGI 1. Diabetes tipe I. Pada
diabetes
tipe
satu
terdapat
ketidakmampuan
untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. 2. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah
akut
lainnya
yang
dinamakan
sindrom
hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
E. PATWAY
F. MANIFESTASI KLINIS 1.
Diabetes Tipe I a. Hiperglikemia b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia c. Keletihan dan kelemahan d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer) G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 201 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa. 2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok. 3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat 4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I 5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun. 6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3 7. Trombosit
darah:
Ht
meningkat
(dehidrasi),
leukositosis
dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi. 8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal 9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II) 10. Urine: gula dan aseton positif 11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka. H. PENATALAKSANAAN 1. Diet a. Syarat diet DM hendaknya dapat : 1) Memperbaiki kesehatan umum penderita 2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik 4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita 5) Menarik dan mudah diberikan b. Prinsip diet DM, adalah : 1) Jumlah sesuai kebutuhan 2) Jadwal diet ketat 3) Jenis : boleh dimakan / tidak c. Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: 1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah 2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya 3) Jenis makanan yang manis harus dihindari Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status
gizi
penderita,
penentuan
gizi
dilaksanakan
dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
a. Kurus (under weight) BBR < 90 % b. Normal (ideal) BBR 90% - 110% c. Gemuk (overweight) BBR > 110% d. Obesitas apabila BBR > 120% 1) Obesitas ringan BBR 120 % - 130% 2) Obesitas sedang BBR 130% - 140% 3) Obesitas berat BBR 140% - 201% 4) Morbid BBR >201 % Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah : a. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
b. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari c. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari d. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari 2. Latihan Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah : a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya. b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen d. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru. f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik. 3. Penyuluhan Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. 4. Obat a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) / Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 1) Mekanisme kerja sulfani lurea Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih bias dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih. 2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu : a) Biguanida pada tingkat pre reseptor → ekstra pankreatik -
Menghambat absorpsi karbohidrat
-
Menghambat glukoneogenesis di hati
-
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler b. Insulin Indikasi penggunaan insulin: 1) DM tipe I 2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD 3) DM kehamilan 4) DM dengan gangguan faal hati yang berat 5) DM dangan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren) 6) DM dan TBC paru akut 7) DM dan koma lain pada DM 8) DM operasi 9) DM patah tulang 10) DM dan under weight 11) DM dan penyakit graves Beberapa cara pemberian insulin 1) Suntikan insulin subkutan Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subkutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain : a) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN Menurut Bare, Smelter 2015 pengakajian meliputi : 1. Pengumpulan data Data biasa di peroleh dari klien, keluarga, orang terdekat maupun dari catatan medik. 2. Biodata a.
Identitas klien, meliputi : umur, suku bangsa , jenis kelamin dan pekerjaan.
b. Identitas penanggung jawab , meliputi : nama, jenis kelamin, alamat, pendidikan, hubungan dengan pasien. 3. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama akan di temukan tanda-tanda poliuria, polidipsia, polipagia, penurunan BB, kelelahan. b. Riwayat kesehatan masa lalu kegemukan yang berlangsung lama, riwayat pankreastitis kronis, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria. c. Riwayat kesehatan keluarga adanya riwayat keluarga tentang penyakit diabetes mellitus. 4. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum : BB, TTV. Menurut NANDA 2018 kemungkinan data yang di peroleh dari penyakit diabetes melitus : a. Aktivitas / Istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bernapas. Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat / tidur. Tanda : Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, letargi. b. Sirkulasi Gejala : Ada riwayat hipertensi, Kesemutan pada ekstrimitas, ulkus pada kaki.
Tanda : Takikardi, hipertensi, nadi menurun atau tak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan, mata cekung. c. Integritas Ego Gejala : Stress. Tanda : Ansietas, peka rangsang. d. Eliminasi Gejala : Poliuria, nocturia, rasa nyeri, kesulitan berkemih, diare. Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuria, diare. e. Makanan dan Cairan Gejala : Mual / muntah, hilang nafsu makan, penurunan bb, haus Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor kulit jelek, muntah, distensi abdomen, napas berbau aseton. f. Neurosensori Gejala : Pusing, sakit kepala, kesemutan, parastesia. Tanda : Disorientasi, letargi, mengantuk, aktivas kejang. g. Nyeri / ketidaknyamanan Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri. Tanda : Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas h. Pernapasan Gejala : Batuk. Tanda : Frekuensi pernapasan, batuk i. Keamanan Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, menurunkan kekuatan umum. j. Seksualitas Gejala : Infeksi, masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penurunan perfusi jaringan perifer) 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1) 3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelebihan intake nutrisi (tipe 2) 4. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan 5. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hipoksemia jaringan. 6. PK: Hipoglikemi / PK: Hiperglikemi K. INTERVENSI No 1
DIAGNOSA Nyeri
SLKI
akut Paint level (2102)
berhubungan dengan
SDKI Setelah
Pain management :
dilakukan
tindakan
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
agen keperawatan selama ...x... jam
komprehensif termasuk lokasi,
injuri biologis diharapkan
nyeri
teratasi
(penurunan
dengan kriteria hasil :
perfusi
kualitas dan faktor presipitasi.
Pasien mampu mengontrol
jaringan
nyeri
perifer)
nyeri,
(tahu
penyebab
ketidaknyamanan 3. Kontrol lingkungan yang dapat
menggunakan
tehnik
mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi
untuk
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
Mampu mengenali nyeri (slaka,
2. Observasi reaksi nonverbal dari
mampu
mengurangi nyeri)
karakteristik, durasi, frekuensi,
intensitas,
4. Ajarkan tehknik nonfarmakologi (nafas dalam, relaksasi, distraksi,
frekuensi dan tanda nyeri)
kompres hangat / dingin) untuk
Melaporkan bahwa nyeri
mengurangi nyeri
berkurang
dengan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
menggunakan
pemberian
analgetik
management nyeri
mengurangi nyeri
untuk
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
2
Ketidakseimba ngan
Nutritional Status : Food and Nutrition Management
nutrisi Fluid Intake
kurang
dari Setelah
kebutuhan tubuh
1.
dilakukan
tindakan
minuman yang dikonsumsi klien
keperawatan selama ...x... jam b.d. diharapkan ketidakseimbangan
setiap hari 2.
Tentukan berapa jumlah kalori
ketidakmampu
nutrisi kurang dari kebutuhan
dan tipe zat gizi yang dibutuhkan
an
tubuh teratasi dengan kriteria
dengan berkolaborasi dengan ahli
menggunakan
hasil :
gizi
glukose
(tipe
1)
Intake makanan peroral
3.
Intake NGT adekuat
vitamin C
Intake
Intake
cairan
peroral
4.
cairan
yang
5.
lebih
dari Setelah
(tipe 2)
tindakan
Protein
Lemak
Karbohidrat
Lepas NGT bila klien sudah bisa
Diskusikan dengan pasien tentang hereditas
yang
mempengaruhi
berat badan.
nutrisi tubuh teratasi dengan kriteria Kalori
akan
kebiasaan dan budaya serta faktor
nutrisi lebih dari kebutuhan 2.
klien
Weight Management
keperawatan selama ...x... jam
hasil :
kebutuhan
makan lewat oral
b.d. diharapkan ketidakseimbangan
kelebihan intake
6.
1. dilakukan
Kaji
pemasangan NGT
Nutritional Status : Nutrient
nutrisi Intake
Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
Intake TPN adekuat
ngan
tubuh
intake
adekuat
kebutuhan
peningkatan
kalori, zat besi, protein dan
Ketidakseimba
Dorong
yang adekuat
adekuat
3
Monitor intake makanan dan
Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
3.
Kaji berat badan ideal klien.
4.
Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
5.
Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan berat badan.
Vitamin
6.
Timbang berat badan setiap hari.
Mineral
7.
Buat rencana untuk menurunkan
Zat besi
Kalsium
berat badan klien. 8.
Buat rencana olahraga untuk klien.
9.
Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.
4
Defisit
ü Fluid balance
Fluid management
Volume
ü Hydration
1. Timbang
Cairan
b.dü Nutritional Status : Food and
Kehilangan
Fluid Intake
volume cairan Setelah secara
popok/pembalut
jika
diperlukan 2. Pertahankan catatan intake dan
dilakukan
tindakan
output yang akurat
aktif, keperawatan selama ...x... jam 3. Monitor status hidrasi (kelembaban
Kegagalan
diharapkan
mekanisme
cairan teratasi dengan kriteria
tekanan
pengaturan
hasil:
diperlukan
defisit
volume
membran mukosa, nadi adekuat, darah
ortostatik),
jika
urine 4. Monitor vital sign
Mempertahankan
output sesuai dengan usia 5. Monitor masukan makanan / cairan dan BB, BJ urine normal,
6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu 7. Kolaborasi dokter jika tanda cairan tubuh dalam batas normal
dan hitung intake kalori harian
berlebih muncul meburuk
Tidak ada tanda tanda 8. Atur kemungkinan tranfusi dehidrasi, turgor
elastisitas kulit
membran
baik, mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan 5
Perfusi
ü Circulation status
Peripheral Sensation Management
jaringan tidakü Tissue Prefusion : cerebral efektif
b.d Setelah
dilakukan
(Manajemen sensasi perifer)
tindakan 1. Monitor adanya daerah tertentu
hipoksemia
keperawatan selama ...x... jam
yang
jaringan.
diharapkan
panas/dingin/tajam/tumpul
ketidakefektifan
hanya
peka
terhadap
perfusi
jaringan
teratasi 2. Monitor adanya paretese
dengan kriteria hasil :
3. Instruksikan
mengobservasi kulit jika ada lesi
sirkulasi
atau laserasi systole 4. Gunakan
Tekanan
Tidak
ada ada
tanda
dan punggung
tanda 7. Kolaborasi pemberian analgetik tekanan 8. onitor adanya tromboplebitis lebih 9. Diskusikan menganai perubahan sensasi
(tidak
dari 15 mmHg)
untuk
6. Monitor kemampuan BAB
peningkatan intrakranial
tangan
proteksi
ortostatik
hipertensi Tidak
sarung
5. Batasi gerakan pada kepala, leher
yang diharapkan
untuk
Mendemonstrasikan status
dandiastole dalam rentang
keluarga
penyebab
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan
kemampuan,
menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan orientasi, memproses
informasi,
membuat
keputusan
dengan benar 6
PK:
Setelah
dilakukan
tindakan Managemen Hipoglikemia:
Hipoglikemia
keperawatan selama ...x... jam 1.
Monitor tingkat gula darah sesuai
PK:
diharapkan
indikasi
Hiperglikemi
meminimalkan episode hipo/ 2.
Monitor
hiperglikemia.
hipoglikemi ; kadar gula darah
69 mg/dl
4.
Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5.
K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.
Managemen Hiperglikemia 1. Monitor GDR sesuai indikasi 2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan
anoreksia,
mual
kusmaul,
dan
muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, pandangan
kabur
keletihan, atau
kadar
nadi
sesuai
Na,K,Po4 menurun. 3. Monitor:TD
dan
indikasi 4. Berikan insulin sesuai order 5. Pertahankan akses IV 6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan 7. Konsultasi
dengan
dokter
jika
tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk 8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi 9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine 10. Pantau
jantung
dan
sirkulasi
( frekuensi & irama, warna kulit, waktu
pengisian
kapiler,
nadi
perifer dan kalium 11. Anjurkan banyak minum 12. Monitor kebutuhan
status
cairan
sesuai
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, LJ. 2019. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC Ircham Machfoedz, 2013. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all. 2011. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Nurarif, A, H; Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi. Penerbit Mediaction Jogja : Yogyakarta Smeltzer, S.C., 2015, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta. Potter & Perry, 2015, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Jakarta: EGC Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed 9. Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2019. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius NANDA DIAGNOSA 2012.Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2012-2014. NANDA International. Philadelphia. Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta: MediAction. Rab, T. 2018. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni