77 1 737KB
![LP Dan Askep HNP R.teratai [PDF]](https://vdoc.tips/img/200x200/lp-dan-askep-hnp-rteratai.jpg)
LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS
 
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT HERNIA NUCLEUS PULPOSUS RUANG TERATAI RUMAH SAKIT DR. H. KOESNADI BONDOWOSO
 
 oleh Ikhwan Abiyyu NIM 162310101085
 
 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2019
 
 LEMBAR PENGESAHAN
 
 Laporan Pendahuluan Aplikasi Klinis Iyang dibuat oleh:
 
 Nama
 
 : Ikhwan Abiyyu
 
 NIM
 
 : 162310101085
 
 Judul
 
 : ASUHAN
 
 KEPERAWATAN
 
 PADA
 
 PASIEN
 
 DENGAN
 
 PENYAKIT HERNIA NUCLEUS PULPOSUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT DR H. KOESNADI BONDOWOSO
 
 telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:
 
 Hari
 
 :
 
 Tanggal :
 
 Januari 2019
 
 Jember, Januari 2019
 
 TIM PEMBIMBING
 
 Pembimbing Akademik,
 
 NIP......................................
 
 Pembimbing Klinik,
 
 NIP............................................
 
 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................
 
 i
 
 LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT ......................................................... 1 1.1 Anatomi Fisiologi............................................................................ 1 1.2 Definisi Penyakit ............................................................................. 6 1.3 Epidemiologi ................................................................................... 8 1.4 Etiologi............................................................................................. 8 1.5 Klasifikasi ........................................................................................ 9 1.6 Patofisiologi ..................................................................................... 10 1.7 Manifestasi Klinis ........................................................................... 11 1.8 Penatalaksanaan (Farmakologi dan Non Farmakologi)............. 12 1.9 Clinical Pathway ............................................................................. 16 BAB 2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ............................ 2.1 Pengkajian....................................................................................... 17 2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 24 2.3 Intervensi Keperawatan ................................................................ 25 2.4 Evaluasi ........................................................................................... 28 2.5 Discharge Planning ........................................................................ 28 ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................................... DAFTAR PUSTAKA. ...................................................................................... 30
 
 iii
 
 ii
 
 BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT 1.1 Anatomi Fisiologi 1. Muskuloskeletal Muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengatur pergerakan. Komponen sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri atas: 206 tulang yang merupakan penyokong gerakan dan melindungi organ internal; sendi yang memungkinkan gerakan tubuh dua atau tiga dimensi; otot, yang memungkinkan gerakan tubuh dan internal; tendon dan ligamen, yang menghubungkan tulang dengan otot. Sistem muskuloskeletal adalah seluruh kerangka manusia dengan seluruh otot yang menggerakkannya dengan tugas melindungi organ vital dan bertanggung jawab atas pergerakan berbagai otot yang dapat menggerakkan anggota badan dalam lingkup gerakan sendi tertentu. 2. Tulang Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri atas hampir 50% air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama kalsium kurang lebih 67% dan bahan seluler 33% Tulang mencapai kematangannya setelah pubertas dan pertumbuhan seimbang hanya sampai usia 35 tahun. Berikutnya mengalami percepatan reabsorpsi sehingga terjadi penurunan massa tulang sehingga pada usia lanjut menjadi rentan terhadap injury. Pertumbuhan dipengaruhi hormon dan mineral. Fungsi tulang sebagai berikut: a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh. b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, paru paru, otak) dan jaringan lunak. c. Memberikan pergerakan (otot yang dengan kontraksi dan pergerakan). d. Membentuk sel – sel darah merah didalam sumsum tulang belakang (hematopoiesis). e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
 
 1
 
 Tulang disusun oleh sel – sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan osteoklast serta matriks tulang. Matriks tulang mengandung unsur organik terutama kalsium dan fosfor. Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan menskresikan matrik tulang. Matriks tulang merupakan kerangka dimana garam garam mineral ditimbun terutama kalsium, fluor, magnesium dan fosfor. Osteosit adalah sel – sel tulang dewasa yang bertindak sebagai pemeliharaan fungsi tulang dan terletak pada osteon (unit matriks tulang). Osteoklast adalah sel – sel besar berinti banyak memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi, penghancuran dan remodeling tulang. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Secara Mikroskopis tulang terdiri dari : 1.
 
 Sistem havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran limfe).
 
 2.
 
 Lamella (Lempeng tulang yang tersusun konsentris).
 
 3.
 
 Lacuna (ruangan kecil yang terdapat diantara lempengan – lempengan yang mengandung sel tulang).
 
 4.
 
 Kanalikuli (Memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke osteon).
 
 Pembagian tulang Tulang mempunyai 2 besar : a. Tulang axial (tulang pada kepala dan badan) Seperti: tulang kepala (tengkorak), tulang belakang (vertebrae), tulang rusuk dan sternum b.
 
 Tulang appendicular (tulang tangan dan kaki) Seperti: ekstremitas atas (scapula, klavikula, humerus, ulna, radius, telapak tangan), ekstremitas bawah (pelvis, femur, patela, tibia, fibula, telapak kaki)
 
 Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya: 1. Ossa Longa (tulang panjang); Tulang yang ukurannya panjang paling besar, contohnya os. Humerus dan os. Femur.
 
 2
 
 2. Ossa Brevia (tulang pendek); tulang yang ukurannya pendek, contohnya ossa carpi. 3. Ossa Plana (tulang gepeng/pipih); tulang yang ukurannya lebar, contohnya os. scapula. 4. Ossa irreguler (tulang tak beraturan); tulang yang tidak beraturan sama seperti dengan tulang pendek. Contoh tulang yang tidak beraturan yaitu os. vertebreae. 5. Ossas pneumatica (tulang berongga udara), contoh os. Maxilla. Sistem Muskuler (otot) Oto merupakan jaringan peka rangsang (eksitabel) yang dapat dirangsang secara kimia, listrik dan mekanik untuk menimbulkan suatu aksi potensial. Otot merupakan alat gerak aktif yang mampu menggerakkan tulang, kulit dan rambut setelah mendapat rangsangan. a. Kemampuan otot ; otot memiliki tiga kemampuan khusus yaitu 1. Kontraktbilitas
 
 :
 
 kemampuan
 
 untuk
 
 berkontraksi
 
 /
 
 memendek. 2. Ekstensibilitas kebalikan
 
 dari
 
 : kemampuan untuk melakukan gerakan gerakan
 
 3. Elastisitas
 
 yang
 
 ditimbulkan
 
 saat
 
 kontraksi.
 
 : kernampuan otot untuk kembali pada
 
 ukuran semula setelah berkontraksi. Saat kembali pada ukuran semula Otot disebut dalam keadaan relaksasi. b. Jenis otot 1. Otot lurik Yang
 
 termasuk
 
 otot
 
 lurik
 
 adalah
 
 otot
 
 rangka/otot
 
 serat
 
 lintang/musculus striated, otot volunteer. Struktur: serabut panjang, berwarna/lurik dengan garis terang dan gelap, memiliki inti dalam jumlah banyak dan terietak dipinggir Kontraksi: menurut kehendak (dibawah kendali sistem syaraf pusat), gerakan cepat, kuat, mudah lelah dan tidak beraturan; Ciri-ciri otot lurik : Silindris, lurik/garis melintang, banyak memiliki intisel, melekat pada rangka, pengendalian secara sadar.
 
 3
 
 2. Otot polos Yang
 
 termasuk
 
 otot
 
 polos
 
 adalah
 
 otot
 
 alat-alat
 
 dalam/visceral/musculus nonstriated, otot involunter. Struktur: bentuk serabut panjang seperti kumparan, dengan ujung runcing, dengan inti berjumlah satu terletak dibagian tengah; Kontraksi: tidak menurut kehendak atau diluar kendali sistem saraf pusat, gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah lelah; Ciri-cirir otot polos: gelondong, tiap 1 sel memiliki 1 inti sel, polos, pengendalian diluar kesadaran. Ditemukan pada dinding viscera dan pembuluh darah, dikendalikan melalui sistem syaraf otonom, terdapat pada saluran pencernaan, perkemihan, pernbuluh darah, dan lain-lain. 3. Otot jantung Yang termasuk otot jantung adalah otot myocardium / musculus cardiac, jenis Otot involunter; Struktur: bentuk serabutnya memanjang, silindris, bercabang. Tampak adanya garis terang dan gelap.
 
 Memiliki
 
 satu
 
 inti
 
 yang
 
 terletak
 
 di
 
 tengah;
 
 Kontraksi: tidak menurut kehendak, gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah lelah Kartilago (tulang rawan) Kartilago merupakan suatu material yang terdiri dari serat serat yang kuat tapi fleksibel dan avaskuler. Zat mencapai kartilago melalui difusi dari kapiler yang berada di perikondrium (jaringan fibrous yang menutupi kartilago) atau melalui cairan sinovial.. Ligamen (simplay) Ligamen adalah suatu susunan serabut yang terdiri dari jaringan ikat keadaannya kenyal dan fleksibel. Ligamen mempertemukan kedua ujung tulang dan mempertahankan stabilitas. Tipe ligamen:
 
 4
 
 1. Ligamn tipis: ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligamen kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan. 2. Ligamen jarinagn elastik kuning: merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan memperkuat sendi, pada tulang bahu dengan tulang lengan atas. Tendon Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot. Tendon merupakan ikatan jaringan fibrous yang membentuk akhir dari suatu otot dan tulang. Fascia Fascia merupakan pembungkus tebal jaringan [enyambung fibrous yang membungkus otot saraf, dan pembuluh darah. Beberapa otot bergabung membentuk berkas otot yang dibungkus jaringan ikat yang disebut endomycium. Beberapa 10 endomycium disatukan jaringan ikat disebut perimycium. Beberapa perimycium dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut epimycium (fascia). Bursae Bursae adalah kantong kecil dari jaringan ikat di suatu tempat dimana digunakan di atas bagian yang bergerak. Misalnya antara tulang dan kulit, tulang dan tendon, otot – otot. Bursae dibatasi membrane sinovial dan mengandung cairan sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara bagian – bagian yang bergerak seperti olecranon bursae terletak antara prosesus olekranon dan kulit. Persendian (Artikulatio) Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Dalam membentuk rangka tubuh, tulang yang satu berhubungan dengan tulang yang lain melalui jaringan penyambung yang disebut persendian. Pada persendian terdapat cairan pelumas (cairan sinovial). Secara struktural sendi dibagi menjadi: 1. Sendi fibrosa 2. Kartilaginosa
 
 5
 
 3. Sinovial Berdasarkan fungsionalnya sendi dibagi menjadi : 1. Sendi sinartrosis Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas atau tidak dapat bergerak sama sekali. Sendi ini dijumpai pada tulang tengkorak dimana lempeng – lempeng tulang tengkorak disambungkan oleh elemen fibrosa. 2. Amfiartrosis Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas. Umumnya bagian tulang yang berada pada sisi persendian dilapisi oleh tulang rawan hialin dan struktur keseluruhan berada dalam kapsul. Beberapa contoh sendi ini adalah; sendi vertebra, dan simfisis pubis. 3. Diarthroses Sendi ini memiliki pergerakan yang luas. Umumnya dijumpai pada sendi – sendi ekstremitas.
 
 1.2 Definisi Penyakit Hernia nukleus pulposus (HNP) yang juga disebut ruptura diskus intervertebralis (ruptured disc, slipped disc), terjadi ketika seluruh tubuh atau sebagian nukleus pulposus (bagian tengah diskus intervertebralis yang lunak dan mirip gelatin) terdorong melalui cincin luar (anulus fibrosus) yang melemah atau robek sehingga diskus menjadi disfungsional dan menciptakan tekanan pada satu saraf spinal atau lebih. Diskus intervertebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk sebuah bantalan di antara dua tulang belakang. Material yang keras dari fibrosa digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola di bagian tengah diskus dinamakan nukleus pulposus. Pda herniasi diskus intervertebralis (ruptur diskus), nukleus pada diskus menonjol ke dalam anulus (cincin fibrosa) sekitar diskus dengan akibat kompresi saraf. (Arif Muttaqin, 2008, 349).
 
 6
 
 Hernia nukleus pulposus (HNP) terjadi kebanyakan oleh karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya anulus fibrosus. (Arif Muttaqin, 2008, 349). Hernia nukleus pulposus terbagi dalam 4 grade yang berdasarkan keadaan herniasinya,
 
 dimana
 
 ekstrusi
 
 dan
 
 sequestrasi
 
 merupakan
 
 hernia
 
 yang
 
 sesungguhnya, yaitu: 1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus. 2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran annulus fibrosus. 3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan annulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior. 4. Sequestrasi diskus intervertebral : nukelus telah menembus ligamentum logintudinalis posterior.
 
 Gambar 1. Grade Hernia Nukleus Pulposus
 
 Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada nervus.
 
 7
 
 1.3 Epidemiologi Prevalensi HNP berkisar antara 1 -2 % dari populasi. Usia yang paling sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai pada tingkat L4 – L5; titik tumpuan tubuh di L4 – L5 – S1. HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang penting dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Prevalensi di Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang lebih 60-80% individu pernah mengalami nyeri punggung. Untuk prevalensi di indonesia kurang begitu jelas namun HNP banyak diderita oleh orang dengan usia 30 – 50 tahun namun lebih umum diderita oleh usia lanjut usia 45 – 60 tahun.
 
 1.4 Etiologi HNP sering disebabkan oleh kerusakan akibat penggunaan selama bertahun – tahun dengan sedikit retakan di annulus yang melemahkan cincin kartilago suportif. Kemudian pada suatu hari ketika individu tersebut bersin, tiba – tiba terjadi herniasi. Trauma akut akibat jatuh atau pukulan ke punggung atau leher juga dapat menyebabkan herniasi mendadak. Penyebab HNP antara lain karena trauma atau regangan (strain) yang berat dan degenerasi sendi intervertebralis. Pada kebanyakan klien gejala trauma bersifat singkat. Gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus, kapsulnya terdorong ke arah medula spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari columna spinal ( Arif Muttaqin, 2008, 349). Faktor resiko yang meningkatkan seseorang mengalami HNP : a. Usia Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras, dan menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur. b. Trauma
 
 8
 
 Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis, seperti jatuh. c. Pekerjaan Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP. d. Gender Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik yang melibatkan columna vertebralis. 1.5 Klasifikasi Menurut tempat terjadinya, HNP dibagi menjadi: 1. Hernia Lumboscralis Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, biasanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf. 2. Hernia Servikalis Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumna vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot – oto leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan
 
 9
 
 tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit. 3. Hernia Thorakalis Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala – gejalanya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang – kadang serangannya mendadak dengan paraparese. Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thorakal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama. 1.6 Patofisiologi Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial, karena adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan Radial apabila hal ini terjadi, maka resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya prespitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya. Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di atas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nukleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkumferensial dan Radial pada anulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebgai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan radiks yang bersama – sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi
 
 10
 
 lateral. Tidak akan ada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada ditengah. Pada tingkat L2 dan terus kebawah titik terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus invertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan. (Arif Muttaqin, 2008, 350).
 
 1.7 Manifestasi klinik Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot –otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan menimbulkan parapesis flasid, parestesia, dan retensi urine. Sedangkan HMP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, di tengah – tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada HNP latera 𝐿4 − 𝐿5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan dipunggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan didosrum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks parella negatif. Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun. Gejala yang sering muncul adalah : 1. Nyeri pinggang bawah (lumbal atau servikal) yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun). Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skiatik 2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar kebagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah. 3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan – gerakan pinggang saat batuk atau mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang klien beristirahat berbaring.
 
 11
 
 4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal, kebas, atau sensasi terbakar pada lengan dan tangan. Bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat Nyeri bertambah bila daerah 𝐿𝑠 − 𝑆1 (garis antara dua Krista iliaka) ditekan. (Arif Muttaqin, 2008, 351). Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal 1.8 Penatalaksanaan 1.8.1 Terapi konservatif A. Tirah baring Penderita harus tetap berbaring ditempat tidur selama beberapa hari dnegan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk, tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas/per, dengan demikian tempat tidur haru dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gannguan yang dirasakan penderita. Pada HNP, klien memerlukan tirah baring dalam waktu yang lebih lama. Setelah tirah baring, klien melakukan latihan atau dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi – fungsi otot. B. Kompres hangat/dingin Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yan mudah dilakukan. Untuk mengurang spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien meraskan nyeri hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yanglain pada pengkompresan dingin.
 
 12
 
 C. Medikamentosa 1. Simptomatik  Analgesik dan NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug) Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol, Aspirin, Tramadol, NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak, Selekoksib.  Obat pelemas otot (muscle relaxant) Bermanfaat bila penyebab HNP adalah spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat NSAID, seringkali di kombinasi dengan NSAID. Sekitar 30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan Carisoprodol  Opioid Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan ketergantungan obat.  Kortikosteroid oral Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.  Analgetik ajuvan Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin, Karbamasepin, Gabapentin.  Suntikan pada titik picu Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar tulan punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon  Kortikosteroid (prednison, prednisolon)
 
 13
 
  Anti-inflamasi nin-steroid (AINS) seperti piroksikan  Antidepresan trisiklik (amitriptilin)  Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid) 2. Kausal, kolagenese D. Fisioterapi Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis 1.8.2 Terapi operatif Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan knservatif tidak memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang, atau terjadi defesit neurologis. Terapi operatif pada pasien dilakukan jika : a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4. b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12 minggu. c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien menyebabkan
 
 keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi
 
 konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menunjukkan gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien. d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu yang lama. Intervensi bedah dapat beragam bergantung pada sifat masalah, usia, dan disabilitas pasien : 1) Distectomy: Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.  Pengankatan diskus yang menonjol (herniasi) dan menghubungkan celah dengan tandur tulan (disektomi dengan fusi)  Disektomi subtotal (parsial, bukan total) menurunkan herniasi ulang setelah disektomi lumbal.  Disektomi total dan penggantian dengan tandur tulang
 
 14
 
  Percutaneous distectomy: pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan menggunakan jarum secara aspirasi. 2) Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion: penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang rigid diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas. 3) Foraminotomi: membuka ruang di dalam foramen untuk membuat ruang yang lebih besar untuk diskus yang membesar atau menonjol (herniasi) sehingga mengurangi kompresi dan meredakan nyeri. 4) Laminektomi atau hemi-leminektomi, eksisi semua atau sebagian lengkung posterior vertebra untuk meredakan nyeri. 5) Fusi paddat, dengan atau tanpa leminektomi, yang membatasi mobilitas spiral. 6) Penggantian diskus total dengan alat prostetik, yang menyebabkan komplikasi terkait dengan alat tertentu (migrasi, alat polietilen yang ditanam terdorong keluar device wear, degenerasi, dan osifikasi di sekitar alat, penyakit partikel). 1.8.3 Rehabilitasi  Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula  Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari – hari (the activity of daily living) Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2008. 359).
 
 1.9 Clinical Pathway HNP (Lembar sebaliknya)
 
 15
 
 Trauma dan stres fisik Rupture diskus Aliran darah ke diskus berkurang, respon beban yang berat, ligamentum longitudinalis menyempit Pemisahan lempeng tulang rawan dari korpus vertebra yang berdekatan Nucleus pulposus keluar melalui serabut-serabut annulus yang robek Jepitan saraf spinal Kerusakan jalur simpatetik desending
 
 Kehilangan kontrol tonus vasomotor persarafan simpatis ke jantung
 
 Reflek spinal Mengakti fkan sistem saraf simpatis Kontriksi pembuluh darah Resiko infark miokard Gangguan kardiovask uler
 
 Terputus jaringan saraf fi medulla spinal Paralis dan paralegia Kerusakan mobilitas fisik
 
 Blok saraf parasimpatis Kelumpuhan otot pernafasan
 
 Reaksi peradangan Reaksi peradangan
 
 Iskemia dan Hipoksemia Syok spinal
 
 Reaksi anestetik
 
 Edema pembengkakan
 
 hipoventilasi Respon nyeri hebat dan akut
 
 Nyeri akut
 
 Penekanan saraf pada pembuluh darah
 
 Penurunan fungsi jaringan
 
 Ileus paralitik gangguan fungsi rectum dan kandung kemih
 
 Gangguan eliminasi urin dan alvi Kelemahan fisik umum Ketidakmampuan perawatan diri/ADL Penekanan jaringan setempat Resiko kerusakan integritas kulit
 
 Gangguan pola napas
 
 Kemampua n batuk menurun Resiko ketidakbers ihan jalan nafas
 
 Intake nutrisi tidak adekuat
 
 Perubahan pemenuhan nutrisi
 
 16
 
 Disfungsi persepsi spasial dan kehilangan sensorik Perubahan persepsi sensorik Koping individu tidak efektif, Resiko ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan
 
 Gagal napas Kematian Koma Penurunan tingkat kesadaran Resiko trauma (cidera)
 
 Perubahan proses keluarga, Kecemasan klien dan keluarga, Resiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual
 
 BAB 2. KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
 
 2.1 Pengkajian I. Identitas Klien Nama
 
 :
 
 No. RM
 
 :
 
 Umur
 
 :
 
 Pekerjaan
 
 :
 
 JenisKelamin :
 
 Status Perkawinan :
 
 Agama
 
 :
 
 Tanggal MRS
 
 Pendidikan
 
 :
 
 TanggalPengkajian :
 
 Alamat
 
 :
 
 SumberInformasi
 
 :
 
 :
 
 II. Riwayat Kesehatan 1. Diagnosa Medik: Hernia Nukleus Pulposus 2. Keluhan Utama: Nyeri punggung bagian bawah P
 
 : adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong benda
 
 berat) Q
 
 : sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut,
 
 seperti kena api, nyeri tumpul yang terus-menerus. Kaji penyebaran nyeri, apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (referred pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena adanya factor pencetus seperti gerakan gerakan pinggang batuk atau mengedan, berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang bila di buat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring keduduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri bertambah bila ditekan daerah L 5 - S1 (garis antara dua krista iliaka). R
 
 : letak atau lokasi nyeri. Minta klien menunjukkan nyari dengan
 
 setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
 
 17
 
 S
 
 : pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
 
 aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti berjalan, menuruni tangga, menyapu, dan gerakan yang mendesak. Obatobatan yang sedang diminum seperti analgesik, berapa lama klien menggunakan obat tersebut. T
 
 : sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
 
 menetap, hilang timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun). 3. Riwayat penyakit sekarang: Kaji adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat. Pengkajian yang didapat meliputi keluhan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah, di tengah-tengah area pantat dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat. Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, yang juga bisa menimbulkan nyeri punggung bawah yang keluhannya hampir mirip dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan untuk penegakan masalah klien lebih komprehensif dan memberikan dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya. 4. Riwayat kesehatan terdahulu: Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah menderita tuberkulosis tulang, osteomielitis, keganasan (mieloma multipleks) dan metabolik (osteoporosis) yang semua penyakit ini sering berhubungan dengan kejadian dan meningkatkan risiko terjadinya herniasi nukleus pulposus (HNP). Pengkajian lainnya adalah menanyakan adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera tulang belakang, diabetes melitus, dan penyakit jantung. Pengkajian ini berguna sebagai data untuk melakukan tindakan lainnya dan menghindari komplikasi. 5. Riwayat penyakit keluarga: Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus.
 
 18
 
 6. Pengkajian psikososial spiritual Pengertian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat, dan respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan kita tubuh). Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan pada tulang belakang. Semakin lama klien menderita paraparese tersebut, maka mungkin akan bermanifestasi pada koping yang tidak efektif. Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena klien mengalami kesulitan dalam beraktivitas mengakibatkan ketidakmampuan dalam status ekonomi. Pola persepsi dan konsep diri yang ditemukan adalah klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus mengkaji apakah keadaan ini akan memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Pengobatan HNP yang memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga. Hal ini dapat memengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perawat juga melakuka n 22 pengkajian terhadap fungsi neurologis dan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif Keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi klien dengan gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu. 7. Pemeriksaan fisik
 
 19
 
 Setelah dilakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan pada sistem dan terarah (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) dan dihubungkan dengan keluhan klien. a. Keadaan umum Pada HNP keadaan umum biasanya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparese.
 
 - B1 (Breathing)
 
 Jika tidak mengganggu sistem pernafasan biasanya pada pemeriksaan : Inspeksi, ditemukan klien tidak mengalami batuk, tidak sesak nafas, dan frekuensi pernafasan normal. Palpasi, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi, ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru. Auskultasi, ditemukan tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
 
 - B2 (Blood)
 
 Bila tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskuler, biasanya kualitas dan frekuensi nadi normal, tekanan darah normal. Pada auskultasi, tidak ditemukan bunyi jantung tambahan.
 
 - B3 (Brain)
 
 Pengkajian B3 brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum.
 
 20
 
 Kurvatura yang berlebihan, pendaftaran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring/asimetris, muskulatur paravertebral atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak. b. Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis c. Pemeriksaan fungsi serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik. Status mental klien yang telah lama menderita HNP biasanya mengalami perubahan. d. Pemeriksaan saraf kranial 1. Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan 2. Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan biasanya normal 3. Saraf III, IV, dan VI. Klien biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor 4. Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan 5. Saraf VII. Persepsi pengucapan dalam batas normal, wajah simetris. 6. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi 7. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik 8. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius 9. Saraf XII. Lidak simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fisikulasi. Indra pengucapan normal. e. Sistem motorik 1. Kaji kekuatak fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan jari lainnya dengan meminta klien melakukan gerak fleksi dan ekstensi lalu menahan gerakan tersebut.
 
 21
 
 2. Ditemukan atropi otot pada malcolus atay kaput fibula dengan membandingkan kanan dan kiri. 3. Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot – otot tertentu. f. Pemeriksaan refleks 1. Refleks achilles pada HNP 𝐿4 − 𝐿5 negatif 2. Refleks lutut/patella pana HNP 𝐿4 − 𝐿5 negatif g. Sistem sensorik Lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam, dan rasa getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom yang terganggu sehingga dapat ditentukan pula radiks yang terganggu. Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati – hati atau halus sehingga tidak membingungkan klien. Palpasi dilakukan pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri.  B4 (Bladder) Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkata retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.  B5 (Bowel) Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang kurang. Lakukan pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah. Hal ini dapat menunjukkan adanya dehidrasi  B6 (Bone) Adanya kesulitan dalam beraktivitas dan menggerakkan badan karena adanya nyeri, kelemahan, kehilangan sensorik, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Inspeksi kurvatura yang berlebihan, pendaftaran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring/asimetris muskulatur paravertebral atay bokong yang asinetris, postur tubuh yang abnormal. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak.
 
 22
 
 Palpasi ketika meraba kolumna vertebralis cari kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau anteroposterior. Palpasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri. (Arif Muttaqin, 2008, 352). h. Pemeriksaan diagnostik HNP 1. Rontgen foto lumbosakral 
 
 Tidak banyak ditemukan kelainan
 
 
 
 Kadang kadang didapatkan artrosis, menunjang tanda – tanda deformitas vertebra
 
 
 
 Penyempitan diskus intervertebralis
 
 
 
 Untuk menentukan kemungkinan nyeri karena spondilitis, norplasma atau infeksi progen
 
 2. Cairan serebrospinal 
 
 Biasanya normal
 
 
 
 Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi operasi
 
 3. EMG 
 
 Terlihat potensial kecil (fibrolasi) di daerah radiks yang terganggu
 
 
 
 Kecepatan konduksi menurun
 
 4. Iskografi Pemeriksaan diskus dilakukan menggunakan kontras untuk melihat seberapa besar daerah diskus yang keluar pada kanalis vertebralis 5. Elektroneuromiografi (ENMG) Untuk mengetahui radiks yang terkena atau melihat adanya polineuropati 6. Temografi scan Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskus invertebralis 7. MRI Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Apabila secara klinis tidak didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT
 
 23
 
 scan dan mielogram dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat gangguan pada diskus vertebralis 8. Mielografi Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalui tindakan lumbal pungsi dan pemotretan dengan sinar tembus. Dilakukan apabila diketahui adanya penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP. 9. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai komplikasi cedera tulang belakang terhadap orang lain. (Arif Muttaqin, 2008, 358).
 
 2.2 Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot 3. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum. 4. Gangguan
 
 eliminasi
 
 urin berhubungan
 
 dengan
 
 kelumpuhan saraf
 
 perkemihan 5. Risiko gangguan
 
 intergritas
 
 kulit
 
 yang
 
 berhubungan
 
 imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama.
 
 24
 
 dengan
 
 2.3 Intervensi Keperawatan No
 
 1.
 
 Diagnosa
 
 Tujuan dan Kriteria
 
 Keperawatan
 
 Hasil
 
 Nyeri akut yang
 
 Setelah dilakukan
 
 NIC
 
 berhubungan
 
 perawatan selama kurang
 
 Pain Management
 
 dengan agen
 
 lebih 3 X 24 jam pasien :
 
 cedera fisik
 
 a. Mampu mengontrol
 
 Intervensi
 
 a. Lakukan
 
 pengkajian
 
 nyeri
 
 secara komprehensif termasuk
 
 (penyempitan
 
 nyeri (tahu penyebab,
 
 lokasi,
 
 saraf pada
 
 nyeri, mampu
 
 frekuensi, kualitas dan faktor
 
 diskus
 
 menggunakan
 
 presipitasi
 
 intervertebralis,
 
 nonfarmakologi untuk
 
 tekanan di daerah
 
 mengurangi nyeri,
 
 distribusi ujung
 
 mencari bantuan)
 
 saraf)
 
 b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 
 karakteristik,
 
 b. Observasi
 
 reaksi
 
 durasi,
 
 nonverbal
 
 dari ketidaknyamanan c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien d. Kaji
 
 kultur
 
 yang
 
 mempengaruhi respon nyeri
 
 c. Mampu mengenali nyeri e. Kontrol lingkungan yang dapat (skala, intensitas,
 
 mempengaruhi nyeri seperti
 
 frekuensi dan tand
 
 suhu ruangan, pencahayaan,
 
 nyeri)
 
 dan kebisingan
 
 d. Mengatakan rasa
 
 f. Ajarkan
 
 teknik
 
 non
 
 nyaman stelah nyeri
 
 farmakologi dalam mengurangi
 
 berkurang
 
 nyeri (nafas dalam) g. Berikan
 
 analgetik
 
 untuk
 
 mengurangi nyeri h. Tingkatkan istirahat i. Kolaborasi dengan tim medis jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
 
 25
 
 2.
 
 Hambatan
 
 Setelah dilakukan
 
 mobilitas
 
 fisik perawatan selama kurang
 
 berhubungan
 
 lebih 4 X 24 jam pasien:
 
 dengan
 
 a. meningkat dalam
 
 penurunan
 
 aktifitas fisik
 
 kekuatan otot
 
 b.Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas fisik
 
 NIC a. Observasi TTV sebelum dan sesudah latihan b. Kaji
 
 kemampuan
 
 untuk ambulasi c. Bantu
 
 klien
 
 penggunaan alat bantu
 
 untuk
 
 mendapatkan alat bantu d. Ajarkan
 
 c.Memperagakan
 
 pasien
 
 pasien
 
 teknik
 
 ambulasi e. Latih
 
 pasien
 
 dalam
 
 pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai dengan kebutuhan f. Ajarkan
 
 pasien
 
 dalam
 
 perubahan posisi g. Kolaborasikan dengan terapi fisik terkait ambulasi 3.
 
 Gangguan eliminasi
 
 Setelah dilakukan alvi perawatan selama kurang
 
 /konstipasi
 
 lebih 2 X 24 jam dapat
 
 berhubungan
 
 teratasi gangguan
 
 dengan gangguan eliminasi alvi dengan persarafan
 
 pada kriteria hasil :
 
 usus dan rektum.1) a. BAB lancar 1 kali sehari 2) b. Abdomen tidak tegang
 
 NIC a. auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya. b. Observasi adanya distensi perut. c. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. d. Berikan
 
 diet
 
 seimbang
 
 obat
 
 pencahar
 
 TKTP cair. e. Berikan
 
 sesuai keperluan.
 
 26
 
 4.
 
 Gangguan
 
 Setelah dilakukan
 
 eliminasi
 
 urin perawatan selama kurang
 
 NIC
 
 berhubungan
 
 lebih 2 X 24 jam pasien
 
 catat produksi urine tiap
 
 dengan
 
 dapat teratasi gangguan
 
 jam.
 
 kelumpuhan saraf eliminasi urinnya dengan perkemihan
 
 kriteria hasil : a. Kandung
 
 b. Palpasi adanya
 
 kemih
 
 kosong secara penuh b. Intake cairan normal c. Bebas dari ISK
 
 5.
 
 a. Kaji pola berkemih, dan
 
 kemungkinan distensi
 
 kandung
 
 kemih. c. Anjurkan
 
 pasien
 
 untuk
 
 minum 2000 cc/hari. d. Pasang dower kateter.
 
 Resiko gangguan Setelah dilakukan
 
 NIC
 
 integritas kulit
 
 perawatan selama kurang
 
 a. Anjurkan
 
 yang
 
 lebih 2 X 24 jam pasien
 
 menggunakan pakaian yang
 
 berhubungan
 
 dapat teratasi resiko
 
 longgar
 
 dengan
 
 gangguan itegritas kulit
 
 imobilisasi, tidak dengan kriteria hasil : adekuatnya
 
 a.Integritas kulit yang baik
 
 pasien
 
 b. Hindari kerutan pada tempat tidur c. Jaga
 
 kebersihan
 
 sirkulasi perifer,
 
 bisa dipertahankan
 
 hindari
 
 tirah baring lama.
 
 (sensasi, elastisitas,
 
 terhadap kulit
 
 temperature, hidrasi, pigmentasi)
 
 untuk
 
 trauma
 
 kulit dan
 
 dan panas
 
 d. Mobilisasi pasien tiap 2 jam sekali
 
 b.Tidak ada luka/lesi c. Menunjukkan
 
 e. Observasi adanya eritema dan kepucatan dan palpasi adanya
 
 pemahaman dalam
 
 kehangatan
 
 proses perbaikan kulit
 
 jaringan tiap mengubah posisi.
 
 dan mencegah terjadinya cidera berulang d.Mampu melindungi kulit
 
 27
 
 f. Anjurkan
 
 dan
 
 untuk
 
 pelunakan
 
 melakukan
 
 latihan ROM dan mobilisasi jika mungking
 
 dan mempertahankan kelembapan kulit
 
 g. gunakan pengganjal bawah
 
 bantal yang
 
 air
 
 atau
 
 lunak
 
 daerah-daerah
 
 di
 
 yang
 
 menonjol. h. Bersihkan kulit.
 
 dan
 
 Jagalah
 
 keringkan linen
 
 kering.
 
 2.4 Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990). 2.5 Discharge Planning a. Hindari mengandarai mobil saat proses pemulihan b. Menghindari kerja berat selama 2 sampai 3 bulan setelah operasi c. Makan makanan yang banyak mengandung nutrisi dan vitamin serta kalsium untuk meningkatkan daya tahan tubuh d. Periksa ke dokter jika gejala kambuh atau semakin parah e. Tirah baring singkat diatas kasur yang keras dan rata f. Fisioterapi g. Konsultasikan jika memerlukan terapi lebih lanjut h. Pemakaian alat bantu lumbo sakral berupa korset dan penyangga jika nyeri menetap pada bagian belakang (punggung) i. Olahraga secara bertahap jika nyeri punggung sudah mereda untuk memperkuat otot punggung dan abdomen (Nurarif H.Amin dan Kusuma Hardhi, 2015).
 
 28
 
 tetap
 
 29
 
 DAFTAR PUSTAKA Hurst, Marlene. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah Vol 1. Jakrta: EGC. Kowalak, Jennifer P., dkk. 2016. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC. Bulechek G.M., Butcher H.K., Dochterman J.M., Wagner C. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi 6. Mosby: Elsevier Inc. Price, Sylvia A., dan Lorraine, M. Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 . Jakarta: EGC Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasiikasi 2012-2014. Jakarta : EGC. Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC. Nurarif H.A, Kusuma H.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
 
 30