Diktat Pembelajaran Ipa SD 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Gefällt Ihnen dieses papier und der download? Sie können Ihre eigene PDF-Datei in wenigen Minuten kostenlos online veröffentlichen! Anmelden
Datei wird geladen, bitte warten...
Zitiervorschau

PEMBAHASAN I

PEMBAHASAN II

PEMBAHASAN III LANDASAN FILOSOFIS DAN PSIKOLOGIS SERTA METODOLOGI DASAR YANG MENDASARI PEMBELAJARAN IPA DI SD A.

Penegertian IPA IPA merupakan singkatan dari “Ilmu Pengetahuan Alam” yang merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural berarti alamiah atau berhubungan dengan alam. Science berarti ilmu pengetahuan. IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dengan segala isi (Hendro Darmodjo, 1992: 3). Menurut Nash 1963 (dalam Hendro Darmodjo, 1992: 3) IPA adalah cara atau metode untuk mengamati alam yang bersifat analisi,lengkap, cermat serta menghubungkan antara fenomena alam yang satu dengan fenomena alam yang lainnya. Sedangkan menurut Powler (dalam Winaputra, 1992: 122) IPA merupaka ilmu yang berhubungan dengan geala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara taratur dan berlaku umum berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen. Berdasarkan pengertian IPA di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya IPA terdiri atas 3 unsur utama. Ketiga unsur tersebut yaitu produk, proses ilmiah, dan pemupukan sikap. IPA bukan hanya pengetahuan tentang alam yang disajikan dalam bentuk fakta, konsep, prinsip atau hukum (IPA sebagai produk), tetapi sekaligus cara atau metode untuk mengetahui dan memahami gejala-gejala alam (IPA sebagai proses ilmiah) serta uapaya pemupukan sikap ilmiah (IPA sebagai sikap).

B.

Tujuan Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA di SD ditunjukan untuk memberi kesempatan siswa memupuk rasa ingin tahu secara alamiah, mengembangkan kemampuan bartanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti, serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Tujuan mata pelajaran IPA di SD berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

C.

Pembelajaran IPA di SD Sesuai dengan tujuan pembelajaran dan hakikat IPA, bahwa IPA dapat dipandang sebgai produk, proses dan sikap, maka dalam pembelajaran IPA di SD harus memuat 3

dimensi IPA tersebur. Pembelajaran IPA tidak hanya mengajarkan penguasaan fakta, konsep, dan prinsip tentang alam tetapi juga mengajarkan metode memecahkan masalah, melatih kemampuan berpikir kritis dan mengambil kesimpulan melatih bersikap objektif, bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. Model pembelajaran IPA yang sesuai untuk anak usia sekolah dasar adalah model pembelajaran yang menyesuaikan situasi belajar siswa dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat.

D.

Pengertian Pembelajaran Terpadu Ada dua istilah yang memiliki hubungan yang saling terkait, yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum) dan pembelajaran terpadu (integrated learning). a. Kurikulum terpadu adalah kurikulum yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu melalui pemanduan isi, keterampilan, dan sikap (Wolfinger, 1994:133). Rasional pemanduan itu disebabkan oleh beberapa hal berikut : 1. Pengalaman belajar bersifat interdisipliner sehingga diperlukan multi-skill. 2. Tuntutan interaksi kolaboratif. 3. Memudahkan anak membuat hubungan antar seksama. 4. Efesiensi. 5. Tuntutan keterlibatan anak tinggi dalam proses pemeblajaran. Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Bermakana artinya siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menggabungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Menurut Aminudin, (1994). Penegertian pembelajaran terpadu dapat dilihat sebagai berikut : a.

Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan sebagai mata pelajaran yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling serta dalam rentang kemampuan dan perkembangan anak.

b.

Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara serempak (simultan);

c.

Merakit atau menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa mata pelajaran yang berbeda, dengan harapan siswa akan belajar dengan lebih baik dan bermakna.

E.

Landasan Pembelajaran Terpadu Landasan ini pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangka oleh para guru pada waktu merencanakan, melaksanakan, serta menilai proses dan hasil pembelajaran. 1. Landasan Filosofis Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falasafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikkmah, arif, atau bijaksana. Perumusan kompetensi dan materi pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pembelajaran IPA berlandaskan pada filsafat pendidikan: a. Progresivisme, yaitu proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. b. Konstruktivisme, anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. c. Humanisme, melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensi, dan motivasi yang dimilikinya. Secara filosofis bahwa anak didik mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan secara signifikan dalam kehidupannya walaupun bersifat evolusionis, karena lingkungan hidup anak didik merupakan suatu dunia yang terus berproses (becoming) secara evolusionis pula. Pengetahuan anak didik adalah kumpulan kesan-kesan dan informasi yang terhimpun dalam pengalaman empirik yang partikular seharusnya setiap untuk digunakan. Kesan-kesan di luar itu diterima oleh indera, dimana indera jasmani merupakan satu kesatuan dengan rohani. Oleh karena itu jasmani dan rohani perlu mendapatkan kebebasan dalam menerima kesan-kesan dari lingkungannya dan dalam memanifestasikan kehendak dan tingkah lakunya. Dengan demikian pendidikan yang diperlukan bagi anak didik adalah pendidik yang menyeluruh dan menyentuh aspek jasmani dan rohani dengan memberikan tempat yang wajar pada anak didik.

2. Landasan Psikologis Psikologis atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yanag dapat dipengaruhi oleh alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Dalam perkembangan jiwa dan jasmani inilah seyogiyanya anak-anak belajar, sebab pada masa ini mereka peka untuk belajar, punya waktu banyak untuk belajar, dan bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga. Masa belajar ini bertingkat-tingkat sejalan dengan fase-fase perkembangan mereka. Oleh karena itu layanan-layanan pendidikan terhadap mereka harus pula dibuat bertingkat-tingkat agar pelajaran itu dipahami anak-anak. Secara teoritik maupun praktik pembelajaran berlandasan pada psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pemebelajaran yang diberikan kepada anak didik agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memeberikan kontribusi dalam hal bagaiman isi/materi pembelajaran tersebut disampaikan kepada anak didik dan bagaimana pula anak didik harus memepelajari. Pembelajaran dilakukan pada kelas awal ketika usia anak didik mencapai usia sekitar 6-9 tahun. Anak didik dalam rentangan usia demikian biasanya secara fisik berkembang sedemikian rupa dan sudah dianggap matang untuk belajar di sekolah formal. Ia dapat melakukan sesuatu secara mandiri, seperti makan, minum, mandi, dan berpakaian. Secara psikis mereka telah dianggap matang dalam membedakan satu benda dengan benda lainnya dan kemampuan bahasa sudah cukup untuk menerjemahkan isi pikiranya. Sedangkan secara emosional ia telah dapat mengontrol emosinya. Untuk perembangan kecerdasannya ditunjukkan dengan kemampuannya mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang bicara. Teori

perkembangan

mental

Piaget

yang

biasa

juga

disebut

teori

Perkembangan Intelektual atau Teori Perkembangan Kognitif bahwa setiap tahap perkembangan intelektual dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan, (Ruseffendi, 1988: 132). Pada anak kecil perkembangan berfikirnya ditandai dengan gerak-geraknya, kemudian berpikir melalui konkret

sampai berpikir secara abstark. Kemampuan berpikir semacam ini tidak sama persis antara satu anak dengan anak lainnya, tetapi tergantung dan sesuai dengan irma perkembangan anak. Ketika anak Berfikir secara konkret maka yang terjadi pada pengetahuannya itu dibangun melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah peyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomondasi adalah menyusun kembali stuktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1998: 133). Atau akomodasi adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7). Pengetahuan menurut Piaget, tidak diperoleh secara pasti melainkan melalui tindakan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya (Poedjiadi, 1999:61). Dengan demikian tahap perkembangan kognitif anak dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman pada tahap tertentu terjadi dengan cara berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektualnya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998:5). Dari pengertan di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pembelajaran dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Setiap tahap pembelajaran itu didefinisikan oleh Piaget dengan cluster pengurutan, pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotensis, dan penarikan kesimpulan. Demikian menunjukkan adanya operasi mental yang ditanda dengan adanya perilaku intelektual. Dari sisi psikologi belajar bahwa anak didik: a. Memiliki kognitif, tidak diperoleh secara pasif, tetapi anak didik secra aktif mengkonstruksi struktur kognitifnya. b. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses ketertiban anak didik. c. Pengetahuan sesuatu dikontruksi secara personal. d. Pembelajaran perlu melibatkan pengetahuan situasi kelas. e. Kurikulum adalah seperakat pembelajaran, materi, dan sumber, (Susan, Marlilyn, dan Tony, 1995: 222). Dalam interaksi anak didik dengan lingkungan ini (lingkungan sosial maupun material), anak didik sangat mungkin memperoleh penemuan. Arti penting interaksi

anak didik dengan lingkungannya sebagaimana tersebut di atas adalah bahwa pengetahuan anak didik tidak semata dapat ditransfer dari pengetahuan orang lain melainkan juga melalui pengalaman langsung yang hnaya bisa didapat didik harus aktif secara mental membangun srtuktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Anak didik tidak diharapkan sebagai bank yang menerima setoran dari berbagai pihak. Sehingga perlu ditekankan pada anak didik: a. Peran aktif anak didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. b. Pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. c. Mengkaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Tasker (1992: 30). Kalimat diatas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungan. Bahakan anak didik lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang mendorong tercapainya pembelajaran dari sisi psikologi belajar, maka ada baiknya mengambil saran dari Tytler, (1996: 20) bahwa pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Memberi kesempatan kepada anak didik untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri. b. Memberi kesempatan kepada anak didik untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjasi lebih kreatif dan imajinatif. c. Memberi kesempatan kepada anak didik untuk mencoba gagasan batu. d. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki anak didik. e. Mendorong anak didik untu memikirkan perubahan gagasan mereka. f. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Beberapa pandangan bagaimana disebutkan di atas, memeberikan arah bahwa pemebelajaran

lebih

menfokuskan

pada

kesuksesan

anak

didik

dalam

mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan sekedar refleksi atas berbagai informasi dan gejala yang di amati. Anak didik lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui asimilasi dan akomondasi.

3. Pengertian Metodologi Kata ‘Metodologi’ berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara, dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian Metodologi dapat diartikan ; Suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan metode, peraturan, atau kaedah yang diikuti dalam ilmu pengetahuan (Komaruddin dan Yooke,2000). Metode, menurut Kmaus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2002: 741), berarti “ilmu tetntang metode, uraian tentang metode”. 4. Pengertian Pembelajaran Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan (Purwadinata, 1967, hal 22). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secaara optimal. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkat laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang dilakukan pendidik kepada peserta didik untuk memunculkan keinginan belajar dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui media, lingkungan, dan lainnya. 5. Pengertian Metodologi Pembelajaran Metodologi dapat diartikan ; suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan metode, peraturan, atau kaedah yang diikuti dalam ilmu pengetahuan. Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingakah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa metodologi pemebelajaran adalah : a. Metodologi pembelajaran adalah ilmu yang memebahas tentang cara-cara yang digunakan untuk melaksanakan suatu proses interaksi antara pembelajar dan pebelajar agar tujuan yang telah ditentukan dalam pendidikan dapat tercapai.

b. Metodologi pembelajaran adalah ilmu yang memepelajari tentang bagaimana cara-cara seorang guru dalam membimbing, melatih, memberi contoh, dan mengatur serta memfasilitasi berbagai hal kepada peserta didik agar biasa belajar sehingga pengajaran tersebut sesuai dengan daya serap peserta didik. c. Metodologi pembelajaran adalah ilmu yang membahas tentang segala usaha seorang guru yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan pendidikan melalui proses pembelajaran dengan berbagai aktivitas baik itu di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

6. Pengertian Metode Pembelajaran Metode menurut Djamaluddin dan Abdullah Aly dalam Kapita Selekta Pendidikan Islam, (1999: 144) berasal dari kata meta berarti melalui, dan hodos jalan. Jadi metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Depag RI dalam buku Metodologi Pendidikan Agama Islam (2001: 19) Metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Menurut WJS. Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1999: 767) Metode adalah cara yang telah teratur an terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Berdasarkan definisi di atas, penulis dapat megambil kesimpulan bahwa metode merupakan jalan atau cara yang ditempuh seseorang untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Mengajar adalah suatu usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit menentukan bagaimana sebenarnya mengajar yang baik. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Menurut Ahmadi (1997: 52) metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur. Jadi pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajar merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemeroleh ilmu dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.

7. Macam-macam Metode Pembelajaran Metode pembelajaran banyak macam-macam dan jenisnya, setiap jenisnya metode pemebelajaran mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing, tidak menggunakan satu macam metode saja, mengkombinasikan penggunaan beberapa metode sampai saat ini masih banyak digunakan dalam proses belajar mengajar. Menurut Nana Sudjana (dalam buku Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, 1989: 7886) terdapat bermacam-macam metode dalam pembelajaran, yaitu Metode ceramah,, Metode Tanya Jawab, Metode Kelompok, Metode Demonstrasi dan Eksperimen, Metode sosiodrama (roleplaying), Metode problem solving, Metode sistem regu (team teaching), Metode latihan (drill), Metode karyawisata (Field-trip), Metode survai masyarakat, dan Metode simulasi. Beberapa jenis metode pembelajaran sebagai berikut: a) Metode Ceramah Metode ceramah adalah penuturan bahan pelajaran cecara lisan. Metode ini tidak senantiasa jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung dengan alat dan media, serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya. Menurut Ibrahim, (2003: 106) metode ceramah adalah suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan. Metode ini seringkali digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran apabila menghadapi sejumlah siswa yang cukup banyak, namun perlu diperhatikan juga bahwa metode ini akan berhasil baik apabila didukung oleh metode-metode yang lain. Guru harus benar-benar siap dalam hal ini. Karena jika disampaikan hanya cermah saja dari awal pelajaran smapai selesai, siswa akan bosan dan kurang berminat dalam mengikuti pelajaran, bahkan bisa-bisa siswa tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh gurunya. a. Kelebihan metode ceramah: 1. Guru lebih menguasai kelas. 2. Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas. 3. Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar. 4. Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya. 5. Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik. b. Kelemahan metode ceramah 1. Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).

2. Yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih biasa menerima. 3. Membosankan bila selalu digunakan dan terlalu lama. 4. Sukar menyimpulkan siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya.

b) Metode Tanya Jawab Metode Tanya Jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat ywo way traffic, sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru dengan siswa. a.

Kelebihan metode tanya jawab 1.

Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa.

2.

Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingat.

3.

Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.

b.

Kelemahan metode tanya jawab 1.

Siswa merasa takut bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk berani dengan menciptakan suasana yang tidak tegang.

2.

Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan mudah dipahami siswa.

3.

Sering membuang banyak waktu.

4.

Kurangnya waktu untuk memberikan pertnyaan kepada seluruh siswa.

c) Metode Diskusi Metode Diskusi adalah bertukar informasi, berpndapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih cermat tentang permasalahan atau topik yang sedang dibahas. Metode Diskusi adalah metode pembelajaran berbentuk tukar menukar pengalaman secra teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian yang sama, lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama.

a.

Kelebihan metode diskusi 1. Merangsang kreatifitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan, prakarsa dan terobosan baru dalam pemecahan maslah. 2. Mengembangkan sikap saling menghargai pendapat orang lain. 3. Memperluas wawasan. 4. Membina untuk terbiasa musyawarah dalam memecahkan suatu masalah.

b.

Kelemahan metode diskusi 1. Membutuhkan metode diskusi. 2. Tidak dapat dipakai untuk kelompok yang besar. 3. Peserta mendapat informasi yang terbatas. 4. Dikuasai ornag-orang yang suka bebrbicara atau ingin menonjolkan diri.

d) Metode Demokrasi Metode Demokrasi dan eksperimen merupakan metode mengajar yang sangat efektif, sebab membantu para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta yang benar. Demokrasi yang dimaksud ialah suatu metode mengajar yang memperlihatkan bagaimana proses terjadinya sesuatu. Metode demokrasi adalah metode mengajar yang cukup efektif sebab membantu para siswa untuk memperoleh jawaban dengan mengamati suatu proses atau peristiwa tertentu. a. Kelebihan metode demokrasi 1. Menghindari verbalisme. 2. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari. 3. Proses pengajaran lebih menarik. 4. Siswa dirangsang untuk efektif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan dan mencoba melakukannya sendiri. b. Kelemahan metode demokrasi 1. Memerukan keterampilan guru secara khusus. 2. Kurangnya fasilitas. 3. Membutuhkan waktu yang lama.

e) Metode Eksperimen Metode Eksperimen, metode ini bukan sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan satu metode berfikir, sebab dalam ekspermen dapat menggunakan metode lainnya dimulai dari menarik data sampai menarik kesimpulan. Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari (Djamarah, 2002: 95). Metode demokrasi dan eksperimen merupakan metode mengajar yang sangat efektif, sebab membantu para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta yang benar. a. Kelebihan metode eksperimen 1. Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan. 2. Membina siswa membuat terobosan baru. 3. Hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia. b. Kelemahan metode eksperimen 1. Cenderung sesuai bidang sains dan teknologi. 2. Kesulitan dalam fasilitas. 3. Menuntut ketelitian, kesabaran, dan ketabahan. 4. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan.

f) Metode Latihan (drill) Metode latihan adalah suatu teknik mengajar yang mendorong siswa untuk melaksankan kaegiatan latihan agar memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang dipelajari. a. Kelebihan metode latihan 1. Untuk memperoleh kecakapan motoris. 2. Untuk memperoleh kecakapan mental. 3. Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat. 4. Pembentukan kebiasaan serta menambah ketetapan dan kecepatan pelaksanaan. 5. Pemanfaatan kebiasaan yang tidak membutuhkan konsentrasi.

6. Pembentukan kebiasaan yang lebih otomatis. b. Kelemahan metode latihan 1. Menghambat bakat dan inisiatif siswa. 2. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan. 3. Menoton, mudah membosankan. 4. Membentuk kebiasaan yang kaku. 5. Dapat menimbulkan verbalisme.

g) Metode Pemberian Tugas (Resitasi) Metode resitasi adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan baelajar. a. Kelebihan metode resitasi 1. Merangsang siswa dalam melaksanakan aktivitas belajar baik individual maupun kelompok. 2. Dapat mengembangkan kemandirian. 3. Membina tanggung jawab dan disiplin siswa. 4. Mengembangkan kreatifitas siswa. b. Kelemahan metode reistasi 1. Sulit dikontrol 2. Khusus tugas kelompok yang aktif siswa tertentu. 3. Sulit memberikan tugas yang sesuai perbedaan individu. 4. Menimbulkan kebosanan.

h) Metode Simulasi Metode simulasi. Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya purapura atau berbuat seolah-olah. Kata simulasition artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura. Dengan demikian, simulasi delam metode mangajar dimaksud sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui proses tingkah laku imitasi atau bermaian peran mengenai suatu tinkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan yang sebenarnya. a.

Kelebihan metode simulasi Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunkan simulasi sebagai metode mengajar, diantaranya adalah:

1. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya kelak; baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi dunia kerja. 2. Semulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peran sesuai dengan topik yang disimulasikan. 3. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa. 4. Memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis. 5. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran. b.

Kelebihan metode simulasi Disamping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai kelemahan, diantaranya: 1.

Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.

2.

Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebgai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.

3.

Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.

PEMBAHASAN VI TEORI PIAGET, TEORI AUSUBLE, TEORI GAGNE DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN IPA SD A. Teori Piaget 1.

Piaget Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi. Kecenderungan anak anak SD beranjak dari hal-hal yang konkrit, memandang sesuatu kebutuhan secara terpadu. Berdasarkan kecenderungan diatas maka, belajar adalah suatu proses yang aktif, konstruktif, berorientasi pada tujuan, semuannya bergantung pada aktifitas mental peserta didik.

2.

Teori Piaget Teori piaget menguraikan perkembangan kognitif dari bayi sampai dewasa. Dalam pandangan Piaget, struktur kognitif merupakan kelompok ingatan yang tersusun dan saling berhubungan, aksi dan strategi yang dipakai oleh anak-anak untuk memahami dunia sekitarnya. Pada bayi, struktuf kognitif yang dimiliki adalah refleks. Contoh: bayi secara otomatis mengisap benda – benda yang menyentuh bibirnya. Selain mengisap , menjangkau, menyepak, melihat dan memukul merupakan kegiatan sensorimotor yang terorganisir. Struktur kognitif ini cepat dimodifikasi ketika bayi tumbuh dan berinteraksi dengan dunia. Pada masa anakanak sudah mulai ada pemahaman dan kegiatan mental. Proses kognitif pada bayi dimulai dengan mempunyai respon mengisap, respon melihat, respon menggapai, respon memegang yang berfungsi secara terpisah. Lama-lama respon ini diorganisasikan ke dalam sistem yang lebih tinggi, yang merupakan koordinasi dari respon-respon tersebut. Contoh: bayi yang menjangkau botol susu memasukkannya kedalam mulutnya untuk diisap.

Teori Piaget ini banyak dipakai dalam penentuan proses pembelajaran di kelas SD terutama pembelajaran IPA. Berdasarkan teori di atas, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan pembelajaran di kelas antara lain: bahwa Piaget beranggapan anak bukan merupakan suatu botol kosong yang siapun untuk diisi, melainkan anak secara aktif akan membangun pengetahuan dunianya. Suatu hal lagi, teori Piaget mengajarkan kita pada suatu kenyataan bahwa seluruh anak mengikuti pola perkembangan yang sama tanpa mempertimbangkan kebudayaan dan kemampuan anak secara umum. Hanya umur anak di mana konservasi muncul sering berbeda. Poin yang penting ini menjelaskan kita mengapa pembelajaran IPA di SD banyak menggunakan percobaan-percobaan nyata dan berhasil pada anak yang lemah dan anak yang secara kebudayaan terhalangi. Penerapan selanjutnya adalah guru harus selalu ingat bahwa anak menangkap dan menerjemahkan sesuatu secara berbeda. Sehingga walaupun anak mempunyai umur yang sama tetapi ada kemungkinan mereka mempunyai pengertian yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian yang sama. Jadi setiap individu anak adalah unik (khas). Implikasilainnya yang perlu diperhatikan, apabila hanya kegiatan fisik yang diterima anak, tidak cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak yang bersangkutan. Ide- ide anak harus selalu dipakai. Piaget memberikan contoh sementara beliau menerima seluruh ide anak, beliau juga mempersiapkan pilihan-pilihan yang dapat dipertimbangkan oleh anak. Sehingga apabila ada seorang anak yang mengatakan bahwa air yang ada di luar gelas berisi es berasal dari lubang-lubang kecil yang ada pada gelas maka guru harus menjawab pernyataan itu dengan “bagus”. Tetapi setelah beberapa saat guru harus mengarahkan sesuai dengan apa yang seharusnya bahwa sebenarnya air yang ada di permukaan luar gelas bukan berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas, melainkan berasal dari uap air di udara yang mengembun pada permukaan gelas yang dingin. Jadi guru harus selalu secara tidak langsung memberikan idenya tetapi tidak memaksakan kehendaknya. Dengan demikian anak akan menyadari bagaimana anak tersebut bisa mendapatkan idenya. Dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk menilai sumber ide-idenya akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menilai proses pemecahan masalah. Hal ini juga perlu dilakukan di dalam kelas. Sebagai contoh, apabila kelas telah menyelesaikan suatu masalah, sebaiknya guru menanyakan kembali kepada siswa tentang cara mendapatkan jawaban tersebut. Misalnya dengan “Bagaimana kita

bisa samapai pada jawaban ini?” dan membantu kelas untuk mengulas kembali tahapan-tahapan yang dilalui hingga menemukan jawaban atau kesimpulan itu. Dengan demikian guru lebih membantu anak dalam proses perkembangan intelektualnya. Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa proses pembelajaran di kelas menurut Piaget harus meletakkan anak sebagai faktor yang utama. Hal ini sering disebut sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak (child center). Seperti telah dikatakan di atas bahwa pembelajaran berlandaskan teori Piaget harus mempertimbangkan keadaan tiap siswa (dikatakan sebagai terpusat pada siswa) dan siswa diberikan banyak kesempatan untuk mendpatkan pengalaman dari penggunaan inderanya. Berikut akan disampaikan rancangan pembelajaran secara garis besar. 1. Tahap Sensori Motor Salah satu ciri khusus anak pada usia ini adalah penguasaan, yang Piaget sebut sebagai konsep objek , suatu pengertian bahwa benda atau objek itu ada dan merupakan kekhasan dari benda tersebut, dan akan tetap ada walaupun benda tersebut tidak tampak atau tidak dapat di pegang/ diraba ole anak. Selain ciri di atas, tidak ada bahasa pada awal tahapan ini tetapi ada permulaan simbolisasi. Piaget beranggapan bahwa representasi internal dari benda atau kejadian dihasilkan melalui imitasi. Ada tiga kemampuan penting yang dicapai anak pada masa sensori motor ini yaitu: a. Kemampuan mengontrol secara internal,yaitu terbentuknya kontrol dari dalam pikirannya terhadap dunia nyata. Dengan kata lain, sampai dengan usia dua tahun anak mengalami pergantian persepsi dari motor murni ke arah gambaran yang berupa simbol (lambang). b. Perkembangan konsep kenyataan. Pada akhir tahap ini anak akan menyadari bahwa dunia ini ada dan tetap ada, sehingga anak akan mengetahui bahwa benda itu ada. c. Perkembangan pengertian beberapa sebab dan akibat.

3.

Penerepan teori Piaget dalam pembelajaran IPA SD Dengan beranggapan anak bukan merupakan suatu botol kosong yang siapun untuk diisi, melainkan anak secara aktif akan membangun pengetahuan dunianya. Penerapan selanjutnya adalah guru harus selalu ingat bahwa anak menangkap dan

menerjemahkan sesuatu secara berbeda. Ide- ide anak harus selalu dipakai. Tetapi setelah beberapa saat guru harus mengarahkan sesuai dengan apa yang seharusnya. B. Teori Ausuble 1. Teori Ausubel David Ausubel terkenal dengan teori belajar yang dibawanya yaitu teori belajar bermakna (meaningful learning). Menurut Ausubel belajar bermakna terjadi jika suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang, selanjutnya bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan pengertian baru pada konsep-konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, maka akan terjadi belajar hafalan. Ia juga menyebutkan bahwa proses belajar tersebut terdiri dari dua proses yaitu proses penerimaan dan proses penerimaan dan proses penemuan. (Ratna Wilis Dahar, 2006). Tahap-Tahap Penerapan Teori Ausebel, yaitu : a. Pengaturan Awal (advance organizer) Pengaturan awal atau dapat disebut juga sebagai bahan pengait maka dapat mengaitkan aatara konsep lama yang telah dimiliki siswa dengan konsep baru yang maknanya jauh lebih tinggi. Pengaturan awal ini dapat kita lihat pada RPP pada kegiatan awal bagian apresiasi, dimana guru menghubungkan materi yang telah dimiliki siswa dengan materi pelajaran yang baru. Misalnya dalam pembelajaran IPA di SD, guru mengajarkan tentang bagian-bagian tumbuhan yang terdiri dari akar, daun, batang, bunga, buah, dan biji. Maka guru dapat bertanya kepada siswa dengan beberapa pertanyaan, misalnya: apakah kalian tahu daun? Apa warna daun itu? Daun pada tumbuhan berguna untuk apa?. Jadi pada pengaturan awal ini dapat mengaitkan antara konsep lama siswa yang sudah tahu warna daun kemudian dihubungkan dengan konsep baru yaitu kegunaan dari daun. b. Diferensiasi Progresif Diferensiasi progresif adalah suatu proses menguraikan masalah pokok menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan khusus. Proses penyusunan pelajaran yang mengenalkan pada siswa dari konsep yang umum atau inklusif kemudian menuju ke konsep yang khusus. Sehingga pelajaran dimulai dari yang umum menuju ke yang khusus. Misalnya dalam pembelajaran IPA di SD, guru memberikan materi mengenai jenis hewan berkaki empat, kemudian guru dapat

mengajukan pertanyaan yaitu hewan apa saja yang berkaki empat?, diantara hewan berkaki empat, hewan apa sajakah yang pemakan rumput dan pemakan daging?. Dari pertanyaan guru tersebut maka siswa dapat mengetahui bahwa hewan berkaki empat itu ada yang pemakan rumput dan ada juga yang pemakan daging. Sehingga pelajaran dari umum-khusus. c. Consolidasi (belajar subordinatif) Dalam konsilidasi (consolidation) guru memberikan pemantapan atas materi pelajaran yang telah diberikan untuk memudahkan siswa memahami dan mempelajari selanjutnya. Dalam hal ini guru dapat memberikan pertanyaan kepada siswa, misalnya dalam materi tumbuhan. Guru dapat menanyakan pada siswa tentang bagian-bagian dari tumbuhan serta fungsi dari bagian tumbuhan tersebut. Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan ke arah diferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi pada konsep-konsep yang lebih luas dan inklusif. d. Rekonsiliasi Integratif Menurut konsep rekonsiliasi integratif dalam mengajar, konsep-konsep perlu diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan kata lain guru hendaknya menunjukkan pada siswa bagaimana konsep dan prinsip tersebut saling berkaitan. Guru menjelaskan dan menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai siswa. Dengan demikian siswa akan mengetahui alasan dan manfaat materi yang akan dijelaskan tersebut. Contoh dalam pembelajaran, misal mempelajari materi tentang bagian tumbuhan yaitu daun. Siswa pada kelas sebelumnya telah mempelajari tentang daun, tetapi hanya sebatas mengetahui tentang apa itu fungsi daun. Dan pada kelas berikutnya siswa kembali mempelajari tentang daun, akan tetapi dalam materi ini siswa akan lebih mendalami tidak hanya sebatas pada fungsi daun saja melainkan macam-macam tulang daun.

2. Penerepan teori Ausuble dalam pembelajaran IPA SD Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa. Informasi yang baru diterima akan disimpan di daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak tang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan tersebut. David P. Ausubel menyebutkan bahwa pengajaran secara verbal adalah lebih efisien dari segi waktu yang diperlukan untuk menyajikan pelajaran dan menyajikan bahwa pembelajar dapat mempelajari materi pelajaran dalam jumlah yang lebih banyak. C. Teori Gagne 1. Teori Gagne Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya. Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara. Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran. 2. Penerepan teori gagne dalam pembelajaran IPA SD Memperoleh Perhatian Kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut itu penting. Hal ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan seputar materi yang akan disajikan. Contoh : Mengenalkan hutan dengan cara mengajak siswa TKA seolah-olah kemping. Dengan mendekorasi ruangan kelas seperti hutan (tanaman dengan pot

yang ditutup kain atau kertas, batu batuan, bunga, ranting dll). Hari sebelumnya, Guru meminta siswa membawa peralatan dan perlengkapan berkemah seperti makanan, pakaian, sepatu, tas ransel, senter, dll. Ketika kegiatan ini dilaksanakan biarkan siswa memperlihatkan kemampuan menolong dirinya sendiri serta bersosialisasi dengan temannya. Kenalkan hutan melalui temuan-temuan siswa/yang dilihat siswa di hutan (ruangan yang sudah disiapkan) dan cocokkan dengan buku tentang hutan yang dibawa guru. Ajak siswa mendengarkan bunyi-bunyian yang berkaitan, misalnya rekaman air dan suara binatang. Lampu dapat dimatikan seolaholah malam hari di hutan. Untuk siswa TKB, dapat diajak langsung melihat hutan (misalnya ke hutan di Cibubur), memasang tenda sungguhan dan berkemah (sekitar 1 jam). Ajak pula siswa menonton film dokumenter tentang hutan. 1.

Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran Dalam hal ini guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan tujuan

pembelajaran.

Sehingga

siswa

mengetahui

tujuan

dari

materi

pembelajaran yang dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran. Contoh: Kegiatan diawali dengan tanya jawab, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa, dilanjutkan menyampaikan tujuan pembelajaran. Sebelum kegiatan berkemah, guru mengadakan tanya jawab dengan siswa. Seperti mengatakan “Siapa yang pernah ke hutan?” “Seperti apa ya hutan itu?” “Apa saja isinya?” “Siapa yang mau ke hutan?” “Nanti teman-teman akan melihat hutan, juga mengetahui isi hutan! 2.

Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan dengan cara bertanya tentang materi yang telah diajarkan. Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk mengingat kembali pengetahuan tentang hutan, ajak siswa TKA mengklasifikasikan kepingan gambar yang disediakan. Menklasifikasikan gambar yang berkaitan dengan hutan dengan yang bukan hutan. Untuk siswa TKB kegiatan dapat berupa mengklasifikasikan kepingan gambar misalnya ke dalam kelompok binatang, tanaman, bunga. Atau dapat berupa klasifikasi benda hidup dan benda mati.

3.

Menyajikan stimulus Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung. Contoh:

Guru

menyampaikan

materi

“hutan”

dengan

bercerita

menggunakan wayang hutan (dibuat sendiri, berupa gambar-gambar seperti : pohon, binatang, jamur, batu, matahari, air dll yang diberi tongkat). Guru juga mengajak siswa ikut memainkan wayang yang disediakan. 4.

Memberikan bimbingan kepada siswa Seyogyanga guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya. Sehingga siswa dapat terarah dalam pembelajarannya. Contoh: Kegiatan berupa membuat peta pikiran di atas sebuah kertas besar atau papan tulis dengan spidol warna warni. Guru menuliskan kata “hutan” di tengah papan. Ajukan pertanyaan misalnya “Kalau mendengar kata hutan, apa yang terlintas di pikiranmu?” Biarkan siswa menjawab dan tuliskan /gambarkan jawaban siswa. Tidak ada jawaban salah. Arahkan siswa ke pada tema kali ini. Misalnya ketika siswa menjawab “Harimau.” Guru dapat balik bertanya “Kenapa harimau?” siswa menjawab “Kan adanya di hutan.” dan seterusnya. Atau siswa lain mengatakan pendapatnya tentang hutan, siswa tersebut mengatakan “Takut” Guru dapat menayakan “Kenapa takut?” Misalnya siswa menjawab “Gelap” Guru dapat menanyakan “Kenapa gelap? Misalnya siswa menjawab “banyak pohon.” dan seterusnya. Dalam kegiatan ini, dapat juga menggunakan potonganpotongan gambar dari koran atau majalah atau clip-art dan lain-lain.

5.

Memancing Kinerja Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu. Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk siswa TKA kegiatan berupa membuat gambar hutan, dan guru dapat memancing siswa bercerita tentang hutan melalui gambar yang siswa buat. Untuk siswa TKB kegiatan dapat berupa membuat maket hutan. Siswa TKB dapat membuat “hutan” nya sendiri atau berkelompok dengan bahan-bahan yang disediakan (karton, kertas warna, gunting, lem, dll) dan guru dapat memancing siswa bercerita tentang hutan malalui maket yang siswa buat.

6.

Memberikan balikan Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak. Contoh: Berkaitan dengan poin sebelumnya yaitu memperoleh unjuk kerja siswa, guru dapat memberikan balikan atas hasil karya yang siswa buat. Misalnya, ketika siswa menunjukkan maket hutan buatannya, guru dapat mengajukan pujian atau mengajukan beberapa pertanyaan yang memancing siswa menceritakan hasil karyanya. Misalnya ketika siswa membuat gajah berkaki dua guru dapat bertanya “Ini apa?” “Menurutmu kaki gajah ada berapa?” jika siswa mengalami kesulitan, ajak siswa melihat buku, gambar atau foto gajah hingga siswa memahami.

7.

Menilai hasil belajar Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal. Minta siswa memilih sebuah kartu kata atau gambar berkaitan dengan hutan (siapkan kata atau gambar yang berbeda sejumlah siswa). Misalnya gambar pohon, batu, jamur dll. Ajak siswa bercerita di depan kelas sekitar 1-2 menit mengenai kata atau gambar tersebut. Guru dapat merekam cerita siswa tersebut dan memutarnya kembali setelah siswa selesai bercerita. Ajak siswa mendengarkan suaranya sendiri. Kegiatan ini juga mengajak siswa lainnya belajar menghargai temannya yang sedang bercerita.

8.

Mengusahakan transfer Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi

apa

yang

telah

dipelajari

itu

sehingga

ia

dapat

menggunakannya dalam situasi-situasi lain. Contohnya:

Ajak

siswa

membaca/melihat

gambar/mendengar

guru

membacakan koran anak (misalnya dalam lembar anak Koran Kompas edisi Minggu, Desember 2007 tentang pemanasan global). Ajak siswa kembali mengingat tema hutan dengan mengajak siswa menanam biji dari buah yang biasa mereka makan dan jadikan ini proyek berkelanjutan (menanam dan merawat pohon yang nantinya tumbuh)

PEMBAHASAN V TEORI BRUNER DAN TEORI VYGOTSKY SERTA PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN IPA SD A. Teori Belajar Bruner 1.

Teori Bruner Jerome Seymour Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome S. Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan piaget bahwa perkembangan kognitif anak-anak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimana pun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran

secara

penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru. Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatanya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berfikir. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikiran dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif yaitu, memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Bruner menganggap bahwa belajar dan persepsi merupakan suatu kegiatan pengolahan informasi yang menemukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengenal dan menjelaskan gejala yang ada di lingkungan kita. Kegiatan ini meliputi pembentukan kategori-kategori (konsep) yang dihasilkan melalui pengabstraksian dari kesamaan kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman. Suatu konsep merupakan suatu kategori. Dikatakan demikian karena kategori atau konsep merupakan perwakilan benda atau kejadian yang mempunyai persamaan. Misalnya konsep burung : burung adalah suatu kategori yang mewakili binatang yang mempunyai bulu, sayap, dua kaki

dan paruh. Dengan demikian kategori dapat pula dipandang sebagai ketentuan atau hukum. Jadi kategori adalah suatu ketentuan untuk mengelompokkan benda-benda atau kejadian yang sama atau ekuivalen, sebab apabila dua buah objek dimasukkan kedalam kategori yang sama, implikasinya mereka itu sama, paling tidak kalau dipandang dari beberapa segi. Contohnya : burung ; kalau dua benda dimasukkan ke dalam kategori burung maka kedua benda tersebut merupakan benda yang sama atau mirip, artinya bahwa masing-masing dari mereka memiliki bulu, sayap, dua kaki, dan paruh sebagai ketentuan yang harus dimiliki oleh kelompok burung. Sebagai suatu ketentuan, kategori mempunyai spesifikasi karakteristik yang penting dari benda-benda atau kejadian-kejadian di dalamnya. Spesifikasi tersebut adalah : 1.

Atribut yang harus dimiliki oleh suatu objek. Atribut adalah ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu objek

2.

Cara penentuan atribut-atribut yang ada atau penggabungan

3.

Pentingnya ragam atribut; ada yang sendiri atau kombinasi dari atribut

4.

Batas bagi penilaian (value) dari atribut tersebut. Nilai adalah keragaman yang ada pada suatu atribut. Misalnya : warna merah : mempunyai nilai dari merah muda hingga merah muda

Berikut adalah contoh penerapan ketentuan-ketentuan di atas. 1.

Hewan dikatakan serangga apabila tidak mempunyai tulang belakang, mempunyai sayap, tiga pasang kaki, dan kepala terpisah dari badanya.

2.

Kepala terletak di depan badan, keenam kaki dan sayap ada pada badan.

3.

Yang dianggap serangga bisa memiliki satu pasang sayap atau dua pasang sayap.

4.

Untuk bisa dikatakan sayap, benda tersebut harus memiliki karakteristik utuh. Bruner beranggapan bahwa interaksi kita dengan lingkungan sekeliling kita selalu

menggunakan kategori-kategori. Aktivitas-aktivitas seperti persepsi, konseptualisasi, dan pengambilan keputusan, semuanya dapat dijelaskan dari sudut pandang pembentukan dan penggunaan kategori. Pembentukan dan penggunaan kategori ini bukan hanya bermanfaat tetapi juga penting untuk mempelajari dan berinteraksi dengan sekeliling kita. Sebagai contoh : apabila seseorang menemukan makhluk yang bergerak, orang itu akan berpikir bahwa benda yang dia lihat itu bukanlah tumbuhan melainkan hewan karena atribut bergerak tidak dimiliki oleh tumbuhan tetapi oleh hewan. Kemudian lebih meningkat lagi, dilihat bahwa hewan tersebut mempunyai

kaki empat. Dari kenyataan ini orang tersebut bahwa hewan ini tentu bukan ikan dan bukan burung karena baik ikan maupun burung tidak mempunyai empat kaki; yang mempunyai empat kaki adalah hewan reptil atau mamalia; demikian dan seterusnya. Cara seperti ini berlaku untuk semua objek dan kejadian yang dijumpai. Lebih lanjut bruner mengatakan bahwa pengkategorisasian mempunyai beberapa keuntungan, anata lain mengurangi kompleksitas dari benda atau kejadian di sekitar kita. Dengan kategorisasi memungkinkan kita untuk mengenali objek dengan benar. Kategorisasi mengurangi keharusan untuk selalu belajar. Pengkategorisasian juga memberikan arahan dan tujuan terhadap aktivitas kita, dan memberikan kesempatan pada kita untuk menghubungkan objek dengan kelas dari kejadian alam. Kategorikategori yang ada memungkinkan berhubungan satu dengan yang lain membentuk kelas yang lebih besar. Hal ini akan menurunkan jumlah ciri-ciri khusus dan meningkatnya ciri-ciri yang lebih umum (general). Dalam hal ini bruner menyebutnya sebagai koding. Penemuan lebih banyak kategori umum dalam sistem koding ini merupakan hal yang penting dala belajar, mengingat, dan untuk menemukan

dan

menghasilkan

informasi

atau

pengetahuan

baru.

Kalau

diumpamakan mental kita merupakan suatu filing system ( sistem pengarsipan ) di dalam suatu almari yang didalamnya terdapat banyak map. Satu map diumpamakan sebagai suatu kategori, sedangkan mapnya berisi atribut dan nilai dari kategori tersebut, dan ada kemungkinan beberapa map mempunyai hubungan yang dinamakan koding. Apabila ada informasi baru maka kita tinggal menentukan termasuk kategori yang mana informasi baru ini, dan akhirnya setelah ditemukan map yang sesuai informasi ini akan masuk ke dalam map tersebut. Menurut Eisler (1993) bruner merupakan salah satu ahli psikologi yang paling berhasil dalam menerapkan prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh piaget. Teori bruner tentang cara seorang anak memperoleh dan memproses informasi baru sejajar dengan teori piaget. Anak tumbuh melalui tahap-tahap yang berbeda-beda. Penentuan tahap ini didasarkan pada penampilan mentalnya. Ada tiga tahap penampilan mental yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik. Tahap penampilan enaktif sejajar dengan tahap sensori motor pada piaget, dimana anak pada dasarnya mengembangkan keterampilan motorik dan kesadaran dirinya dengan lingkungannya. Pada tahap ikonik, penampilan mental anak sangat dipengaruhi oleh presepsinya; dimana presepsi itu bersifat egosentris dan tidak stabil. Mereka belum mengembangkan kontrol pada presepsinya yang memungkinkan

mereka melihat dirinya sendiri dengan suatu pola yang tetap. Kalau disejajarkan dengan teori piaget maka tahapan ini sejajar dengan tahapan pre-operasional. Ketika mekanisme kontrol dari dirinya berkembang, anak tersebut telah masuk ketahap penampilan simbolik. Inti dari tahap penampilan simbolik ini adalah pengembangan keterampilan berbahasa dan kemampuan untuk mengartikan dunia luar dengan katakata dan idenya. Anak yang memulai untuk secara simbolik memproses informasi, mereka masuk ke dalam tahap operasi logis (formal) yang dismpaikan oleh piaget. Tidak seperti piaget, pembagian tahapan oleh bruner bukanlah merupakan suatu hal yang kaku melainkan bersifat fleksibel tidak dimaksudkan untuk menentukan kesiapan anak untuk belajar. Bruner beranggapan bahwa semenjak kecil secara intuitif, manusia sudah dapat menangkap konsep-konsep IPA. Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas, bruner menyusun suatu model belajar yang disebut sebagai model belajar penemuan (discovery learning). Bruner beranggapan bahwa model belajar penemuan sesuai dengan hakiki manusia yang mempunyai sifat untuk selalu ingin mencari ilmu pengetahuan secara aktif, memecahkan masalah dan informasi yang diperolehnya, serta akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang bermakna. Model belajar penemuan dapat dipandang sebagai suatu belajar yang terjadi apabila seseorang (siswa) tidak diberikan dengan konsep atau teori, melainkan siswa sendiri yang harus mengelola dan melakukan penemuan sehingga dapat menemukan konsep atau teori itu. Hal ini mensyaratkan siswa untuk menemukan hubunganhubungan diantara informasi yang ada. Di dalam teori kategorisasi bruner diatas, penemuan merupakan suatu pembentukan kategorisasi atau lebih seringnya disebut dengan pembentukan sistem koding. Sistem koding ini didasarkan atas perbedaan dan persamaan yang ada pada benda atau kejadian-kejadian. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan mempunyai kelebihankelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain : pengetahuan yang diperoleh akan bertahan lama atau dengan kata lain akan lama untuk diingatnya dan akan lebih mudah untuk diingat dibandingkan dengan cara-cara belajar yang lainnya. Sebagai contoh apabila seseorang anak diberi tahu bahwa api itu panas, ada kemungkinan besar sekali dia akan segera lupa apa yang baru saja diberi tahu. Tetapi apabila suatu ketika anak memegang api dan dia merasakan panasnya, maka kemungkinan besar anak tersebut akan mengingatnya. Hasil belajar melalui penemuan akan lebih mudah dipindahkan. Jadi prinsip-prinsip atau konsep yang telah dimiliki akan lebih mudah

untuk disesuaikan dengan kondisi baru. Selain itu, malalui belajar penemuan akan meningkatkan penalaran siswa dan mengembangkan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Model belajar ini akan menumbuhkan siswa untuk belajar bagaimana belajar secara mandiri. Model penemuan ini juga dapat mengubah motivasi belajar pencarian pujian dari luar (motivasi luar), ke puasan batin (motivasi dari dalam diri). Model penemuan juga membekali siswa atau pembelajar dengan prosuder yang praktis untuk memecahkan masalah. Prosedur atau langkah yang telah dimiliki itu akan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi. Apabila mendapatkan masalah, orang tersebut akan secara otomatis menggunakannya. 2.

Penerapan Model Belajar Bruner dalam Pembelajaran IPA di SD Dikatakan diatas bahwa bruner menggunkan model belajar yang disebut model belajar penemuan. Seiring dengan hal tersebut, dalam penerapannya dikelas bruner juga mengemukakan model pembelajaran dikelas yang disebut sebagai model pembelajaran penemuan (discovery teaching). Sesuai dengan teori belajar penemuan, tujuan pembelajaran penemuan ini bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja melainkan untuk memberikan motivasi kepada siswa, melatih kemampuan berpikir intelektual, dan merangsang keingintahuan siswa. Bruner mengemukakan bahwa proses pembelajaran dikelas bukan untuk menghasilkan perpustakaan hidup untuk suatu objek keilmuan, tetapi untuk melatih siswa berpikir kritis untuk dirinya, mempertimbangkan hal-hal yang ada disekelilingnya, dan berpartisipasi aktif didalam proses mendapatkan pengetahuan. Disini jelas bahwa proses pembelajaran yang dianjurkan oleh bruner merupakan proses pembelajaran dimana siswa secara aktif mencari sendiri pengetahuan yang diinginkan. Lalu bagaimana peranan guru? Satu ciri utama dari proses pembelajaran penemuan ini adalah keterlibatan guru yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan metode pembelajaran lainnya. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa seorang guru terbebas dari pemberian bimbingan kepada siswa saat siswa diberikan masalah yang harus dipecahkan. Secara singkat, bruner memberikan tiga ciri utama pembelajaran penemuan, yaitu: 1.

Keterlibatan siswa dalam proses belajar.

2.

Peran guru adalah sebagai seorang petunjuk (guide) dan pengarah bagi siswa nya yang mencari informasi. Jadi guru bukan sebagai penyampaian informasi.

3.

Umumnya dalam proses pembelajaran digunakan barang-barang nyata. Ada dua macam model pembelajaran penemuan, yaitu model pembelajaran

penemuan murni dan model pembelajaran penemuan terarah. Model pembelajaran penemuan murni merupakan model pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau arahan. Sebagai contoh siswa diberikan material seperti kabel listrik, bola lampu, dan beberapa baterai dan siswa diberikan waktu yang cukup untuk bermain (mencoba) dengan material tersebut. Guru tidak memberikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh siswa terhadap material tersebut, melainkan memberi petunjuk tentang keselamatan dan pemeliharaan terhadap alat atau material yang dipakai. Ada beberapa kemungkinan yang dilakukan oleh siswa; mungkin ada siswa yang mencobakan bagaimna lampu tersebut bisa menyala, atau ada juga yang membuat seri (menghubungkan) beterai yang ada, dan sebagainya. Jadi setiap siswa atau kelompok siswa akan memanipulasi dan belajar dengan kecepatan masingmasing. Selama pembelajaran penemuan murni, ada kemungkinan setiap grup di dalam kelas melakukan penemuan yang berbeda. Guru sebaiknya berjalan dari satu grup ke grup yang lainnya untuk memberikan petunjuk apabila diperlukan. Seperti memberikan pengarahan kepada siswa untuk membuat daftar informasi yang mereka miliki tentang problem yang dihadapi. Atau pada grup yang telah memiliki hipotesis tentang problem yang dihadapi, guru akan mengajukan pertanyaan seperti “bagaimana kita dapat mengujinya?”, “bagaimana dapat menemukanya?” dan sebagainya. Pembelajaran penemuan terarah sedikit berbeda dari pembelajaran penemuan murni. Guru sedikit lebih banyak berperan dibanding dengan pembelajaran penemuan murni. Disini mungkin guru menginginkan seluruh siswa melakukan kegiatan yang sama atau hampir sama. Sebagai contoh, dengan material yang sama seperti diatas (kabel listrik, baterai, dan bohlam) guru mengarahkan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti : 1.

Dapatkah kita menyalakan lebih dari satu bohlam?

2.

Bagaimanakah kalau kita menyusun lebih dari satu baterai? Yang perlu diingat adalah bahwa banyaknya bantuan dan bimbingan yang

diberikan guru kepada siswanya tidak membatasi kebiasaan siswa untuk melakukan

penemuan sendiri. Tetapi hal tersebut ditentukan oleh tujuan pembelajaran dan waktu yang tersedia. Tidak sedikit guru yang masih ragu untuk menerapkan pembelajaran penemuan di kelasnya. Salah satu penyebabnya adalah mereka masih khawatir akan kesemrawutan siswa, terutama untuk anak-anak yang sukar diatasi. Untuk mengatasi hal tersebut ada beberapa saran yang diberikan oleh guru yang sudah berpengalaman menerapkan pembelajaran penemuan. Saran-saran tersebut adalah: 1. Bagilah siswa di dalam kelas menjadi beberapa grup, masing-masing grup terdiri dari empat sampai enam siswa. 2. Berikan tugas kepada siswa anggota grup. 3. Bicarakan secara klasikal terlebih dahulu tanggung jawab masing-masing petugas di dalam grupnya. 4. Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan aturan-aturan yang akan digunakan untuk seluruh kelas atau di dalam grupnya. 5. Berikan arahan terhadap aktivitas yang akan dilakukan sebelum alat dan bahan yang akan dipakai dibagikan. 6. Guru berkeliling mendekati setiap grup secara bergantiaan untuk memberikan bantuan yang diperlukan.

B. Teori Belajar Vygotsky 1.

Teori Vygotsky Kritikus yang pertama dan terbaik atas piaget adalah vygotsky, ahli pendidikan uni sovyet yang dimasa-masa 1924-1934 mengerjakan satu alternatif yang konsisten dengan ide-ide piaget. Tragisnya ide-ide Vygotsky baru diterbitkan di Uni Sovyet setelah kematian stalin, dan baru dikenal dibarat ditahun 1950-an dan 1960-an ketika ide-ide itu telah diterima luas dikalangan ahli pendidikan. Vygotsky melangkah jauh mendahului rekan-rekan sejawatnya ketika ia menerangkan peranan penting dari bahasa tubuh dalam perkembangan bahasa. Ide ini telah dihidupkan kembali baru-baru ini oleh para psikololinguis yang mengungkap asal-usul bahasa. Bruner dan lain-lain telah menunjuk pada dampak luar biasa yang dibuat oleh bahasa tubuh terhadap perkembangan bahasa yang terjadi kemudian pada seorang anak. Sementara piaget lebih menekankan pada aspek biologis dari perkembangan seorang anak, Vygotsky lebih berkosentrasi pada kebudayaan, seperti yang dilakukan

pula oleh orang-orang seperti Bruner. Satu bagian penting dalam kebudayaan dimainkan oleh peralatan, apakah dalam bentuk tongkat dan batu pada tahap awal, atau pensil, penghapus, dan buku yang dimiliki anak-anak modern. Penelitian mutakhir telah menunjukkan bahwa bayi lebih banyak memiliki kemampuan pada usia-usia awal ketimbang anggapan piaget. Idenya tentang bayi yang masih sangat muda kelihatnya telah terbantahkan, namun banyak ide-ide lainnya yang tetap sahih. Karena piaget memiliki latar belakang ilmu biologis tidaklah mengherankan kalau ia lebih menekankan pada aspek biologis dari perkembangan anak. Vygotsky mendekati permasalahan itu dari sudut yang berbeda, tapi tentu saja masih terdapat persamaan-persamaan diantara mereka. Contohnya dalam telaahnya atas tahun-tahun pertama masa kanak-kanak, ia membahas “pikiran non-linguistik” seperti yang dijelaskan piaget dalam uraiannya tentang “aktivitas sensomotorik” seperti penggunaan satu alat untuk menjangkau mainan yang ada di seberang. Vygotsky memberikan pandangan berbeda dengan piaget terutama pandanganya tentang pentingnya faktor sosial dalam perkembangan anak. Vygotsky memandang pentingnya bahasa dan orang lain

dalam dunia anak-anak. Meskipun Vygotsky

dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan kepada perkembangan sosial yang disebut dengan sosiokultural, dia tidak mengabaikan individu atau perkembangan kognitif individu. Yang mendasari teori Vygotsky adalah pengamatan bahwa perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam konteks sosial, yakni didunia yang penuh dengan orang yang berinteraksi dengan anak sejak anak itu lahir. Belajar lewat intruksi dan perantara adalah ciri intelegensi manusia. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajae sendiri. Konsep inilah yang disebut Vygotsky sebagai ‘Zone of proximal development’ (ZPD). ZPD memberikan makna baru terhadap kecerdasan. Kecerdasan tidak diukur dari apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan semestinya. Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir terbantu dengan berinteraksi dengan orang dewasa. Menurut Wretsch (dalam Helena, 2004) internalisasi bagi Vygotsky bukannya transfer, melainkan sebuah transformasi. Maksudnya, mampu berpikir tentang sesuatu yang secara kualitatif berbeda dengan mampu berbuat sesuatu. Dalam proses internalisasi, kegiatan interpersonal seperti bercakap-cakap atau berkegiatan bersama,

kemudian menjadi interpersonal, yaitu kegiatan mental yang dilakukan oleh seorang individu. 2.

Konsep Sosiokultural Banyak developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan pembangunan menemukan dirinya sepaham dengan Vygotsky, yang berfokus kepada konteks pembangunan

sosial

budaya.

Teori

Vygotsky

menawarkan

suatu

potret

perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatankegiatan sosial dan budaya. Vygoysky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuantemuan masyarakat seperti bahasa, sistem matika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berpikir dan menyelesaikan masalah. 3.

Zona Perkembangan Proksimal Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, vygotsky percaya bahwa anak akan lebih jauh berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain. Vygotsky membedakan ‘actual development dan potensial development’ pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, atau memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya. Menurut Vygotsky zona perkembangan proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa. Maksud dari ZPD adalah menitik beratkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat

mempermudahkan

perkembangan

anak.

Ketika

siswa

mengerjakan

pekerjaannya disekolah sendiri perkembangan mereka akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangannya siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Ada 4 tahapan dari perkembangan ZPD yaitu: a. Tahap pertama Tahap dimana kinerja anak mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti teman sebaya, orang tua, guru, masyarakat, dan lain-lain. Dari sini lah muncul model pembelajaran kooperatif atau kolaboratif dalam mengembangkan kognisi anak secara konstruktif. b. Tahap kedua Tahap dimana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain, tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri. c. Tahap ketiga Tahap dimana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis. Kesadaran akan pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang lebih besar dari pihak lain, walaupun demikian, anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang sesungguhnya dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas diri yang matang. d. Tahap keempat Tahap dimana kinerja anak mampu mengeluarkan perasaan kalbu, jiwa dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang. 4. Konsep Scaffolding Scaffolding merupakan istilah yang ditemukan oleh seorang ahli psikologi perkembangan kognitif masa kini , Jerome Bruner, yakni suatu proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya. Pengaruh karya Vygotsky dan Bruner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith et al. (1998) yaitu: walaupun Vygotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripada peran yang diusulkan piaget, keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan

walupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak. Berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu, kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat perkembangan anak. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya, yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran.

5. Penerapan Teori Vygotsky dalam Pembelajaran IPA Implikasi dari teori vygotsky ini dikehendakinya susunan kelas yang berbentuk pembelajaran kooperatif. Dimana terdapat enam langkah utama dalam tahapan di dalam pengajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti dengan bimbingan guru pada saat siswa bekerja menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Contohnya dalam pembelajaran ipa mengenai sifat-sifat cahaya. Fase 1 : guru menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Maksudnya dalam materi sifat-sifat cahaya : memotivasi siswa dengan meminta siswa menceritakan pengalamannya tentang “lampu padam” di malam hari ketika siswa sedang belajar. Tanyakan kepada siswa apakah mereka dapat melihat benda-benda disekitarnya. Apa yang harus dilakukan supaya benda-benda disekitanya itu dapat terlihat kembali. Lalu guru menuliskan dipapan tulis, tuliskan kata-kata “CAHAYA” serta “SIFAT-SIFAT CAHAYA”. Kemudian guru menyampaikan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran.

Menurut Vygotsky perkembangan kognitif dan bahasa anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Fase 2 : menyajikan informasi. Menyajikan informasi kepada siswa tentang manfaat cahaya dengan meminta siswa mendemonstrasikan “kegiatan penyelidikan : akan seperti apa jadinya.” Menanyakan kepada siswa tentang apa yang dirasakan ketika matanya ditutup rapat. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran. Melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat. Fase 3 : mengorganisasikan siswa Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar dan meminta siswa duduk dalam tatanan pembelajaran kooperatif sambil mengingat keterampilan kooperatif yang akan dilatihkan dan bagaimana cara mengikuti pelatihan keterampilan kooperatif. Kemudian membagikan lembar kerja siswa kelompok 1 mengenai “ bagaimana cahaya merambat” dan pada kelompok 2 “bayang-bayang” serta memberi seperangkat alat dan bahan untuk melakukan praktek tersebut. Fase 4 : membimbing kelompok bekerja dan belajar. Meminta siswa untuk melakukan tugas tersebut dan guru memimbing masingmasing kelompok untuk melakukan tugasnya. Fase 5 : evaluasi Dimana guru meminta dua kelompok tersebut menuliskan dipapan tulis jawaban dari analisisnya. Disaat kelompok 1 menuliskan jawabanya dipapan tulis, siswa yang lain diminta menanggapi jawaban tersebut. Tujuannya adalah agar semua siswa mengetahui jawaban yang benar tersebut.

Fase 6 : memberikan penghargaan Memberikan penghargaan kepada siswa atau kelompok bagus.

yang kinerjanya

PEMBAHASAN VI STRATEGI, PENDEKATAN, METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD (DIRECT INSTRUCTION & KETERAMPILAN PROSES) A. MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (Direct Instruction/DI) 1.

Pengertian Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction/DI) Model Pembelajaran Langsung (DI) adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Wina Sanjaya (2008: 179), menyebut model ini sebagai model Ekspositori, yang sering juga disebut dengan “chalk and talk”. Menurut Arends (Trianto, 2011 : 29) Pembelajaran Langsung adalah “Salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu) dan pengetahuan prosedural (pengetahuan mengenai bagaimana orang melakukan sesuatu) yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah”. Model ini paling sesuai untuk mata pelajaran yang berorientasi pada penampilan atau kinerja seperti menulis, membaca, matematika, musik dan pendidikan jasmani. Di samping itu, pengajaran langsung juga cocok untuk mengajarkan komponen-komponen keterampilan dari mata pelajaran sejarah dan sains. Menurut Silbernam (2006), strategi pembelajaran langsung melalui berbagai pengetahuan secara aktif merupakan cara untuk mengenalkan siswa kepada materi pelajaran yang akan diajarkan. Guru juga dapat menggunakannya untuk menilai tingkat pengetahuan siswa sambil melakukan kegiatan pembentukan tim. Cara ini cocok pada segala ukuran kelas dengan materi pelajaran apapun.

2.

Ciri-Ciri Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction/DI) Terdapat beberapa ciri / karakteristik model DI ini, yaitu: a. DI dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal. Artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering diidentikkan dengan ceramah.

b. Adanya sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan baik. c. Materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang. Ada yang menyebut dengan istilah pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif. d. Adanya tujuan utama pembelajaran yaitu penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

3.

Tujuan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction/DI) 1.

Pengetahuan Deklatarif Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan ‘mengenai sesuatu’ dan dapat diungkapkan dengan kata-kata. Contoh pengetahuan deklaratif misalnya bahwa ‘presiden RI dipilih melalui pemilu yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.’ Contoh lain, ‘di dalam daun terdapat mesofil daun yang terdiri dari jaringan palisade dan jaringan spons.’

2.

Pengetahuan Prosedural Pengetahuan

prosedural

adalah

pengetahuan

tentang

‘bagaimana

melakukan sesuatu.’ Contoh pengetahuan prosedural misalnya, ‘bagaimana tata cara dan langkah-langkah pelaksanaan pemilu di Indonesia’. Atau, ‘bagaimana cara melakukan pengamatan struktur anatomi daun untuk melihat jaringan palisade dan jaringan spons yang menyusun mesofil daun’. Kembali

ke

tujuan-tujuan

pembelajaran

yang

dapat

dicapai

bila

mengimplementasikan model pembelajaran langsung (direct instruction), model pembelajaran ini dirancang khusus untuk mengembangkan pembelajaran siswa baik yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural maupun pengetahuan deklaratif yang tersusun dengan baik dan dapat diajarkan selangkah demi selangkah.

4.

Strategi

(Langkah-Langkah)

Model

Pembelajaran

Langsung

(Direct

Instruction/DI) Sebelum diuraikan tahapan (sintaks) model pembelajaran DI ini, terlebih dahulu diuraikan beberapa hal yang harus dipahami oleh setiap guru yang akan menggunakan model DI ini, yaitu: 1)

Rumuskan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pembelajaran yang baik harus berpatokan pada beberapa syarat berikut: a.

Mengacu pada siswa

b.

Bersifat spesifik (khusus)

c.

Uraian tentang situasi penilaian (kondisi evaluasi) jelas

d.

Mengandung kriteria keberhasilan (tingkat pencapaian kinerja yang diharapkan)

2)

Memilih Materi Pembelajaran Menurut Jerome Brunner, dalam memilih materi pembelajaran guru harus memahami: a.

Prinsip Ekonomi dalam Menentukan Materi Pembelajaran Yaitu

guru

melakukan

pembatasan

tujuan

pembelajaran

untuk

mengoptimalkan alokasi waktu, sarana pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, atau hal-hal lainnya saat memberikan penjelasan secara lisan (verbal) atau selama demonstrasi. b.

Prinsip Power dalam Menentukan Materi Pembelajaran Materi pembelajaran yang disajikan oleh guru akan memiliki power (kekuatan) bila materi pembelajaran yang telah dipilih disajikan secara lugas dan logis. Materi pembelajaran harus diorganisasikan secara logis sehingga siswa memperoleh kemudahan untuk mempelajari hubungan antara fakta-fakta, prinsip-prinsip, atau konsep-konsep kunci dalam suatu pokok bahasan.

c.

Melakukan Analisis Tugas (Task Analysis) Analisis tugas (task analysis) adalah sebuah teknik yang harus dilakukan guru, di mana guru membagi-bagi suatu keterampilan yang kompleks menjadi komponen-komponen bagian, dengan demikian dapat diajarkan dengan pola sesuai urutan yang paling baik dan logis selangkah demi selangkah.

Pada kenyataannya, sebuah keterampilan yang kompleks tidak dapat dipelajari dengan mudah dalam satu waktu tertentu melalui pemodelan (demonstrasi). Keterampilan tersebut harus diajarkan bagian per bagian secara berurutan. Pengetahuan atau keterampilan yang kompleks harus dipecah

menjadi

komponen-komponen

bagian,tahap

demi

tahap.

Bayangkan, bagaimana siswa dapat menarikan Tari Pendet dengan baik bila setiap bagian gerakan tidak diajarkan atau didemonstrasikan satu per satu secara berurutan? Atau, siswa tentu tidak akan dapat melakukan pengamatan benda-benda mikroskopis bila mereka tidak diajarkan sub-sub keterampilan melakukan pengamatan dengan mikroskop. Guru, pada saat melakukan perencanaan model pembelajaran langsung (direct instruction) dengan mudah dapat melakukan analisis tugas (task analysis) dengan cara: 1) Meminta penjelasan kepada orang yang menguasai dan dapat melakukan keterampilan kompleks itu, atau amati pada saat orang tersebut melakukan keterampilan tersebut. Bila guru sendiri juga menguasai keterampilan itu, maka tentu lebih mudah lagi. Guru tinggal melakukan keterampilan kompleks itu sendiri. 2) Memecah-mecah keterampilan kompleks tersebut menjadi komponenkomponen bagian (keterampilan-keterampilan bagian). 3) Menyusun keterampilan-keterampilan bagian tersebut dengan urutan yang logis sehingga tampak jelas bahwa suatu keterampilan bagian akan menjadi keterampilan prasyarat bagi keterampilan balian yang lain. 4) Menetapkan

perencanaan

mendemonstrasikan

setiap

strategi

untuk

keterampilan

mengajarkan

bagian

tersebut,

atau lalu

mempersatukannya menjadi keterampilan kompleks yang utuh yang harus dipelajari siswa tersebut. d.

Merencanakan Alokasi Waktu Sewaktu

melakukan

perencanaan

alokasi

waktu,

guru

harus

mempertimbangkan: 1) Apakah waktu yang disediakan cukup, sesuai dengan kemampuan siswa?

2) Pemberian motivasi kepada siswa, sehingga semua tetap berada dalam tugas belajarnya dengan atensi (perhatian) yang optimal. Ingat, model pembelajaran langsung (direct instruction) sebagai model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menuntuk siswa selalu memiliki perhatian yang optimal terhadap penjelasan atau demontrasi yang diberikan oleh guru. e.

Merencanakan Pengaturan Ruang Kelas Dikarenakan model pembelajaran langsung (direct instruction) membutuhkan atensi siswa kepada guru (model) yang sedang melakukan presentasi dan demonstrasi, maka pengaturan ruang kelas juga menjadi sesuatu hal yang penting untuk diperhatikan. Formasi tempat duduk dan pengaturan ruang kelas harus memungkinkan siswa mudah mengamati semua sesi demonstrasi yang dilakukan. Guru sebaiknya berada pada posisi di depan kelas, kalau perlu di tempat yang lebih tinggi, yang dapat dipandang atau diamati seluruh siswa dari setiap arah. Formasi kelas tradisional sangat cocok digunakan untuk penerapan model pembelajaran langsung (direct instruction). Berikut disajikan tabel 1, tentang sintaks Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction/DI). Fase dan Peran Guru dalam Model Pembelajaran Langsung

No

Fase

Peran Guru

1

Menyampaikan

Menjelaskan

Tujuan

memotivasi siswa, dan mempersiapkan siswa

Pembelajaran

Tujuan,

Materi

Prasyarat,

dan

mempersiapkan siswa 2

Mendemonstrasikan

Mendemonstrasikan

Pengetahuan

menyajikan informasi tahap demi tahap

dan

keterampilan

atau

Keterampilan 3

Membimbing

Guru memberi latihan terbimbing

Pelatihan 4

Mengecek

Mengecek kemampuan siswa dan memberikan

pemahaman

dan

umpan balik

memberikan umpan balik 5

Memberikan latihan

Mempersiapkan latihan untuk siswa dengan

dan

menerapkan konsep yang dipelajari pada

penerapan

konsep

kehidupan sehari-hari.

Sumber :Kardi & Nur (Trianto 2011:31) Mengacu pada fase-fase tersebut, berikut merupakan ilustrasi pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran langsung yang akan digunakan dalam penelitian sebagai berikut : 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi peserta didik untuk belajar. 2. Guru menyampaikan materi dengan membahas bahan ajar melalui kombinasi ceramah dan demonstrasi. 3. Setelah materi selesai disampaikan, guru memberikan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) kepada peserta didik untuk dikerjakan sebagai latihan secara individu. 4. Selanjutnya guru bersama peserta didik membahas Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). 5. Di akhir pembelajaran guru memberikan soal-soal latihan sebagai pekerjaan rumah. 5.

Kelebihan

Dan Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung

(Direct

Instruction/DI) a.

Kelebihan model pembelajaran langsung 1) Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa. 2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil. 3) Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitankesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.

4) Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur. 5) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah. 6) Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa. 7) Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan antusiasme siswa. 8) Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi. 9) Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan berpartisipasi dan dipermalukan. 10) Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner dalam memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif alternatif” yang menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran sehari-hari. 11) Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini. 12) Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil penelitian terkini. 13) Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat).

14) Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas tersebut. 15) Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif. 16) Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya. b.

Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung 1)

Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam halhal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.

2)

Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.

3)

Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka.

4)

Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.

5)

Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa.

6)

Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak perilaku komunikasi positif.

7)

Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.

8)

Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini.

9)

Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi yang disampaikan.

10) Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri. 11) Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham. 12) Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.

B. KETERAMPILAN PROSES DASAR PADA PEMBELAJARAN IPA DI SD 1.

Pengertian Keterampilan Proses Dasar Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan- kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (DEPDIKBUD, dalam Moedjiono, 1992/ 1993 : 14) Menurut Semiawan, dkk (Nasution, 2007 : 1.9-1.10) menyatakan bahwa keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan - kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuwan berhasil menemukan sesuatu yang baru. Dimyati dan Mudjiono (Sumantri, 1998/1999: 113) mengungkapkan bahwa pendekatan keterampilan proses bukanlah tindakan instruksional yang berada di luar

jangkauan

kemampuan

peserta

didik.

Pendekatan

ini

justru

bermaksud

mengembangkan kemampuan - kemampuan yang dimiliki peserta didik. 2.

Jenis – jenis Pendekatan Keterampilan Proses Dasar Khusus untuk keterampilan proses dasar, proses- prosesnya meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, mengobservasi, mengklasifikasikan, mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi, memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan hubungan angka. a.

Keterampilan Mengobservasi Keterampilan mengobservasi menurut Esler dan Esler (1984) adalah keterampilan yang dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita miliki untuk mengidentifikasi dan memberikan nama sifat- sifat dari objekobjek atau kejadian- kejadian. Definisi serupa disampaikan oleh Abruscato (1988) yang menyatakan bahwa mengobservasi artinya mengunakan segenap panca indera untuk memperoleh imformasi atau data mengenai benda atau kejadian. (Nasution, 2007: 1.8- 1.9) Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi misalnya menjelaskan sifat- sifat yang dimiliki oleh bendabenda, sistem- sistem, dan organisme hidup. Sifat yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk ukuran, dan lain- lain. Contoh yang lebih konkret, seorang guru sering membuka pelajaran dengan menggunakan kalimat tanya seperti apa yang engkau lihat ? Atau bagaimana rasa, bau, bentuk, atau tekstur? Atau mungkin guru menyuruh siswa untuk menjelaskan suatu kejadian secara menyeluruh sebagai pendahuluan dari suatu diskusi.

b.

Keterampilan Mengklasifikasi Keterampilan mengklasifikasi menurut Esler dan Esler merupakan ketermpilan yang dikembangkan melalui latihan- latihan mengkategorikan benda- benda berdasarkan pada (set yang ditetapkan sebelumnya dari ) sifatsifat benda tersebut. Menurut Abruscato mengkalsifikasi merupakan proses yang digunakan para ilmuan untuk menentukan golongan benda- benda atau kegaitan- kegiatan. (Nasution, 2007 : 1.15). Bentuk-bentuk yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan ini misalnya memilih bentuk- bentuk kertas, yang berbentuk kubus, gambargambar hewan, daun- daun, atau kancing- kancing berdasarkan sifat- sifat benda tersebut. Sistem- sistem klasifikasi berbagai tingkatan dapat dibentuk dari

gambar- gambar hewan dan tumbuhan (yang digunting dari majalah) dan menempelkannya pada papan buletin sekolah atau papan panjang di kelas. Contoh kegiatan yang lain adalah dengan menugaskan siswa untuk membangun skema klasifikasi sederhana dan menggunakannya untuk klasifikasi organisme- organisme dari carta yang diperlihatkan oleh guru, atau yang ada didalam kelas, atau gambar tumbuh- tumbuhan dan hewan- hewan yang dibawa murid sebagai sumber klasifikasi. c.

Keterampilan Mengukur Keterampilan mengukur menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan melalui kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan- satuan yang cocok dari ukuran panjang, luas, isi, waktu, berat, dan sebagainya. Abruscato menyatakan bahwa mengukur adalah suatu cara yang kita lakukan untuk mengukur observasi. Sedangkan menurut Carin, mengukur adalah membuat observasi kuantitatif dengan membandingkannya terhadap standar yang kovensional atau standar non konvensional. (Nasution, 2007 : 1.20). Keterampilan

dalam

mengukur

memerlukan

kemampuan

untuk

menggunakan alat ukur secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara perhitungan dengan menggunakan alat- alat ukur. Langkah pertama proses mengukur lebih menekankan pada pertimbangan dan pemilihan instrumen (alat) ukur yang tepat untuk digunakan dan menentukan perkiraan sautu objek tertentu sebelum melakukan pengukuran dengan suatu alat ukur untuk mendapatkan ukuran yang tepat. Untuk melakukan latihan pengukuran, bisa menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri atau dikembangkan dari benda- benda yang ada disekitar. Sedangkan pada tahap selanjutnya, menggunakan alat ukur yang telah baku digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh, dalam penguran jarak, bisa menggunakan potongan kayu, benang, ukuran tangan, atau kaki sebagai satuan ukurnya. Sedangkan dalam pengukuran isi, bisa menggunakan biji- bijian atau kancing yang akan dimasukkan untuk mengisi benda yang akan diukur. Contoh kegiatan mengukur dengan alat ukur standar/ baku adalah siswa memperkirakan dimensi linear dari benda- benda (misalnya yang ada di dalam kelas) dengan menggunakan satuan centimeter (cm), dekameter (dm), atau meter (m). Kemudian siswa dapat menggunakan meteran (alat ukur, mistar atau penggaris) untuk pengukuran benda sebenarnya.

d.

Keterampilan Mengkomunikasikan Menurut Abruscato (Nasution, 2007: 1.44 ) mengkomunikasikan adalah menyampaikan

hasil

pengamatan

yang

berhasil

dikumpulkan

atau

menyampaikan hasil penyelidikan. Menurut Esler dan Esler ((Nasution, 2007: 1.44) dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari grafik atau gambar yang menjelaskan benda- benda serta kejadian- kejadian secara rinci. Kegiatan untuk keterampilan ini dapat berupa kegiatan membaut dan menginterpretasi informasi dari grafik, charta, peta, gambar, dan lain- lain. Misalnya siswa mengembangkan keterampilan mengkomunikasikan deskripsi benda- benda dan kejadian tertentu secar rinci. Siswa diminta untuk mengamati dan mendeskripsikan beberapa jenis hewan- hewan kecil ( seperti ukuran, bentuk, warna, tekstur, dan cara geraknya), kemudian siswa tersebut menjelaskan deskripsi tentang objek yang diamati di depan kelas. e.

Keterampilan Menginferensi Keterampilan menginferensi menurut Esler dan Esler dapat dikatakan juga sebagai keterampilan membuat kesimpulan sementara. Menurut Abruscato , menginferensi/ menduga/ menyimpulakan secara sementara adalah adalah menggunakan logika untuk memebuat kesimpulan dari apa yagn di observasi( Nasution, 2007 : 1.49). Contoh kegiatan untuk mengembangkan keterampilan ini adalah dengan menggunakan suatu benda yang dibungkus sehingga siswa pada mulanya tidak tahu apa benda tersebut. Siswa kemudian mengguncang- guncang bungkusan yang berisi benda itu, kemudian menciumnya dan menduganya apa yang ada di dalam bungkusan ini. Dari kegiatan ini, siswa akan belajar bahwa akan muncul lebih dari satu jenis inferensi yang dibuat untuk menjelaskan suatu hasil observasi. Disamping itu juga belajar bahwa inferensi dapat diperbaiki begitu hasil observasi dibuat.

f.

Keterampilan Memprediksi Memprediksi adalah meramal secara khusus tentangapa yang akan terjadi pada observasi yang akan datang (Abruscato Nasution, 2007 : 1.55) atau membuat perkiraan kejadian atau keadaan yang akan datang yang diharapkan akan terjadi (Carin, 1992). Keterampilan memprediksi menurut Esler dan Esler adalah keterampilan memperkirakan kejadian yang akan datang berdasarkan dari kejadian- kejadian yang terjadi sekarang, keterampialn menggunakna

grafik untuk menyisipkan dan meramalkan terkaan- terkaan atau dugaandugaan. (Nasution, 2007 : 1.55). Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui. Contoh kegiatan untuk melatih kegiatan ini adalah memprediksi berapa lama (dalam menit, atau detik) lilin yang menyala akan tetap menyala jika kemudian ditutup dengan toples (dalam berbagai ukuran) yang ditelungkupkan. g.

Keterampilan Mengenal Hubungan Ruang dan Waktu Keterampilan mengenal hubungan ruang dan waktu menurut Esler dan Esler meliputi keterampilan menjelaskan posisi suatu benda terhadap lainnya atau terhadap waktu atau keterampilan megnubah bentuk dan posisi suatu benda setelah beberapa waktu. Sedangkan menurut Abruscato menggunakan hubungan ruang- waktu merupakan keterampilan proses yang berkaitan dengan penjelasan- penjelasan hubungan- hubungan tentang ruang dan waktu beserta perubahan waktu. Untuk membantu mengembangkan pengertian siswa terhadap hubungan waktu- ruang, seorang guru dapat memberikan pelajaran tentang pengenalan dan persamaan bentuk- bentuk dua dimensi (seperti persegi, persegi panjang, elips, dll.). Seorang guru dapat menyuruh siswa menjelaskan posisinya terhadap sesuatu, misalnya seorang siswa dapat menyatakan bahwa ia berada ia berada di barisan ketiga bangku kedua dari kiri gurunya.

h.

Keterampilan Mengenal Hubungan Bilangan- bilangan Keterampilan mengenal hubungan bilangan- bilangan menurut Esler dan Esler meliputi kegiatan menemukan hubungan kuantitatif di antara data dan menggunakan garis biangan untuk membuat operasi aritmatika (matematika). Carin mengemukakan bahwa menggunakan angka adalah mengaplikasikan aturan- aturan atau rumus- rumus matematika untuk menghitung jumlah atau menentukan

hubungan

dari

pengukuran

dasar.

Menurut

Abruscato,

menggunakan bilangan merupakan salah satu kemampuan dasar pada keterampilan proses.( Nasution, 2007: 1.61- 1.62). Kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan ini adalah menentukan nilai π (baca: phi) dengan mengukur suatu rangkaian silinder, menggunakan garis bilangan untuk operasi penambahan dan perkalian. Latihanlatihan yang mengharuskan siswa untuk mengurutkan dan membandingkan

benda- benda atau data berdasarkan faktor numerik membantu untuk mengembangkan keterampilan ini. Contoh pertanyaan yang membantu siswa agar mengerti tentang hubungan bilangan antara lain adalah : “ lebih jauh mana benda A jika dibandingkan dengan benda B?” “ Berapa derajat suhu tersebut turun dari – 100 C ke – 200 C ? ”

3.

Aspek-aspek Keterampilan Proses Sains Aspek-aspek pada keterampilan proses sains menurut Gagne meliputi: a.

Pengamatan (observasi) Merupakan proses pengumpulan informasi dengan menggunakan sebagian atau semua indera. Dalam proses pengamatan mungkin saja dibantu peralatan lain seperti kaca pembesar, teropong, dan sebagainya

b.

Pengklasifikasian Mengatur/ menyusun/ mendistribusikan obyek-obyek, kejadian-kejadian atau informasi ke dalam golongan dengan mempergunakan cara atau sistem tertentu. Sebagai contoh, mengklasifikasikan hewan menurut jenis makanannya, mengklasifikasikan menurut jenis kelaminnya, dan sebagainya.

c.

Pengukuran Observasi kuantitatif dengan memperbandingkan terhadap sesuatu standar. Misalnya untuk mengukur panjang dipergunakan standar meter, dalam mengukur suhu digunakan standar derajat Celcius, dan sebagainya.

d.

Identifikasi dan Pengendalian Variabel Ada tiga jenis variabel di dalam eksperimen/ penelitian: 1. Variabel bebas yaitu variabel yang sengaja diubah-ubah. 2. Variabel tergantung (terikat) yaitu varibel yang nilainya bergantung pada variabel bebas. Variabel tergantung akan berubah-berubah jika variabel bebasnya diubah-ubah. 3. Variabel terkontrol yaitu variabel yang sengaja dibuat konstan. Mengidentifikasikan varibel berarti menandai karakteristik variabel eksperimen/ penelitian. Misal eksperiman tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan biji. Perlu dibuat kejelasan tentang karakteristik air dan biji. Mengendalikan variabel berarti memanipulasi dan mengakomodasikan variabel sesuai dengan karakteristik yang telah diidentifikasi. Misal dalam

eksperimen tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan biji, ternyata ada variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan biji selain air, yaitu cahaya dan suhu. Oleh karena itu, paa saat bereksperimen tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan biji, maka suhu dan cahaya dikondisikan konstan. e.

Perumusan Hipotesa Hipotesa merupakan dugaan sementara sebagai arahan dalam melakukan eksperimen/ penelitian. Isi pernyataan dalam hipotesa mengandung dugan tentang hubungan alasan yang mungkin ditemukan dalam eksperiman/ penelitian. Salah satu contoh hipotesa: “ pada suhu dan cahaya yang konstan, pertumbuhan biji akan makin baik jika air makin banyak”.

f.

Perancangan Eksperimen Sebelum eksperimen dilakukan, perlu dibuat dahulu rencana yang matang tentang rancangan eksperimen agar eksperimen dapat terlaksana dengan baik. Dalam

rancangan

eksperimen

sudah

mencakup

bagaimana

cara

mengendalikan variabel-variabel penelitian, kendala-kendala apa yang mungkin akan dihadapi dan bagaimana cara penanggulangannya, dan sebagaimana. g.

Penyimpulan Hasil Eksperimen Data-data yang dikumpulkan dari pengamatan masih memberikan gambaran kasar tentang hasil eksperimen. Data-data itu masih harus diolah dengan seksama kemudian diinterpretasikan hingga dapat menunjukkan hubungan yang logis dan jelas.

h.

Pengkomunikasikan Hasil Eksperimen Sains diperuntukkan bagi kesejahteraan umat manusia, oleh karena itu hasil yang diperoleh dari eksperimen sains perlu dikomunikasikan pada masyarakat luas. Mengkomunikasikan hasil eksperimen dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tertulis. Melalui komunikasi tertulis diharapkan banyak orang dapat membacanya. Komunikasi tertulis dari hasil eksperimen dapat disajikan dalam bentuk gambar, grafik, tabel, diagram, serta narasi.

PEMBAHASAN VII STRATEGI, PENDEKATAN, METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD (GUIDED DISCOVERY & GUIDED INQUIRY) A.

Guided Discovery a. Metode Pembelajaran Guided Discovery Hamdani ( 2010 : 184) berpendapat bahwa discovery (penemuan) adalah proses mental ketika siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Adapun proses mental, misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan. Guru melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar, dan sebagainya. Suprijono (2009 : 69) mengemukakan proses belajar discovery meliputi proses informasi, transformasi, dan evaluasi. Proses informasi, pada tahap ini peserta didik memperoleh informasi mengenai materi yang sedang dipelajari. Tahap transformasi, pada tahap ini peserta didik melakukan identifikasi, analisis, mengubah, mentransformasikan informasi yang telah diperolehnya menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Tahap evaluasi, pada tahap ini peserta didik menilai sendiri informasi yang telah ditransformasikan itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan masalah yang dihadapai. b. Langkah-langkah Guided Discovery Menurut Hamdani (2010 : 185) langkah-langkah guided discovery, yaitu : 1.

Adanya problema yang akan dipecahkan, dinyatakan dalam pertanyaan atau pernyataan

2.

Jelas tingkat atau kelasnya

3.

Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas

4.

Alat atau bahan perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan diskusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan

5.

Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan atau percobaan atau menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan

6.

Proses berfikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.

7.

Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.

8.

Adanya catatan guru meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi hasil, terutama penyelidikan yang mengalami kegagalan atau tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

c. Kelebihan Metode Guided Discovery Menurut Hanafiah dan Suhana ( 2009: 79) 1. Membantu peserta didik untuk mengembangkan kesiapan serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif 2. Peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual sehingga dapat dimengerti dan mengendap dalam pikirannya. 3. Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar pesertadidik untuk belajar lebih giat. 4. Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing. 5. Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri. d. Kelemahan Metode Guided Discovery Menurut Hanafiah dan Sujana ( 2009 : 79) 1. Siswa harus memiliki kesiapan dan kemtangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik. 2. Keadaan kelas di kita kenyataannya gemuk jumlah siswanya, maka metode ini tidak akan mencapai hasil yang memuaskan 3. Guru dan siswa yang sudah sangat terbiasa dengan PBM gaya lama maka metode discovery ini akan mengecewakan Ada kririk, bahwa proses dalam metode discovery terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan sikap dan ketrampilan bagi siswa. e. Jenis Metode Discovery Pembelajaran penernuan dibedakan menjadi 2, yaitu:

1) Pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery.Dalam hal ini siswa benar-benar dilepas dalam mengidentifikasi masalah, dan menguji hipotesis dengan konsep-konsep, dan prinsip yang sudah ada, dan berusaha menarik pada situasi baru. Struktur peristiwa belajar dalam free discovery ini, siswa dilepas sepenuhnya untuk menemukan sesuatu melalui proses asimilasi, yaitu memasukkan hasil pengamatan ke dalam struktur kognitif yang ada, dan proses akomodasi yaitu dengan perubahan dalam arti penyesuaian kogitif yang lama, sehingga cocok dengan fenomena yang diamati. 2) Pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT 1997).Dalam hal ini guru berperan sebagai pembimbing siswa dalam belajar. Guru membantu siswa memperoleh pengetahuan yang dicarinya dengan cara mengorganisasi

masalah,

mengumpulkan

data,

mengkomunikasikan,

memecahkan masalah, dan menyusun kembali data-data sehingga membentuk konsep baru. Proses pembelajaran dengan model guided discovery menitik beratkan pada pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran, dalam hal ini daftar kegiatan yang telah dipersiapakan. Di sekolah dasar, model pembelajaran penemuan ini lebih cocok menggunakan model penemuan terbimbing, karena pada dasarnya siswa sekolah dasar masih belum mampu untuk melakukan pembelajaran dengan model penemuan ini secara mandiri.

B.

Guided Inquiry a. Metode Guided Inquiry Inquiry termasuk dalam bahasa Inggris yang secara harfiah memiliki arti penyelidikan. Inquiry berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan (Yuniyanti, Sunarno & Haryono, 2012). Inquiry merupakan suatu metode yang menggunakan hasil penelitian untuk mempelajari dan menjelaskan suatu fakta yang ada (Colburn, 2000). Siswa dapat menganalisis seluruh data yang mereka kumpulkan dan dapat menarik suatu kesimpulan. Hasil dari penyelidikan atau penelitian yang berupa informasi juga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan teori dari siswa (Kitot, Ahmad & Seman, 2010).

b. Langkah-langkah Guided Inquiry Menurut Kuhlthau, et al. (2007) proses dalam Inquiry mempunyai beberapa tingkatan meliputi: a. Initiation, pada tahap ini guru membimbing siswa untuk memulai proses penyelidikan dengan memperhatikan beberapa sumber serta menyiapkan keputusan untuk memilih suatu topik. b. Selection, (Seleksi) dimana siswa memilih topik umum mengenai proyek yang mereka angkat di kelas. c. Exploration, pada proses ini siswa mencari atau mengeksplor informasi mengenai topik yang dipilih. proses ini adalah tahap yang sulit untuk sebagian besar siswa karena akan menimbulkan kebingungan dan frustasi yang diakibatkan banyak keraguan dari informasi yang telah meraka dapatkan. d. Formulation, dimana siswa mulai membuat suatu kerangka penelitian berdasarkan informasi yang telah mereka peroleh; collection,proses ini mengikuti setelah proses sebelumnya, yaitu formulation. Siswa mengumpulkan semua informasi yang mendukung terhadap topik yang dipilih; e. Presentation, proses ini merupakan puncak dari proses inquiry karena siswa siap untuk membagi pengetahuan yang mereka dapatkan selama pembelajaran; assessment, proses ini melibatkan guru dan siswa untuk menilai semua yang telah dipelajari mengenai konten, proses dan semua yang dibutuhkan saat pembelajaran.

c. Kelebihan dan Kekurangan Guided Inquiry Menurut Kuhlthau, et al. (2007) guided inquiry memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, pemahaman dalam membaca, penggunaan bahasa, keterampilan menulis,pembelajaran kooperatif dan kemampuan bersosialisasi. Guided inquiry tidak hanya memiliki kelebihan saja, tetapi juga memilki kelemahan. Menurut Hanafiah & Suhana (2009) guided inquiry memiliki kelemahan, yaitu siswa harus memiliki persiapan baik dari segi mental. Jumlah siswa dalam pembelajaran juga berpengaruh terhadap guided inquiry. Semakin banyak siswa, maka proses inquiry kurang memuaskan.

PEMBAHASAN IX STRATEGI, PENDEKATAN, METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD (PROBLEM BASED LEARNING & PLAS) A. Problem Based learning 1. Pengertian Problem Learning Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik. Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problembased Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkutpaut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata). Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru). Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran

berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru. Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks Jonassen (1999) mendesain model lingkungan belajar konstruktivistik yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran kontekstual dengan pendekatan problembased learning. Model tersebut memuat komponen-komponen esensial yang meliputi: 1. Pertanyaan-pertanyaan, kasus, masalah atau proyek 2. Kasus-kasus yang saling terkait satu sama lain 3. Sumber-sumber informasi 4. Cognitive tools 5. Pemodelan yang dinamis 6. Percakapan dan kolaborasi

7. Dukungan kontekstual/sosial. Masalah dalam model tersebut mengintegrasikan komponen-komponen konteks permasalahan,

representasi

atau

simulasi

masalah,

dan

manipulasi

ruang

permasalahan. 2. Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL) Menurut Arends berbagai pengembangan pengajaran Problem Based Learning (PBL) telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut: i. Pengajuan pertanyaan atau masalah Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. j. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah-masalah yang diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. k. Penyelidikan autentik Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukann penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. l. Menghasilkan produk dan memamerkannya Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata. Produk tersebut bisa berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Dalam pembelajaran kalor, produk yang dihasilkan adalah berupa laporan. m. Kolaborasi dan kerja sama Pembelajaran bersdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

3. Langkah-Langkah Proses Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan. Pemelajar pun harus harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompokkelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses yang dikenal dengan proses tujuh langkah: a. Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam masalah. b. Merumuskan masalah Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. c. Menganalisis masalah Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum pada masalah), dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini. d. Menata gagasan secara sistematis dan menganalisis Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain kemudian dikelompokkan; mana yang paling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya. Analisis adalah upaya memilahmemilah sesuatu menjadi bagianbagian yang membentuknya. e. Memformulasikan tujuan pembelajaran Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat f. Mencari informasi tambahan dari sumber lain Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah punya tujuan pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi tambahan itu, dan menemukan kemana hendak dicarinya. g. Mensistesis (menggabungkan) dan menguji informasi baru dan membuat laporan. Kelebihan PBL dibandingkan dengan Model Pengajaran Lainnya adalah:

a. mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas b. mendorong siswa melakukan pengamatan dan dialog dengan orang lain c. melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri d. membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Kekurangan PBL Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, PBL juga memiliki beberapa kelemahan/hambatan dalam penerapannya (Ricard I Arends dan Ibrahim dalam Rusmiyati, 2007: 17). Kelemahan dari pelaksanaan PBL adalah sebagai berikut: a.

Kondisi kebanyakan sekolah tidak kondusif untuk pendekatan PBL. Dalam pelaksanaannya, PBL memerlukan sarana dan prasarana yang tidak semua sekolah memilikinya. Sebagai contoh, banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas laboratorium cukup memadai untuk kelengkapan pelaksanaan PBL.

b.

Pelaksanaan PBL memerlukan waktu yang cukup lama. Standar 40-50 menit untuk satu jam pelajaran yang banyak dijumpai di berbagai sekolah tidak mencukupi standar waktu pelaksanaan PBL yang melibatkan aktivitas siswa di luar sekolah.

c.

Model PBL tidak mencakup semua informasi atau pengetahuan dasar.

4. Strategi Problem Based Learning Ada lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) menurut Martinis Yamin dalam Duffy & Cunningham (2011:31) yaitu: 1. Permasalahan sebagai kajian. 2. Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman 3. Permasalahan sebagai contoh 4. Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses 2. Permasalahan sebagai stimulus aktifitas otentik

5. Pendekatan Problem Based Learning 1. Student centered 2. Teacher centered 6. Model Problem Based Learning Ada lima dalam model pembelajaran berbasis masalah, yaitu:

1. Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan video dan model dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. 5. Menganalisis dan mengevaluasi Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

B. Pendekaatan Lingkungan Alam Sekitar (PLAS) 1.

Pengertian Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar Beberapa pendapat mengenai pengertian dan konsep pendekatan lingkungan adalah sebagai berikut: a. Karli H dan Margaretha (2002: 97), mengatakan bahwa: “pendekatan lingkungan adalah suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah lingkungan, dan untuk menanamkan sikap cinta lingkunagan b. Rustaman N (2005:94) mengatakan bahwa “Penggunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar “. c. Hadiat (1976: 197) mengatakan bahwa “Pendekatan lingkungan ialah pendekatan melalui lingkungan anak, mendasarkan pelajaran atas keadaan tempat sehari-hari anak-kebun, sawah, hutan, sungai, kampung, industri, alat-alat rumah dan lain sebagainya. Bahan pelajaran disusun atas dasar lingkungan

d. Nasution N (2000: 5.26), mengatakan: “Pendekatan lingkungan atau karyawisata adalah pendekatan yang berorientasi pada alam bebas dan nyata, tidak selalu harus ke tempat yang jauh, dapat dilakukan di alam sekitar sekolah”. Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pengajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan itu esensinya adalah menggunakan atau memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar untuk keperluan pengajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pelaksanaannya dapat membawa kelas ke lingkungan dan dapat juga lingkungan dibawa ke sekolah. Ini berarti bahwa pengajaran akan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2.

Ciri-ciri Pembelajaran Alam Sekitar (PLAS) Pendekatan lingkungan yang mengaitkan pembelajaran dengan mendayagunakan lingkungan memiliki beberapa ciri-ciri. Menurut Slavin (Setiadi, 2012, hlm.23), pendekatan lingkungan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Tidak melakukan eksploitasi alam. b. Memanfaatkan lingkungan sebagai tempat menguji kebenaran. c. Lingkungan sekolah sebagai tempat menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah, dan merupakan laboratorium sekolah. d. Lingkungan manjadi tempat menemukan masalah untuk diangkat menjadi topik pembahasan kelompok. e. Lingkungan sebagai tempat menemukan contoh-contoh langsung yang sesuai, dan sebagai sumber belajar.

Selain ciri-ciri yang telah dikemukakan oleh Slavin, Nurmahanani dalam jurnal pendidikannya (2013, hlm.15) memaparkan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran menggunakan pendekatan lingkungan sebagai berikut : a.

Kelayakan waktu yang tersedia. Artinya pemanfaatan lingkungan harus memperhatikan ciri ragam lingkungan, peranannya, serta waktu yang tersedia.

b.

Kesesuaian

lingkungan

sasaran

dalam

interaksi

belajar

mengajar.

Artinya pemanfaatan lingkungan harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran.

c. Kelayakannya untuk dimanfaatkan, baik ditinjau dari kemampuan intelektual siswa, keterjangkauan dana dan tenaga siswa itu sendiri serta kemungkinan kontrol maupun monitor yang ahrus dilaksanakan guru. d. Kesesuaiannya dengan strategi belajar mengajar yang telah ditetapkan. Artinya jika pembelajaran cukup dilakukan hanya dengan pendekatan ekspositori, maka pemanfaatan lingkungan tidak lagi perlu dilaksanakan. e.

Keselarasan lingkungan dengan hasil yang diharapkan serta kemungkinannya untuk dievaluasi. Untuk itu, dapat digaris bawahi bahwa ciri-ciri terpenting dari pendekatan

lingkungan adalah lingkungan yang tersedia dialam dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan seperti pendidikan tanpa harus mengeksploitasi alam tersebut, karena diharapkan dengan memenfaatkan alam, siswa dapat lebih mencintai lingkungan alam yang berada disekitar kita. Kelebihan Mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar yaitu: 1. Lebih menarik dan tidak membosankan 2. Hakikat belajar akan lebih bermakna 3. Bahan-bahan yang adapat dipelajari lebih karya serta lebih factual sehingga kebenaranya lebih akurat. 4. Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif 5. Sumber belajar menjadi lebih kaya 6. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungan Kekurangan mengajar dengan pendekatan lingkungan alam sekitar yaitu: 1. Volume dan kekuatan suara harus lebih besar agar dapat ditangkap oleh audiens 2. Guru/dosen harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk memusatkan perhatian audiens. 3. Model pembelajaran harus dibuat menarik, variatif 4. Sangat tergantung cuaca 5. Konsentrasi audiens kurang

3.

Pendekatan Pembelajaran Alam Sekitar (PLAS) 1. Student centered 2. Teacher centered

4.

Metode Pembelajaran Alam Sekitar (PLAS) a. Survey b. Camping/berkemah c. Fied Trip/karya wisata Nasution dalam habiba (2006) mengatakan pendekatan lingkungan atau karyawisata adalah pendekatan yang berorentasi pada alam bebas dan nyata, tidak harus selalu ketempat yang jauh tetapi dilakukan di lingkungan alam sekitar kita. a. Praktik lapangan b. Berkebun c. Bertenak

5.

Model Pembelajaran Alam Sekitar (PLAS) Joyce dan weil (2000) mengemukakan ada empat kategory yang penting diperhatikan dalam model mengajar, yakni model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku. a.

Model pemrosesan informasi (Information Processing Models) menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal. Karena itu model potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuantujuan yang berdimensi personal dan sosial.

b.

Model personal (Personal Family) merupakan rumpun model pembelajaran yang menekankan kepada proses pengembangkan kepribadian lingkungan siswa dengan memperhatikan kehidupan emosional.

c.

Model sosial (Social Family) menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial.

d.

Model sistem perilaku dalam pembelajaran (Behavioral Model of Teaching) melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah belajar melalui penguraian perilaku kedalam jumlah yang kecil dan berurutan.

e.

Syaiful Sagala, (2009 : 180) mengatakan bahwa gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan alam sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar, perintis gerakan ini antara lain adalah Fr. Finger (1808-1888) di Jerman dengan “ heimatkunde” adalah: 1. Dengan alam sekitar, guru dapat memperagakan secara langsung sesuai dengan sifat-sifat atau dasar-dasar pengajaran. 2. Pengajaran alam seitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anak aktif atau giat tidak hanyar duduk,dengar, dan catat saja 3. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas yaitu suatu bentuk dengan ciri-ciri: a. suatu pengajaran yang tidak mengenai pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan b. suatu pengajaran yang menarik minat, karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran yang menarik perhatian dan diambilkan dari alam sekitarnya c. suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubungan satu sama lain seerat-eratnya secara teratur d. pengajaran alam sekitar memberi kepada ana bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak verbalitas. e. Penajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional,karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak.

PEMBAHASAN X STRATEGI, PENDEKATAN, METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD (COOPERATIVE LEARNING & GROUP INVESTIGATION) A. MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING 1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Pembelajaran cooperative Learning adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting

model

pembelajaran

kooperatif.

Konstruktivisme

sosial

Vygotsky

menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Vigotsky menekankan peserta didik mengonstruksi pengetahuan dengan mentransformasikan, mengorganisasikan dan mereorganisasikan pengetahuan dan informasi melalui interaksi sosial dengan orang lain. Isi pengetahuan dipengaruhi oleh kultur dimana peserta didik tinggal. Kultur itu meliputi bahasa, keyakinan, keahlian/keterampilan. Dukungan lain dari teori Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah arti penting belajar kelompok. Chaplin mendefinisikan kelompok sebagai “a collection of individuals who have some characteristic in common or who are pursuing a common goal. Two or more persons who interact in any way constitute a group. It is not necessary, however, for the members of a group to interact directly or in face to face manner”. Berdasarkan pengertian diatas dikemukakan bahwa kelompok itu dapat terdiri dari dua orang saja atau lebih. Menurut Shaw satu ciri yang dipunyai oleh semua kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Interaksi adalah saling mempengaruhi, individu satu dengan individu yang lain. Tujuan dalam kelompok dapat bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Tujuan intrinsik adalah tujuan yang didasarkan pada alasan bahwa dalam kelompok perasaan menjadi senang. Tujuan ekstrinsik adalah tujuan yang didasarkan bahwa untuk mencapai sesuatu tidak dapat dicapai sendiri, melainkan harus dikerjakan

bersama-sama. Struktur kelompok menunjukkan bahwa dalam kelompok diperlukan peran semua anggota. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang optimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: 1. Positive interdependence (saling ketergantungan positivf) 2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) 3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif) 4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota) 5. Group processing (pemrosesan kelompok) Unsur pertama pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan positif. Unsur ini menunjukkan ada bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Unsur kedua pembelajaran kooperatif adalah tanggung jawab individual. Beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab perseorangan adalah: 1. Kelompok belajar jangan terlalu besar 2. Melakukan assesmen terhadap siswa 3. Memberi tugas kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kelompok di depan kelas 4. Mengamati setiap kelompokdan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok 5. Menugasi seorang peserta didik sebagai pemeriksa di kelompoknya 6. Menugasi peserta didik mengajar temannya. Unsur ketiga pembelajaran kooperatif adalah

interaksi promotif. Unsur ini

penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Unsur keempat pembelajaran kooperatif adalah keterampilan sosial. Unsur kelima adalah pemrosesan kelompok. Pemrosesan mengandung arti menilai. Model pembelajaran kooperatif

dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. 2. Macam-macam Metode Pembelajaran Cooperative Learning a.

Jigsaw Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson, dkk. Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggotakelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji). Contoh pembentukan kelompok jigsaw sebagai berikut. Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli serta setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada

materi pembelajaran yang telah didiskusikan. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. b. Numbered Heads Together (NHT) Pembelajaran

kooperatif

tipe

NHT

dikembangkan

oleh

Spencer

Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman

pembelajaran atau

mengecek pemahaman

siswa

terhadap materi pembelajaran. Langkah-langkah penerapan NHT: 1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau awal. 3. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama. 4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. 5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor(nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. 6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran. 7. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual . 8. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui

skor penghargaan

berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya(terkini).

c. Group Investigation Dalam grup investigation para murid bekerja melalui enam tahap. 1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid kedalam kelompok a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan mengkatagorikan saran-saran. b. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang mereka pilih. c. Komposisi kelompok berdasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen. d. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan. 2. Merencanakan tugas yang ingin dipelajari. Para siswa merencanakan bersama mengenai : a. Apa yang kita pelajari? b. Bagaimana kita mempelajarinya? c. Siapa melakukan apa? (pembagian tugas) d. Untuk kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini? 3. Melaksanakan investigasi. a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya. c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mensistesis semua gagasan. 4. Menyiapkan laporan akhir. a.

Anggota kelompok menentukan pesan-pesan, esensial dari proyek mereka.

b.

Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.

c.

Wakil-wakil

kelompok

membentuk

sebuah

panitia

acara

untuk

mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi. 5. Mempresentasikan laporan akhir a.

Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.

b.

Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif.

c.

Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.

6. Evaluasi. a.

Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan, pengalaman-pengalaman mereka.

b.

Guru dan murid bekolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.

c.

Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

d. Two Stay Two Stray Model pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu merupakan model pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada kelompok untuk

membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut : 1. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang. 2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain. 3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. 4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. 6. Kesimpulan.

e. Make a Match Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:

1.

Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2.

Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.

3.

Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4.

Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).

5.

Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6.

Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.

7.

Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8.

Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

9.

Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

f. Listening Team Pembelajaran diawali dengan pemaparan materi pembelajaran oleh guru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok –kelompok, setiap kelompok mempunyai peran masing-masing. Kelompok pertama merupakan kelompok penanya, kelompok kedua merupakan kumpulan orang yang menjawab berdasarkan perspektif tertentu, kelompok ketiga kumpulan orang yang menjawab dengan perspektif yang berbeda dengan kelompok kedua dan kelompok keempat adalah kelompok yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari hasil diskusi. Pembelajaran diakhiri dengan penyampaian kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam berdiskusi.

g. Inside-Outside Circle Pembelajaran inside-outside circle diawali dengan pembentukan kelompok. Satu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar yang terdiri dari dua kelompok lingkaran dalam dan kelompok lingkaran luar. Anggota kelompok lingkaran dalam berdiri melingkar menghadap keluar dan anggota kelompok lingkaran luar berdiri menghadap kedalam sehingga saling berpasangan dan berhadap-hadapan. Kelompok ini disebut sebagai kelompok pasangan asal. Kemudian berikan tugas.

h. The Power of Two Langkah-langkah: 1.

Berilah peserta didik satu atau lebih pertanyaan yang membutuhkan refleksi dan pikiran.

2.

Mintalah peserta didik untuk menjawab pertanyaan sendiri-sendiri.

3.

Setelah semua melengkapi jawabannya bentuklah kedalam pasangan dan mintalah mereka untuk berbagi jawaban dengan yang lain.

4.

Mintalah pasangan tersebut membuat jawaban baru untuk masing-masing pertanyaan dengan memperbaiki respon masing-masing individu.

5.

Ketika semua pasangan selesai menulis jawaban baru bandingkan jawaban dari masing-masing pasangan ke pasangan yang lain.

i. TAI ( Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction) Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction). Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut.

1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. 2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. 3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan gender. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.

Guru

memfasilitasi

siswa

dalam

membuat

rangkuman,

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

j. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions). Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Langkahlangkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD: 1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 2. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal. 3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 4. siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). 5. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan genre. 6. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995). 7. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

8. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual. 9. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini). k. CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) CIRC adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling efektif dalam pembelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa. Unsur – unsur CIRC adalah : 1.

Kelompok membaca

2.

Tim

3.

Kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan membaca. Tahap – tahap kegiatannya adalah : a. Membaca berpasangan b. Mengucapkan kata – kata dengan keras. c. Makna kata d. Menceritakan kembali cerita. e. Ejaan f. Pemeriksaan oleh pasangan. g. Tes. h. Pengajaran langsung dan memahami bacaan. i. Seni berbahasa dan menulis terintegrasi. j. Membaca independen dan buku laporan.

l. TGT ( Team Game Turnament) Secara umum, TGT sama seperti STAD. Bedanya TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis – kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Komponen – komponen TGT : a. Presentasi di kelas b. Tim c. Game

d. Turnamen e. Rekognisi tim

m. Co-op Co-op Co-op co-op adalah sebuah bentuk group investigation yang menempatkan tim dalam kooperasi antara satu dengan yang lainnya (seperti namanya) untuk mempelajari sebuah topik di kelas. Langkah – langkah : a. Diskusi kelas terpusat pada siswa b. Menyeleksi tim pembelajaran siswa dan pembentukan tim. c. Seleksi topik tim. d. Pemilihan topik tim. e. Persiapan topik kecil. f. Presentasi topik kecil. g. Persiapan presentasi tim. h.

Presentasi tim

i. Evaluasi.

n. Jigsaw II Kunci metode jigsaw ini adalah interdependensi adalah tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian. Beberapa modifikasi adalah sebagai berikut : 1. Daripada membuat para siswa merujuk kepada materi naratif untuk mengumpulkan informasi mengenai topik mereka, siswa juga bisa disuruh mencari serangkaian materi – materi perpustakaan atau kelas untuk mendapatkan informasi tersebut. 2. Setelah para ahli menyampaikan laporan, mintalah siswa menuliskan esai atau memberikan laporan lisan daripada memberikan kuis. 3. Anda juga bisa memberikan tiap tim topik yang unik untuk dipelajari bersama dan memberikan masing – masing anggota tim sebuah subtopik daripada sekedar menyuruh mereka mempelajari materi yang sama. 4. Dan lain – lain.

.3. Kelebihan dan Kekurangan Cooperative Learning a.

Kelebihan Cooperative Learning Cooperative Learning

mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan belajar

kooperatif menurut Hill & Hill (1993: 16) adalah: 1. meningkatkan perestasi siswa, 2. memperdalam pemahaman siswa, 3. menyenangkan siswa, 4. mengembangkan sikap kepemimpinan, 5. menembangkan sikap positif siswa, 6. mengembangkan sikap menghargai diri sendiri, 7. membuat belajan secara inklusif, 8. mengembangkan rasa saling memiliki, dan 9. mengembangkan keterampilan untuk masa depan. b.

Kekurangan Cooperative Learning Selain mempunyai kelebihan, belajar kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan. Menurut Dess (1991: 411) beberapa kelemahan belajar kooperatif adalah : 1. membutuhkan waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit mencapai target kurikulum, 2. membutuhkan waktu yamg lama untuk guru sehingga kebanyakan guru tidak mau menggunakan strategi kooperatif, 3. membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau menggunakan strategi belajar kooperatif, dan 4. menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

B. MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION 1.

Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia,misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencdari diinternet. Siswa dilibatkan sejak

perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kermampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian

disini

adalah

peroses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung .Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi. Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah: a.

Membutuhkan Kemampuan Kelompok Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.

b.

Rencana Kooperatif Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

c.

Peran Guru Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompokkelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswadengan

karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang

telah dipilih, kemudian

menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas. 2.

Langkah-Langkah dalam Menggunakan Model Group Investigation Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut: a.

Seleksi topik Para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswaselanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang . Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

b.

Merencanakan kerjasama Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan sub topik yang telah dipilih dari langkah 1 diatas.

c.

Implementasi Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terusmenerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

d.

Analisis dan sintesis Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah 3 dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik didepan kelas.

e.

Penyajian hasil akhir Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarikdari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif

yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi

kelompok dikoordinir oleh guru. f.

Evaluasi Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

3.

Tahapan-tahapan Dalam Group Investigation Enam tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation dapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):

Tahap I

Guru

memberikan kesempatan bag isiswa untuk

memberi

kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk Mengidentifiksi topik

berdasarkan heterogenitas.

dan membagi siswa kedalam kelompok.

Tahap II

Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti,

Merencanakan tugas. Tahap III

bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka kedalam

Membuat

pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.

penyelidikan.

Tahap IV

Setiap

kelompok

mempersiapkan

dipresentasikan di depan kelas.

tugas

akhir

yang

akan

Mempersiapkan tugas akhir. Tahap V

Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.

Mempresentasikan tugas akhir. Tahap VI

Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.

Evaluasi.

4.

Ciri-Ciri Model Group Investigation Model pembelajaran Group Investigation merupakan model yang sulit diterapkan dalam pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini mempunyai ciriciri, yakni sebagai berikut: a.

Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.

b.

Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerja sama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.

c.

Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswadilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

d.

Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

e.

Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana belajar terasa lebihefektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan

semangat

siswa

untuk

memiliki

keberanian

dalam

mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.

5.

Kelebihan dan Kelemahan Model Group Investigation Di dalam pemanfaatannya atau penggunaannya model pembelajaran group investigation juga mempunyai kelemahan dan kelebihan, yakni sebagai berikut: Kelebihan pembelajaran model group investigation: a. Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajarsiswa. b. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. c. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latarbelakang. d. Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya. e. Memotivasi dan mendorongsiswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Kelemahan pembelajaran dengan model group investigation: Model pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga

membutuhkan waktu yang lama.

PEMBAHASAN XI STRATEGI, PENDEKATAN, METODE, DAN MODEL PEMBELAJARAN IPA SD (QUESTIONING & LISTENING STRATEGIES) A. Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di SD bertujuan untuk mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik tentang gejala alam di sekitar mereka, memberikan berbagai pengalaman untuk mengobservasi dan menyelidiki lingkungan mereka, melatihkan dan mengembangkan keterampilan teknis dan intelektual yang diperlukan untuk mempelajari IPA lebih jauh, membangun pengalaman dasar dalam rangka memahami konsep-konsep penting dalam IPA, serta menghubungkan apa yang mereka pelajari di sekolah dengan kehidupan seharihari (Howe & Jones, 1993: 17). Tujuan-tujuan IPA seperti yang diuraikan di atas dapat tercapai apabila guru sebagai pembelajar IPA dapat menguasai strategi mengajar dengan baik. Menurut Driver dalam Howe & Jones (1993: 13) , ada beberapa strategi yang sebaiknya dilakukan oleh guru IPA yaitu mengidentifikasi dan membangun pengetahuan yang dimiliki peserta didik ke dalam pembelajaran, memberi kesempatan mereka mengembangkan dan mengorganisasi pengetahuan melalui diskusi, pengalaman, dan bantuan guru, membantu peserta didik memahami pengetahuan ilmiah termasuk menyelidiki kebenaran konsep serta sifat tentatifnya IPA. Berdasarkan strategi-strategi yang diuraikan tersebut di atas, pada intinya pembelajaran IPA lebih mengarahkan para peserta didik untuk mengetahui bagaimana konsep diperoleh daripada hanya sekedar mengajarkan produk atau konsep-konsep. Membelajarkan IPA di SD berarti melatih para peserta didik berperan seperti ilmuwan untuk menemukan konsep yang seharusnya mereka kuasai. Guru berperan sebagai fasilitator, mediator, dan motivator, sedangkan peserta didik sebagai pelaku yang lebih aktif dalam mencari ilmu. Pembelajaran IPA di SD harus sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Menurut Piaget (Mohamad Nur, 2004: 12) anak usia SD berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak mampu berpikir secara logis, mampu menggunakan operasi-operasi yang reversibel, pemikiran tidak sentrasi tetapi desentrasi. Pemecahan msalah tidak begitu dibatasi pada keegosentrisan. Dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik yang diajar, dan menggunakan

strategi yang sesuai dengan materi dalam membuat perencanaan mengajar, guru dapat lebih mudah mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Merencanakan pengalaman belajar IPA untuk anak harus memperhatikan beberapa hal. Aktivitas dan pengajaran yang baik sulit dicapai apabila tidak direncanakan secara hati-hati. Neuman (1978: 47) menyarankan beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam merencanakan suatu pengalaman belajar bagi anak. Berikut jabarannya: 1. Awalnya, tentukan sasaran apa yang ingin dicapai dari aktivitas yang akan dilakukan menggunakan petunjuk pertanyaan-pertanyaan: Apa saja yang harusnya dicapai anakanak? Keterampilan-keterampilan apasaja yang akan anak-anak peroleh? Informasi apa saja? Jenis sikap apasaja? 2. Pikirkan cara-cara yang bisa dilakukan agar anak-anak dapat terlibat dalam sebuah aktivitas sederhana. Mengacu pada usia dan kemampuan anak, apa yang dapat mereka lakukan? Minat apa yang dapat dibangun dan dipelihara dari anak-anak? 3. Kumpulkan dan siapkan bahan-bahan yang dapat membantu belajar anak-anak. Apa yang tersedia? (what is available?) Dimana bahan-bahan dapat ditemukan? Berapa biayanya? Apakah bahan-bahan yang digunakan aman bagi anak-anak? 4. Ciptakan suasana belajar yang wajar bagi anak. Apakah semua bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia? Apakah mereka dalam suasana bekerja (working order) ? Apakah petunjuknya jelas? Apakah anak-anak terdorong (bukan didorong) untuk berpartisipasi? 5. Pelajari hasil yang diperoleh setelah pembelajaran berakhir. Apa saja yang telah dipelajari anak-anak? Apakah pembelajarannya menyenangkan? Berdasarkan panduan pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru dapat mengevaluasi dirinya mengenai kesiapan mengajar. Dalam pembelajaran, guru diwajibkan menguasai berbagai keterampilan mengajar. Salah satu keterampilan penting dalam mengajar IPA adalah bertanya. Melalui keterampilan ini, guru dapat mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik, dan lain-lain tujuan pembelajaran IPA seperti yang telah diuraikan di atas. B. Keterampilan Bertanya dalam Pembelajaran IPA Salah satu cara yang digunakan oleh peserta didik untuk mengenali benda dan peristiwa di dunia adalah melalui bertanya dengan berbagai pertanyaan. Bahasa akan membantu mereka memperoleh pemahaman. Peserta didik khususnya di SD, memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Di rumah, anak-anak tanpa beban sering bertanya kepada orang tuanya mengenai sesuatu yang mereka tidak tahu. Namun, di sekolah,

banyak guru yang gagal meneruskan dan memfasilitasi rasa ingin tahu anak dengan baik. Meskipun guru telah melontarkan banyak pertanyaan, tidak semua pertanyaan mendapat reaksi dari peserta didik seperti yang diungkap oleh Palincsar dalam Mast (2002: 16) berikut, Only a limited amount of this talk would qualify as dialogue because the percentage of teacher statements made in reaction to a student’s statement orteacher use of an idea expressed by a student is a mere 3% to 5% in the primary grade). Dengan demikian, perlu keterampilan mengungkapkan pertanyaan oleh guru agar dapat terjadi umpan balik antar guru dan peserta didik. Peserta didik akan dapat memiliki kesempatan untuk aktif berpartisipasi dan pengetahuan yang tidak terperangkap apabila pembelajaran berlangsung dengan pertanyaan-pertanyaan instruksional yang baik. Bertanya dalam pembelajaran memiliki tujuan.Tujuan guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik adalah (Purwiro Harjati, 2008:1): 1. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu peserta didik terhadap materi pelajaran 2. Memusatkan perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran atau konsep 3. Mendiagnosis kesulitan-kesulitan khusus yang dialami peserta didik 4. Mengembangkan cara belajar peserta didik aktif 5. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengasimilasikan informasi 6. Mendorong peserta didik mengemukakannya dalam bidang diskusi 7. Menguji dan mengukur hasil belajar peserta didik 8. Mengetahui keberhasilan guru dalam mengajar “Bertanya” seyogianya menjadi kebiasaan guru dalam mengajar untuk menuju pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.

Bentuk pertanyaan yang dipilih

disesuaikan dengan maksud, tujuan, dan kebermaknaannya. Pertanyaan “apakah kamu mengerti?” adalah baik, namun akan menjadi lebih bermakna apabila dirubah menjadi “ apa saja yang telah kamu mengerti?” (Mast, 2002: 16). Adapun komponen-komponen dalam memberikan pertanyaan adalah pengungkapan pertanyaan secara jelas, pemberian acuan, pemusatan, pemindahan giliran, penyebaran, pemberian waktu berfikir, dan pemberian tuntunan (Purwiro Harjati, 2008:1). Komponen-komponen tersebut dapat diterapkan oleh guru yang cakap. Guru yang cakap misalnya dalam mengajarkan mata pelajaran IPA, memiliki ciriciri khusus seperti yang diungkap oleh Woolnough (1994: 43) yaitu good science teachers are knowledgeable, competent and enthusiastic in their subject and in class management, and understanding and sympathetic to students and their needs. Hal ini dapat dilakukan oleh guru apabila guru memiliki kemampuan verbal yang baik khususnya

dalam hal mengungkapkan pertanyaan. Ketika guru melontarkan pertanyaan kepada peserta didik, dia juga harus dapat menjadi pendengar yang baik. Apabila peserta didik didengarkan saat mengungkapkan sesuatu, maka mereka akan merasa dihargai dan lebih berantusias dalam mengikuti pelajaran. Salah satu strategi yang dapat digunakan guru agar menguasai keterampilan bertanya yang baik, dan juga menjadi pendengar yang baik adalah Questioning and Listening (Q/L) strategies. C. Strategi Questioning and Listening (Q/L Strategies) Strategi Questioning and Listening atau disingkat Q/L strategies merupakan suatu strategi memberikan pertanyaan dan mendengarkan respon peserta didik yang digunakan oleh pengajar dalam melakukan pembelajaran di kelas. Pertanyaan tidak hanya dilemparkan oleh guru namun peserta didik juga berlatih untuk mengemukakan pertanyaan. Adapun strategi-strategi yang dianjurkan dalam Q/L strategies (Carin, 1993: 129-133) adalah : 1. Memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat konvergen dan divergen dengan tepat. Sedapat mungkin menghindari pertanyaan yang hanya dijawab “ya” atau tidak”. Apabila hal ini harus dilakukan maka harus dilanjutkan dengan pertanyaan yang bersifat divergen dengan cara menambahkan “mengapa?”, “bagaimana kamu bisa tahu?’, “bagaimana cara membuktikan ini?”, contoh konkret dalam IPA misalnya: “apakah baking soda dapat menimbulkan gas? Bagaimana prosedur eksperimen yang dapat kita lakukan untuk membuktikannya?”. Kedalaman pertanyaan divergen disesuaikan dengan tingkat kelas di SD. Lebih lengkapnya dijabarkan pada bahasan selanjutnya. 2. Menghindari pertanyaan yang bersifat majemuk 3. Menghindari reaksi yang berlebihan 4. Memecahkan keterbatasan pikiran peserta didik 5. Menanyakan peserta didik untuk menjelaskan bahan-bahan dan peralatan yang digunakan 6. Berhati-hati terhadap penyamarataan sesuatu yang dilakukan peserta didik 7. Mengarahkan peserta didik dalam menyimpulkan melalui bertanya 8. Menguatkan dan menjaga konsentrasi peserta didik 9. Selalu mempertimbangkan emosi peserta didik yang berlebihan terhadap sesuatu 10. Parafrase atau ulangi dengan bahasa lain apa saja yang dikatakan peserta didik 11. Fokus terhadap apapun yang dikatakan peserta didik

12. Tidak mengalihkan perhatian ketika peserta didik berdiskusi 13. Memberikan sinyal nonverbal yang positif 14. Menggunakan waktu jeda 15. Mengamati peserta didik yang berisyarat untuk memberikan respon 16. Tidak berinterupsi ketika peserta didik memberikan respon 17. Tidak memberikan reward selama diskusi berlangsung 18. Menggunakan teknik-teknik mendengar yang sensitif yaitu dengan mendengarkan ketika peserta didik merespon atau mengungkapkan pendapat. Maksudnya adalah guru bereaksi atau memberikan tanggapan setelah peserta didik selesai berpendapat. Salah satu strategi dalam Q/L yang ditulis dalam uraian di atas adalah menggunakan pertanyaan yang bersifat konvergen dan divergen. Pertanyaan konvergen adalah pertanyaan yang dapat dijawab dengan satu jawaban, sedangkan pertanyaan divergen adalah pertanyaan yang bisa dijawab dengan berbagai alternatif jawaban. Berikut dijabarkan berbagai saran cara menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam pembelajaran IPA di SD (Carin, 1993: 129): 1. Menghindari pertanyaan-pertanyaan awal yang hanya dijawab dengan ya atau tidak. Apabila pertanyaan-pertanyaan jenis ini harus digunakan, maka harus dibuat menjadi lebih divergen dengan menambah pertanyaan dengan kata awal seperti “mengapa, bagaimana kamu tahu, bagaimana kita dapat menemukan, apa yang membuat kamu berpikir begitu, apa yang mambuatmu memilih ide itu”. 2. Hati-hati dengan kata-kata awal yang digunakan dalam pertanyaan karena kata-kata tersebut akan ditiru dalam jawaban. 3. Menanyakan kepada peserta didik dengan pertanyaan yang dapat mengubah benda atau peristiwa seperti “apa yang dapat kamu lakukan untuk membuat magnet ini menjadi lebih kuat, bagaimana caranya agar lampu ini dapat menyala lebih terang”, dan lain-lain. 4. Melontarkan pertanyaan yang akan membuat peserta didik melakukan perbandingan satu peristiwa atau benda terhadap yang lain 5. Menggunakan pertanyaan yang bersifat konvergen untuk memfokuskan perhatian peserta didik lebih spesifik 6. Mencoba lebih utama menggunakan pertanyaan yang bersifat divergen Mengenai pertanyaan yang perlu diberikan oleh guru, misalnya untuk mengajarkan IPA di SD, Gega (1994: 89) menyarankan hal yang serupa namun dengan istilah lain yaitu narrow and broad questions. Sumber ini menyarankan agar dalam pembelajaran IPA

di SD menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat tertutup dan terbuka dengan baik seperti pernyataan berikut ini (Gega, 1994: 55) If you want children to come up with their own ideas, ask broad questions that will cause them to state what specific points they want to tackle..What happens when youngsters cannot come up with their own ideas? Then we need to help them by asking narrow questions. Dengan memperhatikan berbagai saran di atas dapat dinyatakan bahwa dalam memberikan pertanyaan, sebaiknya guru memberikan pertanyaan yang bersifat lebih divergen atau terbuka terlebih dahulu dan apabila peserta didik mengalami kesulitan di dalam merespon, maka dilanjutkan dengan pertanyaan yang bersifat konvergen atau tertutup. Jenis-jenis pertanyaan ini dapat pula diterapkan dalam mengajarkan seluruh bidang studi di SD. Beberapa tipe pertanyaan yang dapat digunakan untuk membuat peserta didik berpikir lebih kreatif antara lain pertanyaan dengan kata-kata awal “apa yang akan terjadi bila, bagaimana kamu dapat/ agar, apa yang membuat, bagaimana kamu merasakan, kesimpulan lain apa yang” dan lain-lain. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa Q/L adalah keterampilan mengemukakan pertanyaan dan mendengarkan respon dalam melakukan pembelajaran yang sebaiknya dikuasai guru melalui berbagai strategi. Strategi-strategi tersebut dapat dikuasai oleh guru dengan lebih baik melalui suatu praktek di kelas. Penerapan strategistrategi Q/L dalam pembelajaran IPA di SD akan dapat lebih memacu peserta didik berkembang pola pikirnya, dan juga membuat guru lebih kreatif untuk menarik perhatian peserta didik. Pengabdi sebelum kajian ini disampaikan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat, telah melakukan penelitian berjenis action research kepada mahasiswa calon guru SD. Prosedur implementasi Questioning and Listening (Q/L) strategies dalam penelitian dilakukan melalui pembelajaran Contextual Teaching and Learning. Prosedur implementasi Q/L Strategies yang dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa PGSD mengembangkan keterampilan bertanya melalui simulasi mengajar adalah sebagai berikut. a. Pertemuan sebelumnya, dosen telah menugasi setiap mahasiswa menyusun RPP yang akan dijadikan bahan diskusi b. Penggalian pengetahuan awal mahasiswa melalui tanya jawab c. Pemodelan oleh dosen yaitu berperan sebagai guru SD menerapkan Q/L strategies

d. Pembagian kelompok sudah direncanakan dosen dengan matang, sehingga mengurangi keributan yang tidak bermanfaat e. Setiap kelompok saling mereview RPP anggota, menentukan satu RPP yang akan disimulasikan. Produk pembelajaran berupa revisi RPP setiap kelompok f. Sebelum simulasi dimulai, dosen menekankan kepada peserta ketika berperan sebagai siswa SD, agar bobot pertanyaannya menyesuaikan kemampuan anak sesuai tingkat kelas dari materi yang diajarkan g. Setiap perwakilan kelompok bersimulasi mengajar, dengan prosedur setiap satu wakil kelompok selesai bersimulasi, pemberian kesempatan kelompok-kelompok lain untuk menanggapi atau memberikan komentar h. Setelah itu dilakukan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran setelah ada perubahan teknik. Selanjutnya pembelajaran ditutup i. Dosen memberikan penilaian autentik.

PEMBAHASAN XII MEDIA DAN ALAT PERAGA DALAM PEMBELAJARAN IPA SD

A. Media Pembelajaran IPA SD 1. Pengertian Media Pembelajaran Kata media secara etimologis berasal dari kata latin, yaitu “medium” yang artinya perantara, dalam arti umum dipakai untuk melanjutkan alat komunikasi. Secara istilah, kata media menunjukan segala sesuatu yang membawa atau menyalurkan informasi. Menurut EACT (1997) “media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi”. Media Pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan di pelajar, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali (Miarso, 2005). Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa media pempelajaran adalah segala wujud yang dapat dipakai sebagai sumber belajar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran lebih efektif dan efisien. Dalam proses belajar mengajar, media yang digunakan untuk memperlancar komunikasi tersebut dinamakan media pembelajaran. Dengan demikian, jelaslah bahwa media pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk mempermudah, memperlancar komunikasi antara guru dan siswa sehingga proses pembelajaran berlangsung efektif dan berhasil dengan baik. Media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen dalam sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal.

2. Jenis-jenis Media Pembelajaran Secara umum media dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu: a. Media Cetak Media cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses percetakan mekanis atau fotografis. Media ini menghasilakan materi pembelajaran dalam bentuk

salinan tercetak. Dua komponen pokok media ini adalah materi teks verbal dan materi visual yang dikembangkan berdasarkan teori yang berkaitan dengan persepsi visual, membaca, memproses informasi, dan teori belajar. Contoh media cetak ini antara lain buku teks, modul, buku petunjuk, grafik, foto, lembar lepas, lembar kerja, dan sebagainya. b. Media Visual Media yang menampilkan gambar. Media ini sangat sering dipakai dalam proses pembelajaran. Contohnya: foto, lukisan, grafik, diagram, bagan ,sketsa dan lain-lain. c. Media Audio Media audio berkaitan dengan indera pendengaran dan mengandalkan kemampuan suara. Program audio sangat cocok untuk menyajikan materi pelajaran yang bersifat auditif, seperti pelajaran bahasa asing dan seni suara. Program audio mampu menciptakan suasana yang imajinatif dan membangkitkan sentuhan emosional bagi siswa. Contohnya : radio, musik, kaset dan lain-lain. d. Media Audio Visual Media yang menampilkan suara dan gambar. Media ini sudah banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya : telivisi, film dan lain-lain. e. Media Kumputer/Jaringan Media pembelajaran berbantuan computer dan jaringan. Media komputer merupakan cara-cara memproduksi dan menggunakan

perangkat.

Pada

menyampaikan bahan belajar dengan

dasarnya

teknologi

berbasis

komputer

menampilkan informasi kepada peserta didik melalui tayangan di layar monitor. Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran dikenal dengan nama pembelajaran dengan bantuan komputer. Contohnya, power Point. LCD dan lainlain. 3. Fungsi Media Pembelajaran Media pembelajaran berfungsi sebagai berikut : a. Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan juga memudahkan pengajaran bagi guru.

b. Memberikan pengalaman lebih nyata (abstrak menjadi kongkret). c. Menarik perhatian siswa lebih besar (jalannya tidak membosankan). d. Mengatasi keterbatasan ruang, Waktu, dan daya indera. e. Lebih menarik perhatian dan minat murid dalam belajar. f. Membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan ransangan kegiatan belajar.

4. Karakteristik Media Pembelajaran Media pembelajaran memiliki karakteristik tersendiri dan berdasarkan karakteristiknya dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: a. Media Asli (Benda Sesungguhnya) Media asli atau benda sesungguhnya merupakan media yang paling efektif dan sempurna, tetapi dalam banyak hal tidak mungkin dibawa ke kelas. Oleh sebab itu, sebagian dari benda yang dibawa ke kelas disebut contoh sampel atau specimen. 1) Specimen makhluk yang masih hidup a. Akuarium dengan ikan dan tumbuhan. b. Terrarium dengan hewan darat dan tumbuhan. c. Kebun binatang dengan segala binatang yang ada. d. Kebun percobaan dengan berbagai tumbuhan. e. Insektorium berupa kotak akca yang berisi serangga (semut, anai-anai). 2) Specimen makhluk yang sudah mati a. Bagian tumbuhan yang sudah dikeringkan. b. Pameran

hewan

dan

tumbuhan

yang

telah

dikeringkan

dengan

kedudukannya seperti asli di alamnya. c. Kulit hewan yang dibentuk kembali sesuai dengan aslinya setelah kulit dikeringkan dan isitubuhnya diisi dengan benda lain. d. Makhluk mati yang diawetkan dalam botol yang berisi larutan formalin, alcohol. e. Makhluk yang sudah mati disimpan dalam cairan plastik yang semula cair kemudian membeku. 3) Specimen dari benda tak hidup, misalnya berbagai jenis batuan, mineral dan lain-lain. 4) Benda asli yang bukan makhluk hidup, misalnya kereta api, radio, pesawat terbang, teropong, mobil, jembatan, gedung dan lain-lain.

b. Media Tiruan (Benda Tiruan/Model) Benda atau situasi yang sesungguhnya diganti dengan buatan yang tebih kecil dan sederhana. Model adalah media tiga dimensi tiruan yang menyajikan suatu benda sama dengan benda asli. Model dapat menggantikan benda yang terlalu besar seperti bumi, planet dan lain-lain. Objek yang tidak bernyawa misalnya gunung. Macam-macam model, antara lain: a. Model irisan. Model ini memperjelas suatu pengertian tentang objek, misalnya menjelaskan bagian dalam dari lapisan-lapisan tanah bumi, gunung berapi dan lain-lain. b. Model memperkecil atau memperbesar objek. Model ini dipakai untuk menjelaskan suatu objek atau benda yang terlalu besar untuk dibawa ke muka kelas, seperti model matahari dan planet, model gerhana bulan dan matahari. c. Model lapangan atau maket. Model ini dipakai dan dibuat untuk menjelaskan suatu lingkungan atau daerah tententu, seperti perumahan, pelabuhan dan lainlain. d. Model menyederhanakan objek yang kompleks. Model ini dipakai untuk menjelaskan suatu objek yang kompleks dan membingungkan disebabkan alur kawat, pipa, dan peralatan lain yang berhubungan cara kerja mesin yang bersangkutan. c. Media Grafis. Media grafis yaitu bahan pelajaran yang menyaiikan ringkasan informasi dan pesan dalam bentuk lukisan, sketsa, kata-kata, simbol, gambar tiruan yang mendekati bentuk aslinya, diagram, grafik chart dan tanda-tanda lainnya.

5. Contoh Media Pembelajaran IPA di SD Media yang digunakan dalam pembelajaran IPA di SD biasanya menggunakan media seperti berikut: a. Benda-Benda Kongkrit (Nyata) Benda-benda kongkrit adalah benda apa adanya atau benda asli tanpa perubahan. Dengan menggunakan benda konkrit kualitas pembelajaran IPA siswa akan meningkatkan karena siswa tidak hanya belajar produk IPA tapi juga memperoleh pengetahuan IPA melalui keterampilan proses sains.

Contoh media benda konkrit adalah rangkaian listrik, makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan, pesawat sederhana, benda padat seperti batu, benda cair seperti air dan benda gas seperti asap. Benda- benda tersebut dapat dibawa ke ruang kelas untuk diamati, diklasifikasikan, diukur dan dipelajari melalui keterampilan proses sains lainnya. b. Lingkungan Alam Untuk mengenal lingkungan alam, siswa dibawa ke tempat dimana objek yang akan dipelajari berada atau hidup. Metoda belajar seperti ini sering disebut sebagai metoda karyawisata. Misalnya siswa dibawa ke kebun sekolah untuk mengamati bagian-bagian tumbuhan atau gerakan air di parit untuk mengamati pengaruh gaya gravitasi terhadap benda-benda di bumi. c. Kit IPA Perangkat IPA ini terdapat di dalam suatu peti. Peti ini berisi alat bantu belajar IPA yang sering dijumpai di dalam sebuah laboratorium. Alat-alat laboratorium ini dapat digunakan oleh guru untuk didemonstrasikan atau dikerjakan sendiri oleh siswa. Di dalam kit IPA terdapat beberapa benda seperti corong, tetesan obat, tabung reaksi, gelas beaker dan gelas labu. d. Charta, Slide Film, Dan Film Charta dan slide film dapat membantu guru dalam membelajarkan siswa tentang benda atau makhluk hidup yang jauh dari lingkungan siswa. Film dapat membantu siswa untuk mengetahui berbagai ekosistem dunia seperti padang rumput, padang pasir, hutan hujan basah, laut dan sebagainya yang letaknya jauh dari lingkungan sekitar siswa. Selain itu film-film tentang hewan akan menarik perhatian siswa dan memberi motivasi pada siswa untuk belajar dan bertanya. e. Film Animasi Film animasi tentang peredaran darah atau proses pencernaan makanan dapat lebih mudah dipahami siswa dibandingkan bila konsep-konsep tersebut diinformasikan kepada siswa dengan menggunakan metoda ceramah. Peredaran darah dan proses pencernaan makanan merupakan konsep yang bersifat abstrak, sehingga film animasi dapat membantu siswa untuk memvisualisasikan konsepkonsep tersebut.

f. Model Model adalah gambaran bentuk asli dari benda tiga dimensi. Misalnya model paru-paru yang dapat dioperasikan oleh siswa agar memahami cara kerja paru-paru manusia dan apa yang menyebabkan paru-paru mengembang dan mengempis. g. Torso Torso adalah model potongan tubuh manusia. Torso memudahkan siswa untuk mempelajari anatomi tubuh manusia. h. Globe Globe atau bola dunia adalah sejenis peta. Pada globe terdapat pembagian lautan dan daratan serta dapat diputarkan seperti bumi. Globe sering digunakan untuk membantu siswa dalam belajar Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) seperti letak suatu tempat di bumi, gerhana bulan dan gerhana matahari. i. Komputer/Internet Komputer yang dihubungkan dengan kabel telepon dapat digunakan oleh guru dan para siswa untuk mencari informasi melalui jaringan networking atau lebih dikenal dengan nama internet. Saat ini dibeberapa sekolah sudah tersedia area hot spot, sehingga akses ke internet menjadi lebih mudah dan murah. Melalui internet para siswa dan guru dapat mencari bahan dan pengetahuan sains dari seluruh Indonesia bahkan hingga manca negara. Misalnya saat siswa mempelajari tentang cuaca, siswa dapat mencari data curah hujan, kecepatan angin dari berbagai tempat tanpa perlu meninggalkan ruang kelas. Internet dapat memberikan banyak informasi dan mendorong meningkatkan keterampilan berpikir siswa melalui informasi-informasi yang diperoleh. j. Mikroskop Dan Kaca Pembesar Mikroskop digunakan untuk mengamati objek-objek yang tidak teramati dengan mata telanjang. Sedangkan kaca pembesar untuk melihat benda-benda yang kurang jelas bila dilihat dengan mata telanjang seperti serbuk sari bunga.

B. Alat Peraga Dalam Pembelajaran IPA SD 1. Pengertian Alat Peraga Menurut Sumad, 1972 alat peraga adalah alat untuk memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera. Alat peraga merupakan salah satu dari media pendidikan adalah alat untuk membantu proses belajar mengajar agar proses komunikasi dapat berhasil dengan baik dan efektif.

Alat peraga merupakan salah satu komponen penentu efektivitas belajar. Alat peraga mengubah materi ajar yang abstrak menjadi kongkrit dan realistik. Penyediaan perangkat alat peraga merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan siswa belajar, sesuai dengan tipe siswa belajar. Pembelajaran menggunakan alat peraga berarti mengoptimalkan fungsi seluruh panca indera siswa untuk meningkatkan efektivitas siswa belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan menggunakan pikirannya secara logis dan realistis. Pelajaran tidak sekedar menerawang pada wilayah abstrak, melainkan sebagai proses empirik yang konkrit yang realistik serta menjadi bagian dari hidup yang tidak mudah dilupakan. Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif.

2. Jenis-jenis Alat Peraga Menurut Sujana, {2002: 99). banyak ragam jenis alat peraga IPA yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran IPA di SD. Alat peraga dilihat dari jenis indera dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu: a. Alat bantu lihat (Visual Aids), alat ini berguna di dalam membantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu: 1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip dan sebaginya. 2) Alat yang tidak diproyeksikan, misalnya 2 dimensi, gambar, peta, bagan dan

sebagainya. 3 dimensi missal bola dunia, boneka dan sebaginya. b. Alat bantu

dengar (Audio

Aids),

ialah alat

yang dapat

membantu

menstimulasikan indera pendengar pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan atau pengajaran. Misal

radio, piringan hitam, pita suara dan

sebagainya. c. Alat bantu lihat-dengar (Audio Visual Aids), misal seperti televisi, video dan sebagainya. Alat peraga juga dapat dibedakan menjadi 2 macam menurut pembuatannya dan penggunaannya yaitu: a. Alat peraga yang complicated (rumit), seperti film, film strip slide dan sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor.

b. Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-bahan setempat yang mudah diperoleh, seperti bambu, karton, kaleng bekas, kertas koran dan sebagainya. Contoh alat peraga yang sederhana yang dapat dipergunakan diberbagai tempat, misalnya: a. Di rumah tangga seperti model buku bergambar, benda-benda yang nyata seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. b. Di sekolah seperti papan tulis, flipchart, poster, buku cerita bergambar, kotak gambar gulung, boneka dan sebagainya. Selain itu alat peraga berdasarkan dilihat dari sumbernya dapat digolongkan menjadi dua yaitu: a. Alat peraga alamiah (Natural), yaitu alat peraga yang sesuai dengan benda aslinya di alam. Contohnya : hewan, tumbuhan, danau, gunung dan lain-lain. b. Alat peraga buatan (Artificial), yaitu alat peraga hasil modifikasi atau meniru benda aslinya. Contohnya : alat pernafsan, model jantung manusia, torso dan lain-lain.

3. Fungsi Alat Peraga Dalam Pembelajaran IPA Beberapa fungsi alat peraga dalam pengajaran IPA, yaitu : a. Memperjelas informasi atau pesan pembelajaran dalam pembelajaran. b. Memotivasi belajar siswa dalam pembelajaran. c. Memberi variasi dalam pengajaran. d. Siswa lebih cepat dan mudah memahami pelajaran materi pelajaran.

4. Perbedaan Alat Peraga Dan Media Pembelajaran Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat dua komponen yang penting yakni media dan alat peraga. Selama ini banyak orang yang salah kaprah dalam memaknai apa itu media dan alat peraga. Banyak yang berpendapat bahwa keduanya adalah hal yang sama. Namun media dan alat peraga adalah dua hal yang berbeda. Dapat kita lihat dari beberapa pengertian media dan alat peraga sebagai berikut.

Media Pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan di pelajar, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali (Miarso, 2005). Dengan berpedoman pada pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa media adalah suatu alat atau sarana atau perangkat, baik perangkat keras atau perangkat lunak. Perangkat lunak berisi pesan atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan menggunakan peralatan. Sedangkan peralatan atau perangkat keras sendiri merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang terkandung. Sementara Menurut Sumad, 1972 alat peraga adalah alat untuk memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera. Alat peraga merupakan salah satu dari media pendidikan adalah alat untuk membantu proses belajar mengajar agar proses komunikasi dapat berhasil dengan baik dan efektif. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan alat peraga merupakan media atau alat bantu yang digunakan untuk membantu proses belajar mengajar menjadi lebih efektif, menyenangkan dan hasil lebih optimal. Dari penjelasan diatas, maka dapat kita simpulkan perbedaan media dengan alat peraga . Alat peraga merupakan objek bantu dalam kegiatan belajar mengajar agar tercapai hasil yang lebih maksimal sekaligus menjadikan suasana belajar menjadi lebih menyenangkan. Sementara media pembelajaran merupakan objek utama yang harus ada dalam proses kegiatan belajar mengajar. Misalnya kita bisa menggunakan ilustrasi sebuah kelas dimana siswa sebagai peserta didik yang akan menerima informasi atau transfer ilmu dari guru, sementara guru sendiri disebut sebagai media. Adapun alat peraga adalah alat yang digunakan dalam proses penyampaian informasi atau materi kepada siswa. Jenis alat peraga sendiri sangat bervariasi dan harus disesuai dengan kebutuhan. Pemilihan alat peraga harus relevan dengan materi yang akan dipelajari, sebagai contoh saat materi yang akan dipeajari adalah tentang anatomi tubuh manusia, maka alat peraga bisa menggunakan antagomi, atau jika materi geografi bisa menggunakan alat bantu berupa globe atau tiruan bumi dan sebagainya.

PEMBAHASAN XIII BAHAN AJAR IPA SD KELAS RENDAH (1, 2 & 3) A. Pengertian Bahan Ajar Salah

satu

tugas

pendidik

adalah

menyediakan

suasana

belajar

yang

menyenangkan. Pendidik harus mencari cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dan mengesampingkan ancaman selama proses pembelajaran. Salah satu cara untuk membuat pembelajaran menjadi menyenangkan adalah dengan menggunakan bahan ajar yang menyenangkan pula, yaitu bahan ajar yang dapat membuat peserta didik merasa tertarik dan senang mempelajari bahan ajar tersebut. Bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya adalah “isi” dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/subtopik dan rinciannya (Ruhimat, 2011:152). Dapat diketahui bahwa peran seorang guru dalam merancang ataupun menyusun bahan ajar sangatlah menentukan keberhasilan proses belajar dan pembelajaran melalui sebuah bahan ajar. National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training dalam Majid (2008:174) “bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis”. Bahan ajar dapat juga diartikan sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa dapat belajar secara mandiri dan dirancang sesuai kurikulum yang berlaku. Dengan adanya bahan ajar, guru akan lebih runtut dalam mengajarkan materi kepada siswa dan tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahan ajar adalah seperangkat materi pelajaran yang dapat membantu tercapainya tujuan kurikulum yang disusun secara sistematis dan utuh sehingga tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan, memudahkan siswa belajar, dan guru mengajar.

B. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar Menurut Depdiknas (2008:10) bahan ajar disusun dengan tujuan: 1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa.

2. Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh. 3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Menurut Depdiknas (2008:9) manfaat penulisan bahan ajar dibedakan menjadi dua macam, yaitu manfaat bagi guru dan siswa. Manfaat bagi guru yaitu: 1. Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan kebutuhan siswa. 2. Tidak lagi tergantung pada buku teks yang terkadang sulit diperoleh. 3. Bahan ajar menjadi lebih kaya, karena dikembangkan dengan berbagai referensi. 4. Menambah khazanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan ajar 5. Bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dan siswa karena siswa merasa lebih percaya kepada gurunya. 6. Diperoleh bahan ajar yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Selain manfaat bagi guru ada juga manfaat bagi siswa yaitu: 1. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik. 2. Siswa lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dengan bimbingan guru. 3. Siswa mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasai.

C. Jenis-Jenis Bahan Ajar Bahan ajar memiliki beragam jenis, ada yang cetak maupun noncetak. Bahan ajar cetak yang sering dijumpai antara lain berupa handout, buku, modul, brosur, dan lembar kerja siswa. Di bawah ini akan diuraikan penjelasan terkait jenis-jenis bahan ajar. 1. Handout Handout adalah “segala sesuatu” yang diberikan kepada peserta didik ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Kemudian, ada juga yang yang mengartikan handout sebagai bahan tertulis yang disiapkan untuk memperkaya pengetahuan peserta didik (Prastowo dalam Lestari, 2011: 79). Guru dapat membuat handout dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa. Saat ini handout dapat diperoleh melalui download internet atau menyadur dari berbagai buku dan sumber lainnya.

2. Buku Buku sebagai bahan ajar merupakan buku yang berisi ilmu pengetahuan hasil analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis. Buku disusun dengan menggunakan bahasa sederhana, menarik, dilengkapi gambar, keterangan, isi buku, dan daftar pustaka. Buku akan sangat membantu guru dan siswa dalam mendalami ilmu pengetahuan sesuai dengan mata pelajaran masing-masing. Secara umum, buku dibedakan menjadi empat jenis (Prastowo dalam Lestari, 2011: 79) yaitu sebagai berikut. 1. Buku sumber, yaitu buku yang dapat dijadikan rujukan, referensi, dan sumber untuk kajian ilmu tertentu, biasanya berisi suatu kajian ilmu yang lengkap. 2. Buku bacaan, yaitu buku yang hanya berfungsi untuk bahan bacaan saja, misalnya cerita, legenda, novel, dan lain sebagainya. 3. Buku pegangan, yaitu buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau pengajar dalam melaksanakan proses pengajaran. 4. Buku bahan ajar atau buku teks, yaitu buku yang disusun untuk proses pembelajaran dan berisi bahan-bahan atau materi pembelajaran yang akan diajarkan. 3. Modul Modul merupakan bahan ajar yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Oleh karena itu, modul harus berisi tentang petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi materi pelajaran, informasi pendukung, latihan soal, petunjuk kerja, evaluasi, dan balikan terhadap evaluasi. Dengan pemberian modul, siswa dapat belajar mandiri tanpa harus dibantu oleh guru. 4. Lembar Kerja Siswa (LKS) Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, siswa akan mendapat materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu siswa juga dapat menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan dan pada saat yang bersamaan siswa diberikan materi serta tugas yang berkaitan dengan materi tersebut.

5. Buku Ajar Buku ajar adalah sarana belajar yang bisa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran dan pengertian modern dan yang umum dipahami. 6. Buku Teks Buku teks juga dapat didefinisikan sebagai buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat maksud dan tujuan-tujuan instruksional yang dilengkapi dengan saranasarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolahsekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran. Bahan ajar noncetak meliputi bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disc audio. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disc dan film. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CIA (Computer Assisted Intruction), compact disc (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials) (Lestari, 2013: 6).

D. Lembar Kerja Siswa (LKS) IPA Kelas 2 SD BAB 3. TEMPAT HIDUP MAKHLUK HIDUP Standar Kompetensi

: Mengenal berbagai tempat hidup makhluk hidup

Kompetensi Dasar

: Mengidentifikasi tempat hidup makhluk hidup

Indikator

: 1. Menyebutkan tempat hidup makhluk hidup 2. Membedakan tempat hidup makhluk hidup

Tujuan Pembelajaran

: 1. Setelah siswa mendengar penjelasan dari guru, siswa mampu menyebutkan tempat hidup makhluk hidup dengan benar 2. Setelah siswa mendengar penjelasan dari guru, siswa mampu membedakan tempat hidup makhluk hidup dengan benar

Tempat Hidup Makhluk Hidup Setiap makhluk hidup memerlukan tempat hidup yang sesuai. Tempat hidup berguna untuk melangsungkan kehidupannya. Makhluk hidup mempunyai tempat hidup masing-masing dan berbeda-beda. Hewan dan tumbuhan juga termasuk makhluk hidup yang tempat hidupnya di darat dan di air. Seperti halnya hewan dan tumbuhan, manusia juga mempunyai tempat hidup tersendiri yaitu rumah. Rumah sebagai tempat tinggal sangat berguna bagi manusia, selain untuk beristirahat juga untuk berteduhnya manusia. Manusia hanya hidup di darat karena manusia tidak dapat hidup di air. Meskipun bisa itu hanya sebentar dan menggunakan alat bantu pernapasan.

(Foto : Rumah) A. Tempat Hidup Hewan Ayo perhatikan hewan yang hidup di sekitar rumahmu hewan apa sajakah itu di manakah tempat hidup hewan-hewan itu? Banyak sekali jenis-jenis hewan yang ada didunia ini. Kita telah mengenal berbagai jenis hewan tersebut. Tahukah kamu, setiap jenis hewan berkelompok memiliki tempat hidup yang beraneka ragam. Adapun pengelompokan hewan berdasarkan tempat hidupnya, marilah kita pelajari bersama. 1. Hewan Darat Hewan darat adalah hewan yang hidup dan bertempat tinggal didarat. Banyak sekali jenis hewan yang hidup didarat. Mereka hidup secara berkelompok. Adapun jenis hewan tersebut. a. Hewan yang hidup dilingkungan kita sedari kecil orang tua kamu pasti sudah mengenalkan jenis-jenis hewan yang ada disekitarmu. Seperti, kuda, kucing, kupu-kupu, anjing, ayam, dan burung. Hewan-hewan tersebut ada yang dipelihara dan ada juga yang tidak dipelihara. Hewan yang dipelihara biasanya untuk suatu keperluan. Selain itu ada juga jenis hewan yang liar

jenis hewan yang liar yang ada disekitar kita. Seperti tikus, kecoa, semut, nyamuk dan sebagainya.

(Gambar a.1)

(Gambar a.2)

(Gambar a.3)

(Gambar a.4)

(Gambar a.5)

(Gambar a.6)

(Gambar a.7)

(Gambar a.8)

(Gambar a.9)

(Gambar a.9)

b. Hewan yang hidup didalam hutan Hewan yang hidup di hutan biasanya kebanyakan hewan yang buas. Hutan adalah tempat tinggal berbagai jenis hewan. Didalam hutan terdapat berbagai jenis hewan yang buas dan lemah. Ada yang memangsa dan ada juga yang dimangsa. Hewan yang tinggal didalam hutan adalah harimau, singa, gajah, rusa dan macan serta ada juga berbagai serangga.

(Gambar b.1)

(Gambar b.2)

(Gambar b.3)

(Gambar b.4)

(Gambar b.5) c. Hewan yang hidup didalam tanah Selain di permukaan tanah, ada pula hewan yang hidup didalam tanah. Mereka hanya sesekali saja keluar tanah untuk mencari makan. Adapun jenis hewan yang hidup didalam tanah yaitu cacing, rayap, semut, dan berbagai jenis serangga lainnya.

(Gambar c.1)

(Gambar c.2)

(Gambar c.3) 2. Hewan Air Hewan yang hidup didalam air umumnya hewan yang sering kita makan. Seperti ikan, belut, udang. Hewan Air dikelompokkan dari hewan air tawar, hewan air laut dan hewan air payau. a. Hewan air tawar Air tawar adalah jenis air yang terletak di wilayah darat seperti sungai, danau dan kolam. Hewan yang tinggal di air tawar bisa dijadikan sebagai hiasan dan untuk dimakan. Misalnya ikan gurame, ikan mas, ikan mujair dan ikan gabus.

(Gambar a.1)

(Gambar a.2)

(Gambar a.3)

(Gambar a.4)

b. Hewan air laut Hewan yang hidup di laut lebih banyak dari pada hewan yang tinggal di darat. Hewan laut juga banyak dikonsumsi manusia seperti bawal, udang, cumi-cumi, kerang dan tuna. Setiap jenis hewan memiliki ukuran yang bermacam-macam. Ada hewan yang sangat kecil, adapun hewan yang sangat besar seperti paus dan hiu.

(Gambar b.1)

(Gambar b.2)

(Gambar b.3)

(Gambar b.4)

(Gambar b.5)

(Gambar b.6)

(Gambar b.7)

c. Hewan air payau Air payau adalah perairan campuran antara air tawar dan air laut. Manusia biasanya membuat tambak-tambak didekat pantai untuk memelihara jenis hewan yang hidup di air payau. Jenis hewan yang hidup di air payau adalah kepiting, kerang, udang dan bandeng.

(Gambar c.1)

(Gambar c.2)

(Gambar c.3)

(Gambar c.4)

d. Hewan air dan laut Hewan air dan laut maksudnya hewan yang hidup didua alam yaitu dapat hidup di air dan di darat. Jenis hewan ini adalah kura-kura, buaya, katak dan anjing laut. Hewan-hewan tersebut kadang masuk ke dalam air kadang juga naik ke daratan.

(Gambar d.1)

(Gambar d.2)

(Gambar d.3)

(Gambar d.4)

B. Tempat Hidup tumbuhan Dimanakah tumbuhan hidup? Berdasarkan tempat hidupnya seperti hewan, tumbuhan pun digolongkan berdasarkan tempa hidupnya. Tempat hidup tumbuhan ada di darat dan ada pula di air. a. Tumbuhan darat Tumbuhan darat adalah tumbuhan yang sebagian besar akar, batang dan daun berasa di darat. Misalnya pohon manga, nangka, pepaya dan jambu. Tumbuhan darat ada yang tumbuh di atas batu, contohnya lumut.

(Gambar a.1)

(Gambar a.2)

(Gambar a.3)

(Gambar a.4)

b. Tumbuhan air Tumbuhan air adalah tumbuhan yang sebagian besar akar, batang dan daunnya berada di air. Teratai adalah contoh tumbuhan yang hidupnya di air. Teratai hidup terapung di atas air. Daun yang lebar dan akarnya terendam dalam air. Selain teratai, tumbuhan yang hidup di air adalah eceng gondok dan bakau.

(Gambar b.1)

(Gambar b.2)

(Gambar b.3) c. Tumbuhan menempel Tumbuhan yang hidup di darat, tidak hanya di tanah. Ada juga tumbuhan yang hidup menempel di tempat lain. Contohnya, di batu dan di tumbuhan lain. Tanduk rusa, anggrek, benalu dan tali putri adalah tumbuhan yang hidupnya menempel di tumbuhan lain. Tanduk rusa dan anggrek menempel pada pohon besar. Daun tumbuhan tanduk rusa bentuknya seperti tanduk rusa. Anggrek mempunyai warna bunga yang bermacam-macam. Tanduk rusa dan anggrek termasuk tumbuhan yang tidak merugikan tumbuhan yang ditumpangi karena tanduk rusa dan anggrek membuat makanan mereka sendiri. Tumbuhan lain yang menempel pada tumbuhan lain adalah benalu dan tali putri. Benalu sering kita lihat menempel di pohon mangga atau pohon jambu. Talu putri tidak memiliki daun. Tali putri menempel pada tanaman pagar. Benalu dan tali putri mengambil makanan dari pohon yang ditumpangi.

(Gambar c.1)

(Gambar c.2)

(Gambar c.3)

(Gambar c.4)

LEMBAR KERJA SISWA Mata Pelajaran

: IPA

Hari/Tanggal

:

Nama Siswa

:

Tujuan Pembelajaran

: Siswa diharapkan mampu mengetahui dan menyebutkan tempat hidup makhluk hidup.

Kegiatan 1. Mengetahui Tempat Hidup Hewan dan Tumbuhan Tujuan Praktikum

: Mengetahui tempat hidup hewan yang hidup di darat, di air dan di darat & air serta mengetahui tempat hidup tumbuhan yang hidup di darat dan di air.

Alat dan bahan

: 1. Buku 2. Pensil 3. Penghapus 4. Penggaris 5. Gambar macam-macam hewan dan tumbuhan

Langkah Kerja

: 1. Sediakanlah berbagai alat dan bahan seperti buku, pensil, penghapus dan penggaris. 2. Kemudian amatilah gambar hewan dan tumbuhan yang ada di bawah ini. 3. Setelah mengamati gambar tersebut, lalu tuliskanlah hasil pengamatan tabel dan berilah tanda ceklis (√) pada kolom yang tersedia.

Tabel Pengamatan Tempat Hidup Hewan

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nama Hewan

Tempat Hidup Air

Darat

Air dan Darat

Pertanyaan : 1. Hewan apa sajakah yang hidup di darat? 2. Hewan apa sajakah yang hidup di air? 3. Apakah ada hewan yang hidup di darat dan air? Jika ada sebutkan! Jawaban : 1. ........................................................................................................................................... .......................................................................................................................................... 2. ........................................................................................................................................... .......................................................................................................................................... 3. ........................................................................................................................................... ..........................................................................................................................................

Tabel Pengamatan Tempat Hidup Tumbuhan

NO

Nama Tumbuhan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pertanyaan : 1. Apakah semua tempat hidup tumbuhan sama? 2. Apa saja tumbuhan yang hidup di air? 3. Apa saja tumbuhan yang hidup di darat?

Tempat Hidup Darat

Air

Jawaban : 1. ........................................................................................................................................... .......................................................................................................................................... 2. ........................................................................................................................................... .......................................................................................................................................... 3. ........................................................................................................................................... ..........................................................................................................................................

Uji Kompetensi Berilah tanda silang (X) pada huruf A, B, C, dan D di bawah dengan jawaban yang benar! 1. Di bawah ini termasuk makhluk hidup, kecuali…. A. Ikan B. Tumbuhan C. Batu D. Manusia 2. Tempat hidup manusia adalah…. A. Air B. Pohon C. Bawah tanah D. Rumah 3. Tumbuhan yang termasuk tumbuhan darat adalah…. A. Lumba-lumba B. Teratai C. Eceng gondok D. Pohon mangga 4. Hewan-hewan yang termasuk hewan air adalah…. A. Ikan, paus dan kambing B. Sapi, kuda dan kucing C. Hiu, katak dan ular D. Kambing, kuda dan kucing 5. Pohon manga termasuk tumbuhan yang hidup di…. A. Air B. Darat C. Udara D. Gurun pasir 6. Tumbuhan yang hidupnya di air adalah…. A. Pohon manggis B. Teratai C. Pohon pisang

D. Pohon jambu 7. Ayam termasuk ke dalam golongan hewan yang hidup di…. A. Air B. Udara C. Rawa-rawa D. Darat 8. Di bawah ini yang tidak termasuk tumbuhan yang hidup di air adalah…. A. Eceng gondok B. Rumput laut C. Teratai D. Pohon pisang 9. Manusia, hewan dan tumbuhan termasuk ke dalam golongan…. A. Makhluk sosial B. Makhluk hidup C. Makhluk tak hidup D. Makhluk gaib 10. Benalu merupakan tumbuhan yang….. tumbuhan lain. A. Merugikan B. Menguntungkan C. Memalukan D. Menyakiti

PEMBAHASAN XIV PENILAIAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA SD A. Pengertian Penilaian Penilaian berarti pengukuran keberhasilan seseorang dalam proses maupun keberhasilan pembelajaran. Yang diukur tidak hanya materi yang dikuasai tetapi juga dampak materi itu terhadap jenjang proses berpikir, jenjang pengembangan kepribadian, dan jenjang kemampuan keterampilan. Jenjang setiap ranah dapat dilukiskan sebagai berikut: R. Kognitif (C)

R. Afektif (A)

R. Psikomotor (P)

C6 Penilaian

A5 Menjadi PolaHidup

P5 Gerak Kompleks

C5 Sintesis

A4 Mengatur Diri

P4 Gerak Mekanik

C4 Analisis

A3 Menghargai

P3 Menirukan

C3 Penerapan

A2 Menanggapi

P2 Siap Bertindak

C2 Pemahaman

A1 Menerima

P1 Persepsi

C1 Ingatan Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Dalam konteks pembelajaran, evaluasi mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan pembelajaran yang baik. Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengukur efisiensi proses pembelajaran yang dilaksanakan dan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka kegiatan pembelajaran, evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Erman (2003:2) menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai penentuan kesesuaian antara tampilan siswa dengan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini yang dievaluasi adalah karakteristik siswa dengan menggunakan suatu tolak ukur

tertentu. Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup kegiatan belajarmengajar adalah tampilan siswa dalam bidang kognitif (pengetahuan dan intelektual), afektif (sikap, minat, dan motivasi), dan psikomotor (keterampilan, gerak, dan tindakan). Tampilan tersebut dapat dievaluasi secara lisan, tertulis, maupun perbuatan. Dengan demikian mengevaluasi dalam konteks ini adalah menentukan apakah tampilan siswa telah sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan atau belum. Apabila lebih lanjut kita kaji pengertian evaluasi dalam pembelajaran, maka akan diperoleh pengertian yang tidak jauh berbeda dengan pengertian evaluasi secara umum. Pengertian evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan pengukuran dan penilaian pembelajaran. Pengukuran yang dimaksud di sini adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif, sedangkan penilaian yang dimaksud di sini adalah proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan pembelajaran secara kualitatif.

B. Pembelajaran Berkualitas Pembelajaran yang berkualitas selalu dimulai dengan perencanaan yang matang, yang mencakup silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan rancangan evaluasi yang terdiri atas prosedur dan instrumen penilaian. Penyiapan rancangan evaluasi merupakan satu nilai plus dalam pembelajaran yang berkualitas. Prosedur dan jenis evaluasi yang disiapkan harus sesuai dengan kompetensi yang akan diases. Oleh karena itu, alat evaluasi yang disiapkan dapat berupa: tugas, lembar observasi, dan/atau tes. Pelaksanaan pembelajaran yang berkualitas ditandai oleh berbagai hal, antara lain sebagai berikut. 1.

Penyajian dilakukan secara sistematis, mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

2.

Kegiatan pembelajaran bervariasi.

3.

Siswa terlibat aktif, baik dalam diskusi, maupun kegiatan lain yang dirancang dalam pembelajaran.

4.

Guru berperan sebagai fasilitator yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam mengkonstruksi konsep-konsep.

5.

Iklim kelas kondusif, yang ditandai oleh adanya pemberian balikan dan penguatan, keceriaan dan keantusiasan guru dan siswa, kesediaan guru untuk membantu siswa secara individual, atau adanya hal-hal yang menantang siswa untuk menemukan

solusi suatu masalah. Secara alami, nuansa pembelajaran yang berkualitas akan dirasakan oleh guru dan siswa. Penilaian proses dan hasil belajar dilakukan untuk memantau kemajuan siswa dan menilai penguasaan kompetensi yang diharapkan. Hasil penilaian ini mencerminkan tingkat efektivitas pembelajaran. Penilaian proses dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti tanya jawab, observasi partisipasi siswa dalam diskusi, atau observasi kinerja dalam berlatih menguasai keterampilan tertentu, yang disertai dengan balikan. Oleh karena fungsinya untuk memantau dan memperbaiki, maka penilaian proses harus dilakukan secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar dilakukan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai untuk menilai terkuasainya kompetensi yang diharapkan. Alat penilaian yang digunakan dapat bervariasi seperti tes tertulis, tes penampilan (kinerja), atau tugas-tugas. Penilaian dalam bentuk tes dilakukan minimal dua kali dalam satu semester, yaitu pada tengah semester, berupa ujian tengah semester dan pada akhir semester berupa ujian akhir semester. C. Pelaksanaan Penilaian Pembelajaran IPA SD Penilaian

kualitas

dan

efektivitas

pembelajaran

dilakukan

secara

berkesinambungan mulai awal semester sampai semester berakhir. Secara rinci, waktu pelaksanaan penilaian dilakukan pada: 1.

Awal semester, yaitu sekitar satu bulan sebelum berlangsungnya kegiatan pembelajaran

2.

Selama proses pembelajaran

3.

Tengah semester, yaitu saat dilakukannya ujian tengah semseter

4.

Pada akhir semester.

D. Alat Evaluasi Proses Belajar IPA SD Alat evaluasi proses pembelajaran IPA yang dperlukan terdiri dari alat evaluasi untuk mengukur kognitif, alat evaluasi untuk menentukan kualitas hati nurani, dan alat untuk mengukur kemampuan keterampilan.

a. Alat evaluasi untuk mengukur kognitif

Alat evaluasi untuk mengukur kognitif berupa tes sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tes dapat berbentuk objektif atau uraian (esai). Teknik pemberian tes secara tertulis dapat dengan pertanyaan objektif yaitu melengkapi pilihan. Teknik lainnya dengan menyampaikan pertanyaan secara lisan. b. Alat evaluasi untuk menentukan kualitas hati nurani Penilaian afektif meliputi lima jenjang: A5 Menjadi PolaHidup A4 Mengatur Diri A3 Menghargai A2 Menanggapi A1 Menerima

Lebih mudah melatih anak didik untuk menghapal, memahami, menerapkan hukum, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya kognitif daripada melatih anak didik supaya berdisiplin, menghargai pendapat orang lain, tenggang rasa, tepat waktu, mau bekerja sama, dan sebagainya. Latihan ranah afektif dilakukan terusmenerus selama proses pembelajaran agar meningkat menjadi jenjang A5 atau mejadi pola hidup. Contoh yang dilatih adalah disiplin. Guru mengamati dan mengobservasi apakah siswa tepat waktu dalam hal: 1.

Datang di kelas/sekolah

2.

Membayar uang sekolah

3.

Mengikuti upacara bendera

4.

Mengerjakan pekerjaan rumah

5.

Mengerjakan tugas praktikum

6.

Menepati janji

7.

Mengembalikan pinjaman pada waktu yang dijanjikan. Alat yang digunakan untuk menentukan adanya perubahan selama pelatihan

adalah melalui observasi.

c. Alat evaluasi yang akan mengukur keterampilan Jenis keterampilan yang harus dikembangkan dalam IPA 1.

Keterampilan menggunakan tangan a) Cara memegang gelas beker, seperti memegang gelas biasa namun harus terampil menuangkan isi yang harus dipindahkan ke tempat lain melalui “bibir” gelas yang sudah didesain untuk itu. b) Cara memegang termometer, menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kanan, tempat memegangnya di tengah termometer. Juga dilatih bagaimana mengukur menggunakan termometer. Hal ini perlu dilakukan terus-menerus dan perlu bimbingan.

2.

Keterampilan menggunakan indera penglihat Yang dilatihkan di SD adalah menyebutkan bagian-bagian mata

3.

Keterampilan menggunakan indera pengecap Yang dilatihkan di SD adalah mengecap rasa manis, pahit, dan asam pada bagian tertentu dari lidah.

4.

Keterampilan menggunakan indera pencium Merasakan bau dalam proses pendidikan IPA di SD lebih banyak dilatihkan daripada mengecap rasa. Contoh: a)

mengenali bau cuka di dapur

b)

bau tape dibandingkan dengan bau cuka

c)

bau di tempat pembuangan sampah,dan sebagainya.

E. Cara Menyusun Alat Evaluasi Proses Pembelajaran IPA 1. Ranah Kognitif Untuk mengetahui kemampuan kognitif guru dapat bertanya secara lisan maupun dalam bentuk tertulis misalya dengan menggunakan tes objektifmisalnya pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban.

2. Ranah Psikomotor Percobaan

menentukan

volume

oksigen

di

udara

mengembangkan

keterampilan: menelungkupkan gelas pada lilin yang sedang terbakar dan terapung di atas air dan keterampilan lain. Guru mengamati menggunakan lembar observasi misalnya sebagai berikut: Lembar Observasi Menentukan Volume Oksigen di Udara Kualitas

kegiaatn

(beri

tanda

check) No Kegiatan yang Dilatihkan

Baik Sekali

1

Memilih alat dan bahan yang sesuai

2

Cara menyalakan lilin

3

Cara meletakkan batang penyangga

4

Cara menuangkan air di bejana

5

Cara menelungkupkan gelas kosong di

Baik

Kurang Baik

Sangat kurang baik

atas lilin 6

Cara memberi tanda permukaan air sebelum percobaan

7

Cara memberi tanda permukaan air sesudah percobaan

8

Membersihkan

alat

yang

sudah

digunakan 9

Menyimpan alat dan bahan yang sudah digunakan

3. Ranah Afektif Adanya kerja kelompok dalam percobaan telah membuahkan sifat tenggang rasa yang makin tinggi dapat dicatat melalui pengamatan. Indikator tenggang rasa misalnya:

a. Tidak memaksakan kehendak sendiri b. Mau menerima pendapat orag lain c. Tidak mudah tersinggung d. Kesediaan menjalin persahabatan tanpa pamrih Contoh Format Observasi: Format Observasi: Kualitas Kepribadian Kualitas kegiaatn (beri tanda check) No Kegiatan yang Dilatihkan

Baik Sekali

Baik

Kurang Baik

Sangat kurang baik

Tenggang rasa/toleransi 1

Tidak memaksakan kehendak sendiri

2

Mau menerima pendapat orang lain

3

Tidak mudah tersinggung

4

Bersedia menjalin persahabatan tanpa pamrih

F.

Evaluasi Hasil Belajar IPA di SD Untuk dapat mengkur kemampuan berpikir (kognitif, C), kemampuan keterampilan (psikomotor, P), dan kualitas kepribadian (afektif, A) diperlukan alat ukur (tes) yang dapat dipercaya, yaitu alat tes yang memiliki: 1.

validitas (ketepatan, kesahihan) yang tinggi

2.

keseimbangan kesesuaian materi yang dipelajari

3.

adaya pembeda yang minimal cukup

4.

objektivitasnya tinggi

5.

reliabilitas (ketetapan) yang tinggi.

a. Tes Evaluasi Belajar IPA di SD Ranah Kognitif Tes hasil belajar yang baik memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Penulisan konstruksi soal melengkapi kalimat, di akhir kalimat diberi empat titik.

2. Pilihan aternatif pada butir soal objektif berbentuk pilihan ganda hendaknya homogen. 3. Setiap butir soal tidak tergantung dengan soal lain, artinya setiap butir soal mengukur konsep yang berdiri sendiri 4. Memperhatikan efisiensi kalimat, jangan mengunakan kata yang sama pada pilihan jawaban. 5. Mempertimbangkan situasi dan kondisi untk memilih cara pelaksanaan secara lisan atau tertulis, namun sebagiknya dilaksanakan tertulis jika butir yang ditanyakan cukup banyak.

G. Evaluasi Belajar IPA di SD Ranah Psikomotor Keterampilan peserta didik menggunakan dan merancang alat-alat IPA hanya diperoleh dari guru IPA. Hasil belajar keterampilan melalui IPAdapat diketahui melalui observasi cara merancang dan melaksanakan kegiatan. Alat ujinya adalah pedoman observasi. Kualitas keterampilan berupa pernyataan baik sekali, baik, kurang baik, dan kuang kualitas keterampilannya, diubah menjadi angka 1, 2, 3, dan 4. Skor tertinggi adalah banyaknya butir jenis keterampilan/indikator dikalikan 4. Contoh sebagai berikut: Lembar Observasi Jenis Kegiatan: Memindahan cairan dari satu bejana ke bejana Kualitas kegiaatn (beri tanda check) No Kegiatan yang Dilatihkan

Baik Sekali (4)

1

Cara memegang kedua bejana

2

Ketelitian menuangkan

3

Kecepatan mengerjakan tugas

4

Hasil akhir

Baik (3)

Kurang Sangat Baik

kurang baik

(2)

(1)

Nilai Keterampilan IPA sebagai berikut: NA = x 100 Nlai Akhir IPA (Teori dan Praktek) a.

Bobot Praktek Sama dengan Bobot Teori

NA = b.

Bobot Praktek berbanding teori 1 : 3

NA = (¼ x Nilai Praktek) + (¾ xNilai Teori)

H. Nilai Hasil Pembelajaran IPA di SD Ranah Afektif Upaya peningkatan kualitas kepribadian menjadi tanggung jawab semua guru.Jikadilakukan dengan cara observasi dapat memakan waktu lama.menyiasati hal itu, digunakanlah angket dalam bentuk “Skala Likert” yakni skala sikap berupa pernyataan posiitf maupun negatif terhadap suatu hal dan siswa dminta pendpatnya: setuju sekali, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Penyekoran pada skala sikap, jika pernyataan setuju, pilihan jawaban setuju sekali, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju diberi skor 4,3,2,1. Jika pernyataan negatif skor dibalikkan menjadi 1,2,3,4. Pada waktu merakit naskah selalu diupayakan pernyataan yang positif diselang-seling dengan pernyataan negatif. Contoh skala sikap: Sikap yang diukur misalnya “tenggang rasa” Pilihan Jawaban Sangat Setuju Tidak Pernyataan

Setuju

Sangat

Setuju Tidak Setuju

Saya lebih senang berteman dengan siswa yang pandai

Perkawinan

antarsuku

perlu

digalakkan Pengukuran hasil pembinaan peningkatan kualitas kepribadian ini dilakukan satu kali dalam satu periode.