43 1 1MB
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi 2.1.1 Anatomi Regio Cruris 1.Tulang Pada regio cruris terdapat dua tulang yaitu os. tibia dan os. fibula. Tibia Tibia atau tulang kering merupakan tulang terpanjang kedua setelah os.femoris. Tibia di proximalnya lebih lebar dan mengecil di distalnya. Tibia berartikulassi
dengan
os
femoris di proximalnya dan berartikulasi dengan talus di distalnya. Tibia sebagai tulang panjang dapat dibagi menjadi: Extremitas proximalis tibiae Corpus tibiae Extremitas distalis tibiae Fibula Fibula atau tulang betis memiliki bentuk lebih ramping dibandingkan tibia. Fibula berartikulasi dengan tibia di proximal dan distal. Di distal juga berartikulasi dengan talus. Fibula sebagai tulang panjang yang relatif lebih kecil daripada tibia dibagi menjadi:
3
Caput fibulae Corpus fibulae Malleolus lateralis 2. Otot Otot pada regio cruris dapat dilihat dari 3 arah: Ventralis M. Tibialis Anterior Origonya
pada
condylus lateralis tibiae, facies lateralis corpus tibiae
dan
interossea.
membrana Insertionya
pada sisi medial os. cuneiforme II dan basis metatarsal I M.
Extensor
Hallucis
Longus Otot ini berorigo pada facies anterior corpus fibulae dan
membrana
interossea.
Insertionya
pada
basis
phalangus distalis hallucis M. Extensor DigitorumLongus Origo otot ini pada condylus lateralis tibiae, facies anterior corpus fibulae dan membarna interossea. Tendo insertio otot ini terbagi menjadi empat untuk empat digiti yang lateral, kemudian berinsertio pada bases phalanges mediae et distales digiti II-IV. M. Peroneus Tertius Otot ini merupakan bagian yang terpisah dari m.extensor digitorum longus. Origonya pada segitiga
4
bagian inferior facies anterior corpus fibulae dan membrana
interossea.
Insertionya pada basis metatarsalis V. Lateralis M. Peroneus Longus Origonya
pada
condylus lateralis tibiae, capitulum fibulae dan facies
lateralis
corpus
fibulae. Insertionya pada sisi lateral os cuneiforme I dan basis metatarsal I M. Peroneus Brevis Otot yang letaknya di profundus dari m. peroneus longus ini origonya pada pertengahan facies lateralis corpus
fibulae.
Insertionya
pada
tuberositas
ossis
metatarsal V. Dorsalis M. Gastrocnemius Otot ini terdiri dari dua capita, yaitu caput mediale
dan
caput
laterale. Caput mediale berorigo pada planum popliteum superior
dan
bagian condylus
medialis femoris, sedang caput bagian
laterale superior
pada sisi
5
lateral condlus lateralis femoris. Kemudian keduanya menyatu dan berakhir di pertengahan regio ini menjadi satu tendo insertio lebar yang menyatu dengan tendo insertio m. spleus membentuk tendo calcanei dan berinsertio
pada
pertengahan
permukaan
posterior
calcaneus M. Soleus Otot yang lebar, rata dan letaknya di profundus dari m. gastrocnemius ini berorigo pada sisi psterior capitulum fibulae, facies posterior corpus fibulae, linea solei dan margo medialis corpus tibiae. Sebagai origo tambahan adalah arcus tendineus, yang terbentang antara collum fibulae sampai linea solei. Tendo insertio oto ini menyatu dengan aponeurosis m. gastrocnemius untuk membentuk tendo calcanei. M. Plantaris Otot
yang
kecil
ini
berorigo
pada
linea
supracondylaris femoris dan ligamentum popliteum obliquum. Tendo insertionya yang panjang dan ramping berjalan serong di antara mm. gastrocnemius et soleus untuk akhirnya berinsertio pada sisi medial tendo calcanei M. Popliteus Otot yang tipis, rata dan mirip segi tiga ini membentuk
dasar
fossa
poplitea.
Origonya
pada
permukaan lateral condylus lateralis femoris dan meniscus lateralis, sedang insertionya pada facies posterior corpus tibiae M. Flexor Digitorum Longus Otot ini letaknya di medial dan lebih kecil dari pada m. flexor hallucis longus. Origonya pada facies posterior corpus tibiae. Tendo insertionya berjalan ke inferior dan berada di posterior dari tendo insertio m. tibialis posterior
6
dan malleolus medialis. Kemudian berjalan diagonal di planta pedis, superficial terhadap tendo insertio m. flexor hallucis longus. Ketika mencapai pertengahan planta pedis, tendo insertionya terbagi menjadi empat untuk berinsertio pada bases phalangesdistales digiti II-V M .Tibialis Posterior Otot besar dan letaknya paling profundus di regio cruris posterior ini berorigo pada membrana interossea, facies posterior corpus tibiae dan facies posterior corpus fibulae. Posisinya di antara mm. flexores digitorum longus et hallucis longus. Tendo insertionya berjalan di posterior dari malleolus medialis dan akhirnya berinsertio pada tuberositas ossis navicularis, sustentaculum tali, ossa cuneiformia, os cu boideum dan bases metatarsales II-IV M. Flexor Hallucis Longus Otot terbesar di antara ketiga otot kelompok profundus dan letaknya paling lateral ini berorigo pada dua pertiga inferior facies posterior corpus fibulae dan membrana interossea. Tendo insertionya berjalan di posterior dari malleolus medialis, kemudian menyilang di profundus tendo insertio m. flexor digitorum longus di planta pedis. Insertionya pada basis phalangis distalis halluces.
7
3. Arteri Pada regio cruris terdapat arteri profundus yang berasal dari pertemuan arteri femoralis superior dengan femoralis profunda. Arteri profundus akan bercabang menjadi dua yaitu arteri tibialis anterior dan arteri tibialis posterior. Arteri
tibialis
anterior
bergerak
melintasi
pergelangan kaki menuju bagian dorsal yang akan menjadi arteri dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior turun menyusuri betis dari kaki bagian bawah dan bercabang menjadi arteri plantaris medial dan arteri plantaris lateral 4. Saraf Di regio cruris terdapat nervus peroneus yang berasal dari nervus lumbal IV – sakral II. Nervus peroneus akan bercabang menjadi nervus peroneus
peroneus
superficial
profundus.Nervus
dan
nervus peroneus
supervicial akan bercabang menjadi nervus cutaneus dorsali medial dan nervus cutaneus dorsalis intermedius. Pada kasus skenario 2 ‘Kaki Bernanah’, struktur anatomi pada osteomyelitis yang mengalami kerusakan ada pada bagian ventral cruris. Kerusakan itu menyebabkan luka potong pada m.tibialis anterior dan arteri tibialis anterior serta menyebabkan fraktur pada os tibia bagian extremitas proximalis tibiae.
8
2.2. Histologi 2.2.1 Sel-sel Tulang 1. Osteoblast Berasal dari sel sel mesenkim yang terletak berderet secara epithelial di permukaan trabekula tulang muda. Sel ini berbentuk kuboid hinga pyramid dan berinti besar. Sitoplasmanya basophil dan julurannya ke arah matriks. Sel ini memproduksi organik matriks tulang, enzim alkaline fosfatase yang berfungsi kalsifikasi. 2. Osteosit Berasal dari osteoblast yang terpendam di dalam matriks tulang terletak di Lakuna. Sitoplasma sel ini basofil dan juluran sitoplasmanya masuk ke dalam Kanalikuli. Sel ini berinti gelap dan mempunyai cadangan makanan berupa glikogen. 3. Osteoklast Sel ini berasal dari gabungan (fusi) beberapa monosit. Sitoplasmanya banyak mengandung vakuola sehingga seperti berbuih dan bersifat acidofil. Sel ini berinti banyak dan mengandung lisosom berjumlah banyak yang berfungsi untuk fagositosis. Di sel ini terdapat Lakuna Howship dan Ruffel’s Fiber.
2.2.2 Bahan Antar Sel 1. Matriks Tulang Matriks tulang terdiri dari dua unsur yaitu unsur organik dan anorganik. Unsur organik sebanyak 35 % yang terdiri dari osteokolagen dan kondrosit sulfat yang memberi sifat acidofil. Selain itu, unsur anorganik sebanyak 65 % komposisinya di matriks. Di bagian semen terdapat kalsium fosfat terutama dan sedikit kalsium karbonat.
9
2.2.3 Jenis Jaringan Tulang 1. Jaringan Tulang Muda Tidak ada sistem havers Trabeculae tulang muda Periosteum tebal Kolagen kasar Osteoblast banyak Osteosit terbenam di matriks Osteoklast di Lakuna Howship Biasanya terdapat di tulang Remodeling
2. Jaringan Tulang Dewasa Terdapat Sistem Havers Saluran Havers Lamel-lamel Havers Lakuna Kanalikuli Saluran Volkman Terdapat Lamel-lamel Havers Terdapat Lamel-lamel Interstitial Terdapat Outer Circumferential Lamel Terdapat Inner Circumferential Lamel
2.2.4 Jaringan Ikat 1. Periosteum (Pembungkus Tulang) dua lapis a. Lapisan Fibrous berupa kolagen b. Lapisan Osteogenik (Kambium ) berupa osteogenik 2. Endosteum a. Tipis b. Melingkupi ruang sum-sum c. Osteogenik d. Hemopoietik (membentuk sel darah) 10
2.2.5 Osifikasi 1. Osifikasi Primer (Membranosa) Bertempat di membrane mesenkimal. Membrane mesenkimal yang vaskuler mempengaruhi sel sel mesenkim yang berdiferensiasi menjadi sel sel osteoblast. Sebagian sel sel osteoblast membelah diri dengan menjauhi pusat osifikasi. Setalh itu, terbentuk jaringan tulang muda baru sehingga seluruh membran mengalami penulangan dan terbentuklah tulang pipih. 2. Osifikasi Sekunder (Proses Osifikasi Endokondral) Pada daerah Epifisis tidak terbentuk periostel bone colar dengan prose berjalan secara radier. Pada daerah epiphicial disc (perbatasan antara diafisi dan epifisis) terdapat jaringan tulang rawan hyaline yang terbagi dalam zona-zona: a. Zona Istirahat Terdiri atas jaringan tulang rawan hyalin yang belum aktif b. Zona Proliferasi Zona yang aktif, kondrosit membelah diri, berjejal-jejal seperti berbaris sejajar sumbu panjang model tulang rawan, dengan sedikit bahan antar sel dan berbentuk pipih-pipih. Selama zona ini masih aktif, model tulang rawan terus bertambah panjang. c. Zona Maturasi Kondrosit gemuk-gemuk dan besar-besar, kaya glikogen dan menghasilkan enzim alkalin fosfatase. d. Zona Kalsifikasi Diendapkan bahan kapur di dalam matriks sehingga matriks tampak lebih gelap. e. Zona Retrogresi Kondrosit mati hancur karena kurang nutrisi, sebagian diresobsi sehingga timbul lubang-lubang seperti sarang lebah yang disebut ruang sum-sum primer.
11
f. Zona Osifikasi Osteoblast memasuki ruang sum-sum primer, meletakkan diri secara epitalial di tepi sisa sisa tulang rawan hyaline yang hancur. Dibentuk jaringan tulang muda dengan kerangka sisa-sisa tulang rawean hyaline yang tidak diresobsi. g. Zona Resorbsi Jaringan tulang muda yang dibentuk makin luas, kemudian tengahnya diresorbsi sehingga terbentuk ruangan yang besar disebut runag sum-sum sekunder yang dikelilingi oleh tulang muda.
2.3. Biokimia 2.3.1 Matriks Extra Seluler Dalam Tulang Matriks extraseluler termasuk jaringat ikat. MES memiliki 3 komponen penting yaitu protein struktural, (Kolagen,Elastin,Fibrilin), Protein khusus (Fibronektin & Laminin), Proteoglikan. Fungsi matriks extra seluler yaitu
Mengintegrasikan sel ke jaringan, dukungan
mekanis untuk sel dan jaringan Mempengaruhi bentuk sel & pergerakan sel.
2.3.2 Tulang Tulang dibagi menjadi dua bagian. Matriks tulang yang terdiri dari (Kolagen,proteoglikan,dll) dan sel sel pembentuk tulang. Pada pembahasan ini lebih ditekankan pada kolagen dan proteoglikan.
2.3.3 Matriks Tulang dalam MES 1. Kolagen Kolagen membentuk sekitar 25% protein mamalia Kolagen adalah glikoprotein dimana glukosa dan galaktosa sebagai bagian karbohidrat,dan kandungan proteinnya sekitar 25-30%
12
Kolagen mengandung dua Asam Amino, yaitu hidroksiprolin dan hidroksisilin. Hidroksiprolin menempati 1 dari 10 residu sementara hidroksisilin menempti 1 dari 200 residu Ada berbagai macam jenis-jenis kolagen. Diantaranya kolagen tipe I,II,III,V, dan XI yang membentuk fibril Namun yang paling penting dalam kasus ini adalah kolagen tipe I dan V Tipe I & V ditemukan di kulit, tulang,tendon,kornea,& organ internal Semua kolagen terdiri dari tiga rantai alfa polipeptida yang melilit satu sama lain untuk membentuk konfigurasi 3 helix atau triple helix . 2. Proteoglikan Adalah
protein
yang
mengandung
glikosaminoglikan-
glikosaminoglikan yang disatukan oleh ikatan kovalen Proteoglikan adalah protein dengan rantai polisakarida Merupakan komponen penting dari kartilago artikular
2.3.4 Sel-sel Pembentuk Tulang Diantaranya yaitu osteoblas dan osteoklas. Mereka berperan pada proses remodelling tulang alveolar. Osteoblas berperan sebagai pembentukan tulang baru, sedangkan osteoklas berperan pada resorbsi tulang.
2.3.5 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah penyebab umum infeksi logambiomaterial, tulang sendi, dan jaringan lunak. Infeksi osteoblast oleh S. aureus adalah fondasi, elemen yang menentukan pengembangan osteomielitis dalam jaringan tulang. S. aureus langsung berinteraksi dengan osteoblast di ruang ekstraseluler dan intraseluler. S. aureus memiliki PAMP yang berinteraksi dengan osteoblas untuk merangsang produksi chemokines dan sitokin yang kemudian merekrut dan
13
mengaktifkan sel kekebalan tubuh bawaan dan adaptif. Selain respon peradangan, S. aureus juga dapat menginduksi kematian osteoblas dan meningkatkan osteoclatogenesis melalui stimulasi osteoblas yang menyebabkan hemeostasis tulang terganggu. Di samping itu, Matriks Eksraseluler Tulang (MET) adalah aktor penting pada langkah pertama infeksi S. aureus karena terhubung langsung dengan osteoblas. Hal ini memungkinkan bakteri untuk mengikat dan menginfeksi disekitar osteoblast. Fibronectin menjadi jembatan penghubung antara S. aureus dengan osteoblas.
S. Aureus berinteraksi dapat berinteraksi dengan Matriks Ekstraseluler Tulang dan berkonsentrasi di sekitar osteoblast. Kolagen Adhesin (Cna) berhubungan dengan kolagen tipe 1. Sialoprotein tulang mengikat protein (Bbp). Fibronectin mengikat protein A dan B (FnBP A/B) dan bertindak sebagai jembatan antara S.
14
Aureus dengan osteoblas melalui integrin α5β1. Sinyal mekanisme S. Aureus setelah berinteraksi dengan osteoblas. Setelah internalisasi, S. Aureus juga dapat berinteraksi dengan reseptor ekstraseluler TLR2 dan TNFR-1
dan reseptor
intraseluler TLR9 dan NODs setelah internalisasi osteoblast yang dibantu α5β1 dan aktivitas filamen. Internalisasi S. Aureus kepada osteoblast adalah elemen kunci dalam penyebaran infeksi. Hal ini memungkinkan S. Aureus bertahan dalam osteoblast dan berkesempatan untuk mempertahankan infeksi. S. Aureus juga dibantu koloni SCV untuk bertahan di dalam osteoblast. Dari penjelasan di atas terdapat dampak S. aureus pada osteoblast dan kelangsungan hidup, diantaranya: 1. S. Aureus juga dapat menyebabkan hilangnya produksi mediator inflamasi tulang oleh osteoblast 2. S. Aureus juga dikenal sebagai penghambat prosesi mineralisasi kalsium 3. S. Aureus menyebabkan apoptosis osteoblast 4. S. Aureus dapat menyebabkan nekrosis pada osteoblast 5. Kematian induksi osteoblast juga faktor penting S. Aureus menyebab osteomielitis.
2.4 Osteomielitis 2.4.1. Definisi Proses inflamasi akut atau kronis pada tulang dan struktur sekundernya akibat infeksi oleh bakteri piogenik.
2.4.2. Patogenesis Infeksi yang terjadi pada tulang berbeda dengan infeksi jaringan lunak mengingat tulang terdiri atas kompartemen yang keras. Hal ini menjadikan tulang lebih rentan terhadap kerusakan vaskular dan kematian sel karena peningkatan terkanan intrakompartemen pada fase
15
inflamasi akut. Apabila infeksi tidak segera ditangani dan tekanan intrakompartemen tidak diturunkan, aka dapat terjadi nekrosis tulang. Terdapat beberapa cara bagi mikroorganisme untuk mencapai jaringan muskuloskeletal, yaitu : (1) kontak langsung melalui luka terbuka (tusukan, injeksi, laserasi, fraktur terbuka, atau operasi), (2) penyebaran langsung dari fokus infrksi yang berdekatan, hinga (3) penyebaran tidak langsung melalui aliran darah dari tempat atau sistem organ lain yang jauh. Infeksi dapat mengakibatkan osteomielitis pigenik, artritis septik, reaksi granulomatosa kronis (manifestasi klasik berupa tuberkulosis tulang atau sendi), atau respons indolens terhadap organisme tertentu (misal infeksi jamur), tergantung dari tipe bakteri yang menyerang, tempat infeksi, dan respon tubuh. Infeksi jaringan lunak yang terjadi dapat berupa sepsis akibat luka superfisial sampai selulitis nekrotikans yang mengancam nyawa. Kerentanan terhadap infeksi meningkat dengan adanya (1) faktor lokal berupa trauma, jaringan parut, sirkulasi yang buruk, berkurangnya kepekaan sensorik, penyakit kronis tulang atau sendi dan adanya korpus alienum, (2) faktor sistemik seperti malanutrisi, diabetes, gangguan vaskuler, penyakit reumatik, konsumsi steroid dan jenis imunosupresan, serta usia terlalu muda atau terlalu tua.
2.4.3. Klasifikasi Terdapat beberapa macam osteomielitis, di antaranya yaitu acute hematogenenous osteomielitis, subacute hematogenous osteomielitis, post-traumatic osteomielitis, chronic osteomielitis, Garre’s sclerosing osteomielitis,
multifocal
non-suppurative
osteomielitis/chronic
reccurent multifokal osteomielitis. Osteomielitis banyak terjadi pada anak-anak dangan perbandingan laki-laki:perempuan = 3:1 karena sistem imun anak-anak yang belum sebaik orang dewasa. Dapat terjadi pada orang dewasa dengan penurunan kekebalan seperti pada penderita AIDS atau diabetes
16
melitus. Predileksi terutama pada tulang-tulang panjang (femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula). Regio tulang yang paling sering terkena adalah metafisis. Pada bayi, infeksi dapat terjadi pada epifisis larena adanya arteri nutrivum yang mempenetrasi regio fisis. Pada orang dewasa, fisis berperan sebagai barrier, sehingga infeksi terjadi pada metafisis sehingga infeksi tidak menyebar lansung ke sendi. 2.4.4. Etiologi Staphylococcus aureus Streptococcus pyogenes Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza Kingella kingae Pseudomonas aeruginosa
2.4.5. Patofisiologi Akut hematogenous osteomielitis menunjukkan progresi yang khas ditandai dengan inflamasi, supurasi, nekrosis tulang, pembentukan tulang reaktif baru, dan resolusi serta penyembuhan atau bisa juga menjadi kronis. Gambaran klinis pada kondisi ini sangat bervariasi, tergantung pada usia pasien, tepat infeksi, virulensi organisme, dan respon pejamu. Literatur menyebutkan bahwa pada anak-anak, gambaran klasis terlihat pada usia 2-6 tahun. Pada awalnya, terjadi fokus infeksi dengan hiperemi dan edema pada tulang panjang. Terjadi reaksi inflamasi akut dengan kongesti vaskular, eksudasi cairan, dan infiltrasi oleh sel-sel PMN. Keadaan ini berpotensi menyebabkan peningkatan terkanan ontraoseus. Berhubung jaringan tulang tidak cukup lunak untuk mengompensasi peningkatan tekanan ini, terjadi nyeri yang berat dan menetap disertai obstruksi aliran darah serta trombosis intravaskular. Meskipun masih stadium awal, kombinasi aktivitas fagositik, akumulasi lokal sitokin, fator pertumbuhan, prostaglandin, dan enzim bakteri mengancam terjadinya iskemik dan resorpsi pada tulang. Pada akhirnya akan terjadi nekrosis
17
tulang. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan osteolisis sehingga bakteri dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan menyebabkan septikemia. Selanjutnya pus mulai terbentk di antara tulang dan mendesak
ke
Kanal
Volkman
sampai
ke
permukaan
untuk
memproduksi abses subperiosteal. Hal ini dimungkinkan karena terutama pada anak-anak, periosteum belum melekan kuat dengan tulang. Dari abses subperiosteal, pus dapat menyebar sepanjang tulang panjang dan memasuki jaringan lunak di sekitarnya. Infeksi pada jaringan lunak akan menyebabkan selulitis hingga abses. Apabila infeksi terus menyebar ke sendi, akan terjadi artritis septik. Peningkatan tekanan intraoseus, stasis vaskular, dan trombosis pembuluh darah kecil akan diikuti dengan gangguan aliran darah, sehingga kematian tulang terjadi. Kepingan tulang nekrotik dapat terpisah satu sama lain. Kepingan tulang yang sudah mati ini disebut sebagai skuestrum. Sebagai respon, kejadian ini akan diikuti dengan pembentukan jaringan tulang baru yang disebut involukrum. Apabila infeksi yang terjadi tidak teratasi, bakteri dapat menyebar ke tulang lain, bahkan ke organ lain dan menimbulkan komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.
2.4.6. Faktor Risiko 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Fraktur 4. Diebetes mwlitus 5. AIDS
2.4.7. Manifestasi Klinis 1. Nyeri konstan dan berat pada dekat ujung tulang yang terlibat. 2. Gejala lain terkait septikemia, seperti malaise, anoreksia, dan demam (dalam 24 jam). 3. Adanya riwayat trauma atau infeksi saluran pernapasan atas pada
18
anak memperkuat diagnosis osteomielitis.
2.4.8 Diagnosis Tanda kardinal acute hematogenous osteomielitis A. Pada anak : 1. Nyeri 2. Demam 3. Menolak untuk menahan beban 4. Menolak menggerakkan bagian tubuh yang terlibat 5. Tidak mau disentuh pada bagian yang nyeri 6. Terkadang ditemukan limfadenopati. B. Pada dewasa : 1. Predileksi tersering adalah vertebra torakolumbar 2. Riwayat prosedur urologi yang diikuti dengan demam dan sakit punggung 3. Tulang lain jarang terlibat, kecuali jika terdapat diabetes, malanutrisi, adiksi obat, leukemia, terapi imunosupresan.
2.4.9. Pemeriksaan Penunjang 1. Rontgen Foto rontgen biasa masih merupakan pilihan dalam investigasi awal. Pada fase awal osteomielitis akut seperti misalnya 2 sampai 3 hari pertama foto rontgen akan menunjukkan hasil normal tetapi setelah hari ke 6 sampai 7 akan terlihat adanya osteopenia, destruksi tulang hingga menembus korteks, reaksi periosteal dan terbentuknya involucrum. Sekuestra akan terlihat pada hari ke-10. Setelah beberapa minggu, seluruh tulang menjadi osteopenia akibat tidak digunakan. Beberapa daerah di korteks tulang yang tersisa tanpa osteopenia menjadi avaskular. 2. Ultrasound Scanning Digunakan dalam indentifikasi awal adanya abses jaringan lunak dan efusi sendi.
19
3. Computer Tomography (CT) Suatu pemeriksaan yang sensitif untuk melihat destruksi tulang. Potongan CT dapat menemukan sekuestra yang kecil dan membantu dalam merancang pendekatan bedah tetapi CT hanya memiliki sedikit kemampuan dalam mendiagnosis infeksi. 4. Scanning Scanning dengan menggunakan isotop telah dianjurkan dengan isotop tulang tropik (99mTC) yang malabel sel darah putih, antibodi, dan antibiotik, namun pemeriksaan ini memiliki hasil yang lebih rendah dibandingkan MRI. 5. MRI Suatu pemeriksaan tunggal yang paling efektif untuk menemukan
infeksi
ditulang.
MRI
dapat
memperlihatkan
perubahan inflamasi, memperlihatkan infeksi yang luas, dan memperlihatkan
perubahan
sekuestra,
saluran
sinus
dan
menemukan fokal infeksi yang jauh dari tulang yang terkena. Pada MRI korteks tulang akan tampak hitam atau gelap. Korteks tulang yang mati atau terinfeksi juga berwarna hitam atau gelap. Diagnosa osteomielitis pada korteks tulang dengan menggunakan MRI berdasarkan perubahan pada jaringan sekitarnya namun daerah tulang yang terinfeksi dapat tak terlihat. Kelemahan MRI adalah bila ada implan metal dan membutuhkan keahlian dalam mempertimbangkan interpretasi gambar osteomielitis. MRI dapat memberikan penilaian yang berlebihan pada infeksi medula tulang yang luas pada fase akut akibat edema tulang yang luas sehingga mengaburkan
batas
dari
infeksi
aktif.
Hasil
MRI
juga
berubah pada pasca operasi dimana perubahan akan menetap atau bahkan berahun-tahun dan dapat sulit dibedakan dari infeksi yang rekuren.
20
Modalitas
Sensitivitas
Spesifisitas
0,60 (0,46-0,73)
0,91 (0,86-0,94)
0,54 (0,44-0,63)
0,68 (0,53-0,80)
MRI
0,90 (0,82-0,95)
0,79 (0,62-0,91)
Bone scan
0,81 (0,73-0,87)
0,28 (0,17-0,42)
Leukosit scan
0,74 (0,67-0,80)
0,68 (0,57-0,78)
Probe
to
bone/exposed Radiografi konvensional
2.4.10. Tatalaksana pada Osteomielitis Prinsip tata laksana meliputi : 1. Mengistirahatkan bagian yang terinfeksi 2. Pemberian antibiotik spektrum luas 3. Mengurangi nyeri dan sebagai tata laksana suportif 4. Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi 5. Mengeluarkan pus secepat dan sebersih mungkin serta mengurangi tekanan
intraoseus
6. Stabilisasi tulang apabila terjadi fraktur 7. Mengeradikasi
jaringan
avaskular
dan
nekrotik
serta
mengembalikan kontinuitas apabila terjadi gap pada tulang 8. Memperthankan jaringan tulang pada kulit. Tatalaksana osteomielitis meliputi mempertimbangkan masalahmasalah yang berhubungan dengan debridemen yang setepat pemilihan dan lama pemberian antibiotik. Terapi ajuvan dan komplikasi juga didiskusikan pada bagian ini. Debridemen,
osteomielitis
sering
membutuhkan
terapi
pembedahan untuk debridemen material nekrotik bersamaan dengan pemberian terapi antimikroba untuk mengeradikasi infeksi. Pada keadaan
seperti
ini,
terapi
pembedahan
juga
membutuhkan
pemasangan ataupun pengangkatan peralatan serta dengan atau tanpa 21
revaskularisasi. Pemilihan antibiotik, seharusnya disesuaikan dengan hasil kultur dan tes sensitivitas. Jika hasil kultur tidak ada, terapi empirik spektrum luas seharusnya diberikan. Pemberian antibiotik intravena biasanya diberikan selama 3 minggu, selanjutnya dilanjutkan dengan antibiotik oral selama 3 minggu. Dibutuhkan pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencapai konsentrasi terapeutik dari obat tersebut didalam tulang yang akan sejalan dengan hal tersebut dapat meningkatkan juga efek toksik sistemik dari penggunaan antibiotik jangka panjang dalam terapi. Osteomielitis yang disebabkan oleh Methicillin susceptible Staphylococcus aureus (MSSA) sering diterapi secara parenteral dengan antibiotik yang sesuai seperti misalnya, 1. Nafcillin, oxacillin, cefazolin, vancomycin, penicillin G dengan alternatif daptomycin 6 mg/kg berat badan sekali sehari 2. Linezolid, quinupristin-daltopristin, trimetrophrim-sulfametoxazole dengan dosis trimetrophrim 5 mg/kg berat badan setiap 12 jam 3. Mynociclyn 100 mg sekali sehari 4. Levofloxacin 500 mg sekali sehari 5. Clyndamcin 600 mg setiap 8 jam 6. Teicoplanin 10 mg/kg berat badan sekali sehari secara intravena Kombinasi nafcillin dan gentomicin yang ternyata lebih baik daripada penggunaan nafcillin saja. Lama terapi antibiotik oleh beberapa ahli dikatakan diberikan sampai sekurang-kurangnya tulang yang didebridement telah ditutupi oleh jaringan lunak yang sudah ada vaskularisasinya, biasanya sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah tindakan debridemen. Terapi adjuvan untuk osteomielitis meliputi hyperbaric oxygen (HBO) dan terapi luka dengan (NPWT).
22
2.5 Kedokteran Islam 1. Dalil Sabar dan ikhlas dalam Menghadapi Sakit
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: “Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’un”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS: Al-Baqarah 155-157)
“Apabila seorang hamba sakit atau sedang melakukan safar, Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia lakukan ibadah di masa sehat dan bermukim”. (HR. Bukhari)
“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya. Pasti akan hapuskan kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daundaunnya”. (HR. Al-Bukhari No. 5661 dan Muslim No. 651)
23
2. Berkendara
ير ِلتَ ْر َكبُوها َو ِزينَةً َو َي ْخلُ ُق َما ال َ َو ْال َخ ْي َل َو ْال ِبغا َل َو ْال َح ِم َتَ ْعلَ ُمون “Dan (Dia Telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”. (QS. An-Nahl: 8).
َ ه َ ْد َم ْحل َ ه َ ْد َم ْحل َ َُُّ اوَ ْحسَرَ ْال هغ ْيالَه َدو َُُّ َ ََِّْ ََ َدو َُُّ َ ََِّْ ََدو َ ت ِْ َمهإَ َِّنهإهك ْي َ ََ د أإَ ْلَُنهْاَ َ ْإس َ ْس هال َْ هد ْيالَنهإا َُفَيَ ْس هال ََ ََِّْ َ ْد َم ْحل َ ه “Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (pada hari kiamat). Segala puji bagi Allah (3x), Allah Maha Besar (3x), Maha Suci Engkau, ya Allah! Sesungguhnya aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
َر ِبِّ ُك ْم ِإذَا ا ْستَ َو ْيت ُ ْم ُ َهذَا َو َما ُكنَّا لَه َُم ْق ِر ِنين
ُ ِلتَ ْستَ ُووا َعلَى َور ِه ث ُ َّم تَ ْذ ُك ُروا نِ ْع َمة ِ ظ ُه س َّخ َر لَنَا ُ َعلَ ْي ِه َوتَقُولُوا َ س ْب َحانَ الَّذِي
“Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan," Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya,”(QS: Az Zukhruf 13)
24
3. Semua Penyakit Ada Obatnya
“Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku”. (QS: AsySyu’ara 80)
“Dan jika Allah, menimpakan suatu bencana kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia , dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS: Al-An’am 17)
25